Analisis Metode Pencatatan dan Sistem Penilaian Persediaan pada PT. PERTANI (Persero) Wilayah Sumbagut
SKRIPSI
ANALISIS SISTEM PENCATATAN DAN METODE PENILAIAN
PERSEDIAAN PADA PT. PERTANI (PERSERO) WILAYAH SUMBAGUT
Oleh
RATIH MANDASARI
080522158
PROGRAM STUDI STRATA-1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
PERNYATAAN
Dengan
ini
saya
menyatakan
bahwa
skripsi
yang
berjudul
“Analisis Metode Pencatatan dan Sistem Penilaian Persediaan pada PT.
Pertani (Persero) Wilayah Sumbagut”
adalah benar hasil karya saya sendiri dan
judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasi atau diteliti oleh mahasiswa lain
dalam konteks penulisan skripsi level Program S-I Ekstensi Departemen
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Semua sumber dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan
jelas, benar apa adanya. Dan apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar
saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas.
Medan, Maret 2011
Yang membuat pernyataan
Ratih Mandasari
NIM. 080522158
(3)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang senantiasa memberikan
kasih dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul
“ Analisis Metode Pencatatan dan Sistem Penilaian Persediaan pada
PT. PERTANI (Persero) Wilayah Sumbagut”
Dalam menyusun skripsi ini penulis mendapatkan banyak bantuan moril
maupun material dari berbagai pihak Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.
Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. Jhon Tafbu
Ritonga, M.Ec
2.
Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak dan Ibu Dra.
Mutia Ismail, MM, Ak
3.
Dosen pembimbing penulis, Bapak Drs. Sucipto MM, Ak
4.
Dosen Penguji I, Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak dan Dosen Penguji II
Bapak Drs. Rustam, MSi, Ak
5.
Seluruh karyawan PT. Pertani (Persero) Wilayah Sumbagut khususnya Bapak
Karjono yang telah banyak membantu penulis
6.
Buat Orang tua saya Bapak Bambang Sugianto dan Ibu Armiyani, terima
kasih atas cinta dan dukungan yang telah diberikan dengan tulus.
(4)
Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Medan, Maret 2011
Penulis
Ratih Mandasari
(5)
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pencatatan
dan penilaian persediaan pada PT. Pertani (Persero) telah sesuai dengan PSAK 14
yang berlaku.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif. Data yang
digunakan penulis diperoleh dari bagian akuntansi dan merupakan data tahun
2010. Penulis mengumpulkan data melalui wawancara dan studi dokumentasi.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
skunder. Data yang diperoleh dikumpulkan, diinterpretasi, serta dianalisa
kemudian diuraikan secara rinci untuk mengetahui permasalahan dan mencari
penjelasannya.
PT. PERTANI (Persero) Wilayah Sumbagut merupakan perusahaan
yang bergerak dalam bidang pemasaran (pengadaan dan penjualan) sarana
pertanian dalam dan luar negeri. Jenis persediaan PT. PERTANI (Persero)
memiliki beraneka ragam jenis persediaan. Biaya-biaya persediaan PT.
PERTANI (Persero) meliputi persediaan barang dagangan lokal dan persediaan
barang dagangan import. Metode pencatatan dilakukan menggunakan sisitem
pencatatan perpetual. Metode penilaian persediaan yang digunakan adalah FIFO
karena perusahaan memiliki persediaan yang tidak tahan lama dan mudah rusak.
Persediaan disajikan pada laporan keuangan di dalam neraca pada kelompok
aktiva lancar sedangkan persediaan barang dagangan rusak dicantumkan pada
bagian aktiva lain-lain.
Kata Kunci : Persediaan, Biaya Persediaan, Pencatatan dan Penilaian
Persediaan, Penyajian dan Pengungkapan Persediaan.
(6)
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine whether the recording and
valuation of inventory at PT. PERTANI (Persero) has been in accordance with
PSAK No. 14 applies.
In this research the writer uses the descriptive method. Data used by
writer is gained grom the division of accounting and data in year of 2010. The
writer collects data by interview and study of documentation. The kind of data
used in this research is primary data and secondary data. Data gained is collected,
interpreted, and analyzed and then described in detail to know the problem and to
seek the solution.
PT. PERTANI (Persero) Region Sumbagut is a company which is
engaged in marketing (procurement and sales), agricultural facilities at home and
abroad. Type of supply PT. PERTANI (Persero) has a wide variety of supplies.
The costs of inventories PT. PERTANI (Persero) covers merchandise inventory of
local and imported merchandise inventory. Performed using the method of
recording sisitem perpetual recording. Inventory valuation method used is FIFO
because the company has a stock that is not durable and are easily damaged.
Inventories are presented in the financial statements at the balance sheet in the
group of current assets while inventory damaged merchandise included in the
section other assets.
Keywords : Inventory, Inventory Cost, Recording and Valuation of
Inventory, Presentation and Discloser of Inventory
(7)
DAFTAR ISI
PERNYATAAN... i
KATA PENGANTAR ...
ii
ABSTRAK ...
iii
ABSTRACT...
iv
DAFTAR ISI ...
v
DAFTAR TABEL ...
vi
DAFTAR GAMBAR ...
vii
BAB I
: PENDAHULUAN ...
1
A.
Latar Belakang Masalah ...
1
B.
Perumusan Masalah ...
3
C.
Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...
3
D.
Kerangka Konseptual ...
4
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA ...
6
A.
Pengertian dan Jenis-Jenis Persediaan ...
6
1. Pengertian Persediaan .... ...
6
2. Jenis-Jenis Persediaan ...
8
B.
Biaya-Biaya Persediaan ...
10
C.
Metode Penilaian Persediaan ...
11
D.
Sistem Pencatatan Persediaan ...
29
E.
Penyajian dan Pengungkapan Persediaan
Pada Laporan Keuangan ...
31
BAB III
: METODE PENELITIAN ...
33
A.
Jenis Penelitian ...
33
B.
Jenis Data ...
33
C.
Tehnik Pengumpulan Data ...
34
D.
Metode Analisis Data ...
34
(8)
BAB IV
: ANALISIS HASIL PENELITIAN ...
35
A.
Data Penelitian ...
35
1. Gambaran Umum PT.PERTANI (Persero) ...
35
a. Sejarah Singkat Perusahaan ...
35
b. Struktur Organisasi Perusahaan ...
37
2. Jenis-Jenis Persediaan .... ...
40
3. Biaya-Biaya persediaan . ...
41
4. Metode Penilaian Persediaan ...
44
5. Sistem Pencatatan Persediaan ...
47
6. Penyajian dan Pengungkapan Persediaan
Pada Laporan Keuangan . ...
52
B.
Analisis Hasil Penelitian ...
57
1.
Jenis-Jenis Persediaan .... ...
57
2.
Biaya-Biaya Persediaan . ...
58
3.
Sistem Pencatatan Persediaan ...
59
4.
Metode Penilaian Persediaan ...
60
5.
Penyajian dan Pengungkapan Persediaan Pada Laporan
Keuangan ... ...
61
BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN ...
63
A.
Kesimpulan ...
63
B.
Saran ...
64
(9)
DAFTAR TABEL
No
Judul
Hal
Tabel 2.1 Kartu Persediaan
–
Metode LIFO - Perpetual...
22
Tabel 2.2 Kartu Persediaan – Metode FIFO – Perpetual ...
26
Tabel 2.3 Kartu Persediaan – Metode Moving Average - Perpetual ...
28
Tabel 4.1 Harga Persediaan Yang Disubsidi dan Tidak Disubsidi ...
49
Tabel 4.2 Neraca...
63
(10)
DAFTAR GAMBAR
No
Judul
Hal
(11)
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pencatatan
dan penilaian persediaan pada PT. Pertani (Persero) telah sesuai dengan PSAK 14
yang berlaku.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif. Data yang
digunakan penulis diperoleh dari bagian akuntansi dan merupakan data tahun
2010. Penulis mengumpulkan data melalui wawancara dan studi dokumentasi.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
skunder. Data yang diperoleh dikumpulkan, diinterpretasi, serta dianalisa
kemudian diuraikan secara rinci untuk mengetahui permasalahan dan mencari
penjelasannya.
PT. PERTANI (Persero) Wilayah Sumbagut merupakan perusahaan
yang bergerak dalam bidang pemasaran (pengadaan dan penjualan) sarana
pertanian dalam dan luar negeri. Jenis persediaan PT. PERTANI (Persero)
memiliki beraneka ragam jenis persediaan. Biaya-biaya persediaan PT.
PERTANI (Persero) meliputi persediaan barang dagangan lokal dan persediaan
barang dagangan import. Metode pencatatan dilakukan menggunakan sisitem
pencatatan perpetual. Metode penilaian persediaan yang digunakan adalah FIFO
karena perusahaan memiliki persediaan yang tidak tahan lama dan mudah rusak.
Persediaan disajikan pada laporan keuangan di dalam neraca pada kelompok
aktiva lancar sedangkan persediaan barang dagangan rusak dicantumkan pada
bagian aktiva lain-lain.
Kata Kunci : Persediaan, Biaya Persediaan, Pencatatan dan Penilaian
Persediaan, Penyajian dan Pengungkapan Persediaan.
(12)
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine whether the recording and
valuation of inventory at PT. PERTANI (Persero) has been in accordance with
PSAK No. 14 applies.
In this research the writer uses the descriptive method. Data used by
writer is gained grom the division of accounting and data in year of 2010. The
writer collects data by interview and study of documentation. The kind of data
used in this research is primary data and secondary data. Data gained is collected,
interpreted, and analyzed and then described in detail to know the problem and to
seek the solution.
PT. PERTANI (Persero) Region Sumbagut is a company which is
engaged in marketing (procurement and sales), agricultural facilities at home and
abroad. Type of supply PT. PERTANI (Persero) has a wide variety of supplies.
The costs of inventories PT. PERTANI (Persero) covers merchandise inventory of
local and imported merchandise inventory. Performed using the method of
recording sisitem perpetual recording. Inventory valuation method used is FIFO
because the company has a stock that is not durable and are easily damaged.
Inventories are presented in the financial statements at the balance sheet in the
group of current assets while inventory damaged merchandise included in the
section other assets.
Keywords : Inventory, Inventory Cost, Recording and Valuation of
Inventory, Presentation and Discloser of Inventory
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ekonomi yang pesat dan tingkat persaingan yang semakin
tinggi, menuntut perusahaan untuk dapat bertindak secara efektif, efesien dan
ekonomis dalam mengelola sumber daya yang ada dalam perusahaannya. Hal ini
bertujuan agar perusahaan dapat mampu bertahan dan bersaing di dalam era
perekonomian sekarang ini. Persediaan yang merupakan asset lancar dalam
perusahaan terutama bagi perusahaan yang sebagian besar assetnya ditanamkan
dalam persediaan harus dapat mengelola persedian tersebut dengan baik. Tugas ini
menjadi beban bagi manajemen perusahaan agar lebih berhati-hati dalam
mengambil kebijakan dan keputusan serta tindakan-tindakan yang terutama
berkaitan dengan persediannya untuk mempertahankan kegiatan operasinya.
Akuntansi persedian melibatkan perhitungan matematis, statistik dan ilmu
lainnya dalam perhitungan fisik dan penilaian persediaan. Dalam praktek, untuk
perusahaan-perusahaan tertentu penghitungan fisik persediaan secara benar
hampir tidak bisa dilakukan. Kesalahan dalam menentukan jumlah persediaan
pada akhir periode dapat mengakibatkan kesalahan total pada aktiva lancar dan
total aktiva, harga pokok penjualan, laba kotor atau laba bersih, taksiran pajak,
bahkan juga membawa kesalahan pada laporan keuangan untuk periode
berikutnya. Untuk itu informasi yang disajikan mengenai jumlah persediaan harus
(14)
memenuhi kualitas informasi yang dapat dipercaya, tahan uji dan menyatakan
yang sebenarnya.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 14 (PSAK No. 14)
mengatur perlakuan akuntansi persediaan suatu perusahaan tertentu. Perlakuan
akuntansi menurut PSAK No. 14 mengatur tentang klasifikasi, penilaian,
pencatatan dan pelaporan persedian.
PT. PERTANI (Persero) Wilayah Sumbagut adalah perusahaan dimana
penulis mengadakan riset atau penelitian, merupakan salah satu Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) berkedudukan di Jl. S.Parman No. 75 Medan, yang
bergerak dalam bidang Pemasaran (Pengadaan dan Penjualan) sarana pertanian
dalam dan luar negeri. Persedian yang ada pada perusahaan ini adalah pupuk,
pestisida, benih padi, benih palawija, benih jagung, benih kedelai, sayuran, alat
dan mesin pertanian, saprotan dan lain-lain.
Dalam pelaksanaan kegiatan operasi perusahaan, sering terjadi perbedaan
jumlah fisik persediaan barang dagang yang terdapat digudang dengan jumlah
yang tercatat dalam buku besar persediaan barang dagang perusahaan ini
disebabkan kurangnya koordinasi dan pengawasan dalam pencacatan persediaan
barang dagang antara karyawan gudang dengan konsumen. Masalah lainnya yang
sering dihadapi PT. Pertani (Persero) Wilayah Sumbagut adalah masalah yang
berkaitan dalam hal penyediaan barang dagang yang diinginkan konsumen
sehingga mereka harus menunggu perusahaan memesan barang tersebut dari pihak
distributor. Hal ini juga menyebabkan biaya persediaan barang dagang menjadi
(15)
lebih besar karena timbulnya biaya pemesanan (
ordering cost)
dan biaya
kekurangan barang (
shortage cost)
.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti dan membahas
akuntansi persediaan pada perusahaan ini dan menganalisa kesesuaiannya dengan
PSAK No.14 dalam bentuk skripsi yang berjudul
“ Analisis Metode Pencatatan
dan Sistem Penilaian Persediaan pada PT. PERTANI (Persero) Wilayah
Sumbagut”.
B. Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut :
“Apakah pencatatan dan sistem penilaian persediaan pada
PT. PERTANI (Persero) telah sesuai dengan PSAK No. 14 yang berlaku ? “.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk mengetahui apakah penilaian dan
sistem pencatatan persediaan pada PT. PERTANI (Persero) telah sesuai dengan
PSAK NO. 14 yang berlaku.
2. Manfaat Penelitian
a. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memperdalam pengetahuan
penulis yang lebih luas tentang akuntansi persediaan.
b.
Penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi perusahaan
mengenai akuntansi persediaan yang berlaku pada perusahaan tersebut.
(16)
c.
Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi
dalam penelian-penelitian selanjutnya yang sejenis, khususnya yang
berkaitan dengan akuntansi persediaan suatu perusahaan.
D.
Kerangka Konseptual
Untuk menyelesaikan masalah yang tertuang dalam skripsi ini, penulis akan
menguraikan alur berfikir penulis dalam permasalahan sebagai berikut :
Keterangan :
PT. Pertani (Persero) Wilayah Sumbagut adalah merupakan salah satu
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berkedudukan di Jl. S. Parman No.75
Medan, yang bergerak di bidang Pemasaran (pengadaan dan Penjualan) sarana
pertanian dalam dan luar negeri, dimana persediaan merupakan aktiva perusahaan
yang paling utama. Dasar penerapan akuntansi persediaan di Indonesia adalah
PSAK No.14. Oleh karena itu, perlu diperhatikan apakah metode penilaian dan
PT. Pertani (Persero)
Wilayah Sumbagut
Penilaian Persediaan
Pencatatan Persediaan
(17)
sistem pencatatan sesuai atau tidak dengan PSAK No.14. Terutama dalam metode
penilaian dan pencatatan persediaan.
(18)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian dan Jenis-Jenis Persediaan
1. Pengertian Persediaan
Persediaan merupakan asset perusahaan yang mempunyai pengaruh yang
sangat sensitif bagi perkembangan financial perusahaan. Dalam akuntansi,
persedian adalah harta lancar yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang digunakan
untuk kegiatan bisnis untuk dijual tanpa perubahan bentuk atau untuk diproses
lebih lanjut dalam perusahaan manufaktur sehingga mempunyai nilai dan bentuk
baru kemudian dipasarkan.
Perusahaan dagang yang aktifitasnya adalah membeli dan menjualnya
kembali, maka persediannya terdiri dari barang-barang dagangan yang mau dijual.
Tapi bagi perusahaan industri manufaktur persediannya meliputi persedian bahan
mentah langsung (
direct material)
, persedian barang dalam proses (
working in
process
), dan persediaan barang jadi (
finished goods
).
Informasi persediaan yang disajikan suatu badan usaha dalam laporan
keuangan merupakan hasil akhir yang diperoleh melalui tahapan-tahapan sejak
transaksi terjadi sampai dengan penyusunan laporan keuangan . Agar pelaksanaan
akuntansi benar-benar dapat dicapai tujuannya diperlukan suatu ketetapan sebagai
pedoman dalam pelaksanaannya. Di Indonesia pedoman tersebut adalah Standar
Akuntansi Keuangan (SAK).
Persedian pada perusahaan manufaktur melalui beberapa fase proses
produksi secara terus-menerus melalui beberapa departemen sampai produk
(19)
tersebut berada pada kondisi barang jadi yang siap dipasarkan (
goods in present
location and condition).
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2007 : 14.1) menjelaskan
bahwa pengertian persedian yaitu :
a.
Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal;
b.
Dalam proses produksi dan atau dalam pengadaan; atau
c.
Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (
supplies
) untuk digunakan
dalamproses produksi atau pemberian jasa.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2007 : 14.2) lebih ditegaskan
lagi apa saja yang dapat dikategorikan sebagai persedian yaitu :
Persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali
misalnya barang dagang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau
pengadaan tanah dan properti lainnya untuk dijual kembali. Persedian juga
mencakupi barang jadi yang telah diproduksi, atau barang dalam
penyelesaian yang sedang diproduksi perusahaan, dan termasuk bahan
serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi.
Definisi di atas menjelaskan bahwa persediaan merupakan suatu aktiva
milik perusahaan yang tujuannya untuk dijual tanpa mengadakan perubahan yang
mendasar terhadap barang tersebut, baik berupa bentuk maupun manfaat dari
barang tersebut. Definisi tersebut juga menyatakan bahwa persediaan diperoleh
melalui proses produksi sampai menjadi barang yang siap untuk dijual ke pasar
dengan kata lain barang yang dibeli diubah bentuknya terlebih dahulu.
Skousen, Albrecht, Stice (2004 : 653) mendefinisikan persediaan yaitu:
“Persediaan ditunjukan untuk barang-barang yang tersedia untuk dijual dalam
kegiatan bisnis normal, dan dalam kasus perusahaan manufaktur,maka kata ini
(20)
ditujukan untuk barang dalam proses produksi atau yang ditempatkan dalam
kegiatan produksi”.
Kieso, Weygandt, Warfield (2002 : 443) menyatakan bahwa : “Persediaan
adalah pos-pos aktiva yang dimiliki untuk dijual dalam operasi bisnis normal atau
barang yang akan digunakan/komsumsi dalam memproduksi barang yang akan
dijual”.
2. Jenis-Jenis Persediaan
Persediaan pada setiap perusahaan berbeda dengan perusahaan lain
tergantung pada bidang kegiatan bisnisnya.
Menurut Dykman (1999:377) Persediaan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
a. Persediaan barang dagangan
(merchandise inventory)
Barang yang ada digudang
(goods on hand)
dibeli oleh pengecer atau
perusahaan perdagangan seperti importir atau eksportir untuk dijual
kembali. Biasanya barang yang diperoleh untuk dijual kembali secara fisik
tidak diubah oleh perusahaan pembeli, barang-barang tersebut tetap dalam
bentuk yang telah jadi ketika meninggalkan pabrik pembuatnya. Dalam
beberapa hal dapat terjadi beberapa komponen dibeli untuk kemudian
dirakit menjadi barang jadi. Misalnya, sepeda yang dirakit dari kerangka,
roda, gir, dan sebagainya serta dijual oleh pengecer sepeda adalah salah
satu contoh.
b. Persediaan manufaktur
(manufacturing inventory)
(21)
1)
Persediaan bahan baku. Barang berwujud yang dibeli atau diperoleh
dengan cara lain (misalnya, dengan menambang) dan disimpan untuk
penggunaan langsung dalam membuat barang untuk dijual kembali.
Bagian atau suku cadang yang diproduksi sebelum digunakan
kadang-kadang diklasifikasikan sebagai persediaan komponen suku cadang.
2)
Persediaan barang dalam proses. Barang-barang yang membutuhkan
pemrosesan lebih lanjut sebelum penyelesaian dan penjualan. Barang
dalam proses, juga disebut persediaan barang dalam proses, meliputi
biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan alokasi biaya
overhead pabrik yang terjadi sampai tanggal tersebut.
3)
Biaya persediaan barang jadi meliputi biaya bahan langsung, tenaga
kerja langsung, dan alokasi biaya overhead pabrik yang berkaitan
dengan manfaktur.
4)
Persediaan perlengkapan manufaktur. Barang-barang seperti minyak
pelumas untuk mesin-mesin, bahan pembersih, dan barang lainnya
yang merupakan bagian yang kurang penting dari produk jadi.
c. Persediaan rupa-rupa. Barang-barang seperti perlengkapan kantor,
kebersihan, dan pengiriman. Persediaan jenis ini biasanya digunakan
segera dan biasanya dicatat sebagai beban penjualan umum
(selling or
general expenses)
ketika dibeli.
B.
Biaya-Biaya Persediaan
Masalah persediaan mempunyai pengaruh besar pada penentuan jumlah
aktiva lancar dan total aktiva, harga pokok produksi dan harga pokok penjualan,
(22)
laba kotor atau laba bersih, taksiran pajak. Eksistensi persediaan menjadi suatu
perkiraan yang membutuhkan penilaian yang cermat dan sewajarnya. Penilaian
persediaan harus memperhitungkan biaya dimana harus dibedakan
biaya-biaya yang mana saja yang harus dimasukkan sebagai harga pokok dan mana saja
yang harus dibebankan untuk tahun berjalan.
Menurut Dykman, Dukes, dan Davis (1999:380) mengatakan “biaya
persediaan diukur dengan total ekuivalen kas yang digunakan untuk mendapatkan
barang dan mempersiapkannya untuk dijual”.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2007 : 14.2) menyatakan bahwa
“biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi dan
biaya lain dan tempat yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi yang
siap untuk dijual atau dipakai”.
Biaya persediaan sering dikaitkan atau diartikan sebagai harga pokok
persediaan yaitu :
1. Biaya Pembelian
Biaya pembelian persediaan meliputi harga pembelian, bea masuk dan
pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh
perusahaan kepada kantor pajak), biaya pengangkutan, penanganan, dan
biaya lainnyayang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan
barang jadi, bahan, dan jasa.
2. Biaya Konversi
Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung terkait
dengan unit yang di produksi dan biaya overhead produksi tetap dan
(23)
variabel yang dialokasikan secara sistematis, yang terjadi dalam proses
konversi bahan menjadi barang jadi.
3. Biaya lain-lain
Biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya persediaan berada dalam
kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai.
C. Metode Penilaian Persediaan
Metode penilaian persedian diperlukan untuk menghitung persediaan akhir
yang dilaporkan di neraca dan harga pokok penjualan yang akan dilaporkan dalam
laporan laba rugi. Dalam konsep akuntansi, penilaian persediaan dibahas dalam
pengakuan dan pengukuran
(recognition and measurement).
Beberapa metode penilaian persediaan yang ada dapat diuraikan sebagai
berikut :
1.
Metode penilaian persediaan berdasarkan harga perolehan (
cost
valuation) :
a.
Metode LIFO (
Last In First Out)
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2007 : 14.4) merumuskan
metode LIFO sebagai berikut : “Formula MTKP/LIFO mengasumsikan barang
yang dibeli atau diproduksi terakhir dijual atau digunakan terlebih dahulu,
sehingga yang termasuk dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau
diproduksi terdahulu”.
(24)
Bila melihat pernyataan di atas berarti harus membuat suatu arus
persediaan yang cenderung mendorong persediaan yang pertama dibeli atau
diproduksi oleh perusahaan akan dijual atau dipergunakan paling akhir, dan
persediaan yang dibeli atau diproduksi atau dipergunakan oleh perusahaan terlebih
dahulu sehingga metode LIFO ini pada awalnya hanya dianggap sesuai diterapkan
pada perusahaan yang mempunyai persediaan yang tidak mudah rusak, tahan
lama, serta dapat disimpan sedemikian rupa sehingga tetap dapat dibedakan antara
persediaan yang pertama dibeli atau diproduksi dengan persediaan yang dibeli
atau diproduksi terakhir kali.
Metode LIFO atau MTKP terdiri dari dua macam, yaitu :
1)
Sistem fisik
Metode LIFO sistem fisik adalah penilaian persediaan yang ditentukan
dengan cara saldo fisik yang ada dikalikan harga pokok per unit barang yang
masuk pada awal periode. Bila saldo fisik teryata lebih besar dari barang yang
masuk pada awal periode, diambilkan dari harga pokok per unit yang masuk
berikutnya.
Contoh:
1 Januari 2010 persediaan awal 50 unit @ Rp. 100 = Rp. 5.000,-
10 Januari 2010 pembelian
100 unit @ Rp. 110 = Rp. 11.000,-
15 Januari 2010 pembelian
200 unit @ Rp. 115 = Rp. 23.000,-
20 Januari 2010 pembelian
100 unit @ Rp. 115 = Rp. 11.500,-
Jumlah
450 unit Rp. 50.500,-
(25)
Data Penjualan adalah sebagai berikut :
12 Januari 2010 penjualan 100 unit
18 Januari 2010 penjualan 200 unit
25 Januari 2010 penjualan 100 unit
400 unit
Saldo fisik per 31 Januari 2010 adalah 50 unit
Nilai persediaan akhir per 31 Januari 2006 :
50 x Rp. 100 = Rp. 5.000,-
Harga Pokok barang yang dijual :
Rp. 50.500 - Rp. 5.000 = Rp. 45.500,-
2)
Sistem perpetual
Metode LIFO- Perpetual adalah suatu metode penilaian persediaan yang
pencatatan persediaanya dilakukan secara terus menerus dalam kartu persediaan.
Setiap kali ada transaksi, baik pembelian maupun penjualan (pemasukan dan
pengeluaran), langsung dicatat dalam kartu persediaan. Harga pokok penjualan
dicatat berdasarkan harga pokok barang pertama kali masuk. Jumlah yang masih
tersisa merupakan nilai persediaan akhir.
Dalam periode deflasi, pengaruh yang terjadi adalah kebalikannya.
Metode LIFO akan menghasilkan kemungkinan laba bersih yang tertinggi. Alasan
utama bagi mereka yang membela metode ini adalah adanya kecendrungan untuk
mengurangi pengaruh perkembangan harga pada laba bersih. Kritik terhadap
penggunaan metode ini adalah nilai persediaan barang dagang yang ditetapkan di
(26)
neraca dapat jauh berbeda dengan nilai gantinya. Tetapi hal ini dapat diungkapkan
dalam catatan yang menyertai laporan keuangan.
(27)
(28)
b.
Metode FIFO (
First In First Out)
Pernyataan Standar Akuntansi Keungan (2007 : 14.4) merumuskan
metode FIFO sebagai berikut : “Formula MPKP/FIFO mengamsumsikan barang
dalam persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau digunakan terlebih dahulu
sehingga yang tertinggal dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau
diproduksi kemudian”.
Berdasarkan rumusan di atas, metode FIFO ini adalah suatu metode
penentuan persediaan yang didasarkan pada anggapan bahwa barang yang paling
dahulu dibeli atau diproduksi adalah barang-barang yang terlebih dahulu dipakai
atau dijual. Dengan demikian barang barang yang ada dalam persediaan akhir,
dianggap berasal dari pembelian-pembelian terakhir karena barang yang berasal
dari pembelian sebelumnya dianggap telah dipakai atau dijual. Metode ini dapat
dipergunakan dalam sistem periodikal maupun sistem perpetual.
Metode FIFO/MPKP dibagi atas dua bagian yakni :
1)
Sistem fisik
Menurut sistem FIFO yang didasarkan atas metode fisik, nilai
persediaan akhir ditentukan dengan cara saldo fisik yang ada dikalikan dengan
harga pokok per unit barang yang terakhir kali masuk. Bila saldo fisik ternyata
lebih besar dari jumlah unit terakhir masuk, sisanya dipergunakan harga pokok
per unit yang masuk sebelumnya.
Persediaan akhir periode 31 Januari 2010 masih ada 50 unit.
Harga pokok persediaan akhir per 31 Januari 2006 :
(29)
50 x Rp. 115 = Rp. 5.750,-
Harga pokok barang yang dijual :
Rp. 50.500 – Rp. 5.750 = Rp. 44.750,-
2)
Sistem perpetual
Metode FIFO Perpetual adalah suatu metode penilaian persediaan yang
pencatatan persediannya dilakukan terus menerus dalam kartu persediaan. Setiap
kali ada transaksi, baik pembelian maupun penjualan (pemasukan dan
pengeluaran) barang, langsung dicatat dalam kartu persediaan. Harga pokok
penjualan dicatat berdasarkan harga pokok barang pertama kali masuk. Jumlah
yang masih tersisa merupakan nilai persediaan akhir.
(30)
(31)
c.
Metode rata-rata (
Average)
Metode harga pokok rata-rata adalah suatu metode penilaian
persediaan yang didasarkan atas harga rata-rata dalam periode yang bersangkutan.
Besar kecilnya nilai persediaan yang masih ada dan harga pokok barang yang
dijual dipengaruhi oleh metode yang dipakai dalam metode rata-rata.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2007 : 14.4) merumuskan metode
rata-rata sebagai berikut :
Dengan rumus biaya rata-rata tertimbang, biaya setiap barang ditentukan
berdasarkan biaya rata-rata tertimbang dari barang serupa pada awal periode,
dan biaya barang serupa yang dibeli atau diproduksi selama periode.
Perhitungan rata-rata dapat dilakukan secara berkala, atau pada setiap
penerimaan kiriman, tergantung pada keadaan perusahaan.
Berdasarkan rumusan diatas maka penetapan biaya persediaan dengan
menggunakan cara ini adalah bahwa persediaan yang ada di gudang dihitung
harga rata-ratanya dengan cara membagi total harga perolehan dengan jumlah
satuannya. Jadi apabila setiap kali terjadi pembelian, dengan harga pokok per
unitnya yang berbeda dari harga rata-rata persediaan yang ada di gudang, maka
harus dilakukan perhitungan harga pokok per unit yang baru.
1) Metode rata-rata bergerak
(moving average)
Metode rata-rata sederhana suatu metode penilaian persediaan yang
ditentukan oleh harga rata-rata per unit setiap kali membeli barang. Metode ini
digunakan dengan menggunakan sistem pencatatan perpetual. Harga rata-rata per
unit ini dihitung tanpa memperhatikan jumlah unit (kuantitas) setiap kali
melakukan pembelian. Harga pokok per unit barang yang dijual dan harga per unit
persediaan akhir, dihitung dengan menjumlahkan harga rata-rata setiap kali
membeli (termasuk persediaan awal) dibagi jumlah frekwensi pembelian
(termasuk persediaan awal).
(32)
(33)
Keterangan :
10 Januari 2010 :
Pembelian 100 unit @ Rp. 110 = Rp. 11.000,-
Harga rata-rata = Rp. 5.000 + Rp. 11.000
50 + 100
= Rp. 106,67,-
12 Januari 2010 :
Penjualan 100 unit didasarkan atas harga rata-rata terbaru
Harga pokok barang yang dijual = 100 x Rp. 106.67 = Rp. 10.667,-
15 Januari 2010 :
Harga rata-rata = Rp. 23.000 + Rp 5.333
200 + 50
= Rp. 113,33,-
20 Januari 2010 :
Harga rata-rata = Rp 11.500 + Rp. 5.667
100 + 50
= Rp 114,44,-
Saldo fisik persediaan per 31 Januari 2010 adalah 50 unit
Nilai persediaan akhir = 50 unit x Rp. 114.44 = Rp. 5.722,-
Harga pokok penjualan :
Rp. 50.500 – Rp. 5.722 = Rp. 44.778,-
(34)
Metode rata-rata tertimbang adalah suatu metode penilaian yang
ditentukan oleh besarnya seluruh harga pokok perolehan dalam periode yang
bersangkutan dan jumlah (kuantitas) unit dalam periode yang bersangkutan.
Metode rata-rata tertimbang merupakan pendekatan antara metode LIFO
dan metode FIFO, perkembangan harga. Misalnya apabila urutan serta harga
pokok per unit barang yang tersedia untuk dijual adalah kebalikan dari urutan,
maka hal ini tidak Pengaruh perkembangan harga berjalan secara rata-rata dalam
hal dalam penetapan laba bersih maupun dalam penetapan harga pokok
persediaan. Untuk suatu seri pembelian tertentu harga pokok rata-ratanya akan
sama, tanpa memperhatikan arah dari akan mempunyai pengaruh apa-apa
terhadap laba bersih maupun harga pokok persediaan. Waktu yang diperlukan
untuk mengumpulkan data dalam metode rata-rata tertimbang biasanya akan lebih
banyak dibandingkan dengan metode-metode lain. Biaya tambahan yang harus
dikeluarkan mungkin akan besar apabila pembelian dilakukan berkali-kali dan
jenis barangnya banyak.
Bila diketahui persediaan akhir = 50 unit
Maka harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir :
Jumlah harga rata-rata :
− =
= .112.22,
450 500 . 50 . Rp unit Rp
(35)
Harga pokok barang yang dijual periode Januari 2010 :
= ( 450 – 50 ) x Rp.112.22 = Rp. 44.888,-
d. Metode Identifikasi khusus
Metode harga pokok yang didasarkan atas metode identifikasi khusus
adalah suatu metode penilaian harga yang didasarkan atas nilai perolehan atau
harga beli yang sesungguhnya. Metode ini biasanya dipakai untuk barang yang
jumlah unitnya tidak banyak dan harganya cukup mahal.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2007 : 14.4)
Yang dimaksud dengan indentifikasi khusus biaya adalah atribusi biaya ke
barang tertentu yang dapat diidentifikasikan dalam persediaan. Cara ini
merupakan perlakuan yang sesuai bagi barang yang dipisahkan untuk
proyek khusus, baik yang dibeli maupun yang dihasilkan. Namun
demikian identifikasi khusus biaya tidak tepat bagi sejumlah besar barang
homogen yang dapat menggantikan satu sama lain (
ordinarilly
interchangeable)
. Dalam keadaaan demikian, metode pemilihan barang
yang masih berada dalam persediaan dapat digunakan untuk menentukan
dimuka dampaknya terhadap laba rugi periode berjalan.
2.
Metode penilaian persediaan bukan berdasarkan harga perolehan
(
non cost valuation
)
a
.
Metode Harga Terendah Diantara Harga Pokok dan Harga Pasar
(Lower of Cost or Market Metode/LCM)
Kemampuan barang untuk menghasilkan pendapatan akan berkurang
apabila harga jual barang menurun. Dalam situasi demikian, perusahaan dapat
menggunakan metode harga terendah diantara harga perolehan atau harga pasar
(lower of cost or market/LCM).
. LCM adalah contoh dari prinsip konservatisme,
(36)
yakni ketika memilih antara berbagai alternatif, maka pilihan terbaik adalah
metode mana yang paling menekan harta dan laba bersih.
Sebagai contoh, misalkan sebuah perusahaan elektronika menjual
pesawat televisi yang harga perolehannya Rp. 1.000.000,- dengan harga Rp.
1.500.000,- . Pada tanggal neraca, harga pengganti pesawat televisi tersebut turun
drastis 20 % sehingga menjadi Rp. 800.000,-. Dalam metode harga terendah
diantara harga perolehan dan harga pasar, perusahaan harus mengakui kerugian
akibat penurunan dalam kemampuan menghasilkan pendapatan sebesar
Rp. 200.000,- untuk setiap pesawat televisi untuk tahun ini. Seandainya
perusahaan tersebut pada akhir tahun memiliki 10 buah pesawat televisi dalam
persediaannya maka jurnal yang harus dibuat adalah sebagai berikut :
31 Des Kerugian penurunan nilai persediaan Rp. 2.000.000,-
Persediaan
Rp. 2.000.000,-
Sebagai akibat penerapan metode harga terendah diantara harga
perolehan dan harga pasar, penurunan dari harga perolehan menjadi harga pasar
harus dibebankan pada periode ini. Penurunan harga (kerugian) dilaporkan dalam
laporan laba rugi pada bagian biaya lain-lain.
Apabila harga perolehan persediaan telah diturunkan menjadi sebesar
harga pasarnya, maka harga yang baru ini akan menjadi dasar harga perolehan
untuk periode berikutnya. Bila terjadi kenaikan dalam harga pasar, maka kenaikan
tersebut tidak diakui. Itulah sebabnya banyak orang berpendapat bahwa metode
ini tidak konsisten, sebab persediaan bisa diturunkan harganya, tetapi tidak bisa
dinaikkan.
(37)
b.
Penilaian persedian berdasarkan nilai bersih yang dapat direalisasi
Kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan atau menjadi ketinggalan jaman diukur
dengan selisih antara harga perolehan dengan taksiran nilai bersih yang bisa
direalisasi . Nilai bersih yang bisa direalisasi adalah taksiran harga jual dikurangi
dengan taksiran biaya yang diperlukan untuk menjual barang tersebut.
Menurut Warren, Reeve, Fess (2005 : 469) mengatakan bahwa: “Nilai
realisasi bersih (
net realizable)
adalah estimasi harga jual dikurangi biaya
pelepasan langsung seperti komisi penjualan”.
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2004 : 14.2)
menjelaskan bahwa “Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai
realisasi bersih, mana yang lebih rendah (
the lower of cost and net realizable
value
)”.
Sebagai contoh, misalkan sebuah toko barang-barang elektronik mempunyai 4
(empat) buah pesawat televisi yang rusak bagian luarnya karena tergores ketika
masih berada di gudang. Harga perolehan barang tersebut adalah Rp. 1.000.000,-
dan biasanya dijual dengan harga eceran Rp. 1.500.000,- . Pada tanggal neraca
barang tersebut akan laku dijual dengan harga Rp. 700.000,- dan diperlukan biaya
perbaikan Rp. 200.000,- ditambah komisi untuk pegawai bagian penjualan sebesar
10 %. Maka nilai bersih yang dapat direalisasi untuk setiap pesawat televisi adalah
Taksiran harga jual ... Rp. 700.000,-
Kurangi : Biaya penjualan :
- Reperasi... Rp. 200.000,-
- Komisi 10 %... Rp. 70.000,-
(38)
Rp. 270.000,-
Nilai bersih yang bisa direalisasi ...
Rp. 430.000,-
Dengan demikian perusahaan akan menderita kerugian Rp. 570.000,-
untuk tiap buah televisi, atau kerugian seluruhnya menjadi Rp. 2.280.000,- .
Kerugian tersebut harus diakui pada periode ini. Perlakuan demikian bisa
diterima, karena kerugian (penurunan dalam nilai) diderita pada periode ini, yaitu
ketika barang masih berada dalam persediaan. Jurnal yang harus dibuat untuk
mencatat kerugian ini adalah sebagai berikut :
Kerugian penurunan nilai persediaan
Rp. 2.280.000,-
Persediaan
Rp. 2.280.000,-
Kerugian di atas dilaporkan dalam laporan laba rugi bagian biaya
lain-lain. Pada periode berikutnya seandainya televisi tersebut bisa dijual sebesar nilai
bersih diatas, perusahaan tidak perlu mengakui kerugian lagi.
c. Metode Taksiran
Metode taksiran dipergunakan apabila :
1)
Persediaan di gudang banyak jumlahnya dan jenis barangnya,
sehingga bila dilakukan penghitungan fisik akan memakan banyak
waktu, tenaga dan biaya.
2)
Dalam keadaan luar biasa misalnya gudang terbakar atau bencana
lainnya, sehingga penghitungan fisik tidak mungkin dilakukan.
Penentuan nilai persediaan menggunakan metode taksiran yang sering
dipakai adalah:
(39)
Soemarso (2002 : 393) menyatakan bahwa : “Metode laba bruto pada
dasarnya menggunakan konsep yang sama dengan metode eceran,
yaitu konsep hubungan antara harga pokok dan harga jual”.
Dalam keadaan mendesak perusahaan selalu menyusun laporan
keuangan dengan segera. Karena keadaan tidak memungkinkan mengadakan
inventarisasi misalnya karena kebakaran gudang atau karena bencana lainnya
maka dapat dipergunakan metode taksiran laba kotor. Metode laba kotor dapat
dipergunakan bila persentase laba kotor tetap. Bila persentase laba kotor telah
diketahui, maka nilai penjualan dalam suatu periode tertentu dapat dihitung terdiri
dari dua unsur yaitu laba kotor dan harga pokok barang yang dijual.
Contoh :
Menurut catatan diketahui penjualan Rp. 1.200.000,-
Persediaan awal Rp. 100.000,-
Pembelian Rp. 950.000,-
Persentase laba 25 % dari penjualan
Dari data tersebut dapat dihitung :
Harga pokok barang yang tersedia untuk dijual :
Rp. 100.000 + Rp. 950.000 = Rp. 1.050.000,-
Laba kotor :
25 % x Rp. 1.200.000 = Rp. 300.000,-
Harga pokok barang yang dijual :
Rp. 1.200.000 – Rp. 300.000 = Rp. 900.000,-
Persediaan akhir :
(40)
Rp. 1.050.000 – Rp. 900.000,- = Rp. 150.000,-
b)
Metode harga eceran
Penilaian persediaan dengan metode taksiran harga jual secara eceran
pada umumnya dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan yang menjual barang
secara eceran. Alasan menggunakan metode ini adalah karena barang yang dijual
banyak macamnya dan frekwensinya cukup tinggi sehingga sulit dilakukan
penghitungan fisik untuk menentukan persediaan. Demikian juga
penyelenggaraan kartu persediaan mengalami kesulitan mengingat frekwensi
transaksi cukup tinggi.
Menurut Warren, Reeve, Fess (2005 : 471) menyatakan bahwa :
“Metode persediaan eceran (
Retail Inventory Method)
mengestimasikan biaya
persediaan berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagangan yang
tersedia untuk dijual dengan harga eceran dari barang dagang yang sama”.
Contoh :
Sebuah perusahaan mempunyai persediaan awal menurut harga pokok Rp. 80.000
dan menurut harga jual Rp. 100.000, pembelian selama periode tersebut
Rp. 520.000 dan harga jual dari pembelian tersebut Rp. 650.000.
Dari data tersebut diatas dapat dihitung nilai persediaan akhir sebagai berikut :
Berdasarkan
Berdasarkan
Harga Pokok
Harga Jual
Persediaan awal
Rp. 80.000,-
Rp. 100.000,-
Pembelian
Rp. 520.000,-
Rp. 650.000,-
Barang yang tersedia dijual
Rp. 600.000,-
Rp. 750.000,-
(41)
Persediaan akhir menurut harga jual
Rp. 125.000,-
Berdasarkan barang yang tersedia untuk dijual menurut harga pokok dan menurut
%
80
%
100
000
.
750
.
000
.
600
.
arg
=
×
=
Rp
Rp
jual
a
H
Nilai persediaan menurut harga pokok :s
80 % x Rp. 125.000 = Rp. 100.000,-
D. Sistem Pencatatan Persediaan
Sistem pencatatan persediaan merupakan pengelolaan persediaan melalui
proses pencatatan sehingga data tentang persediaan dapat tersedia dengan benar.
Adapun sistem pencatatan persediaan dapat digolongkan dengan dua cara, yaitu :
1. Sistem periodik
Sistem periodik adalah suatu sistem akuntansi untuk persediaan yang
harga pokok penjualannya ditentukan pada akhir periode akuntansi dengan
melakukan koreksi atas catatan persediaan akhir, setelah dilakukan penghitungan
fisik persediaan akhir.
Mengenai sistem periodik ini Weygandt, Kieso, Kimmel (2007 :262)
mengemukakan sebagai berikut : “Dalam sistem persediaan periodik (
Periodic
Inventory System)
, rincian catatan persediaan barang yang dimiliki tidak sesuai
secara terus-menerus dalam satu periode”.
2. Sistem Perpetual
Sistem perpetual adalah suatu sistem akuntansi untuk persediaan yang
mencatat seluruh perubahan persediaan, baik penambahan maupun pengurangan
(42)
persediaan dan biaya dari setiap transaksi pembelian dan penjualan pada saat
terjadinya transaksi.
Bila dihubungkan dengan pengawasan persediaan maka sistem pencatatan
perpetual ini akan lebih baik dari sistem periodikal, karena dengan sistem ini
setiap transaksi persediaan akan langsung berpengaruh pada perkiraan persediaan,
sehingga jumlah persediaan dapat diketahui setiap saat baik jumlah kuantitas unit
maupun total nilai dari setiap jenis persediaan ataupun setiap tingkat harga
perolehan yang berbeda.
Menurut Niswonger, Warren, Reeve, dan Fess (2005 : 459)
Dalam sistem persediaan perpetual, semua kenaikan dan penurunan barang
dagangan yang dicatat dengan cara yang sama seperti mencatat kenaikan
dan penurunan kas. Akun persediaan barang dagang pada awal periode
akuntansi mengindikasikan jumlah stock pada tanggal tersebut. Pembelian
dicatat dengan mendebet persediaan barang dagang dan mengkredit kas
atau hutang usaha. Pada tanggal penjualan harga pokok barang yang
terjual dicatat dengan mendebit harga pokok penjualan dan mengkredit
persediaan barang dagangan.
E. Penyajian dan Pengungkapan Persediaan Pada Laporan Keuangan
Ikatan Akuntan Indonesia (2007 : 14.6) mengatakan bahwa :
Laporan keuangan harus mengungkapkan salah satu informasi berikut ini :
1. Biaya persediaan yang diakui sebagai beban selama periode tertentu.
2. Biaya operasi, yang dapat diterapkan pada pendapatan, diakui sebagai
beban selama periode laporan keuangan, diklasifikasikan sesuai dengan
hakikatnya.
Penilaian persediaan yang diterapkan harus diungkapkan dalam suatu
penjelasan laporan keuangan yang menguraikan secara garis besar semua
(43)
kebijakan akuntansi yang diikuti basis penilaian seperti harga pokok atau yang
terendah antara harga pokok/harga pasar, berikut dengan metode harga pokok
(LIFO, FIFO, Average, atau metode lainnya) harus dijelaskan :
1.
Neraca
Neraca adalah laporan keuangan digunakan untuk mengevaluasi kondisi
keuangan perusahaan saat ini dan untuk memperkirakan hasil operasi serta arus
kas di masa depan. Jika terjadi penurunan harga persedian yang mencolok antara
tanggal neraca dan tanggal disusunnya laporan, penurunan tersebut harus
diungkapkan dengan suatu catatan dalam kurung atau penjelasan. Apabila terdapat
pesanan-pesanan barang dagangan yang relatife besar yang dilakukan oleh
perusahaan yang dilaporkan dalam suatu periode dimana terjadi fluktuasi harga
yang tajam, tetapi hak atas barang tersebut belum berpindah, maka
komitmen-komitmen tersebut harus dijelaskan dalam suatu penjelasan khusus.
2. Laporan Laba Rugi
Laporan Laba Rugi adalah melaporkan pendapatan dan beban selama
periode waktu tertentu berdasarkan konsep penandingan atau pengaitan (
matching
concept).
Metode penilaian persedian berpengaruh pada penentuan nilai
persediaan awal, persediaan akhir, harga pokok penjualan dan penentuan laba
kotor/gross profit.
(44)
Pengaruh pada laporan laba rugi kadang-kadang sulit dievaluasi karena
adanya perbedaan/selisih yang dapat dipengaruhi oleh suatu kesalahan. Suatu
penetapan persediaan awal yang terlalu tinggi akan menyebabkan
overstatement
barang yang tersedia untuk dijual dan harga pokok penjualan. Selanjutnya
penetapan harga pokok penjualan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan suatu
laba kotor yang terlalu rendah (
understatement)
yang akhirnya mengakibatkan
laba bersih yang terlalu rendah.
(45)
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan adalah berbentuk deskriptif dengan studi
kasus, yakni metode yang menguraikan tentang sifat-sifat dan keadaan sebenarnya
dari suatu objek penelitian.
B.
Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Data primer, yaitu data yang penulis kumpulkan dari perusahaan dimana
data tersebut masih membutuhkan pengolahan lebih lanjut, berupa hasil
wawancara yang merupakan tanya jawab langsung dengan pihak-pihak
terkait terutama bagian akuntansi PT. PERTANI (Persero)
2.
Data skunder, yaitu data pelengkap bagi data primer yang diperoleh
dalam bentuk yang sudah jadi antara lain :
a)
Laporan keuangan perusahaan berupa Laporan Laba Rugi dan Neraca.
b)
Kartu persediaan pupuk ZA bersubsidi periode Desember 2006.
c)
Sejarah singkat PT. PERTANI (Persero).
d)
Struktur organisasi PT.PERTANI (Persero).
C.
Tehnik Pengumpulan Data
(46)
1.
Tehnik wawancara, yakni melakukan tanya jawab secara langsung dengan
pihak-pihak terkait perusahaan terutama bagian akuntansi
2.
Tehnik observasi, yakni dengan mengadakan pengamatan langsung pada
bukti-bukti dan dokumen-dokumen yang digunakan dalam perusahaan.
D.
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif yakni data
penelitian yang diperoleh dari PT. PERTANI (Persero) dan literatur-literatur
lainnya dikumpulkan, diinterpretasi serta dianalisis kemudian diuraikan secara
rinci untuk mengetahui permasalahan penelitian dan mencari penyelesaiannya.
E. Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian direncanakan sebagai berikut:
Tahapan Penelitian September Oktober November Desember Januari Pengajuan Proposal Skripsi
Bimbingan Proposal Skripsi
Seminar Proposal Skripsi Bimbingan dan Penulisan Skripsi
(47)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A.
Data Penelitian
1.
Gambaran Umum PT. PERTANI (Persero)
a.
Sejarah Singkat Perusahaan
Pada mulanya PT PERTANI (Persero) merupakan kelanjutan dari
badan perusahaan produksi bahan makanan dan pembukaan tanah (BMPT) yang
didirikan sejak tahun 1959 berdasarkan Undang-Undang Darurat No. 1 Tahun
1959. Sebagai perusahaan negara dengan status badan hukum berkedudukan di
Jakarta maka penyelenggaraan tugas BMPT dilakukan oleh :
1)
Bagian perusahaan padi sentra, bergerak dalam sektor produksi padi untuk
mensukseskan swa-sembada beras.
2)
Perusahaan tanah kering dan pembukaan tanah, bertugas melaksanakan
pembukaan tanah di lahan kering dengan menggunakan peralatan
pertaniaan modern (traktor).
3)
Bagian perusahaan ini pembukaan tanah pasang surut, yang melaksanakan
pembukaan tanah pertanian di daerah pasang surut diluar Jawa.
Dalam rangka pelaksanaan peraturan pemerintah pengganti
Undang-Undang No. 19/1960, BMPT berubah menjadi Badan Pimpinan Umum
Perusahaan Pertanian Negara disingkat menjadi BPU Pertani. Selanjutnya BPU
Pertani berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 12/1963 tanggal 1 Januari 1963
berubah menjadi Perusahaan Pertanian Negara disingkat menjadi PERTANI.
(48)
Dalam perkembangannya Perusahaan Pertanian Negara berubah menjadi
Perusahaan Perseroan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 21 dengan Akte
Notaris Kartini Mulyadi, SH No. 46 Tanggal 11 Januari 1974 Jo. Akte Perubahan
No. 136 Tanggal 24 April 1974 dan Akte Perubahan yang dibuat notaris Imas
Fatimah, SH No. 45 Tanggal 6 Februari 1984 Jo. Akte Perubahan No. 26 Tanggal
3 Oktober 1984 menjadi PT. PERTANI (PERSERO).
PT. PERTANI (Persero) adalah salah satu Badan Usaha Milik
Pemerintah yang bertujuan turut aktif melaksanakan dan menunjang
kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan
nasional pada umumnya serta pembangunan sektor pertanian pada khususnya.
Perseroan dapat pula mendirikan atau menjalankan perusahaan dan
usaha lainnya yang mempunyai hubungan dengan bidang usaha tersebut diatas,
baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan badan-badan lain
sepanjang yang demikian itu tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar.
Untuk menyesuaikan dengan UU PT No. 1 Tahun 1965 dan PP No. 12
Tahun 1988. Anggaran dasar PT.PERTANI (Persero) disesuaikan dengan Akte
perubahan No. 81 Tanggal 27 Maret 1998 yang dibuat oleh notaris Imah Fatimah,
SH dan terakhir dengan perubahan No. 1 Tanggal 2 Mei 2002 yang dibuat oleh
notaris Mintarsih Natamiharja, SH.
Dalam melakoni perannya itu, dijalankan bisnis inti yang meliputi
distribusi pupuk, produksi dan distribusi beras, benih padi serta palawija. Selain
itu PT. PERTANI (Persero) yang berperan dalam perdagangan hasil bumi,
(49)
penyedian jasa gudang angkutan dan pengolahan lahan, sebagai distributor
pestisida, dan bahan kimia pertanian lainnya, benih/bibit dan hasil hortikultura,
alat dan mesin pertanian.
Organisasi PT.PERTANI (Persero) meliputi seluruh Wilayah
Indonesia yang terdiri dari 1 kantor pusat, 6 kanwil dengan 32 cabang dan unit
pemasaran serta 28 UPB (Unit Produksi Benih), Strategic Business Unit (SBU)
perberasan dengan 4 cabang pemasaran dan 19 UPP (Unit Penggilingan Padi), 1
SBU Hortikultura dengan 3 unit pemasaran, dan dan 1 UPJA (Unit Pelayanan Jasa
Alsintan).
b. Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur organisasi adalah suatu kerangka atau bagan yang
menggambarkan jaringan hubungan kerja yang bersifat formal, yang
menunjukkan kedudukan dan jabatan secara hirarki. Struktur organisasi
menggambarkan dengan jelas garis wewenang dan tanggung jawab setiap fungsi
dalam suatu organisasi, yang sifatnya relatife permanen tanpa menutup
kemungkinan adanya reorganisasi, baik yang bersifat pemekaran maupun
penyederhanaan organisasi sesuai dengan tuntutan dari perkembangan organisasi
tersebut.
Struktur organisasi yang baik dalam perusahaan belum dapat
memberikan jaminan tentang loyalitas setiap individu untuk melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya sebagaimana yang telah digariskan. Keberhasilan suatu
(50)
organisasi dalam mencapai tujuan dengan baik banyak dipengaruhi oleh mengerti
tidaknya.
seseorang atau individu yang tergabung dalam organisasi untuk memahami fungsi
dan tugasnya didalam organisasi tersebut. Dengan demikian, struktur organisasi
yang baik bukanlah menjadi tujuan utama perusahaan, namun lebih sebagai alat
yang dipergunakan dalam mencapai tujuan perusahaan.
(51)
(52)
2.
Jenis-Jenis Persediaan
PT. PERTANI (Persero) memiliki beraneka ragam jenis persediaan.
Jenis-jenis persediaan yang dimiliki oleh PT. PERTANI (Persero) adalah dikelompokan
menurut jenis usaha yaitu :
a.
Persediaan barang dagangan saprotan yang terdiri dari :
1) Persediaan pupuk, yaitu : Pupuk Urea, TSP, ZA, KCL, Kieserite,
Dolomite, SP-36, Phonska, Amophos, D.A.P
2) Persediaan pestisida, yaitu : Insektisida cair, Insektisida granular,
Insektisida powder, Rodentisida, Herbisida
3) Persediaan benih/bibit beli jual (BJ), yaitu : benih padi, palawija,
sayuran
4) Persediaan aneka saprotan, yaitu : Atonik, Hidrasit, Vaksin, VD,
ZPT, PPC, bibit ternak ikan, pangan ternak ikan
b. Persediaan barang dagangan aneka usaha, yaitu : jagung, kedelai, jasa
angkutan, jasa pergudangan.
Disamping itu PT. PERTANI (Persero) Wilayah Sumbagut
mengelompokkan persediaan menurut kondisinya yaitu :
a. Persediaan sehat
(current inventory)
Persediaan yang dapat terjual dengan harga layak diatas harga pokok
dalam periode normal yang ditetapkan.
b. Persediaan lambat baku
(slow moving inventory)
Persediaan yang dapat terjual dengan harga layak diatas harga pokok
dalam periode lebih dari periode normal yang ditetapkan.
(53)
c. Persediaan rusak
(obsalete/defective inventory)
Persediaan yang mutunya tidak seperti semula dan dapat dijual dengan
harga normal atau dibawah harga pokok dan atau tidak dapat terjual.
3.
Biaya-Biaya Persediaan
Biaya-biaya persediaan PT. PERTANI (Persero) meliputi :
a. Persediaan barang dagangan lokal sebesar yang tercantum didalam
faktur ditambah ongkos angkut dan ongkos bongkar muat dan
biaya-biaya lain yang dikeluarkan sehubungan dengan perolehan sampai
barang tersebut siap untuk dijual kembali.
b. Persediaan barang dagangan import bersubsidi sebesar Nilai L/C
(harga penyerahan) yang ditambah ongkos angkut dan ongkos bongkar
muat dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sehubungan dengan
perolehan sampai barang tersebut siap untuk dijual kembali.
Biaya pemesanan yaitu biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengadakan
pemesanan barang misalnya biaya telephone, biaya faxmile dimasukkan ke biaya
kantor. Sedangkan biaya penyimpanan persediaan tidak dikalkulasikan sebagai
penambahan harga pokok persediaan namun dalam prakteknya biaya
penyimpanan ini dimasukkan ke dalam biaya langsung.
Sebagai distributor maka PT. PERTANI (Persero) bekerja sama dengan
produsen-produsen pupuk seperti Petrokimia, PT.PIM (Pupuk Iskandar Muda),
dan Pupuk Kaltim. Untuk jenis pupuk seperti SP 36, ZA, NPK (Phonska), KCL
Amophos, DAP dan G-TSP diproduksi oleh Petrokimia, pupuk urea diproduksi
(54)
oleh PT. PIM dan Pupuk Kaltim. Sedangkan pupuk TSP, Rock Phospate,
Kieserete dan Borate merupakan pupuk impor. Dimana negara yang menjadi
pengimpor pupuk tersebut adalah Negara Kanada, Cina, Jerman, dan Timur
Tengah.
Pada PT. PERTANI (Persero) ada persediaan yang disubsidi oleh
pemerintah dan ada yang tidak disubsidi oleh pemerintah. Kebijakan subsidi
hanya hanya diberlakukan pada produk benih padi, jagung, dan pupuk. Namun
tidak semua jenis pupuk yang mendapatkan subsidi dari pemerintah tersebut.
Adapun jenis pupuk yang mendapatkan subsidi tersebut adalah pupuk urea, SP 36,
ZA dan NPK (Phonska). Perlakuan akuntansi terhadap persediaan yang disubsidi
tersebut pada dasarnya adalah sama dengan pupuk yang tidak disubsidi. Berikut
ini akan diuraikan harga persediaan yang disubsidi periode Desember 2009.
Tabel 4.1 :
Harga persediaan yang disubsidi dan tidak disubsidi
Periode Desember 2010
Persediaan Harga Subsidi (Rp/Kg) Harga tidak disubsidi
(Rp/Kg)
Benih padi 3.600 -
Benih Jagung Varietas NT 10 32.500 -
Benih Jagung Varietas N35 22.500 -
Urea 1.200 2.500
SP – 36 1.445 2.100
ZA 860 2000
(55)
Sumber : PT. PERTANI (Persero), 2010
Contoh jurnal :
a.
Jurnal untuk pupuk urea yang disubsidi adalah :
Urea subsidi
Rp. 1.200
Utang
Rp. 1.200
b.
Jurnal untuk pupuk urea yang tidak disubsidi adalah :
Urea tidak disubsidi (kebun)
Rp. 2.500
Utang
Rp. 2.500
Dalam memproduksi pupuk yang bersubsidi tersebut maka pemerintah
memberikan subsidi kepada pabrik yang menjadi produsen pupuk tersebut, yakni
bahan baku pupuk tersebut sehingga pabrik dapat menjualnya dengan harga yang
lebih murah. Subsidi tersebut diberikan pemerintah dalam rangka meringankan
beban petani dalam membeli dan menggunakan produk yang bermutu guna
pemantapan ketahanan pangan nasional dan meningkatkan kesejahtraan petani.
Pemerintah menjual rugi persediaan yang disubsidi tersebut kedalam negeri.
Pemerintah telah mengangarkan kebutuhan tiap-tiap propinsi sehingga pabrik
produsen pupuk tersebut tidak boleh memproduksi lebih dari kebutuhan yang
telah dianggarkan tersebut. Pupuk yang disubsidi tersebut hanya dapat disalurkan
ke KUD, atau penyalur di tiap tingkat kabupaten untuk digunakan pada sektor
pangan saja yakni untuk menanam padi, jagung, sedangkan perusahaan
perkebunan seperti PTPN III hanya dapat membeli pupuk yang tidak disubsidi
saja. Dalam melakukan penjualan pupuk yang disubsidi tersebut juga ditentukan
(56)
HET (Harga Eceran Tertinggi) yang merupakan harga jual yang paling tinggi
yang dapat dijual oleh PT. PERTANI (Persero).
(57)
4. Metode Penilaian Persediaan
PT. PERTANI (Persero) menggunakan metode penilaian persediaan secara
FIFO
(First In First Out).
Jadi menurut metode ini barang yang masuk lebih awal
akan dikeluarkan lebih awal juga. Dalam hal ini harga pokok persediaan yang
pertama dijual sesuai dengan harga pokok persediaan yang pertama dibeli dan
nilai harga pokok persediaan yang kedua dijual sesuai dengan harga pokok
persediaan yang kedua dibeli dengan jenis persediaan yang sama. Setiap
persediaan yang dimiliki akan dibuatkan kartu persediaan masing-masing yang
kolom penerimaan, pengeluaran beserta saldo perkiraan persediaan tersebut.
Penggunaan metode FIFO akan menyebabkan pajak penghasilan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain. Hal ini disebabkan karena
penggunaan metode ini akan menghasilkan laba yang tinggi dibanding metode
lain. Namun penggunaan metode ini dipandang lebih sesuai untuk diterapkan oleh
perusahaan, karena barang dagangan yang dijual misalnya pupuk tidak tahan
lama. Jika pupuk tersebut disimpan terlalu lama maka pupuk tersebut akan
membatu, yang mengakibatkan kualitasnya jelek sehingga akan mengurangi nilai
jual pupuk tersebut atau bahkan pupuk tersebut tidak dapat dijual karena
kualitasnya yang sudah buruk.
Dengan metode FIFO berarti PT. PERTANI (Persero) akan menghitung
harga pokok penjualan barang yang dijual berdasarkan pada nilai barang yang
lebih awal masuk ke gudang, sedangkan nilai persediaan akhir dihitung
berdasarkan nilai barang yang terakhir masuk gudang. Metode penilaian FIFO
yang digunakan perusahaan akan menghasilkan akuntansi perusahaan yang
(58)
terbaru karena persediaan yang ada di gudang adalah persediaan yang harga
pokok perunitnya yang terakhir dibeli atau yang terbaru.
Barang yang dibeli oleh perusahaan untuk dijual kembali, biasanya tidak
segera terjual. Antara saat pembelian dan saat penjualan terdapat saat menunggu
yang lamanya tergantung pada kecepatan perputaran atau laku tidaknya barang
yang bersangkutan. Pada masa menunggu tersebut, harga barang mungkin
menurun. Penurunan harga tersebut bisa disebabkan berbagai faktor. Tingkat
penurunan harga bisa bermacam-macam, mulai dari penurunan harga yang tidak
begitu berarti sampai penurunan harga yang melewati (di bawah) harga
perolehannya. Apabila penurunan harga sampai di bawah harga perolehannya,
maka cukup beralasan bagi perusahaan untuk tidak lagi menggunakan harga
perolehan sebagai dasar, karena kemampuan persediaan untuk menghasilkan
pendapatan sudah tidak sebesar harga perolehannya lagi. Ketidakmampuan untuk
memperoleh kembali seluruh harga perolehan barang merupakan suatu kerugian
yang harus diakui dan dilaporkan pada periode penurunan harga terjadi, bukan
pada periode penjualan barang tersebut.
Beberapa faktor yang menyebabkan berkurangnya manfaat atau nilai
persediaan tersebut dikarenakan persediaan misalnya pupuk, benih padi, dan
persediaan lainnya terlalu lama disimpan sehingga mengalami kerusakan, susut
dan lain-lain.
a. Susut angkut
Perusahaan menetapkan persentase tertentu yakni 0,05 % dari jumlah
yang diangkut merupakan angka maksimal yang dapat diakui sebagai
(59)
biaya rugi susut. Dan bila melebihi dari nilai 0,05 % tersebut maka
kerugian tersebut diklaim kepada pihak pengangkut, misalkan pupuk
urea diangkut 10 ton, maka biaya yang diakui sebagai biaya rugi oleh
PT. Pertani adalah 0,0005 ton.
b. Rugi rusak
Perusahaan tidak dapat memprediksi persentase tertentu yang
diakibatkan dari persediaan yang rusak. Kerugian tersebut harus dibuat
berita acara akuntansi dengan bagian operasional misalnya :
1) Pupuk
Persediaan pupuk yang mengalami kesusutan diakibatkan
kebocoran sehingga mengakibatkan pupuk tersebut harus
dipacking kembali maka persediaan pupuk tersebut dinilai sebesar
harga pasar.
2) Pestisida
Pestisida yang rusak maka nilainya menjadi nol karena pestisida
yang rusak tersebut bersifat racun sehingga tidak dapat digunakan
lagi.
3) Benih/bibit
Benih/bibit dinilai seharga komsumsi bila telah mati label (3 bulan)
misalya harga benih Rp. 3.600,- maka benih yang telah mati label
tersebut dinilai seharga komsumsi yaitu harga gabah Rp. 3.000,-.
Penurunan nilai persediaan tersebut disebabkan daya tumbuh benih
tersebut telah berkurang.
(60)
5. Sistem Pencatatan Persediaan
PT. PERTANI ( Persero ) menggunakan sistem pencatatan perpetual,
dimana pembelian dan penjualan langsung dicatat pada perkiraan persediaan pada
saat itu juga.
Buku harian yang ada di PT. PERTANI (Persero) khususnya yang menyangkut
prosedur akuntansi yaitu :
a. Buku harian penjualan kredit
Berupa jurnal penjualan persediaan secara kredit kepada KUD-KUD,
toko-toko, proyek maupun perusahaan perkebunan Seperti PTPN III
b. Buku harian penjualan tunai
Jurnal penjualan persediaan secara tunai kepada KUD-KUD dan toko-toko
c. Buku harian pembelian kredit
Jurnal pembelian pupuk yang dilakukan secara kredit seperti pembelian
pupuk kepada PT. PUSRI secara kredit
d. Buku harian pembelian tunai
Jurnal pembelian persediaan yang dilakukan secara tunai
e. Buku harian mutasi dari kantor wilayah ke unit pembantu dan kantor
cabang
Mutasi dilakukan karena kantor cabang, dan unit-unit pembantu
kekurangan persediaan ataupun karena terjadi penjualan pada unit
pembantu dan kantor cabang.
(61)
Keseluruhan buku harian ini berasal dari bagian pemasaran dan saprotan
untuk dibukukan kebagian akuntansi. Setelah diterima terlebih dahulu diperiksa
apakah jurnal yang dibuat telah sesuai dengan copy faktur yang dilapirkan pada
buku harian tersebut, baik dari segi kuantum (jumlah), jumlah rupiah dan kode
perkiraan. Setelah pemeriksaan selesai dan cocok, maka jurnal yang ada dibuku
harian tersebut dimasukkan ke sistem akuntansi terkomputerisasi, maka setelah
dimasukkan ke sistem akuntansi terkomputerisasi tersebut, maka selanjutnya
adalah memasukkan jumlah kuantum pupuk dan pestisida yang ada di buku harian
ke kartu persediaan kantor (KPK). Setelah cocok, maka kartu persediaan bisa
dibuat saldo akhirnya. Tidak jarang kartu persediaan bersaldo minus, ini
disebabkan karena jurnal transaksi pembelian yang dilakukan pada minggu
terakhir belum diberikan ke bagian akuntansi.
Buku atau kartu yang digunakan untuk menyelenggarakan pencatatan
persediaan adalah sebagai berikut :
a.
Kartu persediaan kantor
b.
Kartu gudang ( buku pembantu )
Fungsi buku atau kartu persediaan tersebut adalah :
a.
Kartu persediaan kantor adalah kartu persediaan yang dimiliki bagian
akuntansi yang memuat saldo awal persediaan dan perubahan – perubahan yang
diakibatkan karena pembelian, penjualan, dan mutasi, yang pada setiap akhir
bulan seluruh pencatatan pemindahan yang dilakukan dicocokkan pada pencatatan
persediaan persediaan yang ada di sistem akuntansi terkomputerisasi
(62)
b.
Kartu persediaan gudang adalah kartu persediaan yang dimiliki bagian
gudang untuk mencatat atau mengawasi semua jenis persediaan yang ada di dalam
gudang. Dalam kartu ini yang dicatat hanya jumlahnya (kuantum) saja tanpa harga
barang yang bersangkutan.
Contoh pencatatan persedian pupuk SP-36 bersubsidi akan
menggambarkan bagaimana pencatatan yang dilakukan pada PT. PERTANI
(Persero) :
a. Pembelian pupuk SP-36 bersubsidi secara kredit 40.000 Kg @ Rp. 1.380
Persediaan Pupuk SP-36 bersubsidi
50.181.819,-
PPn Masukan
5.018.182,-
Hutang Dagang
55.200.000,-
b. Pembelian pupuk SP-36 bersubsidi secara tunai 50.000 Kg @ Rp. 1.380
Persediaan Pupuk SP-36 bersubsidi
62.727.273,-
PPn Masukan
6.272.728,-
Kas
69.000.000,-
c. Penjualan pupuk SP-36 bersubsidi secara kredit 100.000 Kg @ Rp 1.450
Piutang UD. Kontak Tani
14.500.000,-
Penjualan Pupuk SP-36 bersubsidi
13.181.818,-
PPn Keluaran
1.318.182,-
d. Penjualan pupuk SP-36 bersubsidi secara tunai 50.000 Kg @ Rp 2.000,-
Kas
2.900.000,-
Penjualan Pupuk Pupuk SP-36 bersubsidi
2.636.364,-
(63)
e. Mutasi persediaan SP-36 ke unit lain 3.000 Kg @ 1.254,55
BDP Intern Wilayah
4.139.999,-
Persediaan Pupuk SP-36 bersubsidi
3.763.636,-
PPn Masukan
376.363,-
Dari keterangan diatas terlihat bahwa dalam sistem pencatatan
persediaan PT.PERTANI ( Persero ) menggunakan sistem pencatatan persediaan
metode perpetual. Adapun alasan penggunaan sistem pencatatan tersebut adalah
jenis persediaan barang dagangan yang beragam sehingga diperlukan suatu sistem
pencatatan yang selalu dapat cepat memberikan informasi tentang persediaan baik
dari jumlah unit, harga perolehan per unit dan total nilai persediaan yang dimiliki.
Hal tersebut juga didukung oleh kenyataan bahwa perputaran persediaan yang
cukup cepat sehinggga informasi yang tersedia dengan cepat dan lengkap
mengenai persediaan barang dagangan akan memudahkan manajemen perusahaan
dalam mengantisipasi setiap peluang penjualan maupun penurunan penjualan
sehingga persediaan akan selalu tersedia untuk mencegah kelebihan persediaan
maupun kekurangan persediaan. Sistem perpetual ini juga memudahkan pihak
manajemen dalam memenuhi permintaan pangsa pasar yang meningkat dan
mengantisipasi terhindar dari persediaan barang yang rusak / kadaluwarsa pada
saat permintaan pangsa pasar turun.
Dalam operasinya PT.PERTANI (Persero) sering menemukan
persediaan rusak atau barang yang tidak sesuai dengan barang yang dipesan.maka
PT. PERTANI (Persero) akan melakukan retur pembelian. Seperti halnya dengan
retur pembelian, maka retur penjualan juga sering terjadi akibat barang yang
(64)
dipesan oleh pembeli rusak dalam perjalanan, ataupun jumlah yang dipesan pihak
pembeli tidak sesuai dengan kesepakatan.
Sebagai salah satu wajib pajak, maka PT.PERTANI yang berbadan
hukum tentunya akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Maka ketika
PT.PERTANI (Persero) melakukan pembelian maka PPN masukan akan
didebitkan dan ketika melakukan penjualan PPN keluaran akan dikreditkan.
Kebijakan perhitungan fisik atas persediaan yang diterapkan oleh PT.
PERTANI (Persero) adalah sewaktu-waktu namun perhitungan fisik harus
dilakukan sekali dalam setahun yaitu pada tanggal 31 Desember setiap tahunnya.
Perhitungan fisik ini dilakukan untuk mengetahui jumlah barang yang masuk dan
jumlah barang yang keluar serta jumlah persediaan yang masih ada di gudang.
Pengecekan ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil perhitungan fisik
dengan jumlah dalam rekening persediaan. Dan bila terdapat selisih jumlah
persediaan antara hasil perhitungan fisik dengan saldo rekening persediaan , dapat
dilakukan penelitian terhadap sebab-sebab terjadinya perbedaan itu. Apakah
selisih itu normal dalam arti susut atau rusak, ataukah tidak normal, yaitu
diselewengkan.
Dalam melakukan perhitungan fisik tersebut maka PT.PERTANI
(Persero) akan membentuk tim inventarisasi yang terdiri dari bagian akuntansi,
dan bagian gudang.
(1)
Perhitungan fisik atas persediaan dapat saja dilakukan perusahaan sewaktu-waktu namun wajib dilakukan setahun sekali pada tanggal 31 Desember setiap tahunnya. Hal ini telah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan 14 dimana inventarisasi fisik perlu dilakukan untuk mengetahui kebenaran saldo perkiraan persediaan yang ada pada kartu persediaan yang telah dicatat dengan kondisi fisik persediaan yang ada di gudang untuk mengetahui apakah telah sesuai atau tidak sesuai. Pada saat dilakukan inventarisasi fisik tersebut maka akan dibentuk tim inventarisasi yang terdiri dari bagian akuntansi dan bagian gudang.
4. Metode Penilaian Persediaan
PT. PERTANI (Persero) menggunakan penilaian persediaan dengan metode FIFO dimana metode ini sesuai diterapkan untuk perusahaan yang memiliki persediaan yang tidak tahan lama atau cenderung mudah rusak. Metode ini juga akan menghasilkan akuntansi persediaan yang terbaru karena persediaan yang ada di gudang adalah persediaan terakhir atau terbaru dibeli sehingga perusahaan akan terhindar dari kerusakan fisik persediaan.
Metode FIFO yang digunakan oleh PT. PERTANI (Persero) dalam melakukan penilaian persediaan telah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 14, dimana barang yang pertama dibeli akan dijual terlebih dahulu sehingga persediaan yang tertinggal di gudang sebagai persediaan akhir adalah persediaan yang dibeli kemudian. Penggunaan metode FIFO akan menyebabkan pajak penghasilan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan penggunaan metode lain, hal ini disebabkan laba bersih yang lebih tinggi, namun
(2)
pemilihan metode FIFO dianggap tepat karena sejalan dengan aliran barang dagangan, karena dalam manajemen yang baik biasanya barang yang lebih lama dijual lebih dahulu.
Perusahaan tidak lagi menggunakan harga perolehan sebagai dasar apabila penurunan harga sampai dibawah harga perolehannya, karena kemampuan persediaan untuk menghasilkan pendapatan sudah tidak sebesar harga perolehannya lagi.
5. Penyajian dan Pengungkapan Persediaan Pada Laporan Keuangan Pada PSAK No. 14 diuraikan bahwa laporan keuangan mengungkapkan informasi berikut ini :
a. Biaya persediaan yang diakui sebagai beban selama perode tertentu, atau,
b. Biaya operasi, yang dapat diaplikasikan pada pendapatan.
Penyajian persediaan dalam laporan keuangan PT.PERTANI (Persero) telah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan dimana persediaan disajikan dalam neraca yakni persediaan akhir yang benar-benar dimiliki oleh perusahaan dan kelompokkan dalam aktiva lancar dimana persediaan tersebut merupakan gabungan dari jumlah persediaan yang ada dan telah ditotalkan jumlahnya pada akhir periode sedangkan persediaan barang dagang rusak dicantumkan pada bagian aktiva lain-lain. Persediaan pada laporan laba rugi PT. PERTANI (Persero) disajikan pada bagian harga pokok penjualan dan persediaan
(3)
barang dagangan rusak diakui sebagai biaya kerugian dan dicantumkan pada biaya diluar usaha pada bagian biaya lain-lain.
Perusahaan juga telah mengungkapkan kebijakan akuntansi terhadap persediaan secara konsisten, yakni kebijakan didalam menentukan harga pokok perolehan persediaan, sistem pencatatan persediaan, metode penilaian persediaan dan penyajian persediaan pada laporan keuangan.
(4)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan uraian-uraian dan analisa yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis mencoba menarik beberapa kesimpulan dan saran bagi perusahaan sehubungan dengan akuntansi persediaan pada PT. PERTANI (Persero).
A. Kesimpulan
1. PT. PERTANI (Persero) Wilayah Sumbagut merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang Pemasaran (Pengadaan dan Penjualan) sarana pertanian dalam dan luar negeri. Persedian yang ada pada perusahaan ini adalah pupuk, pestisida, benih padi, alat dan mesin pertanian, saprotan dan lain-lain.
2. Jenis Persediaan PT. PERTANI (Persero) memiliki beraneka ragam jenis persediaan.
3. Biaya-biaya persediaan PT. PERTANI (Persero) meliputi persediaan barang dagangan lokal dan persediaan barang dagangan import.
4. Metode penilaian persediaan yang digunakan adalah FIFO karna perusahaan memiliki persediaan yang tidak tahan lama dan mudah rusak, penggunaan metode penilaian FIFO sangat cocok digunakan karena sejalan dengan aliran fisik barang dagangan karena dalam manajemen yang baik biasanya barang yang paling lama dijual terlebih dahulu.
(5)
5. Sistem pencatatan dan penjurnalan yang dilakukan mengunakan sistem pencatatan perpetual. Sistem pencatatan ini telah dilakukan dengan baik dan sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PSAK No. 14. 6. Persediaan disajikan pada laporan keuangan di dalam neraca pada
kelompok aktiva lancar sedangakan persediaan barang dagangan rusak dicantumkan pada bagian aktiva lain-lain. Dalam laporan laba rugi dicantumkan dalam perhitungan harga pokok penjualan sedangkan persediaan barang dagangan rusak diakui sebagai biaya kerugian dicantumkan pada biaya di luar usaha yakni biaya lain-lain.
B. Saran
Dengan pemakaian metode perpetual dalam melakukan pencatatan persediannya, perusahaan disarankan untuk melakukan perhitungan fisik tidak hanya sekali dalam setahun saja namun disarankan untuk lebih sering melakukan perhitungan fisik tersebut. Cara ini dilakukan untuk menghindari penyelewengan ataupun kecurangan atas persediaan.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Dyckman, Thomas R., Roland E. Dukes, Charles J. Davis, 1999. Akuntansi Intermediate, Edisi Ketiga, Terjemahan Munir Ali, Erlangga, Jilid I, Jakarta.
Ismayatul, Hasnul, 2008. Penerapan Pernyataan PSAK No.14 Terhadap Persediaan Minyak Kelapa Sawit (CPO) pada PT. PP. London Sumatra Indonesia Tbk Medan, Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Kieso, Donald E., Jerry J. Weygandt dan Terry D. Warfield, 2002. Akuntansi Intermediate, Edisi Kesepuluh, Terjemahan Emil Salim, Erlangga, Jilid Satu, Jakarta.
Warren, dkk, 2005. Pengantar Akuntansii, Edisi Ke-21, Terjemahan Salemba Empat, Buku Satu, Jakarta.
Skousen, K. Fred, W. Steve Albrecht, James D. Stice, Earl K. Stice, 2004. Intermediate Accounting, Edisi Lima Belas, Terjemahan Tim Penerjemah Salemba Empat, Buku Satu, Jakarta.
Soemarso SR, 2002. Akuntansi Suatu Pengantar, Edisi Lima, Salemba Empat, Buku I, Jakarta.
Sujanto, 2005. Penerapan PSAK No.14 Tentang Akuntansi Persediaan Pada PT. Socfindo Medan, Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Weygandt, Jerry J. Donald E. Kieso, Paul D. Kimmel, 2007. Pengantar Akuntansi, Edisi Ketujuh, Terjemahan Salemba Empat, Jilid I, Jakarta. Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 2004. Buku
Petunjuk Teknis Penulisan Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi, Medan.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007. Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta.