Peran Wanita Jepang Setelah Perang Dunia II

62 Pada saat ayah pulang kerja pada larut malam anak-anak sudah tidur lelap. Tatkala anak-anak bangun dan pergi ke sekolah, ayah masih lelap. Keadaan seperti itu anak-anak lebih akrab dengan ibu, bahkan anak laki-laki bermanja-manja dengannya. Di zaman Meiji, wanita bertanggungjawab untuk memastikan bahwa anak-anak mereka memiliki pendidikan yang baik agar mencetak sumber daya manusia yang berkualitas bagi Jepang dan juga dinilai memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan industrialisasi Jepang yang luar biasa.

3.3 Peran Wanita Jepang Setelah Perang Dunia II

Pada tanggal 6 Agustus 1945 dijatuhkan bom pertama di Hiroshima dan tiga hari kemudian 9 Agustus 1945 dijatuhkan bom di Nagasaki. Pembomam yang menimpa Hiroshima dan Nagasaki ini menyebabkan Jepang lumpuh total dan memaksa Jepang untuk mengakui kekalahannya dari Amerika pada Perang Dunia II. Dari sini dimulailah masa pendudukan Amerika di Jepang. Sejak kalah dalam Perang Dunia II, perubahan yang terjadi pada masyarakat Jepang berlangsung dengan cepat dan disebabkan karena pengaruh sosial dan politik yang terjadi di sebagian belahan dunia. Selain itu kekalahan Jepang juga menimbulkan rasa penasaran dan membuat Jepang belajar lebih giat lagi dari Amerika Serikat. Kekalahan Jepang ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan cara berpikir orang Jepang, meskipun masih ada yang tetap bertahan sesuai dengan latar belakangnya terutama bagi mereka yang dibesarkan oleh nilai-nilai sebelum perang atau mengikuti konsep ie. Perubahan pandangan ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: 1. Rasa hormat Jepang pada kekuatan dan kekuasaan. Universitas Sumatera Utara 63 2. Rasa kekaguman Jepang pada Amerika Serikat. 3. Timbulnya kesadaran dalam diri orang Jepang untuk menerima hal-hal pengetahuan yang baru dari luar. Faktor-faktor tersebut diatas telah mempengaruhi perubahan cara hidup orang Jepang dan membawa Jepang kepada perubahan yang cukup menentukan bagi perkembangan kehidupan wanita Jepang di masa yang akan datang. Di bawah pendudukan Amerika mulai dimasukkan pemikiran demokrasi kedalam kehidupan masyarakat Jepang, antara lain dalam bidang hukum dan sistem pendidikan. Pada masa pendudukan Amerika di Jepang terjadi perubahan besar dalam bidang hukum Undang-Undang yang kemudian berpengaruh besar pula pada sistem ie dan perkawinan. Selain itu Amerika juga memegang peranan penting di dalam memajukan pendidikan bagi wanita. Untuk itu, Jendral MacArthur memutuskan untuk membuat Undang-Undang baru dengan melalui prosedur Undang-Undang Meiji. Dalam arti tidak terlalu menyimpang atau jauh berbeda dari Undang-Undang yang lama. Tetapi tetap saja pada akhirnya Undang-Undang baru ini merupakan hasil pengarahan dari pihak Amerika tanpa ada diskusi dengan pihak Jepang. Undang-Undang ini akhirnya diumumkan kepada masyarakat Jepang sebagai perintah dari Kaisar dengan persetujuan penuh dari Jendral MacArthur pada tanggal 6 Maret 1946 yang mulai berlaku pada tanggal 3 mei 1947. Undang-Undang baru ini merupakan alat untuk mengukur perbuahan karena di dalamnya dimasukkan paham demokrasi sehingga hak-hak manusia sebagai warga negara lebih diperhatikan dan dijamin begitu juga persamaan kedudukan anatara pria dan wanita dalam semua tingkat kehidupan. Universitas Sumatera Utara 64 Undang-Undang Baru 1946 日本 国憲 法 nihonkokukenpou merupakan hasil pekerjaan pemerintahan pendudukan Sekutu periode pendudukan militer, suatu hal yang diketahui dipaksakan terhadap Jepang karena bertentangan dengan adat istiadat negara. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan perubahan- perubahan dalam posisi internasional Jepang. Perubahan-perubahan yang ada di lingkungan budaya dan kehidupan keluarga setelah Perang Dunia II pada dasarnya karena pengaruh kemajuan ilmu dan teknologi Barat serta taraf kehidupan masyarakat. Amerika melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Meiji 1889 yang kurang memperhatikan hak-hak manusia sebagai individu. Untuk itu Amerika memandang perlu untuk melakukan sejumlah perbaikan antara lain menyangkut hak dan kewajiban wanita dalam hal pendidikan, kesempatan kerja dan pernikahan. Undang-Undang baru ini dibuat berdasarkan pada pengenalan paham demokrasi dan penghormatan kepada manusia. Hal-hal utama yang diubah dan terdapat dalam Undang-Undang baru adalah: 1. Kebebasan setiap anggota keluarga dari kekuasaan kepala keluarga. 2. Persamaan hak antara suami dan istri. 3. Persamaan dalam hak dan kewajiban terhadap generasi. Kehadiran Undang-Undang baru ini disambut dengan sangat antusias oleh wanita Jepang karena diharapkan dapat membawa perubahan bagi kehidupan wanita di masa depan. Dalam pasal 14 Undang-Undang Baru 1946 ini disebutkan mengenai persamaan antara pria dan wanita dibawah hukum : ” ...1 semua orang adalah sama dibawah Undang-Undang dan tidak akan ada diskriminasi dalam hal Universitas Sumatera Utara 65 politik, ekonomi atau hubungan sosial yang disebabkan karena perbedaan ras, kepercayaan, jenis kelamin, status sosial serta keturunan....” Dari pasal diatas dapat diketahui bahwa Undang-Undang secara tegas melarang adanya diskriminasi kedudukan antara pria dan wanita dalam lingkungan politik, ekonomi dan hubungan sosial. Dengan berlakunya hukum ini maka sistem ie pun dihapuskan dan sistem keluarga pun berubah menjadi sistem keluarga demokrasi. Setelah Perang dunia II, Tenno mengadakan Ninggensenggen mendeklarasikan dirinya sebagai manusia. Pada saat itu juga negara sistem ie berakhir dengan formal. Tetapi walaupun secara hukum sistem ie telah diakhiri, cara berpikir sistem ie tidak segera hilang dari kehidupan masyarakat Jepang. Hancurnya keluarga ie di masa ini adalah karena penyatuan dua buah ie menjadi satu. Jumlah anak yang dimiliki orang Jepang sekarang ini menjadi semakin menurun, oleh karena itu muncul masalah ketika terjadi perkawinan antara anak tunggal laki-laki dan anak tunggal perempuan. Maka terjadi penyatuan dua buah keluarga ie yang diurus oleh satu keluarga yang kemudian akan menjadi satu keluarga ie. Dalam hal ini akan terjadi penyatuan harta dan juga saidan objek penyembahan dan simbol-simbol keluarga. Dalam pasal 24 Undang-Undang Baru 1946 disebutkan mengenai persamaan kedudukan diantara pria dan wanita dan menghormati individu yang terdapat di dalam kehidupan keluarga, “..... 1 Perkawinan didasarkan hanya pada kerjasama diantara kedua pasangan dan harus dipertahankan melalui kerjasama dengan berdasarkan persamaan hak diantara suami dan istri. 2 Dengan Universitas Sumatera Utara 66 menghormati dalam memilih pasangan, harta benda, warisan, tempat tinggal, perceraian dan hal-hal lain yang berkenaan dengan perkawinan dan keluarga, penetapan hukum harus dilihat dari sudut pandang kehormatan individu dan persamaan mendasar dari jenis kelamin”. Dengan adanya pasal diatas maka terjadi perubah dalam sistem pernikahan masyarakat Jepang. Wanita Jepang bebas memilih pasangan hidupnya berdasarkan keinginannya sendiri karena setelah tahun 1946 pernikahan berlandaskan atas persetujuan bersama antara pria dan wanita. Mengenai dasar- dasar bagi perceraian, hukum di masa ini memberikan dasar persamaan yang sempurna baik bagi pria maupun wanita. Namun permasalahan pokok dari hukum perceraian adalah perlindungan kaum wanita dan jaminan akan kesejahteraan anak. Setelah runtuhnya sistem ie, wanita memiliki hak atas kompensasi perceraian dan pembagian harta keluarga. Hak warisan bagi seorang anak perempuan yang telah menikah juga mendapat pengakuan. Salah satu akibat langsung dari peralihan ke Undang-Undang Baru 1946 adalah kecenderungan ke arah keluarga inti, sehingga tugas wanita dalam mengasuh anak bertambah ringan, makin meluasnya praktek keluarga berencana, yang mengakibatkan setiap pasangan rata-rata hanya mempunyai 2 anak Masu Okamura 1983:19. Masyarakat Jepang cenderung membentuk unit keluarga yang lebih kecil yang terdiri dari orang tua dan anak-anak. Setelah Perang Dunia II semuanya berubah. Sebagai contoh misalnya: makin pendek masa dalam kehidupan seorang wanita di mana ia tinggal bersama ibu mertua. Sekarang makin meningkat jumlah kaum istri yang tak pernah Universitas Sumatera Utara 67 mengalami hidup di bawah bimbingan ibu suami mereka, karena sebagian pasangan penganten baru, langsung menempati tempat tinggalnya yang baru. Istri mempunyai suara lebih besar dalam menentukan kehidupan keluarga. Masu Okamura 1983:19. Wanita bertambah ringan dalam mengasuh anaknya. Contoh lain adalah kalau dulu seorang istri harus berjalan selangkah di be- lakang suaminya di jalan raya dan mungkin masih dibebani bayi atau bawaan lain, sedangkan sang suami berlenggang sebagai tuan, hal itu telah jarang dijumpai. Suami istri berjalan dan duduk berdampingan, bayi dan barang bawaan sering di tangan sang suami. Martinah PW 1987:5. Dulu suami pantang melakukan pekerjaan rumah tangga, sekarang mau membantu pekerjaan rumah tangga, misalnya cuci piring di malam hari. Juga istri tak lagi membolehkan sang suami menghabiskan waktunya di bar bersama geisha. Dan banyak istri yang secara tegas menyatakan, bahwa ia tidak mau membiarkan suaminya singgah di bar. Wanitapun tidak kurang kekuatan serta keberaniannya dibandingkan dengan laki- laki. E.O. Reischauer 1957:275. Seperti anggapan yang diterima pada zaman modern bahwa wanita lebih memiliki daya kemauan dan kekuatan psikologis ketimbang pria. Selama pendudukan, Amerika Serikat menuntun bangsa Jepang untuk bangkit kembali membangun negara. Pembangunan itu terus berlanjut setelah masa pendudukan berakhir dan ternyata dapat mengembalikan Jepang sebagai negara industri yang berteknologi seperti sebelum Perang Dunia II, membawa masyarakat Jepang ke tingkat kehidupan yang lebih baik. Masyarakat Jepang mulai menggunakan barang konsumsi tahan lama, mudah mendapatkan pakaian jadi dan makanan kalengan hingga semuanya memperingan pekerjaan ibu rumah Universitas Sumatera Utara 68 tangga. Pada tahun 1960 ibu rumah tangga menghabiskan waktu 7 jam lebih dalam setiap hari untuk mengurus rumah tangga. Makin ringannya pekerjaan rumah tangga, kaum ibu cenderung memperluas peranannya sebagai ibu pendidik. Berbagai kegiatan yang berhubungan langsung dengan kesejahteraan anak- anak meliputi: tuntutan-tuntutan bagi penghapusan ruangan sekolah yang sempit, penghapusan pungutan biaya bagi pendidikan wajib, program makan siang ditanggung oleh negara, pendidikan khusus bagi