B. AKAD WADI’AH DAN MURABAHAH
1. Akad Wadi’ah
a. Pengertian Wadi’ah
Pengertian wadi’ah dalam segi bahasa dapat diartikan sebagai: meninggalkan atau meletakkan. Yaitu meletakkan sesuatu pada orang lain
untuk dipelihara atau dijaga. Sedangkan menurut istilah wadi’ah adalah memberikan kekuasaan
kepada orang lain untuk menjaga hartanyabarangnya dengan secara terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna dengan itu.
46
b. Landasan Hukum Wadi’ah
Ulama fiqh sepakat bahwa wadi’ah merupakan salah satu akad dalam rangka tolong menolong sesama insan, disyariatkan dan dianjurkan dalam
Islam. Para fuqoha juga telah sepakat mengenai hukum kebolehan menitip
dan meminta menitipkan barang kepada orang lain. Imam Malik berpendapat bahwa menerima titipan itu tidak wajib sama sekali, karena
menerima titipan itu sunat apabila ia yakin dengan kemampuan dan kejujuran dirinya.
Tidaklah dapat dipungkiri bahwa manusia itu memerlukan akad wadi’ah ini dalam rangka mengurus harta benda. Namun hendaklah orang
yang akan dititipi itu atau orang yang diberi amanah untuk menerima
46
Tim Pengembangan,Bank Syari’ah, h.58
titipan itu mengetahui wadi’ah itu sendiri adalah memelihara dan menjaga barang yang dititipkan dan penerima titipan telah menyanggupi untuk
memelihara barang titipan tersebut. Hal ini berlandaskan pada firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 283 yaitu:
: ; 2
=?U
A ...3
m 3 ﻥ ﻡ n e Z - Pa 0a ﻡ ,- ...
Artinya: ”Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanahnya dan hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah tuhannya”. QS. Al-Baqarah: 283
c. Rukun dan Syarat Wadi’ah
Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun wadi’ah ada tiga yaitu: 1
Barang yang dititipkan. 2
Orang yang berakad yaitu orang yang menitipkan dan orang yang dititipi.
3 Sigot yaitu
ijab pernyataan menitipkan dan qobul pernyataan menerima titipan.
Adapun syarat dari masing-masing rukun tersebut adalah pertama yang berhubungan dengan objek atau barang yang dititipkan, antara lain:
1 Barang yang dititipkan hendaklah merupakan barang atau harta yang
boleh di manfaatkan menurut Islam, sehingga tidak sah menitipkan sesuatu yang diharamkan dalam Islam seperti menitipkan minuman
keras dan anjing, kecuali anjing yang sah untuk dipelihara yaitu anjing yang dapat digunakan untuk berburu dan anjing penjaga.
2 Barang yang dititipkan merupakan sesuatu yang berharga atau bernilai.
3 Barang yang dititipkan itu jelas dan dapat dikuasai dipegang,
maksudnya yaitu barang yang dititipkan itu dapat diketahui identitasnya dan dapat dikuasai untuk dijaga. Menurut ulama fiqh,
syarat kejelasan dan dapat dikuasai ini dianggap penting karena terkait erat dengan masalah kerusakan barang titipan yang mungkin timbul
atau hilang selama barang dititipkan. Jika barang yang dititipkan tidak dapat dikuasai oleh orang yang menerima titipan, maka apabila terjadi
kerusakan atau hilangnya barang titipan tersebut, orang yang dititipi tidak dapat dimintai pertanggungjawaban.
Syarat yang kedua adalah berhubungan dengan orang yang berakad. Dalam hal ini disyaratkan hendaknya keduanya sah melakukan tindakan
pekerjaan tersebut. Menurut ulama mazhab Hanafi, orang yang berakad hendaklah berakal. Sedangkan jumhur ulama mensyaratkan orang yang
berakad dalam wadi’ah sama seperti dalam hal menjadi wakil atau perjanjian mewakilkan, yaitu baligh, berakal dan cerdas.
Syarat yang ketiga berhubungan dengan sigot, yaitu yang disyaratkan keduanya menunjukkan adanya saling mempercayai. Menurut ulama
mazhab Hanafi, untuk ijab disyaratkan hendaknya dengan ucapan atau dengan perbuatan. Ucapan itu sendiri dapat dilakukan secara sharih
terang maupun dilakukan dengan knayah kiasan. Dan untuk qobul dari orang yang menerima titipan juga adakalanya dilakukan secara terang-
terangan atau secara penunjukan, seperti orang yang dititipi diam saja ketika barang diletakkan dihadapannya. Sedangkan ulama mazhab Syafi’i,
dalam masalah ijab dan qabul ini disyaratkan adanya ucapan yang keluar dari salah seorang yang melakukan akad. Artinya tidak disyaratkan ucapan
itu keluar dari pihak yang menitipkan tetapi sah juga dari orang yang dititipi. Dan ucapan itu juga dari orang yang dititipi. Dan ucapan itu juga
adakalanya sharih atau terang dan dengan knayah artinya dengan sindiran atau kiasan. Sementara ulama mazhab Maliki tidak mensyaratkan ijab dan
qabul itu berupa ucapan, tetapi mereka mengatakan: bilamana seseorang meletakkan barangnya dihadapan orang lain, lalu orang lain diam saja,
maka orang ini berkewajiban untuk memelihara barang tersebut. Sebab sikap diamnya itu menjadikan barang tersebut menjadi titipan padanya,
kecuali jika ia memang menolak.
d. Macam-Macam Wadi’ah
Adapun macam-macam wadi’ah antara lain:
47
1 Wadi’ah yad al-amanah
Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
47
Ibid., h.60
a Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan
digunakan oleh penerima titipan. b
Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan
tanpa boleh memanfaatkan. c
Penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang menitipkan.
d Aplikasi perbankan yang memungkinkan untuk jenis ini adalah
jasa penitipan atau safe deposit box. 2
Wadi’ah yad ad-domanah Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan
oleh yang menerima titipan. b
Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu menghasilkan manfaat kepada sipenitip. Semua manfaat dan
keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang tersebut menjadi hak penyimpan.
c Produk bank yang sesuai dengan akad ini yaitu giro dan tabungan.
d Bank konvensional memberikan jasa giro sebagai imbalan yang
dihitung berdasarkan presentase yang telah ditetapkan. Adapun pada bank syariah, pemberian bonus semacam jasa giro tidak
boleh disebutkan dalam kontrak ataupun dijanjikan dalam akad,
tetapi benar-benar pemberian sepihak sebagai tanda terima kasih dari pihak bank.
e Jumlah pemberian bonus sepenuhnya merupakan kewenangan
manajemen bank syariah karena pada prinsipnya dalam akad ini penekanannya adalah titipan.
f Produk tabungan juga dapat menggunakan akad wadi’ah karena
pada prinsipnya tabungan mirip dengan giro, yaitu simpanan yang dapat diambil setiap saat. Perbedaannya, tabungan tidak dapat
ditarik dengan cek atau alat lain yang dipersamakan. Cara pengembangannya harus yang diakui oleh syariat, yaitu
berdasarkan keikutsertaan pemilik harta yang disimpan bank sebagai titipan sampai batas waktu tertentu, dalam soal laba yang
dihasilkan dari praktek-praktek pengembangan maupun kerugian secara teratur, sesuai dengan sistem perbankan kini dalam batas-
batas syariat Islam. Dan dalam masalah ini, transaksi secara Islam yang paling mirip adalah qiradh atau mudharabah.
2. Akad Murabahah