Latar belakang masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Sebagai ”sesepuh” dalam dunia pertelevisian, tidak sedikit tayangan TVRI yang begitu lekat di benak pemirsa Indonesia. Sebut saja tayangan ”Losmen”, serial ”Pondokan”, ACI Aku Cinta Indonesia yang berjaya di tahun 1980-an. Lalu ada sinetron ”Sayakti dan Hanafi”, sinetron-sinetron yang diangkat dari cerita novel berlatar ranah Minang ” Sitti Nurbaya, Sengsara Membawa Nikmat” pernah begitu menyita perhatian pemirsa di era 1990-an. Bahkan tayangan khusus untuk anak-anak yang penuh pesan moral namun begitu menghibur ”Unyil” masih begitu dirindukan. Buktinya, karakter Si Unyil di reka ulang oleh stasiun televisi Trans 7 dalam acara bertajuk ” Laptop Si Unyil” Jangan lupakan pula siaran berita dengan status ”tontonan wajib” di zaman Soeharto ” Dunia Dalam Berita” dan yang paling istimewa adalah hak ekslusif TVRI dalam membagi tayangan olah raga terakbar di dunia, FIFA WORLD CUP. Namun seiring punahnya kejayaan orde baru, pudar pulalah wibawa TVRI. Pasca reformasi, muncul keinginan untuk menjadikan TVRI sebagai TV publik. Sebuah lembaga penyiaran alternatif yang tidak menempatkan dirinya di bawah intervensi negara ataupun subordinasi pasar, melainkan di bawah supervisi dan evaluasi publik. Menjadikan TVRI sebagai lembaga penyiaran publik sebenarnya sudah mendapat legitimasi dalam UU penyiaran No. 32 tahun 2002. Pada UU penyiaran tersebut di bagian keempat pasal 14 ayat 1 disebutkan Lembaga Penyiaran Publik adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat Universitas Sumatera Utara independen, netral, tidak komersial dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Di ayat 2 dipertegas yang dimaksud Lembaga Penyiaran Publik adalah Radio Republik Indonesia RRI dan Televisi Republik Indonesia TVRI. Tentu saja, UU penyiaran ini lebih banyak berbicara di level normatif. Sementara teknis operasionalnya membutuhkan peraturan yang lebih rinci. Dalam status persero misalnya, apakah mengizinkan adanya lembaga supervisi penyiaran publik yang dipertimbangkan oleh manajemen TVRI? Sementara biasanya, yang akan mengambil keputusan-keputusan yang mengikat manajemen adalah Rapat Umum Pemegang Saham RUPS. Kalau supervisi dan evaluasi hanya dilakukan oleh segelintir pemodal atau elite manajemen saja, tentu masa depan TVRI sebagai TV publik menjadi hal yang utopis. Pengalaman TV publik di hampir seluruh dunia menunjukkan keharusan adanya kontrol dari publik. Misalnya, ABC Australia mempunyai The National Advisory Council NAC atau The Australian Broadcasting Corporation Advisory Council. Begitu juga NHK Nippon Hoso Kyokai dalam strukturnya memiliki Board of Governors NHK yang bertanggung jawab dalam menentukan kebijakan-kebijakan penting seperti anggaran, rencana pengembangan stasiun penyiaran,standar program acara dan lain-lain. TV publik sebetulnya sangat dimungkinkan untuk melakukan pencarian dana fund raising termasuk menggunakan daya tarik programnya seperti melalui iklan atau sponsor. Dengan catatan kualifikasi, standarisasi, dan etika penempatannya harus tetap di bawah supervisi dan evaluasi publik bukan semata- mata tunduk pada rating dan kemauan pengiklan. Makanya harus ada pembatasan- pembatasan yang jelas, untuk menghindari kekaburan makna TV publik. Harapan Universitas Sumatera Utara normatif dari munculnya TV publik adalah public sphere yakni adanya suatu wilayah yang bebas dari intervensi negara dan juga dominasi pasar. www.Sinar Harapan.com Struktur industri penyiaran di Indonesia saat ini menekan TVRI untuk menjadikan realitas pasar yang berorientasi komersial sebagai realitas objektif. Pasar tentu saja memandang TVRI yang berdasarkan wilayah jangkauannya mencapai 841.552 Km2 42,90 dari luas wilayah Indonesia dan jangkauan berdasarkan penduduk mencapai 169,282 juta orang atau 81,90 dari jumlah penduduk Indonesia www.Sinar Harapan.com merupakan suatu instrumen yang menjanjikan. Jika TVRI terjebak dengan rumusan maksimalisasi produksi demi akumulasi keuntungan, apa bedanya dengan TV komersial? Penghambaan atas rating sudah pasti menjadi prioritas isi media, dengan mengkonstruksi selera publik sebagaimana keinginan pengiklan. Semakin hari angkasa nusantara semakin disesaki oleh frekuensi siaran televisi swasta yang baru muncul. Hal itu membuat masyarakat mempunyai banyak sekali pilihan tontonan. Kehadiran tv-tv baru ini sudah tentu menjadikan TVRI semakin punya banyak saingan dalam memperebutkan perhatian khalayak. Sementara TVRI sendiri punya keterbatasan ruang gerak yang disebabakan tanggung jawabnya sebagai stasiun televisi publik. Televisi swasta memandang masyarakat sebagai pasar sehingga mereka begitu peduli dan peka terhadap selera menonton masyarakat, sedangkan TVRI harus mempopulerkan “nilai – nilai ketauladanan di masyarakat”. Kondisi TVRI ini diperparah oleh minimnya anggaran operasional mereka. Akibatnya TVRI tidak sanggup menjaga kualitas gambar dan suara sesuai dengan tuntutan zaman, serta berkreasi dalam siarannya. Penurunan jumlah penontonpemirsa setia sangat terasa, terutama dikalangan generasi muda. Hal ini dirasakan langsung oleh peneliti. Pernah suatu saat peneliti berkumpul dengan teman – teman dirumah orang Universitas Sumatera Utara tua peneliti. Lalu peneliti memasang channel TVRI. Seluruh teman – teman peneliti tidak setuju dengan keputusan itu. Ada yang marah dan ada yang tertawa sambil menyeletuk “TVRI kok ditonton, macam uwak – uwak aja kau”. Ternyata yang terjadi dirumah peneliti bukan kejadian tunggal. Dibanyak daerah terutama dikota besar jumlah pemirsa TVRI terus menurun. Peneliti mengetahui fenomena ini karena saat berselancar didunia maya peneliti sering membuka blog – blog yang bertema “TVRI”. Salah satu yang paling sering diikuti www.cintatvri.blogspot.com. Pada observasi awal, peneliti menemukan fakta bahwa seluruh masyarakat kelurahan sei Sikambing-B kecamatan Medan Sunggal telah memiliki televisi dirumahnya masing – masing. Buktinya disetiap rumah selalu terdapat tiang antena penerima siaran televisi. Jarak kelurahan sei Sikambing-B kecamatan Medan Sunggal dengan stasiun pemancar TVRI dijalan Putri Hijau Medan bisa ditempuh kurang dari 30 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor. Kedekatan jarak ini menjadikan sinyal frekuensi dari TVRI Medan bisa diterima dengan baik. Hasilnya hampir disetiap rumah kualitas gambar maupun suara siaran TVRI yang di terima pesawat televisi cukup baik. Sehingga masyarakat kelurahan tersebut dengan leluasa dapat mengakses siaran TVRI baik siang maupun malam. Beragam uraian di atas inilah yang menyebabkan peneliti tertarik untuk meneliti ”Eksistensi TVRI sebagai stasiun televisi publik dengan meneliti opini masyarakat kelurahan sei Sikambing-B kecamatan Medan Sunggal terhadapnya”.

1.2. Perumusan Masalah