Gaya Kepemimpinan Laissez-faire Gaya Kepemimpinan

3. Gaya Kepemimpinan Laissez-faire

Kepemimpinan Laissez-faire dijalankan dengam memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut kehendak dan kepentingan masing-masing baik secara perorangan maupun berupa kelompok-kelompok kecil.Laissez- faire adalah model yang paling pasif dan karena itu merupakanperilaku pemimpin yang paling tidak efektif. Para pemimpin yang menggunakan ini jarang dianggap efektif Indikator-indikator dari model kepemimpinan ini adalah: a Tidak ada Ikatan: melakukan perkerjaan dengan semaunya. b Memberikan Reaksi apabila ada masalah: Ikut campur kalau adanya masalah di dalam perusahaan c Tidak Disiplin: selalu terlambat dalam menyelesaikan pekerjaan d Tidak Bertanggung Jawab: menunda-nunda pekerjaan, sering mengabaikan pekerjaan. Gaya kepemimpinan Otoriter, gaya kepemimpinan seperti ini mengakibatkankepuasan kerja karyawan rencah atau mengakibatkan ketidakpuasan kerja karyawan. Jadi kepuasan karyawan merupakan kunci pendorong moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja karyawan dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan Hasibuan, 2007:203Kepemimpinan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah mahluk yang paling mulia, ia senang menerima saran, pendapat, dan kritikan-kritikan dari bawahannya, selalu berusaha Universitas Sumatera Utara mengsinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan pribadi dan tujuan dari para bawahannya, seperti itu lah gaya kepemimpinan demokratis Nawawi, 2003: 27

2.2.1 Hubungan antara Gaya Kepemimpinan dan Akuntansi

Pimpinan yang hanya mengetahui peran akuntansi sebagai pencatat informasi keuangan yang telah terjadi dimasa lalu, tidak akan berpikir secara bisnis dalam menyusun rencana dan mengendalikan aktivitas perusahaannya. Karena perencanaan dan pengendalian aktivitas perusahaan menyangkut masa yang akan datang, maka informasi akuntansi yang relevan adalah informasi akuntansi masa yang akan datang pula. Pimpinan tersebut tidak memiliki alat berpikir bisnis, karena tidak dimiliknya kemampuan berbahasa akuntansi sebagai bahasa bisnisnya. Dengan demikian seorang pemimpin yang memiliki pandangan yang salah mengenai peran akuntansi dalam pengelolaan perusahaannya, akan kehilangan kemampuan untuk mengelola perusahaanya secara bisnis, karena tidak dimilikinya alat berpikir bisnis dalam diri pemimpin tersebut. 2.3 Fasilitas Kerja 2.3.1 Pengertian dan Arti Pentingnya Fasilitas Kerja