Pertimbangan Musik Kedudukan Musik Liturgi Gereja Katolik

dan ibadah harus jelas. Liturgi dipakai untuk menjaga keutuhan pengajaran yang benar agar gereja tidak terlena dengan keindahan yang tidak menumbuhkan iman.

C. Kedudukan Musik Liturgi Gereja Katolik

Dari keseluruhan gagasan Konsili Vatikan II tentang musik liturgi dalam Konstitusi Liturgi bab keenam, dapat ditemukan tiga pertimbangan mendasar dalam musik liturgi. Pertimbangan-pertimbangan tersebut antara lain pertimbangan musik, pertimbangan liturgi dan pertimbangan pastoral.

1. Pertimbangan Musik

Dalam artikel 112 Konstitusi Liturgi dinyatakan bahwa tradisi musik Gereja semesta merupakan kekayaan yang tak terperikan nilainya, lebih gemilang dari ungkapan-ungkapan seni lainnya dan bahwa musik Liturgi semakin suci, bila semakin erat hubungannya dengan upacara ibadat, entah dengan mengungkapkan doa-doa secara lebih mengena, entah dengan memupuk kesatuan hati, entah dengan memperkaya upacara suci dengan kemeriahan yang lebih semarak. 22 Gagasan ini menyatakan bahwa dalam sejarah Gereja, musik liturgi memiliki mutu kesenian yang tinggi. Mutu tersebut tidak terlepas dari bobot estetika baik dari segi melodi, harmoni keserasian akor, iringan, syair, penjiwaan dan teknik bernyanyi. 22 Paus Paulus VI, “Sacrosanctum Concilium”, 1963. artikel 112. Karl-Edmund Prier SJ, Perkembangan Musik Gereja Sampai Abad ke-20, dalam Gema Duta Wacana, Edisi Musik Gereja Yogyakarta: Gema Duta Wacana, 1994, h. 35-36. Oleh karena itu dalam pertimbangan musik, sebuah musik liturgi dituntut untuk memiliki mutu kualitas musikal yang baik. Perhatian serius akan tuntutan ini akan mendukung tujuan dasariah musik liturgi itu sendiri, sebagaimana yang terungkap dalam Konstitusi Liturgi 112 yakni ’kemuliaan Allah dan pengudusan umat beriman”. 23 2. Pertimbangan Liturgi Dalam pertimbangan ini musik liturgi dituntut untuk mengikuti norma liturgi, seperti memiliki keselarasan dengan tahun liturgi, tema perayaan dan bagian-bagian dalam liturgi. Hal ini sesuai dengan amanat Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Liturgi 112, yaitu bahwa Gereja menyetujui segala bentuk kesenian yang sejati, yang memiliki sifat-sifat menurut persyaratan Liturgi dan mengizinkan penggunaannya dalam ibadat kepada Allah. Selain itu dalam pertimbangan liturgi, musik liturgi dituntut untuk mendukung partisipasi umat. Konsili Vatikan II, melalui Konstitusi Liturgi 113 menggagas bahwa upacara Liturgi menjadi lebih agung, bila ibadat kepada Allah dirayakan dengan nyayian meriah, bila dilayani oleh petugas-petugas Liturgi, dan umat ikut serta secara aktif. Oleh karena itu, sebagaimana liturgi merupakan perayaan seluruh umat dalam kesatuan tubuh Gereja, maka musik liturgi harus dapat mendukung partisipasi umat dalam menghayati iman, memuliakan Tuhan serta merasakan pengudusan, penyelamatan dan kesatuan di dalam-Nya. 23 Paus Paulus VI, “Sacrosanctum Concilium”, 1963. artikel 112. Karl-Edmund Prier SJ, Perkembangan Musik Gereja Sampai Abad ke-20, dalam Gema Duta Wacana, Edisi Musik Gereja Yogyakarta: Gema Duta Wacana, 1994, h. 35-36. Pertimbangan liturgi adalah suatu aspek penting untuk diwujudkan sebab pada hakekatnya musik liturugi adalah bagian yang terintegral dalam liturgi. 3. Pertimbangan Pastoral Di sini, musik liturgi dituntut untuk dapat mempertimbangkan kemampuan umat, kategori umur, situasi dan sensus religius. Maka musik liturgi harus memilki kepekaan terhadap cita rasa dan kemampuan umat dalam menghayati serta mengungkapkan imannya. 24 Selain itu, menurut pertimbangan pastoral, musik dalam liturgi juga harus dapat disesuaikan dengan konteks kebudayaan tradisi yang dihidupi umat. Di sinilah terbuka kemungkinan bagi Gereja untuk menggali khazanah musik daerah sehingga dapat digunakan dalam perayaan liturgi. Pertimbangan ini berkaitan dengan artikel 119 Konstitusi Liturgi, yang menyatakan bahwa musik dalam tradisi hendaknya mendapat penghargaan selayaknya dan tempat yang sewajarnya, baik dalam membentuk sikap religius umat beriman, maupun dalam menyelesaikan ibadat dengan sifat-perangai mereka. 25 Dengan pertimbangan pastoral inilah maka musik liturgi inkulturasi dianggap penting untuk ditumbuhkembangkan dalam Gereja Lokal. Akan tetapi perlu dipahami, bahwa ketiga pertimbangan musik liturgi di atas harus memiliki keterikatan satu sama lain. Artinya sebuah musik liturgi dinyatakan layak untuk dibawakan dalam perayaan liturgi, jika dapat memenuhi 24 Karl-Edmund Prier SJ. Pedoman Untuk Nyanyian dan Musik dalam Ibadat Dokumen Universa Laus Yogyakarta: PML, 1987, h.10. 25 Paus Paulus VI, “Sacrosanctum Concilium”, 1963. artikel 119. Karl-Edmund Prier SJ, “Perkembangan Musik Gereja Sampai Abad ke-20”, dalam Gema Duta Wacana, Edisi Musik Gereja Yogyakarta: Gema Duta Wacana, 1994, h. 35-36. secara seimbang ketiga tuntutan, yakni bahwa musik tersebut baik secara musikal, sesuai dengan jiwa liturgi dan selaras dengan cita rasa serta daya apresiasi umat.

D. Hakekat Musik Liturgi