ada di Karo yang disebut dengan Merga Silima. Kelima Marga tersebut yaitu: Ginting, Sembiring, Perangin-Angin, Tarigan dan Karo-Karo.
Sangkep Nggeluh di dalam Masyarakat Karo juga digunakan di Desa Tanjung Pulo dan menjadi dasar Adat dan Sistem kekerabatan.Seperti halnya dengan
masyarakat Karo lainnya masyarakat Desa Tanjung Pulo juga memakai Sangkep Nggeluh sebagai norma dalam berkehidupan bermasyarakat. Dengan mengetahui
Sangkep Nggeluh maka masyarakat dapat mengetahui Orat tutur yaitu bagaimana kita menyebut panggilan secara adat Karo terhadap seseorang seperti Erbapa Bapak,
Ernande Ibu, Erturang Saudari, Senina Saudara, Mama Paman, dan lain-lain. Pada tahun 1984 ketika Pura dibangun masyarakat Karo masih kental dengan
Adat Sangkep Nggeluh. Begitu juga ketika Pura dibangun masyarakat Tanjung Pulo memiliki rasa gotong royong untuk bekerja. Akan tetapi sekarang generasi muda
tidak ingin tahu akan Sangkep Enggeloh akibat dari perkembangan jaman yang semakin maju dan melupakan budaya yang memiliki nilai membangun karakter yang
berbudaya luhur.
2.3.2. Kehidupan Ekonomi Masyarakat Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung Kabupaten Karo
Pada umumnya masyarakat Desa Tanjung Pulo bekerja sebagai petani. Perladangan yang ada di Desa Tanjung Pulo mayoritas persawahan sehingga
masyarakat Tanjung Pulo banyak yang menanam padi. Pada tahun 1985-2000 selain
Universitas Sumatera Utara
daripada padi, masyarakat Tanjung Pulo banyak juga yang menanam Palawija, kacang, bawang merah, cabai, dan sayur-sayuran.
24
Pada tahun 1985-2000 hasil pertanian yang akan dibawa ke desa untuk dijual dari ladang, dibawa dengan transportasi tradisional Karo yang disebut Gereta Lembu
yaitu sejenis kendaraan tradisional yang dibawa oleh lembu ataupun Kerbau yang menjadi alat transportasi untuk membawa hasil pertanian dari ladang. Namun
sekarang Gereta Lembu tidak ada lagi dan alat transportasi yang dipakai sudah modern yaitu mobil jenis bak terbuka, contohnya mitsubishi L300.Semakin majunya
jaman dan masuknya imigran suku Jawa ke Desa Tanjung Pulo yang kemudian Sekarang masyarakat di Desa Tanjung Pulo lebih banyak menanam bawang
merah, cabai, dan Padi. Untuk meringankan beban dalam bekerja, masyarakat Desa Tanjung Pulo menggunakan tradisi Aron yaitu sebuah konsep pola kerjasama dan
tolong menolong baik dalam menghadapi ancaman dari pihak lain atau dalam mengerjakan sesuatu, terutama dalam bidang pertanian. Istilah Aron berasal dari
Bahasa Karo yaitu sisaro-saron saling membantu yang diwujudkan dalam bentuk kelompok kerja orang muda atau dewasa mulai 6 hingga 24 orang dalam satu
kelompok, hal ini sangat membantu masyarakat dalam mengerjakan pekerjaan di ladangnya, dimana Aron ini berganti-ganti bekerja antara satu ladang yang satu ke
ladang lainnya dengan silih berganti, sehingga dari tradisi Aron ini mempunyai manfaat dalam efisien waktu, tenaga, dan semakin eratnya rasa kebersamaan.
24
Wawancara dengan Terkelin Tarigan, masyarakat Desa Tanjung Pulo, 18 Desember 2016.
Universitas Sumatera Utara
banyak disewa untuk bekerja di ladang masyarakat dengan upah harian, maka pada tahun 1990 tradisi Aron telah memudar. Sekarang tidak ada lagi tradisi Aron yang
dipakai dalam masyarakat Desa Tanjung Pulo.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN