BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perspektif Paradigma Kajian
Kata paradigma berasal dari abad pertengahan di Inggris yang merupakan kata serapan dari bahasa Latin di tahun 1483 yaitu paradigm yang berarti suatu
model atau pola, bahasa Yunani paradeigma yang berarti untuk membandingkan. Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang
diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya dalam disiplin intelektual.
Paradigma yang digunakan dalam penellitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Paradigma konstruktivisme ini mencoba untuk menjebatani
dualisme objektivisme dan subjektivisme dengan mengafirmasi peran subjek dan objek dalam dalam konstruksi ilmu pengetahuan Ardianto dan Q-Anees,
2007:152. Asumsi pokok dari konstruktivisme, bahwa tujuan pertama dan terutama dari ilmu pengetahuan adalah mempelajari gagasan dalam pikiran, tidak
saja dalam pemahaman akan sifat ilmu pengetahuan ilmiah, tetapi juga untuk memahami cara pengetahuan ilmiah dapat berkembang dan peran metode
penelitian didalamnya. Paradigma konstruktivis juga berpendapat bahwa semesta secara
epistemologi merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan manusia merupakan konstruksi yang dibangun dari proses kognitif serta interaksinya dengan dunia
objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan bukan reproduksi kenyatan. Oleh karena itu dunia muncul dalam
pengalaman manusia secara terorganisasi dan bermakna. Keberagaman pola konseptualkognitif merupakan hasil dari lingkungan historis, kultural, dan
personal yang digali secara terus-menerus. Bagi kaum konstruktivis, semesta adalah suatu konstruksi, artinya bahwa semesta bukan dimengerti sebagai semesta
yang otonom, akan tetapi dikonstruksi secara sosial. Menurut Matthews 1994, konstruktivisme merupakan suatu filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan manusia merupakan hasil dari manusia itu sendiri Suparno, 1997 :18. Dalam hal ini, dapat dikatakan juga
Universitas Sumatera Utara
bahwa paradigma konstruktivis tidak dapat dipisahkan dari pengamat. Sehingga sebuah pengeatahuan dapat dikatakan benar, jika dapat digunakan untuk
menghadapi berbagai fenomena atau persoalan yang terjadi dan berhubungan pengetahuan tersebut.
2.2 Kajian Pustaka