sehingga metabolisme tubuh akan terangsang. Apabila perubahan terjadi, maka seseorang dapat menjadi tenang atau sebaliknya sesuai dengan jenis irama yang
didengarnya, serta penyesuaian tubuh terhadap rangsangan irama tersebut.
13
Walaupun bukan merupakan dasar eksistensi hidup manusia, akan tetapi seni musik dan lagu adalah sebagian dasar social dan cultural manusia. Eksistensi
manusia bukan sekedar hidup, akan tetapi mempunyai kesanggupan untuk mengalami kesukaan, kepuasan, dan kegembiraan. Agar manusia itu memperoleh
segala kebutuhan kehidupannya, mereka kemudian mencari beraneka ragam seni termasuk musik dan lagunya.
Dengan demikian jelaslah bahwa musik memang mempunyai pengaruh yang cukup besar atas kehidupan manusia. Sebuah nyayian dapat menimbulkan
rasa sedih, rasa tenang, rasa gembira, dan sebagainya sesuai dengan iramanya dan lagunya. Musik dengan nyayian yang kata-katanya sesuai dengan perasaan yang
ditimbulkan, sangat mengesankan dan meresap ke dalam hati orang yang mendengarkannya.
B. Pengertian Musik Liturgi
Kata “liturgi” sendiri berasal dari bahasa Yunani Leitourgia, terbentuk dari akar kata ergon yang berarti “karya”, dan leitus, yang merupakan kata sifat
untuk kata benda laos bangsa.
14
Secara harfiah, leitourgia berarti ‘kerja’ atau ‘pelayanan’ yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa. Dalam masyarakat Yunani
kuno, leitourgia dimaksudkan untuk menunjukkan kerja bakti atau kerja
13
Depdikbud, Pesan-pesan Budaya Lagu-lagu, h.3.
14
Martasudjita, Pengantar Liturg, hal.8.
pelayanan yang tidak dibayar, iuran atau sumbangan dari warga masyarakat yang kaya, dan pajak untuk masyarakat atau Negara.
15
Lantas apakah musik liturgi itu? Ditinjau dari tujuan apresiasinya, musik secara umum terbagi dalam dua bentuk yakni musik ritual dan musik profan.
Musik ritual adalah musik yang diapresiasikan untuk mendukung upacara-upacara ritual, seperti adat tradisi maupun upacara keagamaan. Dalam berbagai
kebudayaan dan agama, bunyi yang dihasilkan oleh instrumen atau alat tertentu diyakini memiliki kekuatan magis. Begitu pula dalam berbagai agama, terdapat
jenis-jenis musik tertentu yang digunakan dalam ritus-ritus keagamaan. Sedangkan musik profan atau musik populer, adalah musik yang bernuansa bebas
tidak bersifat sakral dan digemari dalam masyarakat serta diapresiasikan sebagai sarana hiburan. Musik tersebut menggunakan irama bebas dan komposisi
melodinya mudah dicerna dan besifat inovatif. Dari uraian ini, pengertian musik liturgi secara singkat dapat dikatakan sebagai musik sakral dalam agama Katolik,
atau musik yang dibawakan dalam liturgi Gereja Katolik.
16
Namun untuk menggagas arti musik liturgi secara lebih mendasar, pertama-tama harus bertolak dari pemahaman akan arti liturgi itu sendiri. Adapun
arti liturgi yang digagas para ahli, yakni sebagai ”perayaan keselamatan dalam bentuk tanda dan simbol yang dilaksanakan oleh Gereja”. Dari pengertian ini,
musik liturgi adalah salah satu simbol dalam liturgi. Secara umum simbol dipahami sebagai suatu wujud konkrit yang menyatakan dan mengungkapkan
sesuatu yang lain di luar dirinya. Demikian pun dalam liturgi, simbol memiliki
15
Martasudjita, Pengantar Liturgii, h.8.
16
Paul Widyawan, “Istilah Musik Liturgi”. Warta Musik Liturgi, No. 120, 1987.
fungsinya sebagai sarana untuk membantu orang menghayati imannya akan misteri penyelamatan Kristus bagi Gereja. Dengan ini, musik liturgi termasuk
suatu bentuk simbol yang digunakan sebagai sarana untuk merayakan misteri keselamatan itu.
17
Tanpa terlepas dari arti simbolis tersebut, dalam Kamus Liturgi Sederhana, musik liturgi didefenisikan sebagai musik yang digubah untuk
perayaan liturgi untuk melagukan teks atau lagu liturgi dan mengiringinya dengan bentuknya yang memiliki suatu bobot kudus tertentu. Bobot kudus inilah
yang perlu dihayati, sehingga musik liturgi dapat berdaya guna sebagai simbol untuk merayakan misteri keselamatan.
18
“leitourgia” leitos umat,rakyat + ergos tugas pelayanan Dalam Bahasa Yunani sehari-hari
tugas pegawai
tugas pelayanan
mezbah
Dalam Septuaginta PL tugas
imam tugas
Imam besar
Kristus tugas
pekabaran Injil
tugas malaikat-malaikat
tugas pemerintah
tugas membantu orang miskin
Dalam Gereja Purba Terdahulu
tugas kultus imam-imam tugas
penatua-penatua atau
uskup tugas
malaikat-malaikat ”tugas”
hidup secara
kristen Kemudian pelayanan
perjamuan kudus
17
Paul Widyawan, “Istilah Musik Liturgi”. Warta Musik Liturgi, No. 120, 1987. h. 20.
18
Ernest Mariyanto, Kamus Musik Liturgi Sederhana. Yogyakarta: Kanisius, 2004. h. 225.
Dalam Gereja Katolik Roma ibadah sekeliling ekaristimisa
Dalam Gereja-Gereja Protestan pada awalnya tidak dipakai
Reformasi abad 16 Liturgi dipakai untuk ibadat sejak 1550
oleh pengaruh Anglikan dan Ortodoks Yunani
Sekarang ini lazim
dipakai untuk
ibadah menjadi
istilah teknis
dalam ilmu
Teologi; bidang studinya mencakup tata kebaktian
Gambar I. Pengertian liturgi dalam beberapa tempat
19
a. Istilah “liturgi” dalam Septuaginta
20
Septuaginta disini selalu menggunakan kata “leitourgia” untuk suatu pekerjaan yang dilaksanakan oleh para imam secara tertib dan dengan
khidmat, sesuai dengan undang-undang upacara ibadat; suatu pelayanan yang berguna untuk seluruh jemaat.
21
b. Istilah “liturgi” dalam Gereja purba
Dalam Gereja Purba kata ini sebenarnya mengandung arti yang lain. Artinya sama seperti dalam Perjanjian Lama, yaitu menyatakan tugas
kultus imam-imam. “Leiturgia” juga dapat merujuk kepada kehidupan sebagai orang Kristen, tugas malaikat, jabatan penatua dan uskup.
Selanjutnya dipakai pula dalam pelaksanaan ibadah, sehubungan dengan
19
G. Riemer, Cermin Injil-Ilmu Liturgi, Jakarta; Yayasan Komunikasi Bina KasihOMF,1995 h. 17-18.
20
Septuaginta adalah terjemahan Perjanjian Lama dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani. Disebut “Septuaginta” karena menurut cerita yang tidak pasti Perjanjian Lama
diterjemahkan oleh 70 orang penerjemah, kira-kira 200 SM-G. Riemer, Cermin Injil –Ilmu Liturgi, h.10.
21
Martasudjita, Pengantar Liturgi, h.10.
perayaan Perjamuan Kudus. Dalam arti istilah ini “liturgi” makin memperoleh tempatnya dalam teologi Katolik Roma.
22
c. Istilah “liturgi” pada saat reformasi
Mula-mula para reformator sama sekali tidak memakai kata “liturgi”. Tapi mungkin istilah ini diambil alih dari Gereja Anglikan dan gereja Ortodoks
Yunani.
23
d. Istilah “liturgi” sekarang ini
Gereja masa kini biasanya menamakan ibadahnya suatu “liturgi”. Kebiasaan ini terdapat pada banyak gereja. “liturgi” sudah menjadi istilah
teknis dalam ilmu teologi yang merujuk kepada berkumpulnya jemaat untuk beribadat, tata kebaktian, dan sebagainya.
24
Selain itu banyak hal yang mempengaruhi pembentukan liturgi itu sendiri, bukan saja faktor-faktor lingkungan teologi, tapi juga non-teologi. Semua faktor
dengan wewenangnya masing-masing, bersama-sama membentuk pola liturgi yang indah dan yang sesuai dengan keadaan jemaat yang merayakannya. Bagan
berikut melukiskan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan liturgi tersebut.
25
22
Riemer, Cermin Injil-Ilmu Liturgi, h.12.
23
Valerandus Pollanus disebut sebagai orang pertama yang mulai memakai istilah “liturgi”, ia berbicara tentang liturgi Sacra liturgi yang kudus tahun 1551 M- G. Riemer, Cermin
Injil-Ilmu Liturgi, h. 12.
24
Riemer, Cermin Injil-Ilmu Liturgi, h. 12-13.
25
Riemer, Cermin Injil-Ilmu Liturgi, h. 24.
Gambar II. Faktor-faktor yang mempengaruhi Liturgi
26
LITURGI Sejarah Gereja
Dunia Gereja politik, sosial, ekonomi
Persekutuan Gereja di Negara dan didunia
Ajaran Gereja dogma
Alkitab
Antropologi Etnologi sifat suku bangsa; adat;
emosi Kebudayaan
kesenian; musik; arsitektur
Misiologi
1. Faktor Sejarah Gereja
Ilmu Liturgi memang wajib diteliti sejarah kebenarannya. Allah memerintah gereja dari abad ke abad, dan memeliharanya sepanjang
perkembangan zaman. Artinya, gereja yang hidup pada masa sekarang ini bertanggung jawab untuk mengkaji perlindungan dan pemeliharaan ini, dan untuk
belajar dari sejarah gereja. Ajaran sejarah ini merupakan nasihat yang penting sekali untuk gereja sekarang ini.
27
2. Faktor Dunia Gereja
Yang dimaksud ialah pengaruh dunia sekitar gereja, yang dapat mempengaruhi liturgi, misalnya: bila keadaan ekonomi tidak baik dan masyarakat
umumnya miskin, maka akibatnya untuk gereja jelas; bangunan gereja memprihatinkan, alat-alat musik tidak ada atau hanya yang sederhana saja.
26
Riemer, Cermin Injil-Ilmu Liturgi, h. 24.
27
Riemer, Cermin Injil-Ilmu Liturgi, h. 32-33.
Walaupun faktor ini kadang-kadang bias menimbulkan akibat yang fatal, tetapi jelas, faktor ini merupakan prinsip mutlak gereja. Wewenangnya bukan
berkenaan dengan prinsip, melainkan relatif artinya terbatas, sesuai dengan keadaan.
28
3. Faktor Alkitab
Alkitab mempunyai wibawa mutlak dalam kehidupan Kristen, dalam gereja dan dalam Ilmu Teologi. Sejalan dengan itu liturgi harus taat kepada
Firman Allah, sehingga menjunjung tinggi semua unsur, semua petunjuk atas perintah yang diberikan Allah sendiri untuk ibadah masa kini. Tapi tidak semua
unsur liturgi yang berasal dari Alkitab merupakan perintah mutlak untuk semua masa, ada juga yang bersifat nasihat, saran, petunjuk dan dorongan.
29
4. Faktor Kebudayaan
Faktor ini sangat penting sekali, bukan saja dilihat dari segi missioner, tapi juga dari segi pembinaan jemaat. Bila kebudayaan disangkal atau kurang
diperhatikan dalam penciptaan dan perkembangan liturgy, maka iman didalam hati anggota jemaat akan kurang berakar. Tetapi faktor ini juga harus tunduk
kepada faktor-faktor lain yang berwenang mutlak, misalnya Alkitab dan Dogma.
30
5.
persidangan raya menentukan suatu tata ibadah, dengan maksud supaya semua Faktor Persekutuan Gereja
Wewenang faktor persekutuan tergantung pada peraturan gereja. Apabila
28
Riemer, Cermin Injil-Ilmu Liturgi, h. 35-36.
29
Riemer, Cermin Injil-Ilmu Liturgi, h. 29-30.
30
Riemer, Cermin Injil-Ilmu Liturgi, h. 34.
gereja memakai tata ibadah itu, maka peraturan itu bersifat perintah mutlak, yaitu berdasarkan ketentuan bersama-sama dalam persekutuan gereja.
31
6. Faktor Antropologi Etnologi
Faktor ini sebenarnya tidak begitu berbeda sifatnya dari faktor kebudayaan. Bila hendak menciptakan liturgi, mau tidak mau kita harus
berhadapan dengan faktor ini. Dan disini diperlukan khidmat untuk menentukan apa yang dapat dan yang harus dibuat, agar kebaktian memperoleh identitas yang
sesuai dengan identitas suatu bangsa. Tapi pada saat yang sama kebaktian itu harus tetap bersifat “murni”, yaitu berlandaskan ajaran Alkitab yang sejati.
32
7. Faktor Ajaran Gereja dogma
Faktor ini bukan saja berpengaruh dalam pokok ibadat Gereja Katolik Roma, tetapi juga pada Gereja-gereja Protestan. Dalam Gereja reformasi faktor
dogma erat berkaitan dengan faktor Alkitab. Gereja Reformasi mengakui sebagai dalil utama, bahwa dasar ajarannya adalah Firman tuhan. Sejajar dengan ini kita
dapat menilai bahwa wewenangnya bersifat mutlak. Tak heran jika dalam Gereja Katolik Roma dogma juga merupakan faktor yang bersifat perintah mutlak. Tapi
dogma ini tidak selalu datangnya dari Alkitab, bias jnuga dari tradisi.
33
8. Faktor Misiologi
Faktor misiologi untuk menciptakan liturgi adalah faktor yang penting sekali, yaitu merupakan dorongan, terutama untuk membuat kebaktian itu hidup
dan sesuai dengan pengertian dan penghayatan setiap orang.
34
31
Riemer, Cermin Injil-Ilmu Liturgi, h.35.
32
Riemer, Cermin Injil-Ilmu Liturgi, h. 35.
33
Riemer, Cermin Injil-Ilmu Liturgi, h. 34.
34
Riemer, Cermin Injil-Ilmu Liturgi, h. 34.
Jelaslah bahwa ikhtisar ini menjelaskan betapa sulitnya menciptakan atau mengubah suatu liturgi. Jika komisi liturgi yang bertanggung jawab ingin
memperbaruhi liturgi setempat, maka seharusnya ada pertimbangan dari keseluruhan faktor yang ada itu, untuk menentukan pola liturgi. Karena perubahan
sembrono tidak akan menghasilkan kebaikan untuk jemaat. Dikalangan umat, “liturgi” biasa dipahami sebagai upacara atau ibadat
publik gereja. Tidak heran jika orang berfikir tentang liturgi adalah urutan upacara, para petugas, peralatan yang harus ada, dan sebagainya. Tetapi, makna
dan hakikat liturgi itu sendiri seharusnya digali dari apa yang diajarkan oleh Konsili Vatikan II, terutama melalui konstitusi liturginya, Sacrosanctum
Concilium.
35
Dokumen liturgi ini merupakan hasil perumusan dan perjuangan panjang gerakan pembaruan liturgi yang memuat hasil refleksi dan studi liturgis
selama berpuluh-pulluh tahun sebelumnya. Definisi liturgi dirumuskan sebagai tindakan bersama antara sang Imam Agung Yesus Kristus dan Gereja-Nya bagi
pengkudusan manusia dan pemuliaan Allah yang bersifat simbolis. Karya keselamatan-Yesus di dalam liturgi selalu merupakan kehadiran dalam bentuk
tanda atau simbolis, seperti; jabat tangan, menepuk dada, berdiri, berlutut, menumpangkan tangan, mencurahkan air, dan lain-lain. Selain itu juga digunakan
banyak benda simbolis, seperti altar, mimbar, roti, anggur dan lain-lain. Simbol- simbol liturgi ini merupakan simbol yang melaksanakan bahkan menghadirkan
secara efektif apa yang dilambangkan. Salah satu simbolisasi bias terlaksana ialah
35
Konstitusi Vatikan II tentang Liturgi: Pembaharuan Upacara-upacara liturgy Gereja, khususnya perayaan Ekaristi.
melalui tubuh, gerak-gerik atau tindakan. Identitas manusia terbentuk dan terungkap dalam ekspresi dirinya.
36
36
Martasudjita, Pengantar Liturgi, h. 103-121.
BAB III SEJARAH PERKEMBANGAN MUSIK LITURGI