Fungi Mikoriza Arbuskula Uji Efektivitas Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria), Akasia (Acacia mangium) dan Suren (Toona surenii) pada Tanah Marginal

D. Kegunaan Sengon Kayu sengon pada umumnya ringan, lunak sampai agak lunak. Kayu terasnya berwarna putih sampai coklat muda pucat atau kuning muda sampai coklat kemerahan. Kayu sengon dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti bahan konstruksi ringan misalnya langit-langit, panel, interior, perabotan dan kabinet, bahan kemasan ringan misalnya paket, kotak, kotak cerutu dan rokok, peti kayu, peti teh dan pallet, korek api, sepatu kayu, alat musik, mainan dan sebagainya. Kayu sengon juga dapat digunakan untuk bahan baku triplex dan kayu lapis, serta sangat cocok untuk bahan papan partikel dan papan blok. Kayu sengon juga banyak digunakan untuk bahan rayon dan pulp untuk membuat kertas dan mebel Krisnawati et al., 2011b. Sebagai jenis pengikat nitrogen, sengon juga ditanam untuk tujuan reboisasi dan penghijauan guna meningkatkan kesuburan tanah. Daun dan cabang yang jatuh akan meningkatkan kandungan nitrogen, bahan organik dan mineral tanah Orwa et al., 2009. Sengon sering ditumpangsarikan dengan tanaman pertanian seperti jagung, ubi kayu dan buah-buahan. Sengon sering pula ditanam di pekarangan untuk persediaan bahan bakar arang dan daunnya dimanfaatkan untuk pakan ternak ayam dan kambing.

