xii
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan i
Lembar Pengesahan
ii Lembar
Pernyataan iii
Motto dan
Persembahan iv
Abstrak v
Kata pengantar vii
Daftar Isi xi
Daftar Tabel xiii
Daftar Lampiran xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1 1. 1.
Latar Belakang Masalah 1
1. 2. Pembatasan
Masalah 13
1. 3. Rumusan
Masalah 14
1. 4. Tujuan
Penelitian 14
1. 5. Manfaat
Penelitian 14
1.6.1
Manfaat Praktis 14
1.6.2
Manfaat Teoritis
15
1. 6.
Sistematika Penulisan
15
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
17 2. 1.
Sifat Wirausaha 17
2.1.1 Pengertian sifat
17 2.1.2 Pengaruh budaya terhadap sifat
20 2. 2.
Wirausaha 23
2.2.1 Pengertian wirausaha
23 2.2.2 Karakteristik
Wirausaha 26
2.2.3 Fungsi wirausaha
30 2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang berwirausaha 31
2.2.5 Kelebihan dan kekurangan menjadi wirausahawan 34
2. 3. Sifat wirausaha menurut Sukardi
35 2. 4.
Kerangka Berpikir
39 2. 5.
Hipotesis 42
2.5.1 Hipotesis null
Ho 42
2.5.2 Hipotesis alternatif
Ha 43
xiii
BAB 3 METODE PENELITIAN
44 3. 1.
Jenis Penelitian 44
3.1. 1. Pendekatan Penelitian
44
3.1. 2. Metode Penelitian
44 3. 2.
Jenis Variabel Dan Definisi Operasional
45
3.2. 1. Variabel Penelitian
45 3.2. 2. Definisi Operasional Variabel Penelitian
46 3. 3.
Subjek Penelitian
48 3.3.1. Populasi
48 3.3.2. Sampel
49 3. 4.
Instrumen Pengumpulan Data 49
3. 5. Teknik
Pengambilan Sampel
51 3. 6.
Teknik Analisa
Data 52
3. 7. Prosedur
Penelitian 54
3.7.1. Tahap Persiapan
55 3.7.2. Tahap
Pelaksanaan 56
BAB 4 HASIL DAN ANALISIS DATA
57 4. 1
Gambaran Umum
Responden 57
4.1.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Etnis 57
4.1.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 58 4.1.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia
58 4.1.4 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
59
4.1.5 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Sentra Usaha 60
4.1.6 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Lama Usaha 60
4.1.7 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Omzet per tahun 61
4. 2 Uji
Validitas Konstruk
61
4.2.1 Uji Validatas Konstruk Sifat Instrumental 62
4.2.2 Uji Validatas Konstruk Sifat Prestatif 65
4.2.3 Uji Validatas Konstruk Sifat Keluwesan Bergaul 68
4.2.4 Uji Validatas Konstruk Sifat Kerja Keras 71
4.2.5 Uji Validatas Konstruk Sifat Keyakinan Diri 74
4.2.6 Uji Validatas Konstruk Sifat Pengambilan Resiko 77
4.2.7 Uji Validatas Konstruk Sifat Swa-kendali 80
4.2.8 Uji Validatas Konstruk Sifat Inovatif 83
4.2.9 Uji Validatas Konstruk Sifat Kemandirian 86
4. 3 Deskripsi
variabel penelitian
89
4. 4 Uji Hipotesis
91
4.4.1 Uji Hipotesis sifat Instrumental 93
4.4.2 Uji Hipotesis sifat Prestatif 93
xiv
4.4.3 Uji Hipotesis sifat Keluwesan bergaul 94
4.4.4 Uji Hipotesis sifatKerja keras 94
4.4.5 Uji Hipotesis sifat Keyakinan diri 95
4.4.6 Uji Hipotesis sifat Pengambilan resiko 95
4.4.7 Uji Hipotesis sifat Swa-kendali 96
4.4.8 Uji Hipotesis sifat Inovatif 96
4.4.9 Uji Hipotesis sifat Kemandirian 97
BAB 5 PENUTUP
98
5. 1. Kesimpulan
98 5. 2.
Diskusi 100
5. 3. Saran
102 5.3.1 Saran metodologis
102 5.3.2 Saran praktis
104 DAFTAR PUSTAKA
107 LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2 LAMPIRAN 3
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah pengusaha PIK tahun 2004
Tabel 2.1 Karakteristik kewirausahaan
Tabel 4.1 Jumlah responden berdasarkan etnis
Tabel 4.2 Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.3 Jumlah responden berdasarkan usia
Tabel 4.4 Jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel 4.5 Jumlah responden berdasarkan sentra usaha
Tabel 4.6 Jumlah responden berdasarkan lama usaha
Tabel 4.7 Jumlah responden berdasarkan omzet per tahun
Tabel 4.8 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item sifat
Instumental
Tabel 4.9 Muatan faktor item variabel sifat instrumental
Tabel 4.10 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item sifat
prestatif
Tabel 4.11 Muatan faktor item variabel sifat prestatif
Tabel 4.12 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item sifat
keluwesan bergaul
Tabel 4.13 Muatan faktor item variabel sifat keluwesan bergaul
Tabel 4.14 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item sifat
kerja keras
Tabel 4.15 Muatan faktor item variabel sifat kerja keras
Tabel 4.16 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item sifat
keyakinan diri
xvi
Tabel 4.17 Muatan faktor item variabel sifat keyakinan diri
Tabel 4.18 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item sifat
pengambilan resiko
Tabel 4.19 Muatan faktor item variabel sifat pengambilan resiko
Tabel 4.20 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item sifat
swa-kendali
Tabel 4.21 Muatan faktor item variabel sifat swa-kendali
Tabel 4.22 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item sifat
inovatif
Tabel 4.23 Muatan faktor item variabel sifat inovatif
Tabel 4.24 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item sifat
kemandirian
Tabel 4.25 Muatan faktor item variabel sifat kemandirian
Tabel 4.26 Deskriptif variabel-variabel penelitian berdasarkan etnis
Tabel 4.27 Uji F untuk Sembilan sifat wirausaha
Tabel 4.28 Uji Hipotesis sifat isntrumental
Tabel 4.29 Uji Hipotesis sifat prestatif
Tabel 4.30 Uji Hipotesis sifat keluwesan bergaul
Tabel 4.31 Uji Hipotesis sifat sifat kerja keras
Tabel 4.32 Uji Hipotesis sifat keyakinan diri
Tabel 4.33 Uji Hipotesis sifat pengambilan resiko
Tabel 4.34 Uji Hipotesis sifat swa-kendali
Tabel 4.35 Uji Hipotesis sifat inovatif
Tabel 4.36 Uji Hipotesis sifat kemandirian
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alur kerangka berpikir
Gambar 4.2 Analisis faktor konfimatorik dari variabel sifat instrumental
Gambar 4.3 Analisis faktor konfimatorik dari variabel sifat prestatid
Gambar 4.4 Analisis faktor konfimatorik dari variabel sifat keluwesan
bergaul
Gambar 4.5 Analisis faktor konfimatorik dari variabel sifat kerja keras
Gambar 4.6 Analisis faktor konfimatorik dari variabel sifat keyakinan diri
Gambar 4.7 Analisis faktor konfimatorik dari variabel sifat pengambilan
resiko
Gambar 4.8 Analisis faktor konfimatorik dari variabel sifat swa-kendali
Gambar 4.9 Analisis faktor konfimatorik dari variabel sifat inovatif
Gambar 4.10 Analisis faktor konfimatorik dari variabel sifat kemandirian
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, pembatasan masalah, perumusan masalah, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Masih tingginya tingkat kemiskinan dan pengangguran merupakan masalah utama di Indonesia. Penciptaan lapangan kerja merupakan salah satu
solusi untuk mengurangi pengangguran dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Data mengenai keadaan ketenagakerjaan di Indonesia pada semester kedua tahun
2010 Berita Resmi Statistik No. 7712Th. XIII, 1 Desember 2010
menunjukkan adanya sedikit perbaikan yang digambarkan dengan adanya peningkatan
kelompok penduduk yang bekerja, serta penurunan tingkat pengangguran. Menurut Berita Resmi Statistik tersebut, pada bulan Agustus 2010, jumlah
angkatan kerja mencapai 116,5 juta orang atau naik sekitar 530 ribu orang dibanding keadaan Februari 2010 dan naik 2,7 juta orang dibanding Agustus
2009. penduduk yang bekerja pada Agustus 2010 bertambah sebesar 800 ribu dibanding keadaan Februari 2010, dan bertambahnya 3,3 juta orang dibanding
keadaan setahun yang lalu Agustus 2009. Jumlah penganggur pada Agustus 2010 mengalami penurunan sekitar 270 ribu orang jika dibanding keadaan
Februari 2010, dan mengalami penurunan 640 ribu orang dibanding keadaan
1
Agustus 2009. Peningkatan jumlah tenaga kerja serta penurunan angka pengangguran telah menaikkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK
sebesar 0,49 selama periode satu tahun terakhir. Harapan untuk diterima di dunia kerja tentunya tidaklah keliru, namun
tidak dapat dipungkiri bahwa kesempatan kerja pun sangat terbatas dan tidak berbanding lurus dengan lulusan lembaga pendidikan baik dasar, menengah
maupun pendidikan tinggi. Oleh sebab itu semua pihak harus terus berpikir dan mewujudkan karya nyata dalam mengatasi kesenjangan antara lapangan kerja
dengan lulusan institusi pendidikan yang ada. Kesenjangan ini merupakan penyebab utama peningkatan angka pengangguran. Sedangkan pengangguran
adalah salah satu permasalahan pembangunan yang sangat kritis khususnya di negara Indonesia yaitu di daerah-daerah pelosok nusantara.
Permasalahan dalam pengangguran akan terus berlangsung, namun bukan
berarti pengangguran tidak dapat diatasi. Angka pengangguran yang akan selalu ada seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dapat
diminimalisasi. Selain dengan cara membuka kesempatan kerja yang lebih banyak, pemerintah juga giat menyanangkan kewirausahaan. Sesuai dengan
pernyataan McClelland, Lavador, Capati Anggraini, 1995 yang mengatakan bahwa salah satu jalan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa
adalaha melalui entrepreneurship. Hal ini terbukti dari pengalaman Negara-negara yang sudah maju, seperti Hongkong, Taiwan, Korea Selatan, dan Singapura.
2
Dengan berwirausaha, seseorang dapat membuka lapangan kerja sesuai dengan keahliannya dan kesenangannya akan bidang bisnis yang diminati.
Dengan berwirausaha pula, seseorang akan memberikan peluang bekerja minimal kepada satu orang lain yang bekerja dalam bisnis yang dijalankan secara nyata.
Oleh karena itu, berwirausaha merupakan langkah nyata yang dapat memengaruhi penurunkan angka pengangguran di Indonesia seiring dengan laju pertumbuhan
penduduk yang semakin hari semakin bertambah.
David McClelland Riyanti, 2010 menyatakan bahwa suatu negara dapat dikatakan makmur bila terdapat minimal 2 wirausahawan dari jumlah populasi
penduduknya. Amerika Serikat pada tahun 2009 memiliki 15 wirausaha, Eropa memiliki wirausaha yang mencapai 6, dan di Asia sendiri, di Singapura
misalnya, jumlah wirausaha bisa mencapai 7.
Berbeda dengan Indonesia, pada tahun 2007 jumlah wirausaha diperkirakan mencapai 400.000 orang atau hanya 0,18 dari yang seharusnya.
Jumlah ini belum mampu menyerap seluruh tenaga kerja yang ada. Data BPS Badan Pusat Statistik per Agustus 2008 menunjukkan adanya 9,39 juta
penduduk Indonesia yang masih menganggur dari 102,55 juta angkatan kerja, serta 37 juta penduduk Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan
Bisnis Indonesia, 21 Oktober 2008.
Saat ini, jumlah wirausaha Indonesia sebanyak 0,18 dari total penduduk yang berjumlah 230 juta jiwa. Jumlah yang sangat jauh dibandingkan angka ideal
wirausaha suatu negara yang mau maju dan berkembang, yaitu sekitar 2 dari
3
jumlah penduduknya. Bahkan untuk negara maju, jumlah wirausaha umumnya sudah di atas 5 dari penduduknya. Tentu ini menjadi suatu tantangan dan
sekaligus peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan kewirausahaan, mengingat bahwa wirausaha adalah motor penggerak perekonomian suatu negara
dan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah tingginya angka pengangguran dan kemiskinan
www.ukmindonesiasukses.blogspot.com .
Bagi Indonesia, dengan kecilnya jumlah wirausaha, maka kewirausahaan menjadi suatu keharusan. Seperti disebutkan di atas, bahwa suatu negara dapat
berkembang dan membangun secara ideal jika wirausahanya sudah mencapai 2 dari jumlah penduduk kriteria PBB untuk pengukuran kewirausahaan. Tentu
saja, jumlah pengusaha mikro dan pengusaha kecil Indonesia sebanyak lebih dari 49 juta pada tahun 2008 bukan ukuran yang senilai dengan kriteria tersebut di
atas.
Sedikitnya pelaku wirausaha ini sangat disayangkan mengingat wirausaha, terutama pada sektor kecil dan menengah, dapat memberikan kontribusi yang
sangat besar bagi pembangunan negara. Dari seluruh badan usaha di Indonesia, 99 diantaranya adalah sektor usaha kecil yang menyerap 71,35 tenaga kerja
Indonesia tempointeraktif.com.
Di Indonesia, peran wirausaha menjadi sangat penting dan dapat memberikan kontribusi yang sangat berarti terhadap pertumbuhan ekonomi
nasional. Peran tersebut dimainkan oleh Usaha Kecil dan Menengan UKM yang dapat menyelamatkan perekonomian nasional dari keterpurukan. Sebagai katup
4
penyelamat perekonomian nasional, UKM dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan penciptaan peluang usaha baru sejalan
dengan pesatnya kegiatan ekonomi di suatu daerah. Oleh karena itu, gerakan memasyarakatkan kewirausahaan memiliki arti yang sangat strategis dalam
menumbuhkan kegiatan ekonomi kelompok masyarakat ekonomi lemah yang menjadi komitmen mengangkat kegiatan ekonomi agar dapat tumbuh secara
wajar. Sebagaimana Negara-negara lainnya, seyogyanya pengembangan program kewirausahaan dapat dijadikan momentum awal untuk memacu laju pertumbuhan
usaha kecil yang tangguh dan mandiri.
Apabila kita mengingat masa lalu dimana Indonesia dilanda krisis ekonomi yang berkepanjangan pada tahun 1997 dan melihat kenyataan yang
terjadi bahwa usaha skala mikro dan kecil justru dapat bertahan di era krisis tersebut dan dijadikan tulang punggung ekonomi nasional untuk tetap bertahan
dalam situasi yang kurang menguntungkan. Sifat kekuatan usaha kecil adalah lebih fleksibel dan ulet, dimiliki oleh sebagian besar usaha kecil. Oleh karena itu,
pemerintah bertekad untuk membangun sistem ekonomi yang berbasis kerakyatan Zulkarnain, 2002.
Riyanti 2010 mengungkapkan alasan yang bisa menjadi indikasi mengapa kewirausahaan belum berkembang di Indonesia, yaitu:
Pertama; Hanya sedikit orang yang berminat menekuni dunia wirausaha. Sedikitnya jumlah wirausaha di Indonesia mungkin karena mayoritas masyarakat
Indonesia masih berada dalam struktur dan cara pikir agraris. Nilai agraris pada
5
umumnya masih didominasi oleh nilai-nilai yang lebih bergantung pada alam daripada bertumpu pada kemampuan diri sendiri. Nilai agraris lebih menekankan
pada ketekunan kerja, yaitu terus menerus mengerjakan hal yang sama, belum menekankan olah pikir kreatif.
Kedua; Masyarakat Indonesia masih cenderung mencari pekerjaan yang menciptakan rasa aman. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia cenderung lebih
senang menjadi pegawai. Ketiga; dimensi-dimensi budaya Indonesia menghambat pembentukan perilaku
berwirausaha Meng Liang, 1996; hofstede, 1991. Dalam Riyanti, 2010. Dimensi-dimensi itu antara lain adalah:
1.
Budaya power distance yang tinggi di Indonesia yang menyebabkan adanya distribusi kekuasaan yang tak seimbang dalam institusi-institusi
dan organisasi-organisasi.
2.
Budaya uncertainty avoidance Indonesia yang rendah mengakibatkan fleksibilitas tinggi Pareek, 1987; dalam Riyanti, 2010. Positifnya,
seseorang mempunyai kelenturan untuk berubah dan cukup nyaman dengan ketidakpastian. Karakteristik ini akan membuat seseorang menjadi
tidak fokus dan tidak konsisten dalam melakukan usahanya.
3.
Dalam kaitan dengan ciri budaya collectivism-individualism, kita merasakan kuatnya budaya kolektivisme di Indonesia. Dalam warna
budaya seperti ini, masyarakat cenderung bersikap kompromistis. Karakteristik ini menghambat kewirausahaan dalam hal kemunculan
gagasan-gagasan baru. Namun demikian, karakteristik ini sebetulnya bisa
6
berpotensi positif bila dalam kelompok tersebut terdapat leader yang mengarahkan anggotanya ke arah wirausaha.
4.
Dalam kaitan dengan ciri masculinity-feminity, kita merasakan warna budaya yang berorientasi feminitas di Indonesia. Di sini, hal terpenting
dalam interaksi sosial adalah harmoni. Ciri ini menghambat tumbuhnya orientasi materi dengan memaksimalkan kesempatan dan sifat asertif yang
memang penting bagi keberhasilan wirausaha. Namun demikian, karakteristik ini dapat menjadi potensi untuk membuka usaha yang
menyejahterakan orang lain dan tidak menimbulkan dampak negatif pada lingkungan.
Keempat, usaha-usaha kecil di Indonesia masih didominasi oleh kegiatan yang bergerak pada sektor pertanian, kehutanan, peternakan, dan perikanan 53,5,
sementara usaha menengah banyak bergerak pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran 53,7, dan usaha besar di industri pengolahan 35,4. Kondisi
tersebut menunjukkan bahwa kewirausahaan di Indonesia, meskipun mengalami lonjakan tajam pada tahun 2007 dari 7000 usaha di tahun 1980 menjadi 40 juta
usaha kecil muncul karena faktor kebutuhan, bukan karena didorong oleh faktor inovasi. Kewirausahaan yang marak setelah krisis masih mengandalkan pada kerja
keras, belum mengandalkan pada kreativitas dan inovasi.
Kajian mengenai wirausaha juga pernah dilakukan oleh Iman Santosa Sukardi 1991 dalam disertasinya. Ia memperkenalkan istilah antrepreneur untuk
menyebut kata wirausaha atau entrepreneur. Menurutnya wirausaha adalah orang yang bersedia mengambil resiko pribadi untuk menemukan peluang berusaha,
7
mendirikan, mengelola, mengembangkan dan melembagakan perusahaannya sendiri, dimana kelangsungan hidupnya tergantung pada tindakannya sendiri.
Ia menganalisis sifat yang dimiliki pada wirausaha di Indonesia. Dari hasil
penelitiannya tersebut, Ia menemukan bahwa calon antrepreneur dapat mempelajari keberhasilan seorang antrepreneur lain melalui tingkah laku mereka
dalam kegiatan sehari-hari di perusahaan yang mereka rintis. Selanjutnya tingkah laku antrepreneur berhasil menampilkan karakteristik tertentu yang menjadi sifat-
sifat mereka traits. Dari penelitian tersebut juga diperoleh beberapa hasil penting, diantaranya
adalah sifat-sifat antrepreneur itu meliputi sifat instrumental, sifat prestatif, sifat luwes bergaul, sifat kerja keras, sifat keyakinan diri, sifat pengambilan resiko,
sifat kemandirian, sifat inovatif, dan sifat swa-kendali. Menurutnya sifat-sifat tersebut itu merupakan kesatuan kombinasi dengan tingkat ke-antrepreneur-an
yang tidak selalu sama dalam proporsinya; dimana ditemukan lima sifat yaitu instrumental, prestatif, luwes bergaul, pengambilan resiko, dan swa-kendali yang
merupakan sifat-sifat dominan pada seorang antrepreneur. Pendapat Ward Sukardi, 1991 khususnya tentang proses terjun seseorang
dalam dunia antrepreneur melalui suatu cara yaitu confidence modality, mengatakan seseorang terjun dalam dunia antrepreneur karena kegiatan
antrepreneur merupakan kebiasaan yang telah menjadi tradisi di lingkungannya. Dengan demikian seharusnya suatu tradisi atau kebiasaan tertentu di suatu
8
masyarakat dapat menjadi faktor pendorong seseorang untuk terjun dalam dunia keantrepreneuran.
Ward mengasumsikan bahwa seorang anak yang secara turun temurun menjadi wirausahawan akan berkembang menjadi seorang wirausahawan juga.
Individu dari lingkungan yang mempunyai tradisi wirausaha, sejak dini sudah mendapatkan stimulus sosial yang berkaitan dengan wirausaha. Stimulus ini akan
mempengaruhi perkembangan kepribadian sehingga setelah dewasa sebenarnya ia sudah mempunyai benih-benih wirausaha. Selain itu pada individu dengan tradisi
wirausaha kemungkinan untuk mendapatkan kesempatan meneruskan usaha keluarha sangat besar sehingga kemungkinan ia menjadi seorang wirausahawa
juga sangat besar.
Penelitian McClelland 1961 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 50 pengusaha yang menjadi sampel penelitiannya berasal dari keluarga
pengusaha. Penelitian Sulasmi 1989 yang dilakukan terhadap 22 orang pengusaha wanita di Bandung juga menunjukkan hal yang sama, yaitu sekitar
55 pengusaha tersebut memiliki keluarga pengusaha. Sedangkan penelitian yang dilakukan Mu’minah 2001 atas 8 pengusaha paling sukses di Pangandaran
menunjukkan bahwa semua pengusaha tersebut memulai usahanya karena dorongan keterpaksaan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Muhandri 2002 mengatakan bahwa pada umumnya pengusaha memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Orang yang
masuk dalam kategori ini memang mempersiapkan diri untuk menjadi seorang
9
wirausaha, dengan banyak mempelajari keilmuan akademik yang berkaitan dengan dunia usaha. Dalam kategori ini, terdapat pengusaha yang langsung
memulai usahanya merasa cukup dengan dasar-dasar keilmuan yang dimiliki dan ada yang bekerja terlebih dahulu untuk memahami dunia usaha secara riil.
Mencermati ketiga hasil penelitian yang tercantum di atas, kita mendapatkan gambaran bahwa jiwa wirausaha itu didapat dengan berbagai cara.
Meskipun memang hasil penelitian tersebut tidak salah, mayoritas pengusaha yang sukses ternyata berasal dari keluarga dengan tradisi yang kuat di bidang
usaha. Sehingga dapat kita garisbawahi bahwa kultur budaya berwirausaha suatu keluarga, suku, atau bahkan bangsa sangat berpengaruh terhadap kemunculan
wirausaha baru.
Secara komunal, kultur beberapa suku di Indonesia memang mengagungkan profesi wirausaha sehingga banyak wirausaha tangguh yang
berasal dari suku tersebut. Namun juga kita tidak boleh memungkiri bahwa secara umum kultur masyarakat Indonesia juga masih mengagungkan profesi yang relatif
tanpa resiko, misalnya menjadi Pegawai Negeri Sipil, dll. Lain halnya seperti yang dikemukakan Riyanti berdasarkan penelitian
Meng Liang, 1996; hofstede, 1991 di atas yang menyatakan bahwa justru pengaruh budaya lah yang menjadi penghambat perilaku berwirausaha di
Indonesia. Namun kita tidak boleh memungkiri dan harus mengakui pula adanya kemungkinan bahwa terkadang ada satu etnis tertentu dengan budaya tertentu
10
yang lebih unggul dalam hal membangun bisnis dibandingkan dengan anggota kelompok etnis lain.
Di Indonesia orang padang atau orang Minang sering diasosiasikan dengan
profesi ke-antrepreneur-an. Kajian dari Ward seharusnya ditemukan pula dalam masyarakat Minang Sukardi, 1991. Selain suku Minang, Suku Jawa biasanya
ditemukan dalam semua bidang, khususnya dalam pegawai negeri sipil dan tentera. Secara tradisi, kebanyakan orang Jawa adalah petani. Ini adalah sebabkan
oleh tanah gunung berapi yang subur di Jawa. Walaupun terdapat juga banyak usahawan Indonesia yang berjaya yang berasal daripada suku Jawa, orang Jawa
tidak begitu menonjol dalam bidang perniagaan dan perindustrian www.ms.wikipedia.org.
Salah satu program pembinaan industri kecil yang lebih terpadu adalah melalui PIK Perkampungan Industri Kecil seperti yang berada di Kawasan
Pulogadung di Jakarta Timur. Perkampungan Industri Kecil PIK Pulogadung didirikan berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 532 Tahun 1981.
Latar belakang pembangunan PIK karena pada tahun 1982, di seluruh DKI Jakarta terdapat lebih dari 30.000 pengusaha industri kecil yang tersebar di 50 lokasi
dengan kondisi tempat yang sebagian besar jauh dari kondisi layak. Pemda DKI melalui Badan Pengelola Industri dan Pemukiman BPLIP – sekarang Badan
Layanan Usaha Daerah BLUD Pengelola Kawasan Pusat Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Permukiman Pulogadung PKPPUKMPP –
ditugaskan mendirikan PIK dengan tujuan agar dapat dilakukan pembinaan secara
11
terpadu antar institusional baik secara vertikal maupun horisontal antara lain dengan kantor Departemen Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Dinas Tenaga
Kerja, Biro Bangproda, Biro Bangsareda dengan koordinasi Badan Pengelola PIK Anggraini, 1995.
Data terakhir pada tahun 2004 mengenai jumlah pengusaha dan jenis usaha yang ada di kawan PIK Pulogadung adalah seperti yang dilihat dalam tabel
di bawah ini:
Tabel 1.1 Tabel jumlah pengusaha PIK Pulogadung tahun 2004
No. Jenis Komoditi
Sentra Jumlah
Pengusaha
1 Garment 257
2 Kulit 58
3 Meubel 14
4 Logam 71
5 Aneka Komoditi
57
Sumber: Company Profile PIK Pulogadung, 2004
Jika dilihat dari tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa jumlah pengusaha terbanyak yang menjalankan usahanya tersebut berada pada sentra garment.
Kemudian disusul oleh sentra logam, kulit, aneka komoditi, dan meubel. Data di atas sebagian besar telah mengalami perubahan, baik dari jumlah
pengusaha secara keseluruhan maupun komposisi pengusaha di tiap-tiap sentra. Dari hasil survey singkat di lapangan yang peneliti lakukan selama beberapa hari,
selain usaha terbanyak di wilayah PIK Pulogadung didominasi oleh sentra garment, pengusaha dari etnis Minang juga mendominasi jumlah keseluruhan
pengusaha di wilayah itu. Pengusaha etnis Minang hampir dapat dijumpai disetiap
12
toko atau barak kerja dan diseluruh sentra. Berbeda dengan pengusaha dari etnis lainnya yang tidak terlalu signifikan jumlahnya hingga hanya beberapa saja yang
dapat dijumpai peneliti.
Melihat adanya perbedaan jumlah pengusaha dari etnis Minang yang sangat banyak dibandingkan dengan pengusaha lain yang berasal dari etnis yang
berbeda, dan persebaran pengusaha etnis Minang tersebut di seluruh sentra, maka peneliti beranggapan bahwa perlu diadakan suatu penelitian empiris berupa studi
perbandingan terhadap sifat-sifat wirausaha para pengusaha insustri kecil dari berbagai etnis yang ada di Perkampungan Industri Kecil PIK Pulogadung,
Jakarta Timur.
1.2 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah yang peneliti lakukan adalah agar penelitian yang dilakukan tidak melebar ke arah yang lebih luas dan juga untuk tetap menjaga fokus
penelitian. Pembatasan masalah tersebut antara lain adalah: 1. Wirausaha tersebut didirikan serta dikelola, dikembangkan dan
dilembagakan di wilayah Perkampungan Industri Kecil PIK Pulogadung, Jakarta Timur.
2. Wirausaha yang dimaksud dalam penelitian ini adalah wirausaha dari sentra garment, kulit, logam, meubel, dan aneka komoditi.
3. Etnis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah etnis Minang, Jawa, Sunda, Betawi, Batak, Bugis, Melayu dan Campuran.
13
1.3 Rumusan Masalah
“Apakah terdapat perbedaan sifat-sifat wirausaha yang signifikan antar etnis di Perkampungan Industri Kecil PIK Pulogadung, Jakarta Timur?”.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat perbedaan sifat-sifat
wirausaha antar etnis di Perkampungan Industri Kecil PIK Pulogadung, Jakarta Timur.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Manfaat Teoritis dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan masukan tambahan akan wacana baru bagi pengembangan
teori-teori psikologi, khususnya Psikologi Industri dan Organisasi PIO dalam pengembangan tentang perilaku dan sifat-sifat kepribadian yang
terutama berhubungan tentang kewirausahaan entrepreneurship.
2. Dapat dijadikan dasar penelitian lain berikutnya yang berhubungan dengan kewirausahaan, khususnya mengenai sifat-sifat wirausaha yang dikaitkan
dengan kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia. 3. Menambah kekayaan studi karakteristik kebudayaan suku bangsa,
terutama mengenai sifat-sifat wirausaha antar etnis.
14
4. Diharapkan pula penelitian ini dapat mendorong minat peneliti lain untuk memperdalam penelitian mengenai sifat-sifat wirausaha pada pengusaha
Industri Kecil.
1.5.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah agar dapat menjadi suatu informasi bagi Badan Layanan Umum Daerah BLUD Pulogadung dan pihak terkait lainnya,
khususnya yang menangani pembinaan dan pengelolaan pengusaha Industri Kecil. Disamping itu juga, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan
penerapan pengembangan kewirausahaan bagi pengusaha dari segala etnis, baik pada generasi muda maupun generasi tua, agar lebih terarah dalam
mengembangkan dan mengelola usaha, seperti dengan diberikannya pelatihan training atau dengan kontribusi wirausaha, dll.
1.6 Sistematika Penulisan
Bab 1 Merupakan bab pendahuluan yang berisi gambaran singkat
mengenai latar belakang timbulnya masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian.
Bab 2 Merupakan bab yang berisi kajian pustaka yang terdiri dari uraian
pembahasan seluruh teori-teori yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, yaitu teori sifat, teori
kewirausahaan, teori sembilan sifat wirausaha menurut Sukardi,
Bab 3 Merupakan bab yang membahas tentang metode penelitian yang
digunakan oleh peneliti. Mulai dari jenis atau tipe disain penelitian, sampel dan karakteristik sampel penelitian, teknik pengambilan
15
16 sampel, sampai dengan metode pengumpulan dan pengolahan data
penelitian tersebut.
Bab 4 Merupakan bab yang membahas tentang hasil dan analisis data
penelitian. Dimana didalamnya berisi mengenai gambaran- gambaran umum subyek berdasarkan data kontrol hingga hasil
pengujian hipotesis.
Bab 5 Merupakan bab yang membahas keimpulan, diskusi dan saran
mengenai hasil penelitian yang telah diperoleh peneliti selama penelitian, mendiskusikan hasil penelitian tersebut serta pemberian
saran yang dapat meningkatkan kualitas dari penelitian-penelitian selanjutnya yang serupa ataupun yang berhubungan dengan
penelitian ini di waktu yang akan datang.
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA