5. terbuka peluang untuk menjadi bos minimal bagi dirinya sendiri. Selain keuntungan, ada pula kekurangan menjadi wirausahawan, antara lain:
1. memperoleh pendapatan yang tidak pasti dan memikul berbagai resiko. Jika resiko ini telah diantisipasi secara baik, wirausahawan telah mampu
menggeser resiko tersebut. 2. bekerja keras dan atau jam kerja yang mungkin lebih panjang.
3. kualitas hidup mungkin masih rendah sampai usahanya berhasil, sebab pada tahap-tahap awal seorang wirausahawan harus bersedia untuk berhemat.
4. memiliki tanggung jawab sangat besar, banyak keputusan yang harus dibuat walaupun mungkin kurang menguasai permasalahan yang dihadapinya.
2.2. Sifat wirausaha menurut Sukardi
Sembilan sifat wirausaha entrepreneur trait yang dikemukakan oleh Sukardi 1991 tersebut adalah:
1.
Sifat instrumental
sebagai karakteristik antrepreneur menunjukkan bahwa dia dalam situasi selalu memanfaatkan segala sesuatu yang ada di
lingkungannya untuk membantu mencapai tujuan pribadi dalam berusaha. Dia selalu mencari segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk
memperbaiki kinerjanya. Hubungan interpersonal, kehadiran tokoh-tokoh masyarakat, maupun pakar dalam bidang tertentu selalu dimanfaatkan
untuk membantu mencapai tujuan dalam berusaha. Dengan perkataan lain segala sesuatu yang ada di lingkungannya di pandang sebagai alat
instrumen pencapaian tujuan pribadi.
35
2.
Sifat prestatif pada seorang antrepreneur menunjukkan bahwa dia dalam
berbagai situasi selalu tampil lebih baik, lebih efektif dibandingkan dengan hasil yang tercapai sebelumnya. Dia selalu berbuat baik, tidak pernah puas
dengan hasil yang dicapai sekarang, dan selalu membuat target yang lebih baik dan lebih tinggi dari sebelumnya. Oleh karena itu, dia senang
bersaing dengan dirinya dan selalu berusaha mengalahkan prestasi sebelumnya. Baginya yang penting adalah tahapan dan proses pencapaian
prestasi itu sendiri sedangkan keberhasilan atau kegagalan pencapaian prestasu dianggap sebagai feed back.
3.
Sifat keluwesan bergaul pada seorang antrepreneur ini menunjukkan
bahwa dia selalu berusaha untuk cepat menyelesaikan diri dalam berbagai situasi hubungan antar manusia. Dia selalu aktif bergaul, membina
kenalan-kenalannya dan mencari kenalan baru serta berusaha untuk dapat terlibat dengan mereka yang ditemui dalam kegiatan sehari-hari. Dia selalu
menampilkan wajah yang ramah, akomodatif terhadap berbagai ajakan untuk berdialog. Secara halus dapat menjadikan dirinya pusat perhatian
dan merangsang orang lain untuk berdialog. Pengendalian emosinya baik, terutama bila situasi pergaulan tidak mengena dengan situasi hatinya.
4.
Sifat kerja keras pada seorang antrepreneur yang memiliki sifat kerja
keras ini selalu terlibat dalam situasi kerja, tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai. Yaitu dia mengutamakan kerja dan mengisi
waktu yang ada dengan perbuatan yang nyata untuk mencapai tujuan. Keterlibatannya dalam kerja tidak semata-mata demi hasil akhir apakah itu
36
kegagalan atau keberhasilan tetapi yang lebih penting dia tidak mau berpangku tangan saja dan lebih at-home bila terlibat dalam pekerjaan
nyata.
5.
Sifat keyakinan diri pada seorang antrepreneur adalah selalu percaya
pada kemampuan diri, tidak ragu-ragu dalam bertindak bahkan kecenderungannya dia akan melibatkan diri secara langsung dalam
berbagai situasi dan ada semacam optimism dalam kegiatannya. Optimisme berate ada keyakinan bahwa tindakannya akan membawa
keberhasilan. Bersemangat tinggi dalam bekerja, dan berusaha secara mandiri untuk menemukan alternative jalan keluar dari masalah-masalah
yang dihadapi.
6.
Sifat pengambilan risiko menunjukkan bahwa antrepreneur selalu
memperhitungkan kemungkinan keberhasilan dan kegagalan dalam pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan berusaha. Dia akan
melangkah bila kemungkinan untuk gagal tidak terlalu besar risiko kegagalan cukup kecil. Dengan keberanian mengambil risiko yang
diperhitungkan antrepreneur tidak takut menghadapi situasi yang tidak menentu dimana tidak ada jaminan untuk keberhasilan. Segala
tindakannya diperhitungkan dengan cermat, selalu mencoba membuat antisipasi adanya hambatan-hambatan yang dapat meninggalkan usahanya.
7.
Sifat swa-kendali personal control ini menunjukkan dalam menghadapi
berbagai situasi antrepreneur selalu mengacu pada kekuatan dan kelemahan pribadi, batas-batas kemampuan dalam berusaha. Dia selalu
37
menyadari benar bahwa melalui pengendalian diri maka kegiatan- kegiatannya dapat lebih terarah pada pencapaian tujuan. Dengan
pengendalian diri ini merujuk pada bahwa pribadi antrepreneurlah yang memutuskan kapan dia harus bekerja lebih keras, kapan dia harus berhenti
untuk minta bantuan pada orang lain, dan kapan dia harus merubah strategi dalam bekerja bila menghadapi hambatan.
8.
Sifat inovatif menunjukkan bahwa dia selalu mendekati berbagai masalah
dalam berusaha dengan cara-cara baru yang lebih bermanfaat. Terbuka untuk gagasan, pandangan dan penemuan baru yang dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan kinerjanya. Tidak terpaku pada masa lampau, tetapi selalu berpandangan ke depan untuk mencari cara-cara baru atau
memperbaiki cara-cara yang biasa dilakukan orang lain untuk peningkatan kinerja. Cenderung melakukan sesuatu dengan cara yang khas, unik dari
hasil pemikirannya. Termasuk sifat inovatif ini adalah kecenderungan untuk selalu meniru tetapi melalui penyempurnaan-penyempurnaan
tertententu imitatif inovatif.
9.
Sifat kemandirian menunjukkan bahwa dia selalu mengembalikan
perbutannya sebagai tanggung jawab pribadi. Keberhasilan dan kegagalan merupakan konsekuensi pribadi antrepreneur. Dia mementingkan otonomi
dalam bertindak, pengambilan keputusan dan pemilihan berbagai kegiatan dalam mencapai tujuan. Dia lebih senang bekerja sendiri, menentukan dan
memilih cara kerja yang sesuai dengan dirinya. Ketergantungan pada orang lain merupakan sesuatu yang bertentangan dengan kata hatinya. Dia
38
dapat saja bekerja dalam kelompok selama mendapatkan kebebasan bertindak dan pengambilan keputusan. Artinya dia lebih senang
memegang kendali kelompok kerja, menentukan tujuan kelompok serta memilih alternatif tindakan dalam mencapai tujuan. Anggota kelompok
lain lebih dipandang sebagai sarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
2.3. Kerangka Berpikir