Interaksi sesama Penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung

3.3.Interaksi masyarakat penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Interaksi adalah suatu peristiwa saling memengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, yang kemudian menciptakan suatu hasil sama lain atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi tindakan setiiap orang bertujuan untuk mempengaruhi individu lain terjadi dalam setiap kasus interaksi. 29 Pada tahun 1970-1985 masih banyak masyarakat Karo yang beragama Hindu, dimana telah ada Parisada Hindu Dharma KaroPHDK, bahkan di tingkat kecamatan Interaksi masyarakat penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo telah diikat oleh satu landasan di dalam Parisada Hindu Dharma Desa. Umat Hindu di Desa Tanjung Pulo mempunyai pendeta yang melayani mereka di Desa Tanjung Pulo dan menjadi guru bagi masyarakat desa. Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo dipimpin oleh Parisada Hindu Dharma IndonesiaPHDI yang menjadi pusat Parisada kemudian dibawahnya ada Parisada Provinsi, Parisada Hindu Dharma Karo, Parisada Hindu Dharma Kecamatan. Yang terakhir adalah Parisada Hindu Dharma Desa, di dalam struktur ini semua lapisan pemeluk Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo berinteraksi.

3.3.1. Interaksi sesama Penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung

29 Http Kompasiana.com Pengertian Interaksi diakses tanggal 19 Desember 2016 Universitas Sumatera Utara Agama Hindu telah memiliki Parisada Kecamatan. Pada tahun 1970-1985 banyak Pendeta Hindu dari Kecamatan yang lain yang pernah melayani di Tanjung Pulo, dari Kecamatan Juhar, Kecamtan Lau Baleng, Kutabuluh Simole. Kedatangan Pendeta ini untuk memberikan pendalaman tentang Hindu. Hubungan sesama pemeluk Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo sangat erat. Hal ini bisa dilihat ketika hari-hari besar Hindu Pendeta dan umat Hindu yang menerima undangan dari desa yang lain akan menghadirinya. Begitu juga ketika ada acara ritual di Desa Tanjung Pulo pemeluk Hindu juga hadir dan ikut berperan dalam upacaranya. Pemeluk Hindu yang menghadiri upacara-upacara besar Hindu di Tanjung Pulo tidak hanya orangtua saja tetapi juga kaum muda dan mudi. Masyarakat pemeluk Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo memiliki rasa saling mendukung. Misalnya di dalam acara pernikahan dan melahirkan mereka ikut berpartisipasi di dalam acara pernikahan tersebut dan mengambil posisinya sesuai dengan adat istiadat Karo. Setelah itu Pendeta Hindu dari Desa Tanjung Pulo akan memberikan doa kepada kedua penganti agar menjadi keluarga yang memegang teguh Agama Hindu dan memproleh kebahagiaan, rejeki dan ketenangan batin. Begitu juga ketika ada yang melahirkan bayi maka Pendeta juga berdoa agar bayi tersebut menjadi anak yang bermanfaat bagi semua orang dan kelak menjadi penerus Agama Hindu. Biasanya keluarga dari pengantin dan keluarga yang melahirkan memberikan sesajen ke Pura Sekula Serasi untuk mengucapkan syukur. Begitu juga ketika ada yang meninggal masyarakat pemeluk Agama Hindu juga berpartisipasi di Universitas Sumatera Utara dalam acaranya dimana dilakukan di Jambur 30 Sesuai dengan arti salam Om Shanti Shanti Om yang artinya “Semoga damai atas karunianya” dapat