Kendala Dalam Pelaksanaan Fungsi dan Peranan Audit Investigasi BPKP

dan biaya tersebut juga tidak sama setiap kasus, sehingga diharapkan negara dapat membayar biaya riil sesuai dengan pengeluaran yang telah digunakan untuk menyidik suatu kasus korupsi. 119

B. Kendala Dalam Pelaksanaan Fungsi dan Peranan Audit Investigasi BPKP

Perwakilan Propinsi Sumatera Utara Dalam pengungkapan Tindak Pidana Korupsi di Wilayah Hukum Polda Sumut Berkaitan dengan pelaksanaan audit investigatif yang dilakukan oleh BPKP Perwakilan Propinsi Sumatera Utara, terdapat beberapa kendala yang dapat menghambat atau mempengaruhi penyelesaian suatu tindak pidana korupsi antara lain: 120 1. Penanganan masih tersentralisasi termasuk di BPKP dimana setiap Hasil Pemeriksaan yang mengandung indikasi tipikor harus diserahkan ke BPKP pusat baru dilimpahkan ke Kejagung, Mabes Polri atau Kejaksaan Agung Mestinya dari BPKP Perwakilan dapat melimpahkan ke Kejaksaan Tinggi danatau Kejaksaan Negeri, Penyidik Polda dan atau Polres. 119 Wawancara Dengan Penyidik Tindak Pidana Korupsi Polda Sumut, Bapak Kompol. Bazawato Zebua, SH, MH, Kanit 3 Sat IIITipikor Dit. Reskrim PoldasuPenyidik, Selasa 9 Desember 2008. 120 Hasil Wawancara dengan Lindung SM Sirait, SE, AK, MSi, LFE, Auditor Muda BPKP Perwakilan Propinsi Sumatera Utara, tanggal 15 Desember 2008. Budiman ButarButar : Fungsi Dan Peranan Auditor Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan BPKP Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Korupsi Di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara POLDA Sumut, 2009 USU Repository © 2008 2. Indikasi tipikor yang ditemukan dalam audit keuangan danatau audit kinerja harus dilaksanakan audit investigatif terlebih dahulu baru kemudian dilimpahkan ke Kejakgung, Mabes Polri dan atau KPK Hal ini memperpanjang jalur penanganan tipikor. Seharusnya, hasil audit yang berindikasi kuat dengan tipikor, dapat langsung diajukan ke Kejaksaan di daerah, kepolisian DaerahPolres untuk ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Dan anehnya, apabila BPKP menemukan indikasi tipikor, malah menyarankan kepada pihak yang diaudit untuk melimpahkan permasalahan tersebut kepada kejaksaan. 121 3. Biaya audit bagi auditor investigatif sama dengan lumpsum audit biasa bahkan biaya untuk peralatan yang diperlukan untuk audit investigatif harus dipenuhi dari uang lumpsum tersebut, seperti tape recorder, handy cam, tenaga ahli dan lain- lain. Hal ini akan menyulitkan pada saat auditor harus berhadapan dengan kebutuhan audit belum lagi yang terkait dengan resiko audit. Masalah moralpun menjadi ancaman yang sangat kuat bagi auditor BPKP meskipun untuk saat ini, pemilihan auditor yang akan melakukan audit investigatif benar-benar diseleksi bagi orang yang relatif baik. 4. Pendidikan dan pelatihan audit investigatif belum maksimal. BPKP saat ini memang sedang giat untuk melakukan audit investigatif. Akan tetapi hal tersebut belum diikuti oleh kebijakan pendidikan dan pelatihan bidang audit investigatif. Auditor investigatif di BPKP masih sangat minim. 121 Hasil Wawancara dengan Lindung SM Sirait, SE, AK, MSi, LFE, Auditor Muda BPKP Perwakilan Propinsi Sumatera Utara, tanggal 15 Desember 2008 . Budiman ButarButar : Fungsi Dan Peranan Auditor Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan BPKP Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Korupsi Di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara POLDA Sumut, 2009 USU Repository © 2008 5. Kerja sama dengan pihak terkait masih belum optimal. Masyarakat dan pihak lain yang menemukan adanya penyimpangan pada lembaga pemerintah yang berindikasi kerugian negara masih segan untuk melaporkan permasalahan yang diketahui. Hal tersebut terutama disebabkan masih apriorinya masyarakat terhadap aparat pemeriksa, termasuk di dalamnya BPKP Indikasi yang sangat potensial dan merupakan kendala dalam memfung-sikan peranan BPKP adalah minimnya tindak lanjut atas temuan BPKP. Inilah yang menjadi kendala selama ini, sehingga sebagian masyarakat merasakan optimalisasi peran BPKP kurang maksimal. Minimnya tindak lanjut atas temuan BPKP ini karena seringkali terjadi hasil temuan BPKP tersebut dikaji oleh oleh instansi terkait, dan oleh instansi temuan tersebut hanya diartikan sebagai tugas operasional BPKP sehari- hari, sehingga kurang diperhitungkan pertanggungjawabannya. Selain itu ditemukan alasan bahwa status BPKP yang hanya memiliki payung hukum setingkat Inpres sehingga kurang memberikan pengaruh atas temuannya. Seharunya BPKP dapat dipayungi oleh legalitas hukum yang lebih kuat seperti undang-undang 122 Selain itu, dalam laporan temuan pemeriksaan BPKP tidak sedikit yang mengakibatkan kerugian negara sebagai prasyarat kategori tindak pidana korupsi seharusnya, lembaga Kepolisian dan Kejaksaan serta KPK yang memiliki kekuatan untuk melakukan eksekusi lebih optimal dalam memanfaatkan laporan BPKP. 122 Cris Kuntadi, Pelaksanaan Audit Investigatif Sebagai Alat Pendeteksian Kecurangan Fraud, http:www.google.AuditordanPengamatKebijakanPublik.html, Diakses tanggal 21 Desember 2008. Budiman ButarButar : Fungsi Dan Peranan Auditor Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan BPKP Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Korupsi Di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara POLDA Sumut, 2009 USU Repository © 2008 Kerjasama MOU yang dilakukan baru-baru ini bersama Kepolisian Republik Indonesia membuka celah baru bagi optimalisasi pemanfaatan laporan hasil peme- riksaan BPKP. Kerja sama antara BPKP dan POLRI bertujuan untuk mempercepat dilakukannya proses penegakan hukum terhadap hasil pemeriksaan BPKP sesuai ketentuan perundang-undangan, serta untuk mewujudkan tercapainya kepastian hukum terhadap hasil pemeriksaan BPKP. Kesepakatan ini mengatur bahwa hasil pemeriksaan BPKP yang diserahkan kepada POLRI harus disertai pemaparanpenjelasan mengenai pemeriksaan tersebut. Seperti dijelaskan sebelumnya, Indonesia merupakan Negara yang paling parah penyakit korupsinya. Penyakit ini tidak hanya dimonopoli oleh lembaga pemerintah, tetapi keberadaan penyakit ini di lembaga pemerintah harus disoroti sejalan dengan keinginan untuk untuk menciptakan system pemerintahan yang bersih good governance. Sebenarnya Indonesia mempunyai lembaga-lembaga sebagai perangkat pengawas keuangan mulai dari tertinggi seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan BPKP, dan berbagai tingkat inspektorat sektoral dan lintas sektoral serta kantor akuntan pulik yang dapat diminta untuk melaksanakan audit jika dirasakan ada indikasi tindak pidana korupsi. Namun yang terjadi sampai detik ini kasus korupsi baik kecil maupun besar masih saja sulit diberantas, bahkan cenderung meningkat. Penyebab utama yang mungkin adalah karena kelemahan audit pemerintahan Indonesia. Terdapat beberapa kelemahan dalam audit pemerintahan di Indonesia, yaitu: Pertama, tidak tersedianya performance indicator yang memadai sebagai dasar untuk Budiman ButarButar : Fungsi Dan Peranan Auditor Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan BPKP Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Korupsi Di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara POLDA Sumut, 2009 USU Repository © 2008 mengukur kinerja pemerintah baik itu pemerintah pusat maupun daerah. Hal tersebut umum dialami oleh organisasi publik karena output yang dihasilkannya berupa pelayanan publik yang tidak mudah diukur. Kelemahan pertama ini bersifat intherent. Kedua, terkait dengan masalah struktur lembaga audit terhadap pemerintah pusat dan daerah di Indonesia. Permasalahannya adalah banyaknya lembaga pemeriksa fungsional yang overlapping satu dengan lainnya yang menyebabkan ketidak efisienan dan ketidak efektifan pelaksanaan pengauditan. Untuk menciptakan lembaga audit yang efisien dan efektif, maka diperlukan reposisi lembaga audit yang ada, yaitu pemisahan fungsi dan tugas yang jelas dari lembaga-lembaga pemeriksa pemerintah tersebut, apakah sebagai internal auditor atau eksternal auditor. Berdasarkan kedudukannya kedudukannya terhadap pemerintah kita mengenal adanya audit internal maupun audit eksternal. Audit internal dilaksanakan oleh Inspektorat Jendral Departemen, Satuan Pengawas Intern SPI di lingkungan lembaga NegaraBUMNBUMD, Inspektorat Wilayah Propinsi Itwilprop, Inspektorat Wilayah KabupatenKota ItwilkabItwilko, dan BPKP. Selanjutnya untuk menjawab pertanyaan di atas, dapat diuraikan hal-hal yang menyebabkan mengapa korupsi di Indonesia sulit diberantas yaitu: 123 1. Mental pegawai yang keropos, yang menyebabkan mereka tidak ambil pusing untuk mengambil sesuatu yang bukan hak miliknya. Mereka tak peduli untuk menyalahgunakan jabatan atau posisinya demi untuk kepentingan pribadi. 123 Medy Yudistira, Optimalisasi Pemberantasan Korupsi, 2008 Harian Analisa.All rights reserved, Diakses tanggal 2 Januari 2009. Budiman ButarButar : Fungsi Dan Peranan Auditor Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan BPKP Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Korupsi Di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara POLDA Sumut, 2009 USU Repository © 2008 2. Adanya ketidakrelaan menerima gaji yang relatif terbatas dibandingkan dengan tingkat kebutuhan yang layak. Hal ini menggiring mereka untuk mengejar pendapatan cepat tanpa memperhatikan proporsi. 3. Hampir seluruh jenjang berlomba mencari peluang untuk menggapai pendapatan sampingan, yang nilainya jauh lebih besar. Praktik korupsi terstruktur ini terkristalisai sejalan dengan struktur “ABS Asal Bapak Senang”. Implikasinya, banyak pimpinan yang “tutup mata” ketika disodori amplop. Implikasi lebih lanjut adalah : siapa yang menolak amplop terimakasih dinilai menentang pimpinan, minimal menentang kemauan bersama. Skandal-skandal yang terjadi di Indonesia Buloggate misalnya adalah disebabkan karena kekacauan manajemen keuangan publik di Indonesia yang meliputi : a. Penyelenggaraan sejumlah kegiatan kegiatan publik diluar mekanisme APBN, b. Dipeliharanya sejumlah dana public diluar APBN, c. Kehadiran sejumlah lembaga semipublik-semiprivat dalam lingkungan pemerintahan. Dalam situasi manajemen keuangan publik yang kacau itu, praktik korupsi terus merajalela dalam tubuh pemerintahan. Praktik korupsi di Indonesia tidak lagi dapat diisolir sebagai ekspresi niat jahat seseorang atau sekelompok orang untuk memperkaya diri mereka sendiri, melainkan telah menjadi bagian yang integral dari system penyelenggaraan Negara yang telah dijalankan oleh pemerintah. Situasi korupsi seperti ini disebut sebagai korupsi sistemik. Artinya, tingkat perkembangan praktik korupsi di Indonesia sangat jauh melampaui tingkat Budiman ButarButar : Fungsi Dan Peranan Auditor Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan BPKP Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Korupsi Di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara POLDA Sumut, 2009 USU Repository © 2008 korupsi personal dan korupsi institusional. Praktik korupsi di Indonesia tidak dilakukan hanya oleh beberapa orang atau oleh beberapa lembaga pemerintahan tertentu, melainkan langsung dipelihara oleh Negara. 4. Adanya diskriminasi penindakan terhadap pidana korupsi. Hanya kelas teri yang terjaring pasal pidana korupsi, sementara koruptor kelas kakap didera dengan mutasi, maksimal diberhentikan dengan tidak tidak terhormat. Untuk memberantas korupsi maupun penyalahgunaan jabatan dalam bentuk kolusi atau lainnya diperlukan kemauan politik dan aksi politik yang konkrit dari pemerintah. Keberadaan lembaga anti korupsi sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari korupsi, kolusi dan Nepotisme KKN perlu diwujudkan peran nyatanya untuk membantu memberantas korupsi Budiman ButarButar : Fungsi Dan Peranan Auditor Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan BPKP Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Korupsi Di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara POLDA Sumut, 2009 USU Repository © 2008

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN