Parameter Faktor Fisik Kimia

Fitria Rasmita Manurung : Persen Tutupan Percent Cover Terumbu Karang Hidup Di Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

4.2 Parameter Faktor Fisik Kimia

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh nilai faktor fisik kimia perairan sebagai berikut. Tabel 4.2 Rata-rata Nilai Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah No. Parameter Fisik-Kimia Satuan Stasiun 1 2 1 Suhu o C 29 29 2 Penetrasi Cahaya m 4 3 3 Intensitas Cahaya Candela 1383 1047 4 pH - 7,4 6,5 5 DO mgl 6,2 6,2 6 Kejenuhan Oksigen 81,17 80,77 7 BOD 5 mgl 1,2 2,4 8 Salinitas o oo 35 35 9 Jenis Substrat Pasir, batu dan pecahan-pecahan karang

4.2.1 Suhu

Dari tabel 4.2 diketahui rata-rata suhu pada stasiun 1 dan 2 adalah sama yaitu 29 o C. Suhu pada kisaran ini merupakan suhu yang baik bagi pertumbuhan terumbu karang. Menurut Wells 1954 dalam Supriharyono 2000, suhu yang baik untuk pertumbuhan terumbu karang adalah berkisar antara 25 - 29 o C, sedangkan Kinsman 1964 dalam Supriharyono 2000, menyatakan bahwa batas minimum dan maksimum suhu berkisar antara 16 - 17 o C dan sekitar 36 o C. Semakin tinggi suhu maka semakin meningkat pula laju metabolisme hewan karang dan organisme lainnya yang akan meningkatkan konsumsi oksigen sehingga kelarutan oksigen akan berkurang.

4.2.2 Penetrasi Cahaya

Fitria Rasmita Manurung : Persen Tutupan Percent Cover Terumbu Karang Hidup Di Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Penetrasi cahaya pada stasiun 1 adalah 4 m dan pada stasiun 2 adalah sebesar 3 m. Pada kedalaman 3 - 4 m,cahaya matahari masih dapat menembus sampai ke dasar perairan. Kemampuan penetrasi cahaya sampai dengan kedalaman tertentu juga akan mempengaruhi distribusi dan intensitas fotosintesis tumbuhan air di badan perairan Brower et al, 1990. Cahaya dapat menembus perairan sampai ke dasar karena daerah tersebut masih merupakan daerah dengan perairan yang jernih. Supriharyono 2000 menyatakan bahwa pada perairan yang jernih memungkinkan penetrasi cahaya bias sampai pada lapisan yang sangat dalam, sehingga hewan karang juga dapat hidup pada perairan yang cukup dalam. Juwana Romimohtarto 2001 menyatakan bahwa kedalaman di mana terumbu karang masih dapat tumbuh dengan baik tergantung sebagian besar pada kecerahan air, jarang yang melebihi 40 - 60 m. Hal ini erat kaitannya dengan terdapatnya alga simbiotik yaitu zooxhantella yang memerlukan sinar matahari untuk berfotosintesis. Menurut Sastrawijaya 1991, cahaya matahari tidak dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi bahan tersuspensi atau terlarut tinggi, akibatnya akan mempengaruhi proses fotosintesis di dalam perairan tersebut. Berkurangnya cahaya matahari disebabkan karena banyak faktor antara lain adanya bahan yang tidak larut seperti debu, tanah liat maupun mikroorganisme air yang mengakibatkan air menjadi kotor tidak jernih.

4.2.3 Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya tertinggi diperoleh pada stasiun 1, yaitu sebesar 1383 Candela dan terendah pada stasiun 2 yaitu sebesar 1047 Candela. Hal ini mungkin diakibatkan karena perbedaan waktu pada saat pengukuran faktor fisik ini sehingga diperoleh besar intensitas cahaya yang berbeda. Menurut Nybakken 1988, cahaya yang cukup harus tersedia agar fotosintesis oleh zooxhantellae dalam jaringan dapat terlaksana. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan bersamaan dengan itu kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk terumbu akan berkurang pula. Menurut Barus 2004, vegetasi yang ada juga dapat Fitria Rasmita Manurung : Persen Tutupan Percent Cover Terumbu Karang Hidup Di Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. mempengaruhi intensitas cahaya, karena tumbuh-tumbuhan tersebut mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi cahaya matahari. Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya.

4.2.4 pH

Rata-rata nilai derajat keasaman atau kebasaan pH yang diperoleh pada stasiun 2 adalah 6,5 dan pada stasiun 1 adalah sebesar 7,4. Kisaran suhu yang baik untuk kehidupan organisme adalah berkisar antara 7-8,5. Michael 1984 menyatakan bahwa perubahan pH dalam air biasanya diikuti dengan perubahan faktor fisik-kimia. pH memiliki kepentingan yang terbatas sebagai faktor ekologi. Pengaruhnya dalam sistem air tawar beragam, sedangkan dalam sistem kelautan pH memiliki peran yang sangat sedikit, karena pH air laut relatif tetap.

4.2.5 Oksigen Terlarut DO = Dissolved Oxygen

Diperoleh nilai oksigen terlarut yang sama pada kedua stasiun pengamatan yaitu sebesar 6,2 mgl. Nilai oksigen terlarut yang diperoleh merupakan nilai yang masih dapat ditolerir oleh organisme yang hidup di stasiun pengamatan. Sastrawijaya 1991, menyatakan bahwa temperatur mempunyai pengaruh besar terhadap kelarutan oksigen, jika suhu naik maka oksigen di dalam air akan menurun. Kehidupan organisme perairan dapat bertahan jika oksigen terlarut sebanyak 5 mgl dan tergantung juga terhadap daya tahan organisme. Gelombang dan arus juga mempengaruhi besarnya oksigen terlarut. Menurut Nybakken 1982, bahwa gelombang besar memberikan oksigen dan sumber air yang dalam air laut serta menghalangi pengendapan pada koloni. Suin 2002 menyatakan bahwa oksigen terlarut dalam air berasal dari proses fotosintesis organisme air. Fitria Rasmita Manurung : Persen Tutupan Percent Cover Terumbu Karang Hidup Di Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

4.2.6 Kejenuhan Oksigen

Rata-rata nilai kejenuhan oksigen yang diperoleh dari stasiun 1 adalah sebesar 81,17 dan pada stasiun 2 adalah sebesar 80,77 . Tingginya nilai kejenuhan oksigen pada stasiun pengamatan berkaitan dengan tingginya nilai DO pada stasiun tersebut, dimana rata-rata suhu pada kedua stasiun tersebut sama yaitu sebesar 29 o C. Kristanto 2002 menyatakan bahwa semakin tinggi suhu air, semakin rendah tingkat kejenuhan suatu perairan.

4.2.7 BOD

5 Biochemical Oxygen Demand Diperoleh nilai BOD tertinggi pada stasiun 2 yaitu sebesar 2,4 mgl dan terendah pada stasiun 1 sebesar 1,2 mgl. Adanya perbedaan nilai BOD 5 disetiap stasiun penelitian disebabkan oleh perbedaan jumlah bahan organik yang berbeda- beda pada masing-masing stasiun tersebut yang berhubungan dengan defisit oksigen karena oksigen tersebut dipakai oleh mikroorganisme dalam proses penguraian bahan organik. Kristanto 2002 menyatakan bahwa jika konsumsi oksigen tinggi, yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut dalam air, maka berarti kandungan bahan buangan yang membutuhkan oksigen adalah tinggi.

4.2.8 Salinitas

Kadar garam atau salinitas yang diperoleh pada kedua stasiun pengamatan adalah sama yaitu sebesar 35 o oo . Salinitas pada kedua stasiun ini termasuk salinitas yang sangat baik untuk pertumbuhan terumbu karang. Nybakken 1982 menyatakan bahwa karang merupakan organisme lautan sejati yang tidak dapat bertahan pada salinitas yang jelas menyimpang dari salinitas air laut normal yaitu 32 o oo - 35 o oo . Fitria Rasmita Manurung : Persen Tutupan Percent Cover Terumbu Karang Hidup Di Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.

4.2.9 Jenis Substrat

Hasil pengamatan jenis substrat yang diperoleh sebagian besar berupa pasir, bebatuan dan pecahan-pecahan karang. Monk et al 2000 menyatakan bahwa substrat sangat penting sebagai tempat menempel larva. Larva karang membutuhkan substrat yang keras sebagai tempat untuk menempel. Substrat yang tidak sesuai akan mengurangi laju pertumbuhan karang.

4.3 Pengaruh Faktor Fisik Kimia Perairan Terhadap Persen Tutupan Karang