- Campurkan dengan benar dan perlahan-lahan tambahkan 0,5 mL ammonia disepanjangan sisi tabung reaksi
- Amati perubahan warna dalam waktu 1-2 menit - Terbentuknya cincin ungu menunjukkan adanya badan keton Luthra,
2008. 2.3.2.2. Tes Gerhardt
Pemeriksaan ini spesifik untuk mendeteksi sejumlah besar asetoasetat. Tes ini juga dapat mendeteksi salisilat pada urin.
Prosedur pemeriksaan: - Tambahkan 5 mL feri klorida setetes demi setetes dengan 5 mL urin pada
tabung reaksi - Warna merah kecoklatan akan dibentuk oleh asetoasetat atau salisilat
- Untuk menentukan salisilat atau asetoasetat, bagi larutan menjadi setengah, kemudian rebus selama 5 menit. Kemudian amati, jika warnanya
menghilang, maka asetoasetat akan muncul. Jika warnanya menetap, makan salisilat yang akan muncul. Asetoasetat yang dipanaskan
kehilangan karbondioksida dan diubah menjadi aseton. Aseton tidak bereaksi dengan reagen feri klorida Luthra, 2008.
2.4. Ketoasidosis Diabetik
2.4.1. Definisi Ketoasidosis Diabetik KAD adalah keadaan dekompensasi-kekacauan
metabolic yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia
merupakan komplikasi akut Diabetes Melitus DM yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya
mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok Soewondo, 2009.
2.4.2. Faktor Pencetus
Universitas Sumatera Utara
Ada sekitar 20 pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali. Pada KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80 dapat
dikenali adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang. Faktor pencetus yang berperan
untuk terjadinya KAD adalah infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, menghentikan atau mengurangi dosis insulin.
Sementara itu 20 pasien KAD tidak didapatkan faktor pencetus. Menghentikan atau mengurangi dosis insulin merupakan salah satu
pencetus terjadinya KAD. Data seri kasus KAD tahun 1998-99 di RS. Cipto Mangunkusumo menunjukkan 5 kasus menyuntik dosis insulin kurang. Musey
et al melaporkan 56 kasus KAD negro Amerika yang tinggal di perkotaan. Diantara 56 kasus tersebut, 75 telah diketahui DM sebelumnya dan 67 faktor
pencetusnya adalah menghentikan dosis insulin. Adapun alasannya adalah sebagai berikut: 50 tidak mempunyai uang untuk membeli, 21 nafsu makan
menurun, 14 masalah psikologis, 14 tidak paham mengatas masa-masa sakit akut. Pada seri kasus diatas 55 menyadari adanya gejala hiperglikemia,
walaupun demikian hanya 5 yang menghubungi klinik diabetes untuk mengatasi masalah tersebut Soewondo, 2009.
2.4.3. Patofisiologi KAD adalah suatu keadaan di mana terdapat defisiensi insulin absolut atau
relative dan peningkatan hormone kontra regulator glucagon, katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan; keadaan tersebut menyebabkan produksi
glukosa hati meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak
menentukan berat-ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis KAD dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
- Akibat hiperglikemia - Akibat ketosis
Universitas Sumatera Utara
Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem hemostasis tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak
sehingga terjadi hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi hormon kontra regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormone
lipase sensitive pada jaringan lemak. Akibatnya lipolysis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi badan keton dan asam lemak bebas secara
berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik asidosis. Benda keton utama ialah asam asetoasetat AcAc dan 3 beta
hidroksi butirat 3HB; dalam keadaan normal konsentrasi 3HB meliputi 75-85 dan aseton darah merupakan benda keton yang tidak begitu penting. Meskipun
sudah tersedia bahan bakar tersebut sel-sel tubuh masih tetap lapar dan terus memproduksi glukosa.
Hanya insulin yang dapat menginduksi transport glukosa ke dalam sel, memberi signal untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat
lipolysis pada sel lemak menekan pembentukan asam lemak bebas, menghambat gluconeogenesis pada sel hati serta mendorong proses oksidasi sitimelalui siklus
krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi tersebut akan dihasilkan ATP yang merupakan sumber energi utama sel.
Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan defisiensi insulin relatif. Meningkatkan hormon kontra regulator insulin meningkatnya asam
lemak bebas, hiperglikemia, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa dapat mengganggu sensitivitas insulin Soewondo, 2009 .
2.4.4. Gejala Klinis Sekitar 80 pasien KAD adalah pasien DM yang sudah dikenal.
Kenyataan ini tentunya sangat membantu untuk mengenali KAD akan lebih cepat sebagai komplikasi akut DM dan segera mengatasinya.
Sesuai dengan patofisiologi KAD, maka pada pasien KAD dijumpai pernafasan cepat dan dalam Kussmaul, berbagai derajat dehidrasi turgor kulit
berkurang, lidah dan bibir kering, kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa nafas tidak terlalu mudah tercium.
Universitas Sumatera Utara
Areateus menjelaskan gambaran klinis KAD sebagai berikut keluhan poliuri dan polidipsi sering kali mendahului KAD serta didapatkan riwayat
berhenti menyuntik insulin, demam, atau infeksi. Muntah-muntah merupakan gejala yang sering dijumpai terutama pada KAD anak. Dapat pula dijumpai nyeri
perut yang menonjol dan hal itu berhubungan dengan gastroparesis-dilatasi lambung.
Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis, delirium, atau depresi sampai dengan koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan
penyebab penurunan kesadaran lain misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alcohol.
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, faktor pencetus infeksi didapatkan sekitar 80. Infeksi
yang sering ditemukan ialah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Walaupun faktor pencetusnya adalah infeksi, kebanyakan pasien tak mengalami demam. Bila
dijumpai adanya nyeri abdomen, perlu dipikirkan kemungkinan kolesistisis, iskemia akut, apendisitis, diventrikulus, atau perforasi usus. Bila ternyata pasien
tidak menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan KAD, maka perlu dicari kemungkinan tersembunyi sinusitis, abses gigi, abses perirectal
Soewondo, 2009.
2.4.5. Diagnosis Ketoasidosis diabetik perlu dibedakan dengan ketosis diabetik ataupun
hiperglikemia hyperosmolar nenketotik. Beratnya hiperglikemia, ketonemia, dan asidosis dapat dipakai dengan kriteria diagnosis KAD. Walaupun demikian
penilaian kasus per kasus selalu diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Langkah pertama yang harus diambil pada pasien dengan KAD terdiri dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti dengan terutama memperhatikan patensi jalan napas, status mental, status ginjal dan
kardiovaskular, dan status hidrasi. Langkah-langkah ini harus dapat menentukan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan, sehingga
penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa adanya penundaan.
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan laboratorium yang paling penting dan mudah untuk segera dilakukan setelah dilakukannya anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah
pemeriksaan konsentrasi glukosa darah dengan glucose sticks dan pemeriksaan urine dengan menggunakan urine strip untuk melihat secara kualitatif jumlah
glukosa, keton, nitrat, dan leukosit dalam urine. Pemeriksaan laboratorium lengkap untuk dapat menilai karakteristik dan tingkat keparahan KAD meliputi
konsentrasi HCO3, anion gap, pH darah dan juga idealnya dilakukan pemeriksaan konsentrasi AcAc dan laktat serta 3HB Soewondo, 2009.
2.4.6. Pencegahan Faktor pencetus utama KAD ialah pemberian dosis insulin yang kurang
memadai dan kejadian infeksi. Pada beberapa kasus, kejadian tersebut dapat dicegah dengan akses pada sistem pelayanan kesehatan lebih baik termasuk
edukasi DM dan komunikasi efektif terutama pada saat penyandang DM mengalami sakit akut misalnya batuk, pilek, diare, demam, luka.
Upaya pencegahan merupakan hal yang penting pada penatalaksanaan DM secara komprehensif. Upaya pencegahan sekunder untuk mencegah terjadinya
komplikasi DM kronik dan akut, melalui edukasi sangat penting untuk mendapatkan ketaatan berobat pasien yang baik.
Pasien DM harus didorong untuk perawatan mandiri terutama saat mengalami masa-masa sakit, dengan melakukan pemantauan konsentrasi glukosa
darah dan keton urin sendiri. Disinilah pentingnya edukator diabetes yang dapat membantu pasien dan keluarga, terutama pada keadaan sulit Soewondo, 2009.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep