yang disebut asas accessie atau asas “perlekatan”.Makna asas perlekatan, yakni bahwa bangunan-bangunan dan benda-benda tanaman yang terdapat diatasnya
merupakan satu kesatuan dengan tanah, serta merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan. Dengan demikian, yang termasuk pengertian hak atas tanah
meliputi juga pemilikan bangunan dan tanaman yang ada diatas tanah yang dihaki, kecuali kalau ada kesepakatan lain dangan pihak lain Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Pasal 500 dan 517. Sedangkan A.A. Oka Mahendra dalam makalahnya yang disampaikan
pada simposium Bidang Pertanahan yang diselenggarakan oleh DPR Golkar di Jakarta pada tanggal 11-14 September 1990 menyatakan bahwa :
“Tanah merupakan bagian dari kehidupan masyarakat bahkan kehormatan. Karena itulah tanah bukan saja dilihat dalam hubungan ekonomis sebagai salah
satu faktor produksi, tetapi lebih dari itu tanah mempunyai hubungan emosional dengan masyarakat. Tanah merupakan sesuatu yang sangat berharga dan bernilai
dalam kehidupan masyarakat.
36
36
A.A. Oka Mahendra,Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan Sosial Dalam Kebijaksanaan Pembangunan Pertanahan, disampaikan pada Simposium Bidang
Pertanahan, DPP Golkar11-14 September 1990, hal. 3
2. Jenis-jenis hak atas tanah dalam UU No.5 Tahun 1960
Yang dimaksud hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari
tanah yang dihakinya. Perkataan “mempergunakan” mengandung pengertian bahwa hak atas tanah itu dipergunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan,
sedangkan perkataan “mengambil manfaat” mengandung pengertian bahwa hak atas tanah itu dipergunakan untuk kepentingan bukan mendirikan bangunan,
misalnya pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan.
Atas dasar ketentuan Pasal 4 ayat 2 UUPA, kepada pemegang hak atas tanah diberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan ,
demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan langsung yang berhubungan dengan penggunaan tanah itu
dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
Hak-hak atas tanah termuat di dalam Pasal 16 ayat 1 UUPA yang bebunyi:”Hak –hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1,
ialah: a.
hak milik, b.
hak guna usaha, c.
hak guna bangunan, d.
hak pakai, e.
hak sewa, f.
hak membuka tanah, g.
hak memungut hasil hutan, h.
hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara
sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53”.
37
Hak Milik Pengertian hak milik dalam UUPA diatur dalam Pasal 20 yang berbunyi:
“Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Hak milik dapat
beralih dan dialihkan kepada pihak lain”. Hak milik adalah hak turun-temurun, artinya hak itu dapat diwariskan berturut-
turut tanpa perlu diturunkan derajatnya ataupun hak itu menjadi tiada atau memohon haknya kembali ketika terjadi perpindahan tangan.
37
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Op cit, hal. 520
Hak milik adalah hak yang terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Pemberian sifat ini tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak
“muthlak”, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat sebagai hak eigendom menurut pengertiannya yang asli dulu. Sifat yang demikian akan terang
bertentangan dengan sifat hukum adat dan fungsi sosial dari tiap-tiap hak. Kata-kata terkuat dan terpenuh itu bermaksud untuk membedakannya
dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan lain-lain, yaitu untuk menunjukan, bahwa diantara hak-hak atas tanah yang yang dapat dipunyai orang
hak miliklah yang “ter” artinya paling kuat dan terpenuh. Oleh karena di dalam UUPA semua hak atas tanah mempunyai fungsi
sosial Pasal 6 UUPA, hal ini berbeda dengan pengertian hak eigendom yang dirumuskan dalam Pasal 571 KUH Perdata, disebutkan bahwa hak milik atas
sebidang tanah mengandung di dalamnya kemilikan atas segala apa yang ada diatasnya dan di dalam tanah.
Di atas tanah bolehlah pemilik mengusahakan segala tanaman dan mendirikan setiap bangunan yang disukai.
Hak Guna Usaha HGU
Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu guna perusahaan pertanian,
perikanan, atau peternakan. Hak Guna Usaha hanya diberikan kepada orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan pertanian saja.
Berlainan dengan hak milik, tujuan penggunaan tanah yang dipunyai dengan hak guna usaha terbatas, yaitu pada usaha pertanin, perikanan dan
peternakan. Hak Guna Usaha diatur dalam Pasal 28-34 UUPA. Ketentuan Terhadap Hak Guna Usaha adalah sebagai berikut:
a. HGU hanya dapat diberikan guna keperluan usaha pertanian, perikanan,
dan peternakan. b.
HGU jangka waktunya terbatas, pada suatu waktu pasti berakhir. HGU diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Untuk perusahaan
yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan HGU untuk waktu paling lama 35 tahun.
c. Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya
jangka waktu HGU dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 25 tahun.
d. Diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan
ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus mempergunakan investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik.
e. HGU dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain, sepanjang jangka
waktu berlakunya HGU belum berakhir. f.
HGU dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak-hak tanggungan, sepanjang jangka waktu berlakunya HGU tersebut belum
habis.
g. HGU tergolong hak atas tanah yang kuat, artinya tidak mudah hapus dan
mudah dipertahankan terhadap penggunaan pihak lain. Oleh karena itu maka, HGU termasuk salah satu hak yang wajib didaftarkan.
h. HGU dapat juga dilepaskan oleh yang empunya, hingga tanahnya
menjadi tanah negara. Sesuai dengan ketentuan UUPA, yang dapat menjadi Pemegang Hak Guna
Usaha adalah: a.
Warga Negara Republik Indonesia. b.
Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia Pasal 31 UUPA
Hak Guna Usaha terjadi karena penetapan pemerintah, sesuai dengan Pasal 31 UUPA.
Hak Guna Bangunan HGB
Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling
lama 30 tahun. Dengan demikian Hak Guna Bangunan adalah suatu hak yang memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk dapat mendirikan bangunan
di atas tanah yang bukan miliknya sendiri. Berlainan dengan HGU, Hak Guna Bangunan tidak mengenai tanah pertanian, karena itu tanah yang dapat diberikan
Hak Guna Bangunan meliputi baik tanah yang merupakan milik orang atau pihak lain maupun tanah yang langsung dikuasai oleh negara. Hak Guna Bangunan
diatur dalam Pasal 35-40 UUPA.
Ketentuan Mengenai Hak Guna Bangunan, yaitu: a.
HGB jangka waktuya terbatas, artinya pada suatu waktu pasti berakhir. HGB diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun
dan atas permintaan pemegang hak dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, HGB dapat diperpanjang
dengan jangka waktu paling lama 20 tahun. b.
HGB dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain sepanjang jangka waktu berlakunya HGB tersebut belum habis.
c. HGB dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak
tanggungan sepanjang jangka waktu berlakunya HGB tersebut belum habis.
d. HGB tergolong hak yang kuat, artinya tidak mudah dihapus dan
mudah dipertahankan terhadap gangguan pihak lain. Oleh karena itu, HGB termasuk salah satu hak yang wajib didaftarkan.
e. HGB dapat juga dilepaskan oleh yang empunya hingga tanahnya
menjadi tanah negara. Terjadinya HGB terbagi 2 sesuai dengan siapa yang memberikan HGB
tersebut yaitu: a.
Di atas tanah negara: terjadi karena Penetapan Pemerintah. b.
Di atas tanah milik orang lain: terjadi karena perjanjian yang berbentuk autentik, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut, antara pemilik tanah
dan orang yang akan memperoleh Hak Guna Bangunan itu.
Yang dapat menjadi pemegang Hak Guna Bangunan adalah: a.
Warga Negara Republik Indonesia. b.
Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Hak Pakai
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan danatau memungut hasil dari tanah yang langsung dikuasai oleh negara atau tanah milik orang lain, yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa
dan ketentuan UUPA. Hak pakai merupakan hak atas tanah baik untuk tanah bangunan maupun tanah pertanian. Hak pakai dapat diberikan oleh Pemerintah
tetapi dapat pula diberikan oleh pemilik tanah. Hak pakai diatur dalam Pasal 41- 43 UUPA.
Ketentuan Mengenai Hak Pakai, yaitu: a.
Hak Pakai diberikan atas tanah yang dikuasai oleh negara maupun tanah milik seseorang atau badan hukum.
b. Hak Pakai atas tanah negara diberikan sesuai dengan keputusan pejabat
yang berwenang maupun sesuai perjanjian antara pemilik tanah dengan pihak yang akan mendapat Hak Pakai.
c. Perjanjian pemberian Hak Pakai tidak boleh bertentangan dengan UUPA.
d. Hak Pakai diberikan selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya
dipergunakan untuk keperluan tertentu. e.
Hak Pakai dapat diberikan secara cuma-cuma, dengan pembayaran, atau pemberian jasa apa pun.
f. Pemberian Hak Pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung
unsur-unsur pemerasan. Mengenai terjadinya hak pakai terbagi menjadi 2 sesuai dengan siapa yang
memberikan Hak Pakai tersebut, yaitu: a.
Di atas tanah negara: terjadi sesuai dengan keputusan pejabat yang berwenang untuk memberikan Hak Pakai atas tanah negara.
b. Di atas tanah milik orang lain: terjadi karena perjanjian yang bersifat
autentik, yang bermaksud menimbulkan Hak Pakai, antara pemilik tanah dan orang yang akan memperoleh Hak Pakai itu
Sesuai ketentuan UUPA maka yang dapat menjadi Pemegang Hak Pakai adalah:
a. Warga Negara Indonesia,
b. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia,
c. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia, atau d.
Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Hak Sewa
Menurut ketentuan Pasal 44 ayat 1 UUPA seseorang mempunyai hak sewa atas tanah apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk
keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.
Prof. Dr. A. P Parlindungan, SH menyebutkan bahwa: “Persewaan ini adalah bersifat perseorangan artinya menyewa dari seseorang yang
telah mempunyai sesuatu hak atas tanah, sehingga tidak dimungkinkan persewaan tanah yang dikuasai oleh negara, oleh karena negara bukan pemilik tanah”.
38
Pengertian hak milik dapat pula diartikan hak yang dapat diwariskan secara turun-temurun secara terus-menerus dengan tidak harus memohon haknya
kembali apabila terjadi perpindahan hak. Hak milik diartikan hak yang terkuat
Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan
Menurut Penjelasan Pasal 46 UUPA hak membuka tanah dan memungut hasil hutan adalah hak dalam hukum adat yang menyangkut tanah, hak-hak ini
perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah demi kepentingan umum yang lebih luas dari pada kepentingan orang atau masyarakat hukum yang bersangkutan.
Selain hak-hak yang telah disebutkan di atas, masih terdapat lagi hak-hak lain yang disebutkan oleh UUPA yaitu seperti hak guna air, hak pemeliharaan dan
penangkapan ikan, kemudian hak-hak lain yang bersifat sementara sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 53 UUPA.
B. Tinjauan Umum Terhadap Hak Milik 1. Pengertian hak milik