Pengertian Santri Komunikasi Kyai dan Santri

juga sering digunakan oleh para da’i atau muballigh yang biasa memberikan ceramah agama Islam. 33

2. Pengertian Santri

Santri menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah orang yang mendalami agama Islam; orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh; orang yang soleh. 34 Sedangkan dalam istilah lain, santri berasal dari kata cantrik dalam agama Hindu yang berarti orang-orang yang ikut belajar dan mengembara dengan empu-empu ternama. Namun ketika diterapkan dalam agama Islam, kata cantrik tersebut berubah menjadi santri yang berarti orang-orang yang belajar kepada para guru agama. 35 Santri dapat diartikan sebagai kelompok sosio religius, yakni hubungan mendasar antara mayarakat dengan agama. Bila hal ini terwujud, maka masyarakat akan terdorong ke dalam perhimpunan tersebut. Santri adalah murid yang belajar di pesantren. Seorang ulama bisa disebut sebagai kyai bila memiliki pesantren dan santri yang tinggal untuk mendalami ilmu agama berdasarkan kitab kuning. Oleh karena itu, aksistensi kyai biasanya juga berkaitan dengan adanya santri di pesantrennya. Santri terbagi menjadi dua yaitu santri mukim dan santri kalong. Santri mukim adalah murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap di pesantren. Sedangkan santri kalong adalah murid yang tinggal tidak jauh dari lokasi berdirinya pesantren tersebut. 33 HM. Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren; dalam tantangan modernitas dan tantangan komplesitas global, Jakarta; IRD Press, 2004, h.28-29. 34 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998, cet.ke-1, h.783. 35 Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren; sebuah potret perjalanan, Jakarta: Paramadina, 1997, h.20. Para santri kalong pergi ke pesantren ketika ada tugas belajar dan aktivitas pesantren lainnya. 36 Sehingga dapat dipahami bahwa santri adalah murid yang belajar dipesantren dan didampingi oleh seorang kyai dengan tujuan untuk lebih mendalami ilmu agama Islam.

3. Komunikasi Kyai dan Santri

Kyai dan santri memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain dalam proses kegiatan belajar mengajar di pesantren. Komunikasi harus dibangun sejak awal. Kyai sebagai komunikator memiliki pengaruh yang sangat besar dalam usaha merubah sikap dan tingkah laku santrinya. Agar proses penyampaian pesan dapat berjalan dengan baik, diperlukan keterampilan yang baik pula oleh seorang kyai dalam menciptakan suasana yang baik agar para santri dapat mengikuti kegiatan dan terciptanya hubungan yang baik bagi santri dan kyai. Tujuan dari komunikasi yang dilakukan oleh santri dan kyai adalah untuk menciptakan adanya hubungan timbal balik di antara keduanya. Santri menganggap kyai seolah-olah seperti orang tuanya sendiri, dan kyai menganggap santri bagaikan anaknya sendiri. Sikap dan hubungan timbal balik iniuntuk menimbulkan suasana akrab dan kebutuhan untuk saling berdekatan secara terus menerus. 37 Mastuhu menemukan dua pola komunikasi yang unik antara kyai terhadap santri. Sebagai mana gaya kepemimpinan sang kyai, dua pola komunikasi ini juga terdapat di semua pesantren yang dijadikan objek penelitiannya. Dua pola komunikasi tersebut adalah sebagai berikut: 36 HM. Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren; dalam tantangan modernitas dan tantangan komplesitas global, Jakarta; IRD Press, 2004, h.35. 37 Ibid, HM. Amin Haedari, dkk, h.31-32. Pertama, pola komunikasi otoriter-paternalistik. Yakni pola komunikasi antara pimpinan dan bawahan atau, meminjam istilah James C. Scoot yaitu patron-client relationship, dan tentunya sang kyai-lah yang menjadi pimpinannya. Sebagai bawahan, sudah tentu peran partisipatif santri dan masyarakat tradisional pada umumnya sangat kecil untuk mengatakan tidak ada, dan hal ini tidak bisa dipisahkan dari kadar kekharismatikan sang kyai. Kedua, pola komunikasi laissez faire. Yaitu pola komunikasi kyai dan santri yang tidak didasarkan pada tatanan organisasi yang jelas. Semuanya didasarkan pada tatanan organisasi yang jelas. Semuanya didasarkan pada konsep ikhlas, barakah, dan ibadah sehingga pembagian kerja antar unit tidak dipisahkan secara tajam. Seiring dengan itu, selama memperoleh restu sang kyai sebuah pekerjaan bisa dilaksanakan. 38

C. Pesantren