1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
elektromagnet, biasanya dalam jangkau frekuensi radio 107-108 Hz. Sebuah inti yang berpusing yang disearahkan dengan medan magnet itu dapat dibalikkan
arahnya dengan cara menyerap sebuah proton yang energinya tepat sesuai. Inti yang berlainan atau inti yang serupa tetapi terikat pada lingkungan yang berlainan,
menyerap foton pada panjang gelombang yang berlainan. Pola frekuensi radio yang diserap merupakan spektrum NMR dari senyawa itu. Cresswell and
Campbell.1982. Di dalam medan magnet, perputaran elektron
–elektron valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan.
Hingga setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan mengenai dan bahwa besarnya perlindungan ini tergantung pada
kerapatan elektron yang mengelilinginya.Makin besar kerapatan elektron yang mengelilingi inti, maka makin besar pula medan yang dihasilkan yang melawan
medan magnet yang digunakan. Akibat secara keseluruhan proton merasakan adanya pengurangan medan yang mengenainya. Karena inti merasakan medan
magnet yang dirasakan lebih kecil, maka ia akan mengalami presesi pada frekuensi yang lebih rendah. Setiap proton dalam molekul mempunyai lingkungan
kimia yang sedikit berbeda yang akan mengakibatkan dalam frekuensi yang sedikit berbeda. Sastrohamidjojo. 1991 .
2.7 Uji inVitro Antiinflamasi dengan Bovine Serum Albumin
Uji invitro antiinflamasi menggunakan Bovine Serum Albumin BSA. Ketika BSA dipanaskan, akan mengalami denaturasi dan mengekspresikan
antigen yang berhubungan dengan tipe III reaksi hipersensitivitas dan yang berhubungan dengan penyakit seperti penyakit serum, glomerulonefritis,
rheumatoid arthritis dan lupus eritematosus sistemik. Dengan demikian uji yang diterapkan untuk penemuan obat yang dapat menstabilkan protein dari proses
denaturasi. Beberapa obat antiinflamasi nonsteroid seperti indometasin, ibufenak, diklofenak natrium, asam salisilat, dan asam flufenamat mencegah denaturasi
protein BSA pada pH patologis 6,2-6,5 Ramalingam, 2010.
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, Laboratorium Penelitian I, Laboratorium Penelitian II, Laboratorium Kimia Obat
Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Penelitian dimulai pada bulan Februari sampai April 2015.
3.2 Alat dan Bahan
Alat
Spektrofotometer H-NMR500 MHz, JEOL, Spektrofotometer UV-vis HITACHI, GCMS Agilent Technologies, Spektrofotometer Inframerah
Transformasi Fourier, seperangkat alat Kromatografi Lapis Tipis, Seperangkat alat Kromatografi Kolom, timbangan analitik, microwave, Penangas air, rotary
evaporator Eyela, gelas kimia, pipet tetes, pipet ukur, kertas saring, magnetic stirrer Wiggen Hauser.
Bahan
Senyawa etil p-metoksisinamat, HCl 15, NaOH, HNO
3
69, metanol, aseton, n-Heksan, etil asetat, akuades, es batu, Basa Tris, Bovine Serum Albumin.
3.3 Prosedur Penelitiaan
3.3.1 Hidrolisis Etil p-metoksisinamat
Sebanyak 1.500 mg NaOH dilarutkan dalam etanol pro analisia dalam gelas kimia dan dengan kondisi pemanasan pada suhu 60º C dan pengadukan dengan
menggunakan magnetic stirer hingga NaOH larut. Kemudian setelah larut tambahkan senyawa Etil p-metoksisinamat sebanyak 5.000 mg kedalamnya, suhu
dijaga tetap 60º C dan dibiarkan selama 3 jam. Hasil reaksi ditambahkan dengan akuades ±1.000 ml dan akan didapatkan larutan dengan pH 13, tambahkan HCl
15 sehingga akan terbentuk endapan APMS, penambahan HCL 15 dilakukan hingga pH larutan mencapai 4 yaitu ditandai dengan tidak terbentuk lagi endapan
apms. Endapan yang didapat disaring dengan menggunakkan kertas saring dan