PEMBAHASAN Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Sindrom Dispepsia pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Tahun 2015

BAB V PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap hubungan pola makan jadwal makan, jenis makanan dan minuman dengan kejadian sindrom dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat, maka dapat dijelaskan sebagai berikut : 5.1. Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Sindrom Dispepsia pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, adapun hubungan pola makan dengan kejadian sindrom dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara adalah : 5.1.1 Hubungan Jadwal Makan Dengan Kejadian Sindrom Dispepsia pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Jadwal makan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sebagian besar memiliki jadwal makan yang tidak teratur yaitu sebanyak 61, dari jadwal makan yang tidak teratur terdapat 84 mahasiswa yang mengalami sindrom dispepsia, dan dari jadwal makan yang teratur terdapat 67 mahasiswa yang tidak mengalami sindrom dispepsia, sehingga dari penelitian ini dapat disimpulkan mahasiswa yang memiliki pola makan tidak teratur cenderung mengalami sindrom dispepsia lebih besar dibandingkan pola makan yang teratur. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan Universitas Sumatera Utara bermakna antara jadwal makan dengan kejadian sindrom dispepsia pada mahasiswa FKM USU berdasarkan hasil uji chi-square dengan nilai P=0,001. Perubahan lingkungan dan kebiasan sehari-hari dari yang semula tinggal di rumah bersama keluarga menjadi tinggal sendirian, kondisi lingkungan dan padatnya jadwal kegiatan mahasiswa dapat menyebabkan pola makan tidak teratur dan gaya hidup yang berubah karena berbagai faktor di sekitar mahasiswa, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa tinggal di kos dan tidak bersama orang tua yaitu sebesar 81, daqn berdasarkan penelitian Ginting 2002 mahasiswa yang Kos cenderung memiliki waktu makan yang tidak baik. Faktor diet dan sekresi cairan asam lambung merupakan penyebab timbulnya dispepsia, Jeda antara waktu makan merupakan penentu pengisian dan pengosongan lambung. Jeda waktu makan yang baik yaitu berkisar antara 4-5 jam Iping, 2004. Pola makan sehari-hari terlihat pada kebiasaan jadwal makan yang sering tidak teratur, seperti sering terlambat makan atau menunda waktu makan bahkan kadang tidak sarapan pagi atau tidak makan siang atau tidak makan malam sehingga membuat perut mengalami kekosongan dalam waktu yang lama. Jadwal makan yang tidak teratur tentunya akan dapat menyerang lambung yang dapat menimbulkan dispepsia Minggu, 2014. Aktivitas yang tinggi baik kegiatan di sekolahkampus maupun di luar sekolahkampus menyebabkan makan menjadi tidak teratur Sayogo, 2007. Salah satu faktor yang berperan dalam kejadian dispepsia diantaranya adalah pola makan dan sekresi asam lambung Djojoningrat, 2009. selain jenis- jenis makanan yang dikonsumsi, ketidak teraturan makan seperti kebiasaan makan Universitas Sumatera Utara yang buruk, makan tergesa-gesa, dan jadwal yang tidak teratur dapat menyebabkan dispepsia Eschleman, 1984 dalam Annisa, 2009. Setiap fungsi tubuh mempunyai irama biologis circadian rhythm yang jam kerjanya tetap dan sistematis dalam siklus 24 jam per hari. Meskipun sistem pencernaan sendiri memiliki 3 siklus yang secara simultan aktif, namun pada waktu-waktu tertentu masing-masing siklus akan lebih intensif dibandingkan siklus-siklus lainnya. Jika aktivitas salah satu siklus terhambat, aktivitas siklus berikutnya juga ikut terhambat. Hambatan ini besar pengaruhnya terhadap proses metabolisme. Dalam kondisi normal, konsentrasi asam dan aktivitas enzim pada lambung akan meningkat dan mencapai puncaknya maksimal setiap 4 jam setelah makan dan kemudian menurun pada jam berikutnya Soehardi, 2004. Menurut Bruner dan Suddarth 2001 secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah kecil setelah 4-6 jam sesudah makan, biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi akan semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung, serta menimbulkan rasa perih di daerah epigastrium. Kebiasaan makan sangat berkaitan dengan produksi asam lambung. Menurut Iping 2004 jeda waktu makan yang baik berkisar antara 4-5 jam. Jeda waktu makan yang lama dapat mengakibatkan sindroma dispepsia, kerja lambung meningkat pada waktu pagi, yaitu jam 07.00-09.00. Ketika siang hari berada dalam kondisi normal dan melemah pada waktu malam hari jam 07.00- Universitas Sumatera Utara 09.00 malam. Dalam kondisi normal, konsentrasi asam dan aktivitas enzim pada lambung akan meningkat dan mencapai puncaknya maksimal setiap 4 jam setelah makan dan kemudian menurun pada jam berikutnya. Makanan yang tertahan lebih dari 4 jam di lambung akan menurunkan fungsi asam lambung, sehingga sebagian makanan ada yang tidak tersentuh asam lambung. Lamanya lambung menahan setiap jenis makanan berbeda-beda. Makanan tinggi zat pati umumnya sekitar 3 jam, tinggi protein sekitar 4 jam dan tinggi lemak sekitar 6 jam Soehardi, 2004. Asam lambung berfungsi untuk mencerna makanan yang masuk ke dalam lambung dengan jadwal yang teratur, produksi asam lambung akan tetap berlangsung meskipun dalam kondisi tidur. Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam lambung karena kondisi tersebut memudahkan lambung mengenali waktu makan sehingga produksi asam lambung terkontrol. Kebiasaan makan tidak teratur akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi.Jika hal ini berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung sehingga timbul gastritis dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar Nadesul, 2005 dalam Susanti, 2011. Fungsi dari cairan asam lambung adalah untuk mencerna makanan yang masuk ke lambung dan merubah makanan tersebut menjadi massa kental khimus, membantu proses pencernaan makanan yang telah di mulai dari mulut. Cairan asam lambung merupakan cairan yang bersifat iritatif dan asam. Suasana yang sangat asam di dalam lambung dapat membunuh organisme patogen yang Universitas Sumatera Utara tertelan atau masuk bersama dengan makanan. Namun, bila barier lambung telah rusak, maka suasana yang sangat asam di lambung akan memperberat iritasi pada dinding lambung. Produksi asam lambung berlangsung terus-menerus sepanjang hari dan bilamana tidak adanya makanan yang masuk untuk diproses maka asam lambung tersebut merusak alat pencernaan sehingga terjadi sindrom dispepsia Sherwood, 2011. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Susanti 2011 yang menyatakan bahwa Keteraturan dan frekuensi makan berhubungan dengan frekuensi dispepsia. Kebiasaan makan teratur dapat mengurangi resiko munculnya gejala dispepsia. Penelitian Khotimah pada 74 mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi sindrom dispepsia menyatakan bahwa salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian sindrom dispepsia adalah keteraturan makan dan jeda antara waktu makan. Hasil penilitian ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Reshetnikov 2007 kepada 1562 orang dewasa, jeda antara jadwal makan dan ketidakteraturan makan berkaitan dengan dsipepsia. Dan berdasarkan penelitian yang dilakukan Ervianti 2008 pada 48 orang subyek tentang faktor yang berhubungan dengan dispepsia, didapatkan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian dispepsia adalah keteraturan makan. Makan tidak teratur dan sembarangan, merokok, minum alkohol, minum kopi diduga dapat menimbulkan masalah pencernaan. Seseorang yang telah memiliki masalah pencernaan sebelumnya, akan sangat rentan mengalami dispepsia karena kebiasaan yang tidak Universitas Sumatera Utara sehat, bagi orang yang sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit pun, dimungkinkan untuk terjangkit dispepsia Susanti, 2011. 5.1.2.Hubungan Jenis Makanan dan Minuman Dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sebagian besar bersifat iritatif yaitu sebanyak 59, dan dari jenis makanan dan minuman iritatif terdapat 75 mahasiswa yang mengalami sindrom dispepsia, dan dari jenis makanan yang tidak iritatif terdapat 51 mahasiswa yang tidak mengalami sindrom dispepsia. Sehingga penelitian ini juga menunjukkan mahasiswa yang mengkonsumsi makanan dan minuman yang bersifat iritatif cenderung mengalami sindrom dispepsia lebih besar. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara jenis makanan dan minuman dengan kejadian sindrom dispepsia pada mahasiswa FKM USU berdasarkan uji chi-square dengan nilai P=0,008. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya kantin untuk Fakultas Kesehatan Masyarakat USU dan banyaknya penjual jenis makanan dan minuman yang bersifat iritatif tersebut di sekitar kampus dengan harga yang relatif murah sehingga mahasiswa lebih memilih untuk membeli makanan dan minuman iritatif tersebut. Selain itu hal ini dapat disebabkan karena mahasiswa kurang perhatian akan kesehatan diri atau kurang mengerti apa akibat bila tidak memperhatikan makanan yang dikonsumsi dan juga faktor kesibukan. Suratun 2010 mengatakan bahwa jenis makanan merupakan salah satu faktor penyebab dari sindrom dispepsia, mengkonsumsi makanan pedas secara Universitas Sumatera Utara berlebihan dapat merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Pendapat ini juga didukung oleh Misnadiarly 2009 tentang jenis makanan yang dapat mengakibatkan dispepsia yaitu makanan yang pedas, makanan yang mengandung gas dan asam. Adapun jenis makanan yang mengiritasi seperti makanan pedas, zat-zat korosif cuka dan lada dapat menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema serta pendarahan, tidak jarang pada kondisi sepertiini menimbulkan luka pada dinding lambung Sediaotama, 2004. Salah satu penyebab terjadinya sindroma dispepsia adalah sekresi cairan asam lambung, asam lambung adalah cairan yang dihasilkan lambung dan bersifat iritatif dengan fungsi utama untuk pencernaan dan membunuh kuman yang masuk bersama makanan, beberapa bahan makanan tertentu yang bersifat iritatif dapat secara khusus sangat merusak sawar mukosa pelindung lambung yaitu terhadap kelenjar mukus dan terhadap taut epitel yang rapat tight epithelial junctions di antara sel pelapis lambung, hal ini akan menyebabkan terjadinya sindroma dispepsia Sudoyo, 2009.Suasana yang sangat asam di dalam lambung dapat membunuh organisme patogen yang tertelan bersama makanan. Namun, bila barier lambung telah rusak, maka suasana yang sangat asam di lambung akan memperberat iritasi pada dinding lambung Herman, 2004. Suasana yang sangat asam di dalam lambung dapat membunuh organisme patogen yang tertelan bersama makanan. Namun, bila barier lambung telah rusak, maka suasana yang sangat asam di lambung akan memperberat iritasi pada dinding lambung Herman, 2004. Faktor yang memicu produksi asam lambung berlebihan, diantaranya beberapa zat kimia, Universitas Sumatera Utara seperti alkohol, umumnya obat penahan nyeri, asam cuka. Makanan dan minuman yang bersifat asam, makanan yang pedas serta bumbu yang merangsang, misalnya jahe, merica Warianto, 2011. Menurut Brunner dan Suddarth 2006 menyatakan bahwa jenis makanan yang sembarangan seperti makanan pedas dan makanan asam akan merangsang dinding lambung untuk mengeluarkan asam lambung, pada akhirnya kekuatan dinding lambung menurun, tidak jarang kondisi seperti ini menimbulkan luka pada dinding lambung sehingga menyebabkan terjadinya dispepsia. Makanan asam dan pedas seperti cabai, merica, dan bumbu-bumbu tajam merupakan makanan yang merangsang organ pencernaan dan secara langsung dapat merusak dinding lambung. Asam dan pedas merangsang sekresi asam lambung berlebihan, sehingga menimbulkan dispepsia. Disamping itu asam dan pedas juga dapat merangsang peningkatan motilitas atau peristaltik organ pencernaan sehingga dapat memicu timbulnya radang hingga luka pada dinding organ pencernaan Harahap, 2009.Makanan yang sangat manis seperti kue tart dan makanan berlemak seperti keju, gorengan merupakan makanan yang lama di cernasulit dicerna menyebabkan hipersekresi cairan lambung yang dapat membuat nyeri pada lambung Salma, 2011 dalam Khotimah 2012. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Susanti 2011 pada mahasiswa IPB, terdapat perbedaan antara kelompok kasus dan kontrol dalam mengkonsumsi makanan pedas, makanan atau minuman asam, kebiasaan minum teh, kopi, dan minuman berkarbonasi. Kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman tersebut dapat meningkatkan resiko munculnya gejala dispepsia pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara tersebut. Bila lambung sering terpapar dengan zat iritan maka inflamasi akan terjadi terus menerus. Jaringan yang meradang akan diisi oleh jaringan fibrin sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel mukosa lambung. Faktor intrinsik yang dihasilkan oleh sel mukosa lambung akan menurun atau hilang sehingga cobalamin vitamin B12 tidak dapat diserap diusus halus. Sementara vitamin B12 ini berperan penting dalam pertumbuhan dan maturasi sel darah merah. Selain itu dinding lambung menipis rentan terhadap perforasi lambung dan perdarahan Suratum, 2010. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Nasution 2001 yang mengatakan bahwa adanya hubungan antara jenis makanan dan gastritis dengan keluhan dispepsia. Selain itu dapat diasumsikan bahwa mengkonsumsi makanan pedas atau asam dapat merangsang sistem pencernaan, terutama lambung adan usus. Asumsi tersebut sesuai dengan teori Notoatmojo 2007 dalam Pratiwi 2013 bahwa mengkonsumsi makanan pedas dan asam secara berlebihan dapat mengakibatkan rasa panasdan nyeri ulu hati yang disertai mual dan muntah, gejala tersebut membuat penderitamakin berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas dan asam 1 kali dalam seminggu selama 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Carvalho 2009 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara intoleransi makanan tertentu terhadap gangguan pola makan yang dialami pasien dispepsia, walaupun ditemukan jenis makanan minuman yang paling berpengaruh adalah kopi. Mereka mengatakan ada bukti bahwa kopi meningkatkan refluks gastroesofageal dan merangsang Universitas Sumatera Utara sekresi asam lambung serta pelepasan gastrin. Zat yang terkandung dalam kopi adalah kafein yang merupakan zat sekret tagogue. Zat ini merupakan salah satu penyebab antrum mukosa lambung menyekresikan hormon gastrin. Kafein dapat menstimulasi produksi pepsin yang bersifat asam yang menyebabkan iritasi dan erosi mukosa lambung. Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek sekresi getah lambung yang sangat asam dari fundus lambung Ganong, 2008.Minuman yang mengandung soda atau berkarbonasi adalah salah satu penyebab utama gangguan pada lambung, Sebab minuman bersoda mengandung asam fosfat yang dapat menetralkan asam hidroklorik di lambung. Hal ini sangat merugikan karena tubuh memerlukan asam hidroklorik untuk membantu mencerna makanan. Disamping itu efek karbonasi minuman bersoda dapat membuat perut kembung sehingga membuat kondisi lambung semakin tidak nyaman Yolan, 2012 dalam Khotimah, 2012. Minuman bersoda merupakan minuman mengandung gas, gas yang berlebihan dalam lambung dapat memperberat kerja lambung. Minuman bersoda atau berkarbonasi akan melenturkan katup LES Lower Esophangeal Sphincter yaitu katup antara lambung dan tenggorokan sehingga menyebabkan reflux atau berbaliknya asam lambung ke kerongkongan. Oleh karena itu orang memiliki gangguan pencernaan dianjurkan tidak mengkonsumsinya. Disamping itu, minuman bersoda juga memiliki pH antara 3-4 yang berarti bersifat asam sehingga akan meningkatkan dampak buruk bagi lambung Berdanier, 2008. Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN