Makanan  Struktur Anatomis Saluran Pencernaan

» Komposisi makanan ikan belida berdasarkan stasiun pengambilan sampel dan ukuran Konsumsi makanan ikan belida pada beragam ukuran berdasarkan stasiun sangat bervariasi Gambar 41. Konsumsi bahan tumbuhan pada stasiun Kuala Tolam memiliki proporsi IP yang lebih tinggi dibandingkan stasiun yang lain. Hal ini dikarenakan kondisi habitat Kuala Tolam yang banyak ditumbuhi vegetasi riparian. Vegetasi riparian merupakan sumber makanan allochthonous bagi makanan ikan belida yang berupa ikan kecil dan berfungsi sebagai media bagi udang dan serangga air, selain merupakan sumber makanan bagi ikan belida juga sebagai substrat tempat menempelkan telurnya yang sudah dibuahi Adjie dkk. 1999. Ikan Belida 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 K e c il n = 2 S e d a n g n = 1 3 B e s a r n = 2 K e c il n = 1 S e d a n g n = 5 B e s a r n = 3 k e c il n = 2 8 S e d a n g n = 4 B e s a r n = 2 K e c il n = 2 1 S e d a n g n = 2 B e s a r n = 1 K e c il n = 2 9 S e d a n g n = 1 2 B e s a r n = 3 Kutopanjang Teso Langgam Rantau Baru Kuala Tolam Stasiun Ind e k s B a gi a n Te rbe s a r ikan udang bahan tumbuhan insekta cacing bentos batu kerikil tidak teridentifikasi Gambar 41. Komposisi makanan ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel berdasarkan kelompok ukuran. » Komposisi makanan ikan belida berdasarkan stasiun pengambilan sampel dan musim. Konsumsi makanan ikan belida pada musim hujan di setiap stasiun pengambilan sampel semua berupa ikan, tidak dijumpai makanan berupa krustasea Gambar 42. Hal ini dikarenakan ketersediaan ikan kecil pada musim hujan melimpah di setiap stasiun sebagai hasil pemijahan. Pada musim hujan yang memiliki ketersediaan ikan kecil melimpah, ikan belida tidak melakukan upaya ekstra untuk mencari makanan berupa udang. Ikan Belida 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 K e m a ra u n = 1 3 P e ra lih a n n = 1 5 H u ja n n = 5 K e m a ra u n = 8 P e ra lih a n n = 7 H u ja n n = 3 K e m a ra u n = 1 6 P e ra lih a n n = 9 H u ja n n = 9 K e m a ra u n = 1 2 P e ra lih a n n = 1 H u ja n n = 2 K e m a ra u n = 1 6 P e ra lih a n n = 2 1 H u ja n n = 6 Kutopanjang Teso Langgam Rantau Baru Kuala Tolam Stasiun In d e k s B a g ia n T e rb e s a r ikan udang bahan tumbuhan insekta cacing bentos batu kerikil tidak teridentifikasi Gambar 42. Komposisi makanan ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel berdasarkan musim » Komposisi makanan ikan belida berdasarkan jenis kelamin dan TKG Ikan kecil tetap merupakan makanan utama yang mendominasi komposisi makanan ikan belida. Terlihat adanya tren konsumsi udang tinggi pada TKG IV, diduga hal ini terkait dengan aktivitas reproduksi, baik pada ikan belida jantan maupun betina Gambar 43. Ikan belida pada TKG IV, memerlukan zat kolesterol untuk kebutuhan merangsang hormon steroid yang berperan dalam proses pematangan gonad. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut ikan mengkonsumsi krustasea udang yang banyak mengandung kolesterol. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Effendie 1997 bahwa pada saat ikan akan memijah, ikan akan merubah komposisi makanannya dan selanjutnya akan kembali normal setelah melakukan pemijahan. Namun demikian melalui tahapan standarisasi membandingkan TKG pada kondisi ukuran, jenis kelamin, musim dan stasiun yang sama, terlihat persentase IP bahan tumbuhan yang tinggi pada TKG III dan TKG IV Gambar 44, tidak terlihat kecendrungan konsumsi krustasea yang besar pada TKG IV. Kondisi stasiun diduga mempengaruhi kecenderungan ini, ketersediaan makanan lebih berperan dalam konsumsi pakan dibandingkan TKG. Ikan Belida Jantan 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 I II III IV Tingkat Kematangan Gonad Ind e k s B a gi a n Te r be s a r tidak teridentifikasi batu kerikil bentos cacing insekta bahan tumbuhan udang ikan Ikan Belida Jantan 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 I II III IV Tingkat Kematangan Gonad Ind e k s B a gi a n Te r be s a r tidak teridentifikasi batu kerikil bentos cacing insekta bahan tumbuhan udang ikan Gambar 43. Komposisi makanan ikan belida jantan dan betina berdasarkan TKG Ikan Belida 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 I II III IV TKG Ind e k s B a gi a n Te rbe s a r tidak teridentifikasi batu kerikil bentos cacing insekta bahan tumbuhan udang ikan Gambar 44. Komposisi makanan ikan belida berdasarkan TKG » Komposisi makanan ikan belida berdasarkan stasiun pengambilan sampel dan TKG Pada setiap stasiun pengambilan sampel konsumsi makanan berupa krustasea sepertinya tidak terlalu tegas berkaitan dengan TKG. Di duga konsumsi krustasea terkait dengan faktor lain selain TKG, Gambar 45. Konsumsi krustasea yang tinggi terlihat pada ikan belida TKG IV ditemukan di stasiun Kuala Tolam dan Teso. Hal ini terkait dengan ketersediaan pakan berupa udang yang ditemukan pada kedua stasiun ini. Pada stasiun yang memiliki karakteristik dalam Kutopanjang dan Langgam tidak ditemukan ikan belida TKG IV yang mengkonsumsi krustasea. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 TK G I n = 6 TK G I I n = 4 TK G I II n = 1 TK G I V n = 1 TK G I n = 8 TK G I I n = 2 TK G I II n = 1 TK G I V n = 2 TK G I n = 4 TK G I I n = 4 TK G I II n = 2 TK G I V n = 3 TK G I n = 1 1 TK G I I n = 4 TK G I II n = 2 TK G I V n = 1 TK G I n = 8 TK G I I n = 4 TK G I II n = 4 TK G I V n = 2 Kutopanjang Teso Langgam Rantau Baru Kuala Tolam Stasiun Ind e k s B a gi a n Te rbe s a r tidak teridentifikasi batu kerikil bentos cacing insekta bahan tumbuhan udang ikan Gambar 45. Komposisi makanan ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel berdasarkan TKG. » Korespondensi stasiun pengambilan sampel dengan komposisi makanan Pada scaterplot terlihat, persentase konsumsi udang yang tinggi, terdapat pada stasiun Teso dan Kuala Tolam, Gambar 46, terkait dengan kondisi perairan yang dangkal dan ketersediaan makanan berupa udang. Kuala tolam juga memiliki besaran persentase konsumsi bahan makanan berupa bahan tumbuhan yang tinggi. Stasiun Langgam, Rantau Baru dan Kutopanjang mengkonsumsi lebih banyak ikan dibandingkan stasiun Teso dan Kuala Tolam. 2D Plot of Row and Column Coordinates; Dimension: 1 x 2 Kutopanjang Teso Langgam RantauBaru KualaTolam Ikan Udang Bahan Tumbuhan Insekta Cacing Bentos Kerikil Tak teridentifikasi -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 Dimension 1; Eigenvalue: .06266 53.54 of Inertia -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 D ime n si o n 2 ; Ei g e n va lu e : .0 2 7 9 6 2 3 .8 9 o f In e rt ia Gambar 46. Korespondensi antara stasiun pengambilan sample dengan komposisi makanan » Korespondensi komposisi makanan ikan belida dengan musim, ukuran, stasiun, jenis kelamin dan TKG Pada ikan belida proporsi nilai indeks bagian terbesar krustasea memiliki korespondensi yang tinggi atau terkait erat dengan jenis kelamin dan musim kemarau, peralihan dan hujan. Untuk besaran persentase konsumsi makanan berupa ikan dan bahan tumbuhan sangat terkait dengan ukuran, stasiun dan TKG Gambar 47. 2D Plot of Row and Column Coordinates; Dimension: 1 x 2 Musim Ukuran TKG Stasiun Jeniskelamin Ikan Udang Bahan Tumbuhan Insekta Cacing Bentos Kerikil Tak teridentifikasi -1.2 -1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 Dimension 1; Eigenvalue: .02141 73.79 of Inertia -0.9 -0.8 -0.7 -0.6 -0.5 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 D im e n si o n 2 ; E ig e n va lu e : .0 4 2 7 1 4 .7 3 o f In e rt ia Gambar 47. Korespondensi antara indeks bagian terbesar makanan ikan belida dengan musim, ukuran, stasiun dan TKG  Luas Relung Makanan Ikan Belida » Luas relung makanan ikan belida berdasarkan kelas ukuran Analisis luas relung makanan dilakukan untuk melihat proporsi sumberdaya makanan yang dimanfaatkan oleh ikan. Luas relung makanan dapat membantu dalam menentukan posisi suatu spesies ikan dalam suatu rantai makanan. Luas relung makanan dapat pula mencerminkan adanya selektivitas suatu jenis ikan antar spesies maupun antar individu dalam suatu spesies yang sama terhadap sumberdaya makanan pada habitat tertentu Krebs 1989. Berdasarkan kelas ukurannya, nilai luas relung ikan belida berkisar pada 1.023 – 3.054 dengan nilai standarisasi berkisar pada 0.023 –0.614. Luas relung tertinggi terdapat pada kelas ukuran 401-470 yaitu sebesar 3.054 dan luas relung terendah pada ikan belida terdapat pada kelas ukuran 821 - 960 yaitu sebesar 1.023 Tabel 18. Besarnya nilai luas relung pada kelas ukuran 401-470 mm dikarenakan pada kelas ukuran tersebut ikan belida memanfaatkan kelompok makanan yang beragam yang dikonsumsi dalam proporsi yang relatif seimbang, sedangkan pada kelas ukuran 821 - 960 mm hanya memanfaatkan beberapa kelompok makanan. Terlihat tren semakin besar ukuran ikan belida semakin seragam makanannya, semakin kecil luas relungnya. Tabel 18. Luas relung makanan ikan belida berdasarkan kelas ukuran Kelompok Ukuran Luas Relung Standarisasi 401-470 3.054 0.228 471-540 1.975 0.122 541-610 2.259 0.523 611-680 1.906 0.302 681-750 1.614 0.614 751-820 2.138 0.379 821-890 1.023 0.023 Apabila dilihat secara keseluruhan nilai luas relung ikan belida setelah distandarisasi tergolong sempit walaupun jenis makanan yang dimakan beragam. Hal ini diduga, karena ikan belida mengkonsumsi makanan utama ikan dalam proporsi yang sangat besar, sedangkan jenis-jenis yang lain dikonsumsi dalam proporsi yang sangat sedikit. Hal ini dikarenakan, makanan utama komponen sisa organisme dikonsumsi dalam jumlah yang sangat banyak sedangkan jenis-jenis yang lain dikonsumsi dalam jumlah yang sedikit sehingga luas relungnya sempit. Selain itu, juga diduga bahwa karena ikan belida merupakan ikan karnivora maka cenderung lebih selektif dalam mengkonsumsi jenis makanannya. Hasil yang sama ditemukan oleh Sjafei et al. 2004 in Yuliani 2009 pada ikan lindu, luas relung ikan lundu tergolong sempit walaupun jenis makanan yang dikonsumsi beragam. Sempitnya luas relung makanan ikan di suatu perairan berhubungan dengan peran jenis ikan tersebut sebagai ikan karnivora dan predator yang cenderung lebih spesialis Tjahjo dkk. 2000 in Yuliani 2009. » Luas relung makanan ikan belida berdasarkan stasiun pengambilan sampel Berdasarkan lokasi