Mitra dan TRI Murni dan peneliti bermaksud untuk mengetahui berapa besar perbedaan pendapatan masyarakat sistem TRI Mitra dengan sistem TRI Murni.
Saat ini, banyak petani tebu mulai enggan untuk menanam tebu dan beralih menanam komoditi lain. Pendapatan yang rendah dibarengi dengan kewajiban
untuk membayar sewa lahan membuat petani merugi. Kondisi ini perlu dicari jalan keluar dengan mengetahui apa yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang
serta ancaman untuk mempertahankan dan mengembangkan usaha tani tebu. Dari hal tersebut, peneliti bermaksud untuk meneliti bagaimana strategi pengembangan
pengelolaan usaha tani tebu dengan sistem TRI Mitra dan sistem TRI Murni. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai analisis pengelolaan usaha tani tebu dengan sistem Tebu Rakyat Intensifikasi TRI di Desa Bulu Cina dengan membahas
mekanisme pelaksanaan, besar pendapatan dan strategi pengembangan dari pengelolaan usaha tani tebu tersebut.
1.2 Identifikasi Masalah
1 Bagaimana mekanisme pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi TRI di daerah penelitian?
2 Berapa besar perbedaan pendapatan masyarakat Sistem TRI Mitra dengan Sistem TRI Murni?
3 Bagaimana strategi pengembangan pengelolaan usaha tani tebu dengan Sistem TRI Mitra?
4 Bagaimana strategi pengembangan pengelolaan usaha tani tebu dengan Sistem TRI Murni?
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian
1 Untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi TRI di daerah penelitian.
2 Untuk mengetahui besar perbedaan pendapatan masyarakat Sistem TRI Mitra dengan Sistem TRI Murni
3 Untuk menentukan strategi pengembangan pengelolaan usahatani tebu dengan Sistem TRI Mitra
4 Untuk menentukan strategi pengembangan pengelolaan usahatani tebu dengan Sistem TRI Murni
1.4 Kegunaan Penelitian
1 Sebagai bahan informasi bagi petani tebu dalam mengembangkan usaha taninya.
2 Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan untuk menangani permasalahan dan pengembangan
usahatani tebu. 3 Sebagai bahan kajian dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Sosial Ekonomi Tebu Nasional
Tanaman Tebu dalam bahasa latin saccharum officinarum L merupakan salah satu bahan dasar raw material pembuatan gula. Tanaman tebu dapat tumbuh
dengan baik di daerah tropika, sub-tropika dan beriklim sedang. Di Indonesia khususnya di Jawa, tanaman tebu diusahakan sebagai tanaman rakyat dan
perkebunan PTPPTPN Setyohadi, 2012. Indonesia merupakan salah satu penghasil tebu terbesar di dunia. Perkebunan tebu
di Indonesia terdapat di Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Sebagian besar perkebunan tebu di
Indonesia berupa perkebunan rakyat yang jumlahnya mencapai 50, 30 dikelola oleh swasta dan 20 lagi oleh perkebunan negara. Perkebunan tebu
negara dikelola oleh PT. Perkebunan Negara PTPN II, VII, IX, X, XI, XIV. Masing-masing PTPN memiliki sejumlah pabrik gula yang mengolah tebu
menjadi gula untuk didistribusikan ke masyarakat. Tebu merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peranan dan
posisi penting dalam sektor industri pengolahan di Indonesia. Tanaman tebu merupakan bahan baku untuk industri gula, dan tidak hanya menghasilkan gula
untuk masyarakat, tetapi juga gula sebagai bahan baku industri makanan- minuman serta produk-produk lain, seperti energi, serta, blotong, tetes, dan lain-
lain yang merupakan hasil ikutannya. Industri gula, tanaman tebu, dan hasil
Universitas Sumatera Utara
ikutannya mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan mampu menyerap tenaga kerja begitu besar Zafrullah, 2013.
Tanaman tebu Saccharum officinarum terkategori tanaman berserat yang memiliki kandungan polisakarida yang cukup tinggi dan kandungan lignin yang
relatif rendah sehingga pemanfaatan terbesar saat ini adalah untuk industri gula. Budidaya tebu merupakan upaya manusia untuk mengoptimalkan kondisi tanaman
tebu agar memperoleh sumberdaya alam yang dibutuhkannya, sehingga diperoleh hasil panen yang maksimal, baik dilihat dari sisi produktivitas maupun
dari sisi kualitas Arda, 2009. Saat ini pemerintah sedang menggalakkan penanaman tebu untuk mengatasi
rendahnya produksi gula di Indonesia. Usaha pemerintah sangat wajar dan tidak berlebihan mengingat Indonesia pernah mengalami masa kejayaan sebagai
pengekspor gula Suwarto dan Octavianty, 2010.
2.1.2 Usahatani Tebu Dengan Sistem TRI
Program Tebu Rakyat Intensifikasi TRI, merupakan kebijaksanaan pemerintah di bidang perindustrian gula tertuang dalam Inpres No. 9 tahun 1975. Program
TRI awalnya berkembang di pulau Jawa sekitar tahun 1975, dan mulai diterapkan di Sumatera Utara sekitar tahun 1986, yaitu: di kabupaten Langkat dan meluas ke
kabupaten Deli Serdang sekitar tahun 1988 Elizabeth, 2002. Dalam program ini, pemerintah mengalihkan sistem penyewaan lahan petani
menjadi pengusahaan sendiri oleh petani di bawah bimbingan pabrik gula PG dan BRI sebagai institusi bantuan permodalan dalam bentuk kredit. Tenaga kerja
Universitas Sumatera Utara
dari para petaninya merupakan faktor utama yang penting dalam pengusahaan pertanaman tebu rakyat, dimana tenaga kerja merupakan faktor produksi utama
pula bagi seorang petani dalam berusaha di bidang manapun. Secara historis, program Tebu Rakyat Intensifikasi TRI merupakan salah satu
kebijakan pemerintah di masa “Orde Baru”, yang berhubungan dengan pembangunan di bidang perindustrian gula. Sebagai salah satu kebijakan
pemerintah, program TRI tertuang dalam Inpres No.9 tahun 1975, yang mengalihkan sistem penyewaan lahan petani menjadi pengusahaan sendiri oleh
petani dengan pola intensifikasi dibawah bimbingan pabrik gula PG dan bantuan kredit dari BRI, serta BULOG yang berperan untuk membeli dan menampung
seluruh produksi gula Majalah Gula Indonesia, 1986. Program TRI merupakan salah satu usaha untuk peningkatan produksi gula,
sebagai salah satu komoditas komersil dunia, dan meningkatkan pendapatan petani tebu di Sumatera Utara yang dilaksanakan berdasarkan SK Menteri
Pertanian tahun 1989 , tentang Program Intensifikasi Pertanian dan SK Gubernur Kepala Daerah Tk. I Sumatera Utara No. 520 tahun 1990, tentang Program
Intensifikasi Pertanian di Sumatera Utara. Program TRI sangat besar pengaruhnya, yang menyebabkan: perubahan sosial
ekonomi petani tebu; perubahan sistem produksi, pemasaran, alokasi sumberdaya dan kodal; serta kelembagaan yang menunjang undustri pergulaan. Perubahan
tersebut antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1 Terjadinya pemisahan antara sistem produksi dan subsistem pengolahan, dimana kegiatan PG sangat tergantung pada tersedianya bahan baku tebu dari
produksi usahatani petani; 2 Pengusahaan pertanaman tebu skala besar oleh PG, dengan pola TRI
merupakan akumulasi usahatani skala kecil oleh petani, sehingga sangat bergantung pada pilihan petani untuk tetap mempertahankan usahatani
tebunya; 3 Melibatkan banyak lembaga penunjang, dimana keberhasilan industri gula
tergantung pada efisiensi lembaga penunjang tersebut; 4 Terjadi perubahan pasar input, output dan modal di pedesaan didasari Inpres
No.9 tahun 1975 tersebut Malian, 2004.
2.2 Landasan Teori
Program Bimas Intensifikasi Tebu Rakyat TRI adalah salah satu program nasional yang dilaksanakan berdasarkan Inpres Nomor 9 Tahun 1975, dan
merupakan suatu program inovasi untuk menerapkan teknologi dengan tujuan meningkatkan dan memantapkan produksi gula sekaligus meningkatkan
kesejahteraan para petani melalui peningkatan pendapatan. Pelaksanaan TRI ditempuh melalui peningkatan mutu intensifikasi penerapan
teknologi anjuran dengan sistem Bimas, dan telah dikembangkan sejak MTT. 19751976 sampai sekarang. Dalam penyelenggaraan TRI ini terdapat 2 unsur
pelaku utama yaitu petani yang terhimpun dalam suatu kelompok tani dan pabrik gula. Petani dan kelompok tani berfungsi sebagai penanam tebu untuk bahan baku
Universitas Sumatera Utara
pabrik gula dan pabrik gula sebagai pimpinan kerja para petani, sumber teknologi, pembimbing teknis dan pengolah tebu hasil TRI.
Untuk dapat melaksanakan fungsinya kedua unsur pelaku utama tersebut perIu mendapat dukungan dari unsur pelayanan KUD dan Bank pemberi kredit serta
dorongan dari unsur pengaturan dan pembinaan. Pelaksanan pertanaman tebu dilapangan untuk tiap-tiap pabrik gula telah diatur wilayah kerja dan binaannya
masing-masing yang disesuaikan dengan kapasitas pabriknya dengan jumlah hari giling yaitu maksimun 180 hari, sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih
antara satu pabrik dengan pabrik lainnya dalam hal penyedian bahan baku. Waktu dan jumlah tebangan harus disesuaikan dengan kapasitas pabrik diatur
sedemikian rupa agar pada waktu ditebang berada dalam keadaan rendemen optimal matang dan siap untuk langsung diolah dipabrik gula. Agar siap diolah
dalam keadaan MBS maka peranan manajemen pengaturan penebangan, dan angkutan tebu cukup penting agar keadaan tersebut diatas yaitu tebu yang telah
ditebang dapat tiba di pabrik tepat waktu dan tepat jumlah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan demikian pula agar tebu yang diangkut tersebut dapat tiba
ketujuannya Sukarman, 1998. Pelaksanaan TRI dilakukan berdasarkan fungsi kelembagaan yaitu terkait di
dalamnya: fungsi pelaksana meliputi petani TRI dan PG; fungsi pelayanan meliputi KUD, Bank Rakyat Indonesia BRI, dan Balai Penyuluhan Pertanian
BPP; fungsi pembinaan meliputi semua instansi yang terkait dalam koordinasi Satuan Pembina SATPEM, Satuan Pelaksana SATPEL BIMAS.
Universitas Sumatera Utara
Kepala Daerah Tingkat IIKetua SATPEL BIMAS beserta para Kepala Wilayah Pemerintahan bawahannya selaku ketua SATPEL BIMAS sampai dengan desa,
bertanggung jawab atas terlaksananya program TRI. Dalam hubungan ini para Kepala DaerahKepala Wilayah harus mengusahakan: pengendalian pelaksanaan
sistimtata tanam glebagan secara lebih mantap; mengembangkan KUD agar dapat berfungsi dengan baik dalam pelaksanaan program TRI; terciptanya hubungan
kerjasama yang baik dan serasi antara PG, KUD, dan kelompok tani. Kepala Daerah tingkat IIKetua SATPEL BIMAS dengan memperhatikan pertimbangan
dari PG dan Kantor Departemen Koperasi menetapkan KUD mampu untuk melaksanakan tugas penyediaan sarana produksi, penyaluran dan pengembalian
kredit TRI. Pabrik Gula sebagai perusahaan pengelola mempunyai tanggung jawab
operasional dan bertindak sebagai pimpinan kerja pelaksana budidaya tanaman tebu di wilayah kerjanya, serta bertanggung jawab dalam menyebarluaskan
informasi hasil penemuan baru inovasi yang berasal dari lembaga-lembaga penelitian terutana dari BP3G, dibantu Cabang Dinas Perkebunan DaerahUnit
Pelaksana Proyek UPP TRI serta wajib memberikan buku pedoman teknis bercocok tanam tebu kepada semua kelompok tani di wilayah kerjanya. Sinder
Kebun KepalaSinder Kebun Wilayah wajib menyusun rencana kerja dan pembiayaan pengelolaan kebun sesuai dengan buku kultur teknis di wilayahnya
sebagai pedoman bagi kelompok tani dalam mengusahakan tanaman tebunya. Kelompok tani berdasarkan hamparan yang telah dibentuk dalam rangka sistim
kerja latihan dan kunjungan, digunakan untuk menjamin pengelolaan usahatani
Universitas Sumatera Utara
tebu rakyat yang rasional. Masing-masing kelompok tani hamparan dipimpin oleh seorang Ketua Kelompok Tani.
Koperasi Unit Desa KUD merupakan wadah kegiatan ekonomi yang melayani masyarakat
pedesaan sesuai
dengan kemampuannya
masing-masing, melaksanakan fungsi penyediaan dan penyaluran sarana produksi seperti pupuk,
pestisida, dan lain-lain, fungsi penyaluran dan pengembalian kredit dari petani, serta fungsi pemasaran hasil.
Pendapatan atau keuntungan usaha tani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Analisis pendapatan usaha tani dapat dipakai sebagai ukuran untuk
melihat apakah suatu usaha tani menguntungkan atau merugikan, sampai seberapa besar keuntungan atau kerugian tersebut Soekartawi, 2006.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani adalah luas usahatani,
efisiensi kerja, dan efisiensi produksi. Luas usahatani yang sempit dapat mengakibatkan produksi persatuan luas yang tinggi tidak dapat tercapai.
Sementara efisiensi kerja dan efisensi produksi yang tinggi meneyebabkan pendapatan petani semakin tinggi Makeham dan Malcolm, 1991.
Penerimaan usaha tani adalah perkalian antara volume produksi yang diperoleh dengan harga jual. Harga jual adalah harga transaksi antara petani penghasil dan
pembeli untuk setiap komoditas menurut satuan tempat. Satuan yang digunakan seperti satuan yang lazim dipakai pembelipenjual seperti partai besar, misalnya:
kg, kwintal, ikat, dan sebagainya Soekartawi, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya, pendapatan petani tebu banyak ditentukan oleh tingkat produksi, harga input, harga produksi, dan sistem bagi hasil. Bila harga dan bagi hasil yang
telah ditentukan dapat menguntungkan petani tebu, maka tidak sia-sialah petani yang telah mengorbankan banyak biaya dan tenaga. Adapun penentuan bagi hasil
dapat dilakukan berdasarkan pengukuran rendemen efektif Tim Penulis PS, 1994.
Faktor produksi usahatani pada dasarnya adalah tanah dan alam sekitarnya, tenaga kerja, modal, serta peralatan. Namun demikian, ada beberapa pendapat yang
memasukkan manajemen sebagai faktor produksi keempat walaupun tidak langsung Suratiyah, 2008.
Osburn dkk. 1978 menyatakan bahwa manajemen terdiri atas tiga hal yang saling berkaitan, yaitu manajemen sebagai suatu pekerjaan, manajemen sebagai
sumber daya, dan manajemen sebagai prosedur. Jika manajemen sebagai suatu pekerjaan maka petani harus dapat menjabarkan dan merealisasikan idea tau buah
pikirannya dalam mengelola usahataninya sehingga berhasil seperti yang dia inginkan. Manajemen sebagai sumber daya juga sangat penting karena sangat
menentukan keberhasilan suatu usaha. Sebagai contoh, dua orang petani dengan luas lahan dan kondisi yang sama, pada saat yang sama dapat diperoleh hasil yang
berbeda. Hal ini karena ditentukan oleh pengelolaan yang berbeda. Manajemen atau pengelolaan yang baik dan benar akan memberikan hasil yang baik pula.
Proses kemasakan tebu merupakan proses yang berjalan dari ruas ke ruas. Tebu yang sudah mencapai umur masak, keadaan kadar gula di sepanjang batang
seragam, kecuali beberapa ruas di bagian pucuk dan pangkal batang. Panen
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dengan cara ditebang. Usahakan agar tebu ditebang saat rendemen pada posisi optimal, yaitu umur sekitar 10 bulan atau tergantung jenis tebu. Tebu yang
berumur 10 bulan akan mengandung saccharose 10, sedangkan yang berumur 12 bulan bias mencapai 13 Suwarto dan Octavianty, 2010.
Rendemen yang tinggi menjadi idaman setiap petani tebu. Hal itu berarti pendapatan bersih mereka menjadi lebih tinggi. Rendemen tebu adalah kadar
kandungan gula di dalam batang tebu yang dinyatakan dengan persen. Apabila tanaman tebu memiliki rendemen 10, berarti dari setiap 1 ku tebu atau 100 kg
tebu yang digiling akan dihasilkan gula seberat 10 kg. Perhitungan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.
Rendemen = Sejumlah gula yang dihasilkan x 100 Sejumlah tebu yang digiling
Secara umum biaya merupakan pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen dalam mengelola usaha taninya untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Menurut Makeham dan Malcolm 1991: 93, biaya produksi merupakan jumlah dari dua komponen: i biaya tetap, yang tidak langsung berkaitan dengan jumlah
tanaman yang dihasilkan di atas lahan biaya ini harus dibayar apakah menghasilkan sesuatu atau tidak. Menurut Hernanto 1991: 179, biaya yang
tergolong dalam kelompok ini antara lain: pajak tanah, pajak air, penyusutan alat dan bangunan pertanian, pemeliharaan kerbau, pemeliharaan pompa air, traktor
dan lain sebagainya. Total biaya produksi adalah total biaya tidak tetap ditambah dengan total biaya tetap; ii biaya tidak tetap, yang secara langsung berkaitan
dengan jumlah tanaman yang diusahakan dan input variable yang dipakai. Biaya
Universitas Sumatera Utara
yang tergolong dalam kelompok ini antara lain: biaya untuk pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit, buruh atau tenaga kerja upahan, biaya panen, biaya
pengolahan tanah baik yang merupakan kontrak maupun upah harian, dan sewa tanah.
Analisis SWOT Strengths, Weaknesses, Opportunity, Threats adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan Strengths,
kelemahan weaknesses, peluang opportunities, dan ancaman threats dalam suatu proyek atau spekulasi bisnis. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang
spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.
Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam
gambar matrik SWOT, dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan strengths mampu mengambil keuntungan advantage dari peluang opportunities yang
ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan weaknesses yang mencegah keuntungan advantage dari peluang opportunities yang ada, selanjutnya
bagaimana kekuatan strengths mampu menghadapi ancaman threats yang ada, dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan weaknesses yang
mampu membuat ancaman threats menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru http:id.wikipedia.orgwikiAnalisis_SWOT.
2.3 Penelitian Terdahulu