Kehidupan Sosial Budaya Pengikut Saksi-saksi Yehuwa di Kota Medan .

3.6 Kehidupan Sosial Budaya Pengikut Saksi-saksi Yehuwa di Kota Medan .

Sejak awal, berbagai ajaran dan praktik dari Saksi-Saksi Yehova SSY yang juga menggunakan nama lain, yaitu Persekutuan Menara Pengawal PMP dan Perkumpulan Siswa-siswa Alkitab PSSA sudah mengundang kontroversi dari Gereja-gereja arus utama Lutheran, Calvinis, Anglican, Methodist, Baptis, bahkan dari aliran awal SSY sendiri, yakni Gereja Adventis. Menurut sumber yang diterbitkan SSY sendiri, misionaris pertama SSY ke Indonesia, yaitu Frank Rice dari Australia, telah tiba di Batavia Juni 1931. Orang Indonesia pertama yang menjadi warga sekaligus aktivisnya adalah Theodorus Ratu, yang bekerja di Jawa, Sumatera dan Sulawesi Utara sejak 1933 kendati baru dibaptis di Singapore tahun 1936. Pada tahun 1964 anggotanya sudah 4000-an dan tahun 1975 menjadi 11.000-an. Karena mendapat pengaduan dari masyarakat, baik yang beragama Kristen maupun yang beragama lain, dan juga penilaian negatif dari beberapa instansi pemerintah SSY menimbulkan keresahan dan gangguan, karena SSY rajin berkunjung ke rumah-rumah, Jaksa Agung melalui SK tertanggal 7 Desember 1976 secara resmi melarang aliran ini berkiprah di negeri ini. Tetapi mereka tidak menghentikan kegiatan, melainkan melan-jutkannya, dengan memakai nama lain yang sudah disebut di atas PMP dasn PSSA. Pada masa kepresidenan Abdurrahman Wahid Gus Dur, atas nama demokrasi, HAM, dan kebebasan beragamaberkeyakinan, melalui SK Jaksa Agung tertanggal 1 Juni 2001 SSY diizinkan kembali untuk berkiprah secara resmi. Di dalam SK itu a.l. dinyatakan: “Kepada AjaranPerkumpulan Siswa-siswa AlkitabSaksi Yehova diperbolehkan Universitas Sumatera Utara hidup beraktivitas berdampingan bersama ajaranaliran keagamaan lainnya yang ada di Indonesia; kecuali apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka Surat Keputusan ini akan ditinjau kembali”. 31 Kota Medan merupakan kota yang heterogen, baik dilihat dari keberadaan suku dan agama yang ada. Penduduk asli kota medan adalah etnik melayu tidaklah merupakan penduduk yang mayoritas walaupun kekuatan politisnya nyaris diperoleh dari pemerintah kolonial. Berdasarkan latar belakang keberadaan etnik Melayu, maka para perantau tentunya dianggaplebih rendah dan memiliki kekuatan yang lebih kecil dibanding dengan tuan rumah pada awal kedatangannya di kota medan. Sehingga para perantau akan selalu dihadapkan dengan budaya melayu yang secara umum beragama muslim. Akan tetapi bagi suku pendatang atau perantau sejak awal kedatangannya hingga sekarang tidak pernah berasmilasi dalam budaya melayu-muslim melebur menjadi etnik Melayu, menjalankan tradisi agama dan budaya Melayu untuk dapat diterima di kota medan. Termasuk salah satunya adalah para pengikut saksi yehuwa di Kota Medan, di mana SK ini menimpulkan kehebohan dan pro-kontra, terutama di kalangan gereja-gereja di Indonesia. Sebagian besar Gereja-gereja itu selama ini mencap SSY sebagai aliranajaran sesat, sehingga mereka meminta agar pemerintah meninjau kembali alias mencabut SK tersebut. PGI juga diminta untuk ikut memperjuangkan pelarangan SSY. Dalam kenyataannya Saksi-saksi Yehuwa di Indonesia SSYI tetap eksis, bahkan semakin berkembang. 31 indonesia.ucanews.com20120110imbauan-persekutuan-gereja-gereja Akses 13 April 2014 Universitas Sumatera Utara pengikut atau jemaat saksi yehuwa tersebut mayoritas atau kebanyakan berasal dari suku pendatang atau perantau. Kehidupan sosial budaya saksi-saksi yehuwa di kota medan tak jauh beda dengan kehidupan komunitas ini pada umumnya. Misalnya mendapat pro kontra dari berbagai kalangan, salah satunya dar kalangan gereja kristen. Hal ini misalnya pada saat diskusi umum gereja-gereja PGI pada 21 Desember 2011 lalu. Diskusi tersebut mendapat enam hal penting yang dirangkum sebagai catatan kepada Gereja-gereja dan PGI dalam menyikapi SSY diantaranya: Pertama, Gereja-gereja maupun PGI tidak berhak membubarkan SSYI, seandainya pun sebagian besar ajarannya sangat berbeda dari ajaran Gereja-gereja yang sudah lebih dulu ada. Sehingga Gereja-gereja maupun PGI juga tidak pada tempatnya meminta pemerintah untuk membubarkan SSYI, kecuali kalau SSYI nyata-nyata melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku di negeri ini. Sedang terkait kunjungan mereka ke rumah-rumah, bila itu dilakukan dengan sopan dan tidak memaksa, dan selama penghuni rumah tidak menyatakan diri terganggu lalu mengadukan mereka ke polisi, maka tindakan mereka itu tidak dapat dikategorikan sebagai penyebab keresahan. Kedua, walaupun Gereja-gereja menilai bahwa sebagian besar ajaran SSYI berbeda atau bertentangan dengan ajaran dan keyakinan Gereja-gereja di Indonesia, mereka itu tidak bisa begitu saja dicap sebagai bidat atau pengajar sesat, sebab bisa saja tuduhan yang sama dialamatkan penganut agama lain kepada Gereja-gereja. Dan perbedaan ajaran itu juga tidak boleh menjadi alasan atau dasar pertimbangan bagi pemerintah untuk melarang SSYI ataupun Universitas Sumatera Utara komunitas religius lainnya. Sebagai gereja kita tidak setuju atas tindakan pemerintah sekarang ini terhadap Jemaah Ahmadiyah karena itu sikap yang sama juga perlu kita perlihatkan sehubungan dengan keberadaan SSYI. Ketiga, bila Gereja-gereja menilai bahwa ajaran SSY bertentangan dengan ajarannya dan berbahaya bagi iman warganya, yang harus dilakukan oleh Gereja- gereja adalah mendidik, membina sekaligus membentengi iman warganya dengan memberikan pembekalan yang intensif, tak kalah intensifnya dari SSY, agar warga gereja tidak terpengaruh oleh beranekaragam ajaran yang berbeda dari ajaran resmi Gereja. SSY hanyalah satu di antara sekian banyak aliran atau ajaran yang berbeda dari ajaran Gereja; tidak mungkin Gereja melarang semua itu, atau meminta pemerintah melarangnya. Tidak baik bila Gereja meminjam tangan atau kuasa pemerintah untuk membasmi ajaran tertentu. Sebab bisa saja pihak lain meminjam tangan pemerintah untuk melarang gereja, seperti yang terlihat dalam kasus GKI Taman Yasmin, hal yang pasti tidak disetujui Gereja-gereja. Keempat, sebelum kita menyatakan SSY ataupun ajaran lain menyimpang atau sesat, sebaiknya kita mendalami ajaran mereka dari sumber primer, yaitu tulisan-tulisan yang mereka hasilkan sendiri. Kiranya kita tidak menilai SSY atau siapa pun berdasarkan sumber-sumber sekunder, tertier, dst. Banyak literatur yang berisi kecaman dan tuduhan kepada SSY, termasuk dalam bahasa Indonesia, yang tidak didasar-kan pada sumber resmi, sehingga pihak SSY dengan mudah akan menyanggahnya. Kelima, kita mengundang dan terus melakukan pendekatan dan menyampaikan ajakan kepada SSYI agar ambil bagian dalam pertemuan- Universitas Sumatera Utara pertemuan antar organisasi keagamaan, sehingga mereka tidak memencilkan diri atau merasa dipencilkan dari pergaulan antar sesama umat beragama. Harus diakui, selama ini tidak mudah mengajak dan menghadirkan mereka dalam pertemuan seperti itu mereka mengemukakan macam-macam alasan untuk menolak. Kita ingatkan mereka bahwa kehadiran mereka justru untuk kebaikan mereka, untuk menepis atau mengurangi prasangka dan penilaian negatif atas mereka. Keenam, kita mengingatkan mereka agar tidak melakukan kegiatan yang bisa mengundang reaksi atau tuduhan bahwa mereka menimbulkan gangguan atau keresahan. Kalau mereka berkunjung ke rumah kita atau warga Gereja kita, kita ingatkan agar mereka tidak memberkesan membujuk ataupun memaksa, karena datang berkali-kali. Kita ingatkan juga agar mereka tidak menyampaikan ajaran SSY sambil menyalahkan ajaran gereja atau agama lain. Mengenai Trinitas, misalnya SSY boleh saja menyatakan bahwa mereka tidak menganut ajaran itu, tetapi kita ingatkan mereka agar tidak menyatakan ajaran gereja lain adalah keliru, sebab setiap ajaran memiliki landasan teologis masing-masing. Kalau setelah kita ingatkan, mereka masih terus melakukan hal itu, maka kita boleh mengadukan mereka kepada yang berwajib, dengan menyampaikan bukti-bukti konkret dari tindakan mereka.

3.7 Kehidupan sosial dalam keluarga dan kebebasan berpikir