anak-anak cacat, anak-anak terbelakang, dan lain-lain. Di samping itu kaum ibu rumah tangga juga melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kesejahteraan umum misalnya: menuntut fasilitas perumahan yang memadai, berusaha menstabilkan harga pangan, biaya pemeliharaan kesehatan, peningkatan taraf hidup minimal, perlindungan bagi keluarga yang tidak berayah. Kaum ibu berhasil mengadakan suatu konperensi yang memperjuangkan pembangunan yang lebih banyak misalnya tempat penitipan anak-anak dan gedung-gedung sekolah. Kaum ibu berhasil membentuk suatu organisasi yang merupakan wadah berbagai kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Hanyalah lewat berbagai gerakan dan aksi sosial semacam itu, kaum wanita Jepang akan mampu meningkatkan posisi sosialnya, dan ternyata perkembangannya meningkat lebih baik. Undang-Undang tahun 1946 juga memberikan suatu gambaran yang jelas tentang posisi dan peranan wanita di lingkungan pendidikan yang antara lain seperti dalam kutipan ini: dalam Pasal 2 disebutkan: Rakyat harus diberi kesempatan yang sama untuk menerima pendidikan sesuai dengan Universitas Sumatera Utara 69 kecakapannya. Tidak boleh diadakan perbedaan karena perbedaan jenis bangsa, agama, kedudukan ekonomi atau keturunan. Rakyat mempunyai kewajiban untuk mengusahakan supaya anak laki-laki dan perempuan menerima pendidikan umum selama 9 tahun. Pasal 5, “Laki-laki dan perempuan harus saling hormat-menghormati dan kerja sama ”. Melihat isi ketetapan dalam Undang-Undang tersebut, jelas bahwa posisi wanita di bidang pendidikan meningkat lebih baik. Tetapi bukan merupakan suatu hal yang aneh, jika suatu Undang-Undang baru belum dapat terealisasi dalam waktu singkat. Kenyataannya masyarakat Jepang waktu itu masih menunjukkan adanya diskriminasi dalam fasilitas pendidikan wajib, yaitu dalam kurikulum mengenai mata pelajaran ekonomi kerumahtanggaan yang hanya dikhususkan bagi wanita, kaum wanita harus keluar bila mereka telah menikah, pensiun pada usia muda dan lain-lain. Dan juga ada kenyataan lain bahwa pemerintah kurang membantu bagi sekolah-sekolah tingkat sarjana pada berbagai universitas wanita, ini merupakan suatu bukti bahwa masih tetap ada praktek diskriminasi dan perbedaan perlakuan yang menyolok Masu Okomura 1983:55. Dalam perkembangan selanjutnya diskriminasi antara wanita pria di bidang pendidikan makin tipis dan akhirnya terhapus. Bentuk keluarga yang hanya memiliki satu atau dua orang anak, dengan didukung pula oleh perkembangan ekonomi dan kemajuan teknologi seperti alat- alat rumah tangga yang semakin modern telah memberikan kemudahan bagi wanita karena mereka menjadi memiliki lebih banyak waktu luang. Untuk mengisi waktu luangnya ini, banyak wanita yang mencoba untuk bekerja atau kembali bekerja. Banyaknya jumlah pekerja saat ini merupakan bagian penting Universitas Sumatera Utara 70 dari perekonomian Jepang. Berdasarkan data statistik pada tahun 1970, jumlah wanita menikah yang bekerja paruh waktu meningkat menjadi 51 dari 38 di tahun 1960. Pada umumnya wanita yang bekerja paruh waktu ini adalah wanita yang berusia dibawah 35 tahun yang memiliki anak usia sekolah atau lebih tua dan berasal dari golongan rendah, karena mereka dapat dibayar murah. Umumnya jenis pekerjaan paruh waktu yang mereka cari adalah yang berhubungan dengan jasa service seperti: 1. Bekerja di Bank. 2. Bekerja dalam perusahaan asuransi. 3. Sebagai tenaga penjual sales pertokoan. 4. Bekerja dalam bidang jurnalisme, periklanan dan televisi. Tujuan mereka bekerja pada dasarnya adalah untuk membantu keuangan rumah tangga. Berikut adalah beberapa alasan lain wanita Jepang yang telah menikah bekerja diluar rumah: 1. Alasan ekonomi, maksudnya dengan penghasilan sendiri dapat digunakan untuk membiayai pendidikan anak dan melakukan hobi. 2. Agar dapat menabung untuk hari tua. 3. Untuk mengisi waktu luang dan mensosialisasikan diri mereka diluar rumah. 4. Sebagai sarana untuk mendapatkan teman dan memperluas lingkup sosial. Saat ini bagi mayoritas wanita Jepang, bekerja dianggap sebagai sebuah pilihan. Artinya wanita selain berkedudukan sebagai ibu rumah tangga juga dapat Universitas Sumatera Utara 71 bekerja diluar rumah. Dengan bekerja mereka diharapkan dapat menikmati kebebasannya dari kegiatan rutinitas sebagai ibu rumah tangga. Dengan perkembangan wanita dalam dunia kerja, pada tahun 1986, dideklarasikan hukum kesetaraan ketenagakerjaan antara pria dan wanita, dimana tidak ada diskriminasi lagi terhadap ketenagakerjaan wanita dalam hal gaji, kesempatan training dan promosi jabatan. Selain dari wanita yang bekerja paruh waktu, ada juga wanita yang bekerja penuh waktu. Ini biasanya dilakukan oleh wanita yang telah lulus sekolah atau kuliah dan masih tinggal dengan orangtua nya. Bidang-bidang yang ditekuni oleh wanita seperti keguruan, hukum, kedokteran, farmatologi obat-obatan dan pelayanan masyarakat. Para wanita ini mendapatkan gaji, status dan penghormatan yang sama seperti pria. Tetapi dalam hal mengambil keputusan, pria masih tetap mendominasi bidang tersebut. Hal ini disebabkan karena ada kecenderungan dari rekan kerja pria yang tidak menginginkan para wanita untuk mengembangkan karirnya. Tetapi hal ini juga menimbulkan beberapa masalah, yaitu meningkatnya stress dikalangan wanita yang bekerja sebagai akibat dari tanggung jawab yang cukup berat yang dibebankan pada mereka. Wanita diharapkan dapat bekerja dengan hasil yang baik tanpa melupakan kewajibannya sebagai seorang ibu. Padahal hal ini merupakan sesuatu yang mustahil bila tidak ada kerjasama dari suami. Westernisasi telah memberikan pengaruh besar pada wanita Jepang. Pikiran mereka menjadi terbuka terutama dalam hal pandangan terhadap masalah Universitas Sumatera Utara 72 pernikahan, rumah tangga, pekerjaan dan pendidikan. Sarah Chaplin dalam buku Shoma Munshi: Images of the „Modern Woman‟ in Asia, mengatakan bahwa hal baru yang muncul dimasa westernisasi ini adalah wanita „modern‟, atau ダン ー modan gaaru, sebuah kata baru yang muncul di tahun 1920 dan disingkat moga yaitu kegiatan meniru dari Barat yang menjadi tetap. Moga melambangkan cara hidup kosmopolitaninternasional, dan menurut kamus Akira Miura di „English‟ in Japanese,‟ berarti „gadis muda di tahun 1920-an yang menggunakan rambut pendek, high heels, dan rok panjang‟ Miura dalam Munshi 2001:56. Gambaran dangkal ini mengingkari pengaruh yang sangat dalam pada wanita Jepang dalam kehidupan sosial, dan melemahkan pengaruh kuat pada gambaran diri Jepang sendiri. Menurut Darrel William Davis : „Moga adalah sebuah simbol kebebasan modern dari pemberontakan melawan sistem patriarki ... Dia adalah gambaran perdebatan hebat di jalanan Tokyo, sebagai perwujudan jujur dari seksualitas feminin,‟ dan Darrel menentang itu „dalam konteks Jepang, diamoga ditandai sebagai „kemajuan‟ akibat westernisasi dari Jepang lama. Davis dalam Munshi 2001:56. Universitas Sumatera Utara 73

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN