dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan suatu prestasi yang diwajibkan padanya.
5. Hapusnya perjanjian
Masalah hapusnya perjanjian biasa juga disebut hapusnya persetujuan, berarti menghapuskan semua pernyataan kehendak yang telah dituangkan dalam
persetujuan bersama antara para pihak. Perjanjian adalah salah satu sumber perikatan, dengan demikian hapusnya
perjanjian tidak sama dengan hapusnya perikatan, yaitu: a.
Tujuan persetujuan telah tercapai; b.
Karena persetujuan para pihak. Berdasarkan uraian diatas, maka :
a. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak, misalnya perjanjian
ditentukan akan berlaku untuk waktu tertentu; b.
Undang-undang menentukan batas waktu berlakunya perjanjian tersebut, misalnya Pasal 1066 ayat 3 KUH Perdata bahwa para ahli waris dapat
mengadakan persetujuan untuk selama waktu tertentu untuk tidak melakukan pemecahan harta warisan, tetapi waktu perjanjian pada Pasal
1066 ayat 4 KUH Perdata membatasi berlakunya hanya untuk 5 tahun; c.
Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan hapus;
d. Pernyataan penghentian persetujuan , pernyataan tersebut dapat dilakukan
baik oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak, pernyataan tersebut hanya berlaku pada perjanjian kerja dan perjanjian sewa-menyewa;
e. Perjanjian hapus karena putusan hakim;
maksud dari berakhirnya perjanjian harus benar-benar dibedakan dengan berakhirnya perikatan. Hal ini dikarenakan suatu perikatan dapat berakhir,
sedangkan perjanjian yang merupakan sumbernya masih tetap ada misalnya pada perjanjian jual beli. Jika semua perikatan-perikatan dalam perjanjian telah
berakhir maka perjanjian akan berakhir. Perjanjian dapat pula mengakibatkan berakhirnya perikatan yaitu apabila suatu perjanjian berakhir dengan berlaku
surut, misalnya sebagai akibat pembatalan karena wanprestasi. Maka semua perikatan telah menjadi berakhir, tetapi kewajiban atas pemenuhan prestasi tetap
ada.
B.Tinjauan Umum Terhadap Perjanjian Tukar-Menukar 1. Pengertian perjanjian tukar-menukar
Perjanjian tukar-menukar diatur dalam Pasal 1541 sampai dengan Pasal 1546 KUH Perdata. Perjanjian tukar-menukar adalah
“Suatu persetujuan, dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal balik sebagai suatu ganti
barang lainnya.”Pasal 1451 KUH Perdata. Algra mengartikan perjanjian tukar-menukar adalah :
“Suatu perjanjian dimana pihak-pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan benda kepada satu sama lain.”
33
33
Salim H.S menyitir Algra, N.E.,dkk, Mula Hukum, Bina Cipta, Bandung,, 1983, hal. 487
Definisi ini terlalu singkat, karena yang ditonjolkan adalah saling memberikan benda antara satu sama lain. Akan tetapi menurut Salim H.S,
perjanjian tukar-menukar adalah suatu perjanjian yang dibuat antar pihak yang satu dengan pihak lainnya, dalam perjanjian itu pihak yang satu berkewajiban
menyerahkan barang yang ditukar, begitu juga pihak lainnya berhak menerima barang yang ditukar. Barang yang ditukar oleh para pihak, dapat berupa barang
bergerak maupun barang tidak bergerak. Penyerahan barang bergerak cukup penyerahan nyata, sedangkan barang tidak bergerak menggunakan penyerahan
secara yuridis formal.
34
a. adanya subjek,
Unsur-unsur yang tercantum dalam kedua definisi di atas adalah
b. adanya kesepakatan subjek hukum,
c. adanya objek, yaitu barang bergerak maupun tidak bergerak, dan
d. masing-masing subjek hukum menerima barang yang menjadi objek tukar-
menukar. Dalam dunia perdagangan perjanjian tukar-menukar ini juga dikenal
dengan nama “barter”. Sebagaimana dapat dilihat dari rumusan tersebut diatas, perjanjian tukar-menukar ini adalah juga suatu perjanjian konsensual, dalam arti
bahwa ia sudah jadi dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai barang-barang yang menjadi objek dari perjanjiannya.
34
Salim, Hukum Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 57
2. Subjek dan objek dalam perjanjian tukar-menukar