Sektor-sektor Basis di Masing-masing KabupatenKota

61 Tabel.4.8. Hasil Perhitungan LQ tiap KabupatenKota Untuk Sektor Industri Pengolahan Tahun 2005-2010 No KabupatenKota Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Kab. Kulon Progo 1.107 1.129 1.146 1.152 1.161 1.149 2 Kab. Bantul 1.368 1.217 1.222 1.235 1.242 1.230 3 Kab. Gunung Kidul 0.805 0.819 0.818 0.823 0.820 0.833 4 Kab. Sleman 1.149 1.163 1.161 1.162 1.162 1.123 5 Kota Yogyakarta 0.809 0.818 0.817 0.811 0.805 0.814 Sumber: PDRB Tiap KabupatenKota Tahun 2005-2010 dan PDRB DIY Tahun 2005-2010 diolah d. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Kota Yogyakarta selama periode analisis menunjukkan nilai LQ 1 yang berarti sektor Listrik dan Air Bersih menjadi sektor basis bagi Kota Yogyakarta. Berbeda dengan empat kabupaten lainnya secara konsisten selama periode analisis bukan sebagai sektor basis. Kabupaten Sleman empat tahun pertama belum menjadikan sektor ini sebagai sektor basis namun di tahun 2010 sektor ini sudah menjadi sektor basis. Dengan indeks Kabupaten Sleman yang terus meningkat maka di harapkan tahun- tahun berikutnya sektor ini konsisten menjadi sektor basis. Untuk sementara ini dari lima kabupaten dan kota yang ada di DIY hanya terdapat satu kota yang memiliki sektor basis pada sektor ini selama tahun analisis. Berikut ini adalah hasil perhitungan LQ untuk sektor listrik dan air bersih selengkapnya: 62 Tabel.4.9. Hasil Perhitungan LQ tiap KabupatenKota Untuk Listrik dan Air Bersih Tahun 2005-2010 No KabupatenKota Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Kab. Kulon Progo 0.654 0.691 0.668 0.683 0.688 0.709 2 Kab. Bantul 0.990 0.943 0.937 0.962 0.985 0.997 3 Kab. Gunung Kidul 0.524 0.544 0.560 0.572 0.600 0.622 4 Kab. Sleman 0.965 0.982 0.997 0.993 0.994 1.005 5 Kota Yogyakarta 1.512 1.524 1.483 1.432 1.385 1.361 Sumber: PDRB Tiap KabupatenKota Tahun 2005-2010 dan PDRB DIY Tahun 2005-2010 diolah e. Sektor Bangunan Untuk sektor bangunan dari lima kabupatenkota yang ada di DIY hanya Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman yang mempunyai sektor basis di sektor bangunan selama periode analisis. Untuk Kabupaten Bantul Sebagai konsekwensi dari konsentrasi dukungan pada pembangunan dan rehabilitasi sektor perumahan dan infrastruktur pasca gempa tektonik di Kabupaten Bantul maka pertumbuhan positif perekonomian Bantul terjadi terutama karena pertumbuhan yang luar biasa pada sektor kontruksi dengan permintaan besar pada bahan-bahan bangunan. Begitu Juga dengan Kabupaten Sleman sendiri sektor bangunan menjadi sektor basis berkaitan dengan kebiajakan pemerintah Kabupaten Sleman yang terfokus pada program padat karya infrastruktur dalam penanganan bencana gempa. Untuk itu anggaran sebesar 3 milyar rupiah pada tahun 2010 disiapkan untuk hal tersebut RKPD 2012. 63 Sedangkan Kabupaten Kulon Progo, Gunung Kidul dan Kota Yogyakarta belum menjadikan sektor bangunan sebagai sektor basis. Tabel 4.10 memperlihatkan hasil analisis LQ untuk sektor bangunan sebagai berikut: Tabel.4.10. Hasil Perhitungan LQ tiap KabupatenKota Untuk Sektor Bangunan Tahun 2005-2010 No KabupatenKota Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Kab. Kulon Progo 0.541 0.528 0.518 0.516 0.518 0.531 2 Kab. Bantul 1.035 1.284 1.266 1.263 1.199 1.181 3 Kab. Gunung Kidul 0.933 0.847 0.844 0.852 0.854 0.866 4 Kab. Sleman 1.192 1.159 1.143 1.150 1.170 1.181 5 Kota Yogyakarta 0.849 0.879 0.863 0.860 0.823 0.799 Sumber: PDRB Tiap KabupatenKota Tahun 2005-2010 dan PDRB DIY Tahun 2005-2010 diolah f. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Di DIY aktifitas perdagangan sangat berfluktuasi, hal ini terjadi mengingat komoditi ekspor provinsi DIY masih didominasi oleh bahan mentah dan setengah jadi, sehingga menciptakan nilai ekspor yang relatif rendah. Hasil analisis LQ untuk perdagangan, hotel dan restoran hanya dua Kabupaten yang menunjukkan sektor tersebut mempunya LQ 1 atau sebagai sektor basis selama periode analisis yaitu Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Kabupaten Bantul walaupun sampai 2010 belum sebagai sektor basis namun indeksnya terus bertahan dikisaran 0.9 dari tahun ke tahun. Melihat perkembangannya diharapkan sektor ini akan 64 menjadi sektor basis pada tahun yang akan datang dan harus lebih ditingkatkan. Selanjutnya lihat Tabel 4.11 yang menunjukkan hasil perhitungan LQ untuk sektor tersebut. Tabel.4.11. Hasil Perhitungan LQ tiap KabupatenKota Untuk Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Tahun 2005-2010 No KabupatenKota Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Kab. Kulon Progo 0.805 0.808 0.818 0.824 0.819 0.828 2 Kab. Bantul 0.930 0.929 0.932 0.945 0.952 0.955 3 Kab. Gunung Kidul 0.691 0.688 0.712 0.710 0.705 0.716 4 Kab. Sleman 1.045 1.042 1.058 1.064 1.075 1.082 5 Kota Yogyakarta 1.237 1.231 1.213 1.215 1.224 1.215 Sumber: PDRB Tiap KabupatenKota Tahun 2005-2010 dan PDRB DIY Tahun 2005-2010 diolah g. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Hasil analisis LQ pada sektor Pengangkutan dan Komunikasi seperti terlihat dalam Tabel 4.12 menunjukkan bahwa dari lima kabupatenkota yang ada di DIY hanya terdapat satu daerah yang konsisten memiliki sektor basis di sektor ini yaitu Kota Yogyakarta. Kabupaten Kulon Progo mempunyai nilai LQ 1 untuk sektor ini tahun 2005-2007, namun indeksnya terus menurun dan di tahun 2008 berubah menjadi sektor non basis karena memiliki nilai LQ 1. Jelasnya terlihat dalam Tabel 4.12 sebagai berikut: 65 Tabel.4.12. Hasil Perhitungan LQ tiap KabupatenKota Untuk Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Tahun 2005-2010 No KabupatenKota Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Kab. Kulon Progo 1.024 1.030 1.005 0.986 0.978 0.967 2 Kab. Bantul 0.695 0.662 0.664 0.658 0.669 0.677 3 Kab. Gunung Kidul 0.679 0.684 0.686 0.668 0.649 0.659 4 Kab. Sleman 0.558 0.564 0.565 0.556 0.558 0.565 5 Kota Yogyakarta 1.870 1.877 1.859 1.876 1.896 1.865 Sumber: PDRB Tiap KabupatenKota Tahun 2005-2010 dan PDRB DIY Tahun 2005-2010 diolah h. Sektor Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan Hasil analisis LQ untuk sektor keuangan, persewaan, jasa perusahaan untuk kabupatenkota lengkapnya terlihat sebagai berikut: Tabel.4.13. Hasil Perhitungan LQ tiap KabupatenKota Untuk Sektor Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan Tahun 2005-2010 No KabupatenKota Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Kab. Kulon Progo 0.633 0.656 0.668 0.654 0.672 0.681 2 Kab. Bantul 0.661 0.646 0.634 0.630 0.644 0.660 3 Kab. Gunung Kidul 0.458 0.475 0.484 0.495 0.480 0.499 4 Kab. Sleman 1.073 1.120 1.102 1.097 1.091 1.092 5 Kota Yogyakarta 1.490 1.464 1.473 1.486 1.471 1.455 Sumber: PDRB Tiap KabupatenKota Tahun 2005-2010 dan PDRB DIY Tahun 2005-2010 diolah Dari Tabel 4.14 terlihat bahwa ada dua kabupatenkota yang mempunyai nilai LQ 1, masing-masing Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Indeks LQ Kota Yogyakarta cukup tinggi. Hal ini menunjukkan perubahan struktural dalam perekonomian di DIY lebih 66 bergeser dari sektor agraris sektor primer menuju sektor jasa-jasa tersier. Jika kita bandingkan sektor-sektor sebelumnya di Kota Yogyakarta, maka akan terlihat pergeseran tersebut mulai dari agraris dan sekarang menuju ke sektor jasa-jasa tersier. Hali ini cukup dimaklumi bagi sebuah ibu kota. Sedangkan kabupaten lainnya menunjukkan angka yang fluktuasi dimana pada setiap tahun indeks LQ berubah dan sulit diprediksi. i. Sektor Jasa-Jasa Hasil analisis LQ pada sektor jasa-jasa seperti terlihat dalam tabel 4.15 menunjukkan bahwa Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta yang memiliki sektor basis di sektor ini. Kota Yogyakarta memiliki sektor basis yang paling besar. Sektor ini didominasi oleh sub sektor jasa pemerintahan umum, sehingga besarnya peranan sektor jasa-jasa juga menunjukkan peran dan kinerja pemerintahan yang semakin besar. Sektor jasa oleh pemerintah daerah melebihi dari PDRB yang disumbang oleh pihak swasta. Untuk Jelasnya indeks LQ terlihat dalam tabel sebagai berikut: 67 Tabel.4.14. Hasil Perhitungan LQ tiap KabupatenKota Untuk Sektor Jasa-Jasa Tahun 2005-2010 No KabupatenKota Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Kab. Kulon Progo 1.055 1.047 1.043 1.034 1.014 1.047 2 Kab. Bantul 0.770 0.783 0.783 0.779 0.787 0.785 3 Kab. Gunung Kidul 0.803 0.794 0.797 0.788 0.773 0.785 4 Kab. Sleman 1.044 1.031 1.030 1.027 1.026 1.022 5 Kota Yogyakarta 1.266 1.271 1.262 1.242 1.223 1.211 Sumber: PDRB Tiap KabupatenKota Tahun 2005-2010 dan PDRB DIY Tahun 2005-2010 diolah Dari sembilan sektor yang ada dan empat Kabupaten serta 1 Kota terdapat beberapa daerah yang mempunyai lebih dari 2 sektor basis konsisten sepanjang tahun analisis meskipun ada pula yang hanya memiliki 2 sektor basis saja. Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta merupakan daerah yang paling banyak memiliki sektor basis yaitu sebanyak 5 sektor. Sedangkan kabupaten yang memiliki sektor basis paling sedikit adalah kabupaten Gunung Kidul yang hanya memiliki 2 sektor basis konsisten sepanjang tahun analisis yakni sektor pertanian serta sektor pertambangan. Urutan terbanyak lainnya adalah Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul yang memiliki masing-masing 4 sektor basis. Di Provinsi DIY terdapat beberapa sektor basis diantaranya, sektor pertanian yang dimiliki oleh 3 kabupaten, Sektor Pertambangan menjadi sektor basis bagi 3 Kabupaten, Sektor industri pengolahan menjadi sektor basis bagi 3 KabupatenKota dan sektor jasa-jasa yang dimilki oleh 3 kabupatenkota. Adapun satu-satunya sektor basis yang hanya dimiliki Kota Yogyakarta 68 kabupaten lain tidak memilikinya yaitu sektor Listrik, Gas air bersih serta sektor pengangkutankomunikasi. Tentu ini dikarenakan sebagai ibukota provinsi, Kota Yogyakarta berkewajiban memaksimalkan keperluan Listrik, GasAir serta pengangkutan dan komunikasi untuk mobilitas masyarakat. Secara rinci kompilasi analisis LQ untuk 5 kabupatenkota di Provinsi DIY yang mempunyai sektor basis konsisten sepanjang tahun analsis terlihat dalam Tabel 4.16 berikut: Tabel.4.15. Hasil Kompilasi Analisi LQ di Provinsi DIY Tahun 2005-2010 No KabupatenKota Sektor Jumlah Sektor Basis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Kab. Kulon Progo     4 2 Kab. Bantul     4 3 Kab. Gunung Kidul   2 4 Kab. Sleman      5 5 Kota Yogyakarta      5 Jumlah KabupatenKota 3 3 3 1 2 2 1 2 3 20 Sumber: Hasil analisis LQ per sektor Keterangan : 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, persewaan, Jasa Perusahaan 9. Jasa-Jasa

2. Analisis Model Rasio Pertumbuhan MRP

Analisis model rasio pertumbuhan MRP merupakan salah satu alat analisis alternatif guna mendukung penentuan deskripsi kegiatan ekonomi yang potensial bagi kabupatenkota di Provinsi DIY. MRP ini serupa dengan LQ, perbedaanya terletak pada cara menghitung. Analisis LQ menggunakan distribusi PDRB, sedangkan MRP menggunakan kriteria pertumbuhan. Untuk mengidentifikasi kegiatan sektor yang unggul, baik dari sisi 69 kontribusi maupun sisi pertumbuhannya, maka MRP dan LQ digabung yang disebut overlay Yusuf dalam Nudiatulhuda, 2007. Melalui overlay antara rasio pertumbuhan wiayah referensi RPr, rasio pertumbuhan studi RPs dan Location Quotient LQ dapat dilihat identifikasi kegiatan-kegiatan unggulan. Koefisien dari ketiga komponen ini harus disamakan satuannya dengan diberi notasi positif + atau negatif -. Notasi positif berarti koefisien komponen tersebut bernilai lebih dari satu dan negatif berarti koefisien komponen kurang dari satu. RPr bernotasi positif artinya pertumbuhan sektor i lebih tinggi dibanding pertumbuhan total di wilayah referensi. RPs bernotasi positif berarti pertumbuhan sektor i di wilayah studi lebih tinggi dibanding pertumbuhan sektor yang sama di wilayah referensi. Sedangkan LQ bernotasi positif berarti kontribusi sektor i terhadap PDRB di wilayah studi lebih tinggi dibanding kontribusi sektor yang sama terhadap PDRB di wilayah referensi. Identifikasi unggulan dari hasil overlay dalam penelitian iini dibedakan dalam tiga kriteria. Pertama, notasi overlay ketiga komponen bertanda positif +++, artinya kegiatan tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang tinggi di tingkat Provinsi DIY, pertumbuhan sektoral kabupatenkota lebih tinggi dari DIY dan kontribusi sektoral kabupatenkota lebih tinggi pula dari Provinsi DIY. Secara keseluruhan menyatakan bahwa sektor ekonomi tersebut mempunyai potensi daya saing kompetitif dan komparatif di kabupatenkota lebih unggul dibandingkan kegiatan yang sama pada tingkat DIY, dan di DIY sendiri sektor mempunyai prospek yang 70 bagus ditunjukkan dengan pertumbuhan sektor tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan total kegiatan ekonomi. Kedua, jika ketiganya bernotasi negatif --- memiliki pengertian yang sebaliknya dari pengertian pertama. Ketiga, jika hasil overlay bertanda positif pada RPs dan LQ, itu menunjukkan bahwa kegiatan sektoral di kabupatenkota lebih unggul dari kegiatan yang sama di tingkat provinsi DIY, dilihat dari sisi pertumbuhan dan kontribusinya, dengan kata lain bahwa sektor tersebut menunjukkan spesialisasi kegiatan ekonomi kabupatenkota di Provinsi DIY. a. Analisis MRP Kabupaten Kulon Progo Menurut analisis MRP di Kabupaten Kulon Progo setelah dilakukan overlay tidak satu pun sektor ekonomi bernotasi positif untuk ketiga komponen. Hasil ini berarti di Kabupaten Kulon Progo tidak terdapat kegiatan sektoral yang mempunyai pertumbuhan dan kontribusi yang lebih tinggi di tingkat DIY. Artinya sektor-sektor yang ada di Kabupaten Kulon Progo tidak mempunyai potensi daya saing kompetitif maupun komparatif yang lebih unggul dibandingkan kegiatan yang sama di tingkat DIY. Hasil analisis overlay menunjukkan bahwa kegiatan sektorl di Kabupaten Kulon Progo yang memenuhi criteria kedua adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industry pengolahan. Artinya kegiatan sektor tersebut di Kabupaten Kulon Progo lebih unggul dibandingkan dengan kegiatan sektoral yang sama di tingkat 71 DIY, baik dari sisi pertumbuhannya maupun ontribusinya. Dengan kata lain, sektor tersebut merupakan spesialisasi kegiatan ekonomi Kabupaten Kulon Progo di DIY. Selanjutnya lihat Tabel 4.17 sebagai berikut: Tabel.4.16. Overlay RPr, RPs, dan LQ Perekonomian Kabupaten Kulon Progo Tahun 2005-2010 No Lapangan Usaha RPr RPs LQ Overlay 1 Pertanian 0,611 2,435 1,481 -++ 2 PertambanganPenggalian 0,667 35,542 1,398 -++ 3 Industri Pengolahan 0,553 1,781 1,141 -++ 4 Listrik, gas air minum 1,041 -6,140 0,682 +-- 5 Konstruksi 1,866 0,912 0,525 +-- 6 Perdagangan, hotelrestoran 1,103 1,034 0,817 ++- 7 Pengangkutan Komunikasi 1,372 0,738 0,998 +-- 8 Keuangan, persewaan jasa perusahaan 0,964 0,629 0,661 - - - 9 Jasa-jasa 1,049 0,834 1,040 + - + Sumber: PDRB Kabupaten Kulon Progo dan PDRB Provinsi DIY Tahun 2005-2010 diolah b. Analisis MRP Kabupaten Bantul Hasil perhitungan MRP di Kabupaten Bantul setelah di overlay ditemukan satu sektor ekonomi yang masuk kriteria pertama dengan ketiga komponen bernilai positif. Sektor tersebut adalah sektor konstruksi. Hal ini berarti sektor konstruksi mempunyai pertumbuhan sektoral yang tinggi di tingkat Provinsi DIY, kemudian pertumbuhan sektoral Kabupaten Bantul lebih tinggi dari pertumbuhan sektoral Provinsi DIY, serta kontribusi sektor ini di Kabupaten Bantul lebih tinggi pula dari Provinsi DIY. Artinya, sektor konstruksi di Kabupaten Bantul 72 mempunyai potensi daya saing kompetitif maupun komparatif yang lebih unggul dibandingkan sektor konstruksi di DIY Kemudian tidak ditemukan adanya sektor yang memiliki potensi yang rendah di Kabupaten ini. Kegiatan spesialisasi juga tidak ditemukan di Kabupaten ini. Sektor lain notasinya bervariasi seperti terlihat pada table 4.17 berikut: Tabel.4.17. Overlay RPr, RPs, dan LQ Perekonomian Kabupaten Bantul Tahun 2005-2010 No Lapangan Usaha RPr RPs LQ Overlay 1 Pertanian 0,611 0.227 1.329 --+ 2 PertambanganPenggalian 0,667 20.539 1.384 --+ 3 Industri Pengolahan 0,553 2.211 1.252 --+ 4 Listrik, gas air minum 1,041 8.859 0.969 ++- 5 Konstruksi 1,866 1.061 1.205 +++ 6 Perdagangan, hotelrestoran 1,103 1.021 0.941 ++- 7 Pengangkutan Komunikasi 1,372 0.843 0.671 +-- 8 Keuangan, persewaan jasa perusahaan 0,964 1.481 0.646 -+- 9 Jasa-jasa 1,049 1.029 0.781 ++- Sumber: PDRB Kabupaten Bantul dan PDRB Provinsi DIY Tahun 2005-2010 diolah c. Analisis MRP Kabupaten Gunung Kidul Hasil analisis MRP yang di overlay menunjukkan bahwa selama periode tahun 2006-2010 di Kabupaten Gunung Kidul tidak terdapat satupun sektor ekonomi masuk dalam kriteria pertama yang bernotasi positif untuk ketiga komponen. Hasil ini berarti di Kabupaten Gunung Kidul tidak terdapat kegiatan sektoral yang mempunyai pertumbuhan dan kontribusi yang lebih tinggi di tingkat DIY. Artinya, sektor-sektor