disimpulkan bahwa Agama Hindu dalam sejarahnya sangat menjunjung tinggi perdamaian dan persahabatan. Penyebabnya yang pertama ada pengakuan bahwa Tuhan itu satu , tetapi disebut dengan banyak nama Ekam Sat Vipra Bahuda Vadanti. Yang kedua menyatakan jiwa manusia adalah sama, menyakiti orang lain sama dengan menyakiti diri sendiri Tat Tvam Asi. Ketiga semua mahkluk adalah satu keluarga Vasudaiva Kutumbakan. Perdamaian dalam Agama Hindu tidak hanya berarti perdamaian sesama Hindu saja, tapi perdamaian dengan semua ciptaanNya tanpa membedakan SARA. Desa Tanjung Pulo sesuai dengan tradisi adat Karo. 3.3.2. Interaksi dengan masyarakat bukan penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung Kabupaten Karo Masyarakat Hindu Tanjung Pulo tidak pernah mengalami pertikaian dengan bukan penganut Hindu. Hal ini karena masyarakat Tanjung Pulo memegang erat tradisi Sangkep Enggeloh dalam kehidupan orang Karo. Didalam Sangkep nggeluh ini ditekankan rasa kekeluargaan, persaudaraan, jadi sangat dipantangkan untuk tidak menghargai dan menghormati masyarakat, walaupun bukan dengan kepercayaan yang sama. 30 Jambur dalam bahasa Karo adalah tempat diadakannya pesta pernikahan, meninggal dunia, musyawarah, dan lain-lain dimana memakai tradisi adat istiadat Karo dalam tata caranya. Universitas Sumatera Utara Prinsip Hindu tersebut juga mengakar di dalam diri masyarakat Tanjung Pulo dimana masyarakat yang bukan pemeluk Hindu memiliki hubungan yang erat dengan pemeluk Hindu yang ada di Tanjung Pulo. Pura Sekula Serasi adalah tempat ibadah pertama yang ada di Desa Tanjung Pulo, dimana selain Hindu, ada juga Agama Katolik, Kristen Protestan, dan Islam di DesaTanjung Pulo, dan semua masyarakat Desa Tanjung Pulo mempunyai rasa kekeluargaan yang tinggi tanpa membedakan kepercayaan mereka. Penganut Hindu di Tanjung Pulo ketika ada undangan dari bukan penganut Hindu dalam upacara besar keagamaan seperti hari natal, hari raya, penganut Hindu Tanjung Pulo ikut berperan dan menghormatinya. Hanya tersisanya lima kepala keluarga penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo, maka interaksi dengan masyarakat semakin melemah karena masyarakat Tanjung Pulo sekarang lebih banyak menganut Agama Kristen dan Islam. Munculnya perasaan dikucilkan dan dianggap sebagai agama Perbegu 31 31 Perbegu adalah kepercayaan tradisional masyarakat Karo yang bersifat magis dan dianggap negatif oleh masyarakat sekarang. menyebabkan pemeluk Hindu Tanjung Pulo hampir hilang, dilengkapi dengan menurunnya peran Parisada Hindu Dharma Karo dalam pelayanan dan pembinaan, begitu juga di hampir pelosok Tanah Karo Penganut Hindu semakin berkurang bahkan tidak terlihat lagi perannya, melengkapi kemerosotan Agama Hindu yang lama menjadi kepercayaan leluhur masyarakat Tanah Karo khususnya Desa Tanjung Pulo, Kecamatan Payung. Perkembangan penganut Agama Hindu pada tahun 1970-1985 bisa dilihat dari pembangunan beberapa Pura pada tahun tersebut yaitu: Universitas Sumatera Utara 1.Pura Sekula Serasi Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung 2.Pura Dharma Pratama Desa Bintang Meriah Kecamtan Kutabuluh Simole 3.Pura Desa Kutambaru Kecamatan Munte 4.Pura Kelengi Dehet Tinuang Desa Pernantin Kecamatan Juhar 5.Pura Sidua-dua Desa Durin Rugun Kecamatan Lau Baleng Sedangkan terjadinya penurunan penganut Hindu di Desa Tanjung Pulo terjadi pada tahun 1985 Universitas Sumatera Utara BAB IV KEBERADAAN PENGANUT AGAMA HINDU DI DESA TANJUNG PULO KECAMATAN PAYUNG KABUPATEN KARO Keberadaan penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo pernah sangat berkembang. Dimana pengarug Agama Hindu di Karo bisa dilihat dari adanya arca- arca Mejantempat sesajen diletakkan atau arca Pulu Balang 32 Menurut sejarah Hindu, Maharesi Agastya Bhatara Guru adalah Maharesi yang pertama mengajarkan agama Hindu sekte Ciwa ke Nusantara. Beliau keturunan . Serta golongan Marga Sembiring keturunan Hindu Padang dan Hindu Tamil, bersama Marga Lingga, Marga Surbakti, Marga Kaban, dan Kacaribu di Karo. Disamping itu banyak juga terdapat kata Sanskerta dan Kawi dalam perbendaharaan kata-kata Karo, antara lain, Seberaya, Gurubenua, Gurusinga, Tanduk Benua, Ajinembah, Banuaraya, Sarinembah, Lingga, Brahmana, Pandya, Teykang, Maliala, Maha. Maka tidak dapat dipungkiri lagi Agama Hindu pernah sangat berkembang di daerah Sumatra utara pada jaman Purba kala yaitu daerah Karo, Pakpak, Toba, Simalungun, Singkel, Alas, Gayo dan terus kelembah Aceh besar, sebagian dataran Simalungun, Asahan, Mandailing dan Angkola. 32 Pulu Balang adalah tempat berupa batu besar yang dianggap keramat dan biasanya masyarakat menyembah dan meletakkan sesajen. Sesajen yang diletakkan berupa ayam, daun sirih, dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara Baghavat Brgu, seorang penulis kitab suci Weda Smrti dari ajaran Manu, dan Manu adalah asal dari Manusia. 33 Menurut Moksa Ginting Dharma Dhuta Hindu Provinsi Sumatera Utara, menjelaskan Maharesi Agastya adalah Maharesi yang pertama kali mengembangkan agama hindu ajaran Bhagavat Brgu di Sumatera Utara dimana kata Bergu itu disamakan dengan nama Per Begu atau Sipelebegu atau disebut juga nama roh yang di Karo dinamai dengan Tendi Di daerah Karo, Simalungun, Pakpak dan Toba nama Bhatara Guru selalu disebut-sebut sebagai Dewa dalam mantra-mantra untuk acara religius, seperti memasuki rumah baru, memandikan anak yang lahir petalayoken, memandikan air suci erpangir dan lain-lain. Maharesi Agastya Bhatara Guru sebelum tahun 760 Masehi sudah meninggal dunia karena rohnya sudah dipuja sebagai Dewa Pitra. Arca makam beliau ini pada mulanya diperbuat dari kayu kemudian diganti dengan batu hitam. 34 Kedatangan Maharesi Brgu awal mengembangkan pengaruh Hindu masuk ke Tanah Karo, keberadaan Hindu di Tanah Karo juga diperjelas banyaknya nama Lingga di daerah Karo, Pakpak dan Simalungun sebagai nama kampung dan nama bilamana manusia yang masih hidup dan bilamana manusia itu sudah meninggal dunia maka rohnya itu dinamai ‘Begu’ asal kata dari Brgu, yang sudah pasti karena keluhuran Maharesi Brgu itulah makanya dinamai roh menjadi Brgu atau Begu. 33 Brahma Putro, Karo dari zaman ke zaman jilid I.Medan:Ulih Saber,1995,hal.25 34 Tendi di dalam bahasa Karo berarti roh manusia yang sudah meninggal Universitas Sumatera Utara suku Marga. Suatu fakta menunjukan bahwa di daerah itu pengaruh agama Hindu Sekte Ciwa berkembang dan berpengaruh, agama Hindu ajaran Per BeguSipelebegu di daerah Sumatera Utara, adalah Sekte Ciwa yang berpedoman pada Weda Smrti, yang didaerah Karo Weda itu dinamai Pustaka Najati. Penganut Agama Hindu di Indonesia memiliki Parisada Hindu Dharma Indonesia PHDI. PHDI sebagai Majelis Organisasi umat Hindu Indonesia yang mengurusi kepentingan keagamaan maupun sosial. Parisada Hindu Dharma Indonesia yang awalnya bernama Parisada Hindu Dharma Bali didirikan pada tahun 1959 untuk memperjuangkan agar Agama Hindu menjadi agama yang diakui di Indonesia. Pada tahun 1964, nama organisasi berubah menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia perubahan ini mencerminkan upaya-upaya selanjutnya untuk mendefinisikan Hindu tidak hanya sebagai kepentingan bali tetapi juga Nasional. Pengurus pusat Parisada Hindu Dharma Indonesia berkedudukan di Jakarta. Parisada Hindu Dharma Indonesia juga memiliki Angaran Dasar dan Angaran Rumah Tangga. Hal ini sebagai pedoman bagi Parisada Hindu Dharma Provinsi, Parisada Hindu Dharma Kabupaten, Parisada Hindu Dharma Kecamatan, sampai yang terakhir Parisada Hindu Dharma di Desa. Parisada Hindu Dharma Indonesia berfungsi semacam Badan Legislatif, yang memegang peranan penting didalam memecahkan berbagai keagamaan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Kata Parisada tersebut identik pengertianya dengan duduk melingkar untuk bersidang. Parisada terdiri dari para Brahmana ahli Universitas Sumatera Utara berdasarkan ketentuan yang diatur dalam kitab suci Manava Dharma Sastra. 35 Keberadaan penganut Agama Hindu di Kabupaten Karo khususnya di Desa Tanjung Pulo, Kecamatan Payung mengalami dinamika. Dimana pernah menjadi mayoritas dan sekarang menurun dan menyisakan lima kepala keluarga.Agama Hindu pernah menjadi salah satu agama terbesar di Kabupaten Karo. Hal ini disebabkan di Agama Hindu menganut sistem Kalapatra. Parisada Hindu Dharma Indonesia inilah menjadi tonggak dan landasan seluruh umat Hindu di Indonesia begitu juga di Tanah Karo. 36 yang artinya dimana penganut Agama Hindu itu berada maka penganut Agama Hindu itu akan mengikuti budaya dan tradisi di daerah tempat tinggalnya 37 Setiap Desa di Karo mempunyai tempat yang dianggap sakral dan keramat.Di tempat itu masyarakat Karo melakukan persembahan kepada roh nenek moyang. Mereka juga memberikan sesajen di tempat keramat tersebut misalnya ercibal belo . Artinya Agama Hindu memiliki strategi untuk masuk ke masyarakat Karo. Hal ini menjadi salah satu faktor masyarakat Karo banyak yang masuk memeluk Agama Hindu karena tidak meninggalkan budaya dan tradisi leluhurnya. Hal ini terlihat pada tata ibadah Agama Hindu tersebut di Kabupaten Karo. Masyarakat Karo yang telah menganut Agama Hindu masih tetap menjalankan tata ibadah berdasarkan kebudayaan Karo. Perbedaanya masyarakat Karo menyembah roh leluhur nenek moyang tetapi setelah menganut Agama Hindu masyarakat Karo menyembah Dewa yang dipercayai Agama Hindu 35 Http: Parisada Hindu Dharma Indonesia Wikipedia.com diakses tanggal 18 Desember 2016 36 Http:Hindualukta.blogspot.com. diakses tanggal 19 desember 2016 37 Wawancara dengan Dinis Sitepu, Tanggal 20 Desember 2016 Universitas Sumatera Utara meletakkan daun sirih, bunga, ayam, cimpa masakan khas Karo. Pada waktu ini masyarakat Karo masih memeluk Animisme. Setelah Masuknya Agama Hindu terjadi perbedaan dalam pemujaanya. Akan tetapi tradisi sesajen masih menggunakan sistem Animisme tersebut. Masuknya Hindu menjadikan masyarakat Karo memuja Dewa yang dipercayai dalam Agama Hindu. Ada banyak Dewa dalam ajaran Agama Hindu dimana Dewa tersebut memiliki tugas dan peran masing-masing yang dipercayai penganut Agama Hindu. Diantara sekian banyak Dewa yang dikenal dalam ajaran Hindu, ada istilah Trimurti. Trimurti merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan tiga Dewa tertinggi yang memegang kekuasaan yang penuh dan tugas yang berat. 38 38 Wawancara dengan Katar Kacaribu Pendeta Hindu di Desa Tanjung Pulo tanggal 18 Desember 2016 Ketiga Dewa tersebut adalah: 1.Dewa Brahma Dewa Brahma dianggap sebagai manifestasi Tuhan dalam penciptaan alam semesta. Dewa Brahma merupakan simbol kekekalan yang tiada akhir dan ilmu pengetahuan. 2.Dewa Wisnu Dewa Wisnu merupakan Dewa pemelihara semesta dan segala ciptaan Dewa Brahma. Menurut kepercayaan Hindu Dewa Wisnu akan turun ke dunia apabila kejahatan merajalela. 3.Dewa Siwa Dewa Siwa dianggap sebagai Dewa pelebur yang akan menghancurkan semua ciptaan Dewa Brahma yang sudah usang jika waktunya tiba. Universitas Sumatera Utara Keberadaan penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo juga memiliki persamaan tradisi dengan Hindu di India, dimana di Desa Tanjung Pulo sendiri masyarakat mengenal Pulu Balang, erpangir kulau, memasuki rumah baru, memandikan anak yang baru lahir petalayoken, upacara kematian menurut sistem Agama Hindu yang terakhir dilakukan pada tahun 1992 di Desa Tanjung Pulo. Berdirinya Parisada Hindu Dharma Karo menyebabkan perkembangan Agama Hindu di Tanah Karo semakin meningkat.Perkembangan ini terjadi pada tahun 1970- 1985. Salah satu buktinya adalah pembangunan beberapa Pura di Tanah Karo antara lain Pura Sekula Serasi yang dibangun untuk kecamatan Payung. Begitu juga hubungan dengan Parisada Hindu Dharma Sumatera Utara sangat baik. Hubungan timbal balik seperti pelayanan Pendeta dari Parisada Hindu Dharma Sumatera Utara ke Tanjung Pulo.Hubungan dengan Parisada Hindu Dharma Indonesia terjalin dengan baik.Banyak masyarakat Bali yang datang dan memberi bantuan untuk membangun Pura di Tanah Karo, termasuk di Tanjung Pulo. Penurunan jumlah penganut Hindu di Desa Tanjung Pulo dimulai pada tahun 1990, pada tahun 1999 terdapat data presentase penduduk menurut Agama dimana penganut Agama Hindu hanya dipresentasekan 0,56 dimana pada sebelumnya penganut Agama Hindu pernah mencapai 80. Jadi pada tahun 1990-1999 adalah periode penurunan yang sangat drastis penganut Agama Hindu di Tanah Karo. Banyak faktor yang menyebabkan Agama Hindu mengalami penurunan, baik faktor internal dan faktor eksternal. Dengan penurunan jumlah umat Agama Hindu di Tanah Karo maka Parisada Hindu Dharma Karo mengalami krisis kepemimpinan baik Universitas Sumatera Utara dalam melayani umat Agama Hindu, memberikan arahan terhadap semua Parisada Kecamatan dan pelayanan ke Desa-desa. Sehingga pada periode ini penganut Agama Hindu mulai beralih dari Agama Hindu ke agama lain. Hal ini bisa dilihat dari tabel dibawah. TABEL PERSENTASE PENDUDUK MENURUT AGAMA KEPERCAYAAN TAHUN 1999 No. Agama Persentase 1 2 3 1. Islam 27,97 2. Kristen Protestan 52,30 3. Katolik 17,90 4. Hindu 0,56 5. Budha 0,62 6. Lainnya 0,65 Jumlah 100,00 SUMBER: Kantor Dinas Agama Kabupaten Karo

4.1 Faktor Internal