2.4 Fungi Mikoriza Arbuskula

A. Pengertian Mikoriza Kata mikoriza berasal dari bahasa Yunani yaitu myces fungi dan rhiza akar. Mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara fungi dan perakaran tumbuhan tingkat tinggi. Simbiosis ini terjadi saling menguntungkan, Universitas Sumatera Utara fungi memperoleh karbohidrat dan unsur pertumbuhan lain dari tanaman inang, sebaliknya fungi memberi keuntungan kepada tanaman inang, dengan cara membantu tanaman dalam menyerap unsur hara terutama unsur P. Berdasarkan struktur tumbuh dan cara infeksi maka mikoriza dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yakni ektomikoriza dan endomikoriza FMA Sieverding, 1991. Fungi mikoriza arbuskula dapat dibedakan dari endomikoriza dengan memperhatikan karateristik berikut ini: a sistem perakaran yang kena infeksi tidak membesar b funginya membentuk struktur lapisan hifa tipis dan tidak merata pada permukaan akar c hifa menyerang ke dalam sel jaringan korteks d dan pada umumnya ditemukan struktur percabangan hifa yang disebut dengan arbuscules arbuskula dan struktur khusus berbentuk oval yang disebut dengan vesicles vesikula. Dibandingkan dengan fungi ektomikoriza yang tingkat asosiasinya lebih spesifik dan hanya terbatas pada jenis-jenis pohon hutan potensial seperti Pinus, Eucalyptus, Gnetum gnemon dan kelompok Dipterocarpus, endomikoriza tingkat asosiasi FMA nampaknya lebih luas. Tipe fungi ini mampu berasosiasi dengan jenis- jenis pohon hutan potensial yang popular dipakai untuk HTI dan reboisasi lainya seperti Paraserianthes falcataria, Acacia akasia, Switenia macrophylla, Pterocarpus sp, Tectona grandis, Toona surenii, dll Setiadi, 2001. Fungi mikoriza arbuskula adalah salah satu tipe fungi mikoriza dan termasuk ke dalam golongan endomikoriza. Fungi mikoriza arbuskula termasuk ke dalam kelas Zygomycetes, dengan ordo Glomales yang mempunyai 2 sub-ordo, yaitu Gigasporineae dan Glomineae. Gigasporineae dengan famili Gigasporaceae mempunyai 2 genus, yaitu Gigaspora dan Scutellospora. Giomaceae mempunyai 4 Universitas Sumatera Utara famili, yaitu famili Glomaceae dengan genus Glomus, famili Acaulosporaceae dengan genus Acaulospora dan Entrophospora, Paraglomaceae dengan genus Paraglomus, dan Archaeoporaceae dengan genus Archaeospora INVAM, 2004. B. Peranan Mikoriza Arbuskula Fungi mikoriza sangat penting bagi ketersediaan unsur hara seperti P, Mg, K, Fe dan Mn untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini terjadi melalui pembentukan hifa pada permukaan akar yang berfungsi sebagai perpanjangan akar terutama di daerah yang kondisinya miskin unsur hara, pH rendah dan kurang air. Akar tanaman bermikoriza ternyata meningkatkan penyerapan seng dan sulfur dari dalam tanah lebih cepat daripada tanaman yang tidak bermikoriza Abbot dan Robson, 1991. Manfaat fungi mikoriza ini secara nyata terlihat jika kondisi tanahnya miskin hara atau kondisi kering, sedangkan pada kondisi tanah yang subur peran fungi ini tidak begitu nyata Setiadi, 2001. Banyak penelitian melaporkan bahwa tanaman bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza. Menurut Musfal 2008, hubungan FMA dengan tanaman inangnya adalah saling menguntungkan baik bagi tanaman pangan, pertanian, kehutanan maupun tanaman penghijauan. Mekanisme translokasi dan penyerapan langsung air melalui jaringan hifa sama dengan cara penyerapan nutrisi. Kemungkinan pengaruh kolonisasi mikoriza pada tanaman tahan kekeringan, terkait dengan penyerapan nutrisi. Pada tanah kering, ketersedian nutrisi menjadi berkurang karena adanya peningkatan proses difusi Smith dan Read, 1997. Universitas Sumatera Utara Kelebihan yang dimiliki oleh FMA ini adalah kemampuannya dalam meningkatkan penyerapan unsur hara makro terutama fosfat dan beberapa unsur mikro seperti Cu, Zn, dan Bo. Oleh sebab itu, maka penggunaan FMA ini dapat dijadikan sebagai alat biologis untuk mengefisienkan penggunaan pupuk buatan terutama fosfat. Untuk membantu pertumbuhan tanaman reboisasi pada lahan-lahan yang rusak, penggunaan tipe fungi ini dianggap merupakan suatu cara yang paling efisien karena kemampuannya meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan. Beberapa penelitian membuktikan bahwa fungi ini juga mampu mengurangi serangan patogen tular tanah dan dapat membantu pertumbuhan tanaman pada tanah-tanah yang tercemar logam berat, sehingga penggunaannya dapat berfungsi sebagai bio- proteksi Riyanto, 2009. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur dalam bentuk mikoriza akan memperbesar kemampuan tanaman untuk mendapatkan unsur hara pada tanah yang miskin hara. Penelitian rumah kasa yang dilakukan Rasyid 2011 menunjukkan aplikasi FMA dan asam humik berpengaruh terhadap pertumbuhan Suren Toona sureni merr pada media tumbuh tanah bekas tambang emas. Hal ini dikarenakan peran FMA dan asam humik dalam meningkatkan dan memperbaiki kemampuan akar dan tanaman, hal ini sesuai dengan pernyataan Setiadi 2001 bahwa FMA selain mampu menyerap air, FMA juga mampu memperbaiki kemampuan akar dalam menyerap dan mencari air dan mineral, dengan meningkatnya kemampuan akar, maka sangat memungkinkan semai dapat tumbuh pada lahan marginal terutama lahan bekas tambang. Universitas Sumatera Utara Penelitian Nusantara 2002 menunjukkan inokulasi FMA meningkatkan kadar P jaringan semai sengon. Hal ini disebabkan hifa eksternal mikoriza tersebut membantu melarutkan bentuk-bentuk P tidak tersedia dalam tanah dan juga melindungi tudung akar dari pelukan ion-ion logam misalnya Al yang banyak dijumpai pada tanah Ultisol. Penelitian Safriyanto 2004 menunjukkan bakteri yang diisolasikan dari tanah perakaran sengon bermikoriza dan tidak bermikoriza untuk pertumbuhan semai A. mangium terlihat bakteri rhizosfer sengon secara konstan meningkatkan pertumbuhan tinggi, diameter dan persentase infeksi akar untuk semai A. mangium serta inokulasi FMA terlihat dapat meningkatkan pertumbuhan semai A. mangium tetapi untuk interaksi FMA dan bakteri rhizosfer tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan pertumbuhan A. mangium. Menurut Abbot dan Robson 1991 dalam Irwanto 2006 peran FMA sebetulnya secara tidak langsung meningkatkan ketahanan terhadap kadar air yang ekstrim. Fungi mikoriza dapat mempengaruhi kadar air tanaman inang. Ada beberapa dugaan tanaman bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan, antara lain : 1. Adanya mikoriza menyebabkan resistensi akar terhadap gerakan air menurun sehingga transpor air ke akar meningkat. 2. Peningkatan status P tanaman sehingga daya tahan tanaman terhadap kekeringan meningkat. Tanaman yang mengalami kahat P cenderung peka terhadap kekeringan. Universitas Sumatera Utara 3. Pertumbuhan yang lebih baik serta ditunjang adanya hifa eksternal fungi yang dapat menjangkau air jauh ke dalam tanah sehingga tanaman dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan 4. Pengaruh tidak langsung karena adanya hifa eksternal yang menyebabkan FMA efektif dalam mengagregasi butir tanah sehingga kemampuan tanah menyimpan air meningkat.

2.5 Tanah Ultisol

Dokumen yang terkait

Aplikasi Penggunaan Beberapa Aktivator terhadap Pertumbuhan Sengon (Paraserainthes falcataria), Akasia (Acacia mangium), dan Suren (Toona sureni)

2 46 64

Respon Pertumbuhan Bibit Beberapa Jenis Akasia (Acacia Spp) Terhadap Fungi Mikoriza Arbuskula.

3 61 71

Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Asam Humik Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona serene Merr) Pada Tanah Bekas Tambang Emas

1 41 53

Pengaruh Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Bakteri Rhizosfer Paraserianthes falcataria terhadap Pertumbuhan Semai Acacia mangium Wild

0 16 63

Uji Efektivitas Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria), Akasia (Acacia mangium) dan Suren (Toona surenii) pada Tanah Marginal

0 0 14

Uji Efektivitas Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria), Akasia (Acacia mangium) dan Suren (Toona surenii) pada Tanah Marginal

0 0 2

Uji Efektivitas Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria), Akasia (Acacia mangium) dan Suren (Toona surenii) pada Tanah Marginal

0 0 3

Uji Efektivitas Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria), Akasia (Acacia mangium) dan Suren (Toona surenii) pada Tanah Marginal

0 0 15

Uji Efektivitas Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria), Akasia (Acacia mangium) dan Suren (Toona surenii) pada Tanah Marginal

0 0 4

Uji Efektivitas Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria), Akasia (Acacia mangium) dan Suren (Toona surenii) pada Tanah Marginal

0 0 16