Latar Belakang Penelitian 2011-2012

5 pertumbuhan provinsi lainnya di pulau jawa seperti Jawa Barat dengan 6,21 dan DKI Jakarta dengan pertumbuhan tertinggi sebesar 6,23. Hal inilah yang harus dilakukan Pemda DIY untuk meningkatkan pertumbuhan agar tidak tertinggal jauh dari provinsi lainnya seperti ditunjukkan dalam tabel.1.2. Tabel.1.2. Perbandingan PDRB, PDRB Perkapita dan Laju Pertumbuhan ekonomi Propinsi se Jawa tahun 2004 dan 2008 atas dasar harga konstan 2000 No Wilayah PDRB Thn 2004 miliar Rp PDRB Thn 2008 miliar Rp PDRBkap Thn 2008 ribu Rp Laju Pertumbuhan Ekonomi 1 DKI Jakarta 31.832,2 353.723,4 37.782,5 6,23 2 Jawa Barat 5.957,0 291.205,8 7.005,5 6,21 3 Banten 6.011,8 68.802,9 6.814,3 5,77 4 Jawa Tengah 4.172,7 168.034,5 5.220,7 5,61 5 DIY 5.009,0 19.212,5 5.662,4 5,03 6 Jawa Timur 6.639,7 305.538,7 8.264,0 6,16 Sumber: BPS-Statistik Indonesia 2011 Sebuah hasil studi tentang anatomi makro ekonomi regional di provinsi DIY menunjukkan bahwa pertumbuhan Propinsi DIY masih di bawah pertumbuhan nasional yakni berkisar antara 3,70 sampai 5,02 Ma’ruf, 2009. Bencana alam terjadi di salah satu kabupaten di DIY yaitu Kabupaten Bantul pada tahun 2006 dan berkelanjutan hingga tahun 2010 di Kabupaten Sleman. Seiring dengan terjadinya bencana alam di daerah tersebut jelas mempengaruhi DIY secara keseluruhan. Ini memiliki dampak yang besar terhadap kegiatan ekonomi di daerah karena bencana alam dapat menimbulkan dampak langsung berupa kematian, kerugian materiil, rusaknya sektor-sektor 6 ekonomi seperti yang terjadi di Kabupaten bantul 2006 yang lalu. Hal ini jelas memperparah kondisi ekonomi daerah meskipun saat ini DIY berada dalam taraf pemulihan dari adanya bencana alam yang sering melanda. Dengan adanya otonomi daerah, setiap daerah kabupatenkota dituntut untuk mandiri mengurus rumah tangganya sendiri. Salah satu indikatornya melalui Pendapatan Asli Daerah PAD. PAD merupakan hasil murni yang didapatkan oleh suatu daerah. Semakin besar PAD, maka menunjukkan kemandirian daerah tersebut. Untuk meningkatkan PAD nya yang nanti akan berpengaruh terhadap PDRB, maka pemerintah daerah harus terus menggali potensi ekonomi yang ada. Salah satunya dengan memanfaatkan warisan alam untuk pariwisata yang ada di Provinsi DIY dan selalu mensyukuri pemberian dari Allah Ta’ala sehingga nikmat tersebut akan ditambah oleh Allah Ta’ala. Di Provinsi DIY terdapat empat kabupaten dan satu kota dimana tentunya setiap kabupaten dan kota masing-masing mempunyai potensi ekonomi yang khas sesuai keadaan daerahnya masing-masing sehingga akan mempunyai PDRB, tingkat pertumbuhan dan prioritas sektoral yang berbeda- beda pula seperti yang terlihat dalam Tabel.1.3. berikut ini. 7 Tabel.1.3. PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut KabupatenKota di Propinsi DIY Atas Dasar Harga Konstan 2000 No KabupatenKota PDRB tahun 2005 Juta Rp Perse ntase PDRB Tahun 2009 Perse ntase Laju pertumb uhan ekonomi rata-rata 1 Kulonprogo 1.465.477 9,05 1.728.304 8,62 4,31

2 Bantul

3.080.313 19,02 3.779.948 18,85 3,98 3 Gunungkidul 2.613.269 16,14 3.197.365 15,95 4,11

4 Sleman

4.837.435 29,88 6.099.557 30,42 4,74 5 Yogyakarta 4.194.945 25,91 5.244.851 26,16 4,56 DIY 16.191.439 100 20.050.025 100 4,41 Sumber Data: BPS-DIY Dalam Angka 2010 Tabel di atas memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi di masing-masing KabupatenKota tahun 2005-2009 terdapat kabupaten yang mempunyai laju pertumbuhan ekonomi rata-rata terendah dalam kurun waktu lima tahun dibandingkan kabupaten lainnya berada di bawah 4 yaitu Kabupaten bantul sebesar 3,98. Hal ini memerlukan perhatian yang cukup serius dari pemerintah DIY terutama Pemda Kabupaten Bantul. Meskipun diketahui bahwa untuk kabupaten Bantul kemunduran ekonominya lebih dipengaruhi oleh adanya bencana alam yang melanda pada tahun 2006 sehingga pertumbuhan ekonomi pada saat itu hanya sebesar 2,02 . Gempa yang melanda Kabupaten Bantul membuat lumpuh sektor-sektor ekonomi yang ada. Perhatian dan pengembangan pembangunannya perlu direncanakan kembali sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah tersebut dan antisipasi bencana harus disiapkan. 8 Selain bencana alam yang menjadi salah satu masalah di Provinsi DIY, ada beberapa masalah lain yang berhubungan dengan potensi ekonomi itu sendiri. Setiap tahun terjadi pertumbuhan ekonomi di masing-masing kabupatenkota, namun belum diketahui sektor apa saja yang menjadi sektor basis sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi tersebut. Hal ini penting dan bagian dari identifikasi potensi ekonomi. Masalah selanjutnya, dari pertumbuhan ekonomi yang ada belum diketahui sektor ekonomi yang memiliki potensi daya saing kompetitif dan komparatif. Sehingga pertumbuhan yang ada hanya terbatas pada nagka-angka kuantitatif saja. Untuk itu setelah sektor basis diketahui, dilanjutkan dengan identifikasi sektor-sektor yang memiliki potensi daya saing kompetitif dan komparatif. Tidak hanya itu, masalah lain yang harus diselesaikan agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya sebatas angka-angka dan memiliki arti penting adalah dengan mengidentifikasi sektor ekonomi yang memiliki potensidaya saing kompetitif dan spesialisasi. Ini menjadi penting, dikarenakan potensi yang belum diketahui keunggulannya sulit dikembangkan. Namun jika sudah diketahui sektor mana saja yang memiliki potensi masing-masing, maka pemerintah bisa mengambil sikap dan kebijakan terhadap sektor-sektor tersebut dengan lebih tepat. Masalah yang melanda Provinsi DIY berhubungan dengan potensi ekonomi yaitu belum diketahui daerah masing-masing kabupaten.kota yang digunakan untuk memacu pengembangan pembangunan. Dengan adanya 9 otonommi daerah, semua kabupatenkota berjalan sendiri-sendiri membangun daerahnya. Tapi Provinsi memiliki peran sebagai kordinasi antar kabupatenkota sehingga Provinsi harus mengetahui daerah mana yang bisa dijaidkan contoh untuk memacu pengembangan pembangunan. Masalah terakhir yang penting yaitu belum adanya prioritas sektor basis dalam pengembangan pembangunan. Sembilan sektor yang dimiliki oleh kabuatenkota memiliki program dalam kegiatan ekonominya. Namun tidak semua dapat dijalankan serentak. Hal ini terkendala oleh anggaran yang dialokasikan, kemudian RPJMD dan “urgensi” program tersebut. Untuk itu prioritas penentuan sektor basis harus dilaksanakan dengan harapan pemerintah dengan kebijakanya dan keterbatasan anggarannya memprioritaskan sektor- sektor basis. Meskipun laju pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir di kabupatenkota yang lain cukup baik, namun masing-masing kabupatenkota harus lebih meningkatkan PDRB nya. Agar hasil pendapatan daerah berkah untuk rakyat setempat, perlu dihindari kegiatan ekonomi atau sektor-sektor yang haram, bertentangan dengan syariat Islam serta merugikan orang banyak. Pemda harus kreatif dan inovatif untuk memanfaatkan potensi ekonomi yang ada. Karena masih banyak potensi yang dimiliki belum dimanfaatkan secara optimal. Sehingga kabupatenkota di DIY menemukan dan mengetahui sektor- sektor yang unggul di daerahnya. Banyaknya provinsi serta kabupatenkota di Indonesia yang meyebar dari Sabang sampai Merauke dan beragamnya potensi daerah yang berbeda 10 diperlukan perhatian yang serius dalam upaya pengembangan pembangunan oleh Pemerintah. Tidak setiap daerah memiliki potensi ekonomi yang sama, untuk itu penelitian dan studi lanjutan secara terus-menerus harus dilakukan agar pembangunan di daearah lebih cepat dan sesuai dengan keadaan daerah tersebut. Pemerintah juga harus menjaga agar potensi-potensi tersebut tidak dikuasai pihak asing dengan sesukanya sehingga akan berdampak merugikan daerah tersebut. Dari uraian diatas maka diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui potensi serta identifikasi sektor-sektor ekonomi daerah kabupaten dan kota yang berada dalam wilayah DIY sebagai pedoman dalam merumuskan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di era otonomi daerah. Peneliti mengambil judul penelitian “Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten dan Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta DIY”. B. Perumusan Masalah Provinsi DIY termasuk daerah yang perekonomiannya paling rendah dibandingkan dengan lima provinsi lainnya yang setara di Jawa yakni DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Banten, yang tercermin dari tingkat Produksi Domestik Regional Bruto PDRBnya lihat Tabel 1.2.. Demikian pula dengan volume ekspornya. Hal ini disebabkan belum optimalnya pemgembangan potensi daerah. Mengacu pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka masalah yang akan dikaji adalah: 11 1. Sektor basis ekonomi apa saja yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masing-masing bagi kabupatenkota di Provinsi DIY; 2. Sektor ekonomi apa saja yang mempunyai potensi daya saing kompetitif dan komparatif bagi masing-masing kabupatenkota di Provinsi DIY; 3. Sektor ekonomi apa saja yang mempunyai potensi daya saing kompetitif dan spesialisasi bagi masing-masing kabupatenkota di Provinsi DIY; 4. Daerah mana yang dapat digunakan untuk memacu pengembangan pembangunan.; 5. Bagaimana penentuan prioritas sektor basis untuk pengembangan pembangunan di DIY ditiap kabupatenkota.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi ekonomi dan mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi di masing-masing kabupatenkota di wilayah DIY dengan cara: 1. Mengetahui sektor basis ekonomi apa saja yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masing-masing bagi kabupatenkota di Provinsi DIY; 2. Mengetahui Sektor ekonomi apa saja yang mempunyai potensi daya saing kompetitif dan komparatif bagi masing-masing kabupatenkota di Provinsi DIY; 3. Mengetahui Sektor ekonomi apa saja yang mempunyai potensi daya saing kompetitif dan spesialisasi bagi masing-masing kabupatenkota di Provinsi DIY 12 4. Menganalisis tipologi masing-masing daerah berdasarkan potensi yang dimilikinya. 5. Menentukan priorotas sektor basis guna pengembangan pembangunan di DIY umumnya serta Kabupaten dan Kota Khususnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi, informasi dan pedoman bagi pengambil kebijakan serta peneliti lainnya yang berminat dibidang ini: 1. Memudahkan pemerintah provinsi DIY membuat perencanaan kebijakan pembangunan ekonomi daerah baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang berdasarkan potensi ekonomi dan tipologi yang dimiliki tiap kabupatenkota. 2. Sebagai bahan informasi untuk dipertimbangkan oleh pemerintah DIY tentang kinerja masing-masing sektor. 3. Menambah referensi tentang pertumbuhan ekonomi di suatu daerah untuk dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan studi-studi selanjutnya. 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori yang berkenaan dengan Variabel yang diambil

1. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah

a. Teori Basis Ekonomi Economic Base Theory

Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah Arsyad, 2002:116. Teori basis ini digolongkan ke dalam dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis merupakan sektor yang melakukan aktifitas berorientasi ekspor keluar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Sektor basis memiliki peran penggerak utama primer mover dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah semakin maju pertumbuhan wilayah. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis menimbulkan efek ganda dalam perekonomian regional. Sedangkan sektor non basis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa untuk masyarakat di dalam batas wilayah perekonomian bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasaran bersifat lokal. Inti dari teori ini adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. 14 Strategi pembangunan daerah yang muncul berdasarkan teori ini adalah penekanan terhadap arti penting bantuan aid kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. implementasi kebijakannya mencakup pengurangan hambatanbatasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah tersebut. Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah digunakan analisis Location Quotient LQ. LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau unggulan dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah tersebut dengan peranan kegiatan atau industri sejenis dalam perekonomian regional Emilia, 2006:24. LQ menggunakan rasio total nilai PDRB disuatu daerah kabupatenkota dibandingkan dengan rasio PDRB pada sektor yang sama di wilayah referensi provinsinasional.

b. Teori Lokasi

Alfred Weber seorang ahli ekonomi Jerman menulis buku berjudul Uber den Standort der Industrien pada tahun 1909. Buku ini diterjemahkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1929 oleh C.J.Friedrich dengan judul Alfred Weber’s Theory of Location of Industries Tarigan, 2005:96. Teori yang dipelopori oleh Weber ini khusus untuk kegiatan industri pengolahan. Sehingga teori ini sangat terkait dengan pengembangan kawasan industri. Untuk lebih mendalami digunakan 15 pendekatan Least cost analysis dalam penerapannya. Teori ini mengemukakan mengenai perusahaan yang meminimumkan biaya dengan cara pemilihan lokasi yang strategis dan mendekati pasar. Strategis dalam arti mudah dalam mendapatkan bahan baku dan mudah dalam distribusi barang atau jasa. Analisis least cost ini didasarkan pada beberapa asumsi pokok yaitu lokasi pasar dan sumber bahan baku, sebahagian bahan baku adalah localized materials, tidak terjadi perubahan teknologi serta ongkos transportasi tetap. Weber menyimpulkan bahwa lokasi optimum dari suatu perusahaan industri umumnya terletak dimana permintaan terkonsentrasi atau sumber bahan baku. Bila suatu perusahaan industri memilih lokasi pada salah satu dari kedua tempat tersebut, maka ongkos angkut untuk bahan baku dan hasil produksi akan dapat diminimumkan dan keuntungan aglomerasi yang ditimbulkan dari adanya konsentrasi perusahaan pada suatu lokasi dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin Emilia, 2006:16. Banyak variabel yang mempengaruhi kualitas atau suitabilitas suatu lokasi misalnya upah tenaga kerja, biaya energi, ketersediaan pemasok, komunikasi, fasilitas-fasilitas pendidikan dan latihan diklat, kualitas pemerintah daerah dan tanggung jawabnya serta sanitasi Arsyad, 2002:116.