pengamatannya, nilai luas relung makanan ikan belida berkisar antara 1.752 –3.235 dengan nilai standarisasi sebesar 0.188–0.558. Luas relung tertinggi terdapat pada Stasiun Kuala Tolam sebesar 3.235 dan luas relung terendah terdapat pada Stasiun Kutopanjang sebesar 1.752 Tabel 19. Tingginya nilai luas relung menunjukkan bahwa pada Stasiun Kuala Tolam, ikan belida lebih bersifat generalis tidak selektif dalam memanfaatkan sumberdaya makanan di alam. Sedangkan, terjadi rendahnya nilai luas relung diduga ikan tersebut mengadakan suatu seleksi terhadap sumberdaya makanan yang tersedia di perairan di Stasiun Kutopanjang. Tabel 19. Luas relung makanan ikan belida berdasarkan stasiun pengambilan sampel Stasiun Luas Relung Standarisasi Waduk Kuto Panjang 1.752 0.188 Teso 2.659 0.276 Langgam 1.960 0.240 Rantau Baru 2.522 0.190 Kuala Tolam 3.235 0.558 Tinggi rendahnya luas relung makanan ikan belida pada setiap lokasi pengamatan diduga berkaitan dengan kelimpahan makanan, kondisi ikan dan kemampuan ikan dalam memanfaatkan makanan yang tersedia. Menurut Lagler 1972, tidak semua macam sumberdaya makanan yang tersedia di suatu perairan akan disukai oleh ikan, namun tergantung dari ukuran makanan, ketersediaan makanan di alam dan selera ikan terhadap makanan itu sendiri. Colwell dan Futuyama 1971 menyatakan bahwa semakin besar nilai luas relung maka pola makanan ikan tersebut bersifat generalis dan tidak selektif terhadap organisme yang dimakan, sedangkan luas relung makanan yang kecil mencirikan bahwa ikan tersebut lebih selektif dalam memilih makanannya.  Index Stomach Content ISC Index stomach content atau konsumsi pakan relatif adalah nilai dari perbandingan berat isi lambung dengan berat tubuh ikan. Hasil perhitungan indek kepenuhan isi lambung ISC perstasiun pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 48. Stasiun Langgam memperlihat besaran nilai ISC yang paling tinggi, hal ini mengindikasikan stasiun Langgam memiliki tingkat ketersedian makanan yang paling banyak diantara semua stasiun yang diamati. Kondisi sebaliknya ditemukan pada stasiun pengambilan sampel Rantau Baru yang memiliki besaran nilai ISC paling rendah yang berarti ketersediaan makana ikan belida di stasiun ini memiliki jumlah yang paling sedikit. 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 Kutopanjang n=2 Langgam n=2 Rantau Baru n=2 Kuala Tolam n=9 Stasiun Pengambilan Sampel N il a i IS C Gambar 48. Hasil analisis ISC setiap stasiun pengambilan sampel yang telah di standarisasi

d. Pertumbuhan  Hubungan Panjang-Bobot Ikan Belida

» Panjang bobot ikan belida secara umum Pola pertumbuhan ikan dapat diketahui melalui hubungan panjang total mm dan berat total g, selanjutnya berdasarkan hubungan panjang-berat ikan tersebut diperoleh nilai b. Nilai b adalah indikator pertumbuhan yang menggambarkan kecenderungan pertambahan panjang dan bobot ikan. Nilai yang diperoleh dari perhitungan panjang dan berat adalah informasi mengenai dugaan berat dari panjang ikan atau sebaliknya, keterangan tentang ikan mengenai pertumbuhan, kemontokan serta perubahan dari lingkungan Effendie 1997. Menurut Kleanthidis et al. 1999 dalam ilmu perikanan hubungan panjang berat penting untuk menduga berat hanya data panjang yang tersedia dan sebagai indeks kondisi ikan. Secara umum ikan belida memiliki nilai b = 2.98 Gambar 49, analisis uji t terhadap nilai b diperoleh nilai t hitung t tabel, sehingga pola pertumbuhan ikan belida termasuk isometrik yang berarti pertambahan berat sama dengan pertambahan setiap satuan panjang. Nilai koefisien korelasi r yang diperoleh berdasarkan hasil analisis panjang berat mendekati +1, yaitu sebesar 0.890. Nilai koefisien korelasi r mendekati +1 atau -1, maka hubungan antara dua peubah dalam hal ini panjang dan berat tubuh sangat kuat dan dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya. Nilai koefisisen determinasi R 2 yang diperoleh sebesar 0.792, berarti nilai panjang total tubuh ikan belida dapat menjelaskan nilai berat tubuh sebesar 79.2. Berdasarkan studi Sarkar et al. 2008 pada ikan belida India, diperoleh nilai b tertinggi sebesar 4.10 Sungai Saltluj, India dengan r = 0.92 dan terendah sebesar 2.37 Sungai Gomti, India dengan r = 0.88. Ikan Belida y = 9E-06x 2.9757 R 2 = 0.7923 r = 0.890 2000 4000 6000 8000 10000 200 400 600 800 1000 1200 1400 Panjang Total mm B e ra t g ra m Gambar 49. Hubungan panjang-bobot total ikan belida » Panjang bobot ikan belida berdasarkan jenis kelamin Pola pertumbuhan panjang dan bobot ikan belida dianalisis melalui pendekatan perbedaan jenis kelamin, hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara ikan belida jantan dan betina. Ikan belida jantan memiliki nilai b = 2.888 dan betina memiliki nilai b = 3.049 Gambar 50. Pola pertumbuhan keduanya adalah isometrik, hal ini berarti tidak ada perbedaan tipe pertumbuhan berdasarkan jenis kelamin pada ikan belida, namun demikian berdasarkan nilai b, terlihat bahwa ikan belida betina lebih gemuk dibandingkan ikan belida jantan. Menurut Adjie dkk. 1999, pertumbuhan ikan belida jantan di Sungai Batang Hari, Jambi, bersifat allometrik dan ikan betina bersifat isometrik. Koefisien regresi yang diperoleh dari hubungan panjang berat yang menandakan tipe pertumbuhan isometrik atau alometrik tidak hanya berbeda pada spesies yang berbeda tetapi juga pada spesies yang sama Olurin and Aderibigbe 2006. Ikan Belida Jantan y = 2E-05x 2.8889 R 2 = 0.7835 r = 0.885 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 200 400 600 800 1000 1200 1400 Panjang Total mm B e r a t g r Ikan Belida Betina y = 6E-06x 3.0495 R 2 = 0.8034 r=0.896 5000 10000 15000 20000 25000 30000 200 400 600 800 1000 1200 1400 Panjang Total mm Be ra t g r Gambar 50. Hubungan panjang-bobot ikan belida jantan dan betina » Panjang bobot ikan belida berdasarkan jenis kelamin dan stasiun Hubungan panjang-berat ikan belida jantan dan betina berdasarkan stasiun pengambilan sampel terlihat pada Tabel 20. Besaran nilai b setiap stasiun bervariasi, namun nilai b ikan betina cenderung lebih besar dari ikan jantan pada hampir semua stasiun pengambilan sampel. Adanya perbedaan pada nilai b ikan belida jantan dan betina yaitu nilai b jantan lebih kecil daripada nilai b betina, disebabkan adanya pengaruh ontogenik terutama pada jenis kelamin yang mempengaruhi nilai b, dan juga pengaruh perbedaan tingkat kematangan gonad dan perbedaan umur Dulčić et al. 2003 in Purnomo dan Kartamihardja 2005. Tabel 20. Hubungan panjang dan bobot ikan belida berdasarkan jenis kelamin dan stasiun Stasiun sampling Ikan Betina Ikan Jantan N W = aL b R 2 r tipe pertumb N W = aL b R 2 r tipe pertumb Kuala Tolam 51 3.288 0.814 0.902 Isometric 43 3.668 0.814 0.974 allometrik + Langgam 56 2.23 0.835 0.914 Allometrik - 41 2.063 0.961 0.98 allometrik - Teso 57 3.257 0.906 0.951 Isometric 102 2.851 0.797 0.893 Isometric Kutopanjang 25 3.382 0.951 0.975 Isometric 24 3.009 0.906 0.952 Isometric Rantau Baru 51 3.827 0.798 0.893 Allometrik + 58 3.432 0.968 0.984 allometrik + » Panjang bobot ikan belida berdasarkan ukuran dan stasiun Panjang bobot ikan belida dianalisis melalui pendekatan pengelompokkan ukuran panjang totalnya Tabel 21, agar dapat diketahui representasi data nilai R 2 pada masing-masing kelompok ukuran ikan sehingga kesalahan pengambilan keputusan dapat dihindari. Selain itu, pengelompokkan ukuran menginformasikan kecenderungan besaran nilai b berdasarkan umur. Nilai R² dari hubungan panjang dan bobot pada ikan belida berukuran sedang sebagian besar memiliki nilai yang relatif cukup kecil, menunjukkan bahwa keragaman yang dipengaruhi oleh faktor lain cukup besar dan hubungan antara panjang total dan bobot ikan tidak erat. Pada ikan belida yang termasuk ukuran kecil, nilai R² relatif besar pada hampir semua stasiun. Nilai b pada setiap stasiun juga berbeda berdasarkan kelompok ukuranumurnya. Menurut Oymak et al. 2001, nilai b berbeda menurut spesies, jenis kelamin, umur, musim dan aktivitas makan. Tabel 21. Hubungan panjang dan bobot ikan belida berdasarkan tiga kelompok ukuran dan stasiun. ukuran kecil 401 – 610 mm, ukuran sedang 611 – 750 mm, ukuran besar 750 – 960 mm. Stasiun sampling Ikan Betina Kecil Ikan Betina Sedang Ikan Betina Besar N b R 2 tipe pertumb N b R 2 tipe pertumb N b R 2 tipe pertumb Kutopanjang 26 2.76 0.91 isometrik 20 2.48 0.36 isometrik 3 5.70 0.09 isometrik Teso 48 2.56 0.33 isometrik 75 3.64 0.54 isometrik 36 4.86 0.71 Allometrik + Langgam 49 3.40 0.73 isometrik 17 4.34 0.72 isometrik 31 1.55 0.47 Allometrik - Rantau Baru 59 3.52 0.92 Allometrik + 40 4.32 0.25 isometrik 10 3.92 0.45 isometrik Kuala Tolam 58 3.19 0.61 isometrik 31 3.12 0.36 isometrik 5 4.32 0.43 isometrik » Panjang bobot ikan belida berdasarkan stasiun standarisasi Setelah proses standarisasi membandingkan nilai b antar stasiun pengambilan sampel pada kelompok ukuran, jenis kelamin, musim dan TKG yang relatif sama, di peroleh kesimpulan bahwa stasiun Kuala Tolam memiliki nilai b tertinggi dan Teso terendah, Gambar 51. Ikan belida Kuala Tolam memiliki performa gemuk terkait dengan lambung yang penuh. Menurut Bagenal and Tesch, 1978 in Purnomo dan Kartamihardja, 2005, perbedaan nilai b disebabkan oleh pengaruh letak geografis dan kondisi lingkungan seperti; musim, tingkat kepenuhan lambung, penyakit, dan parasit Ikan Belida Standarisasi 1.5 1.7 1.9 2.1 2.3 2.5 2.7 2.9 3.1 3.3 3.5 3.7 Kutopanjang n=6 Teso n=4 Langgam n=7 Rantau Baru n=7 Kuala Tolam n=10 Stasiun Pengam bilan Sam pel N il a i b Gambar 51. Panjang bobot ikan belida setiap stasiun pengambilan sampel pada standarisasi kondisi yang relatif sama jenis kelamin, ukuran, musim dan TKG.  Koefisien Pertumbuhan Panjang » Koefisien pertumbuhan panjang ikan belida jantan dan betina Pertumbuhan panjang merupakan suatu indikator yang baik untuk melihat kondisi kesehatan individu, populasi, dan lingkungan habitat bagi ikan. Laju pertumbuhan yang cepat menunjukkan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan tempat hidup. Hasil analisis parameter pertumbuhan dengan metode ELEFAN 1 menunjukkan bahwa ikan belida jantan di Sungai Kampar memiliki nilai K sebesar 0.88tahun, nilai L infiniti sebesar 1179.15 mm, dan nilai t sama dengan -0.0660 tahun. Model pertumbuhannya yaitu Lt = 1179.151-e -0.88t+0.0660 , dengan asumsi bahwa ikan belida jantan ini di mulai dari panjang 0 mm pada umur –0,058 tahun akan mencapai panjang asimtotik L infiniti selama t tergantung pada nilai koefisien pertumbuhannya. Sementara ikan belida betina di Sungai Kampar memiliki nilai K sebesar 0.84tahun, nilai L infiniti sebesar 1223.78 mm, dan nilai t sama dengan -0.0686 tahun. Model pertumbuhannya yaitu Lt = 1223.781-e -0.84t+0.0686 , dengan asumsi bahwa ikan belida betina ini di mulai dari panjang 0 mm pada umur –0,0576 tahun akan mencapai panjang asimtotik L infiniti Gambar 52. Semakin besar koefisien pertumbuhan ikan maka semakin cepat waktu ikan mencapai panjang infiniti. 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Umur Ikan tahun P a nj a ng I k a n m m Jantan Betina Gambar 52. Kurva pertumbuhan ikan belida jantan dan betina Sungai Kampar Kurva pertumbuhan di atas memperlihatkan bahwa ikan belida jantan memiliki koefisien pertumbuhan yang lebih besar dari ikan belida betina. Berdasarkan model pertumbuhan yang didiperoleh, menjelaskan bahwa ikan belida jantan lebih cepat mencapai panjang asimtotik karena memiliki koefisien pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan ikan belida betina. Ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh faktor internal yaitu jenis kelamin dan tingkat kedewasaan ikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi 1997, yaitu faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan antara lain; keturunan genetik, jenis kelamin, parasitpenyakit, umur, dan ukuran ikan serta kematangan gonad. » Koefisien pertumbuhan panjang ikan belida berdasarkan stasiun tanpa membedakan jenis kelamin Ikan belida yang berasal dari Kuala Tolam memperlihatkan nilai koefisien K dan panjang asimtotik L infiniti yang paling tinggi Gambar 53 dan Tabel 22. Kurva pertumbuhan yang cepat mencapai panjang asimtotik mengindikasikan koefisien pertumbuhan K yang besar. Nilai panjang asimtotik panjang infiniti yang besar menunjukkan bahwa ikan tersebut berada pada range ukuran tangkap ikan yang besar, ini berarti kondisi habitat sebagai tempat hidup yang baik terutama pada ketersedian makanan yang banyak bagi kelangsungan pertumbuhan ikan Dwiponggo 1982 in Harahap dan Djamali 2005. 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Umur Ikan tahun P a nj a ng I k a n m m Kutopa nja ng Tes o La ngga m Ra nta u Ba ru Kua l a Tol a m Gambar 53. Kurva pertumbuhan ikan belida Sungai Kampar berdasarkan stasiun pengambilan sampel Tabel 22. Hasil analisis pertumbuhan panjang ikan belida berdasarkan stasiun pada semua kelompok ukuran pengambilan sampel No Lokasi ∑ sampel L infiniti K t0 Model Pertumbuhan 1 W. Kuto Panjang 49 890.93 0.99 -0.063 Lt=890.931-e -0.99t+0.063 2 Teso 159 938.18 0.37 - 0.172 Lt=938.181-e -0.37t+0.172 3 Langgam 97 1236.28 0.87 - 0.066 Lt=1236.28 1-e -0.87t+0.066 4 Rantau Baru 109 893.03 0.41 -0.157 Lt=893.03 1-e -0.41t+0.157 5 Kuala Tolam 93 973.88 1.50 - 0.040 Lt=973.881-e -1.50t+0.040 Perbedaan model pertumbuhan pada setiap stasiun menjelaskan dugaan adanya pengaruh nyata dari kondisi habitat dan karakteristik genetik ikan belida yang ada pada stasiun pengambilan sampel di sepanjang Sungai Kampar. » Koefisien panjang ikan belida berukuran kecil 610 mm berdasarkan stasiun Analisis koefisien panjang pada kelompok kecil, memperlihatkan stasiun Kuala Tolam memiliki nilai K yang paling tinggi Gambar 54 dan Tabel 23. Belida Ukuran Kecil 100 200 300 400 500 600 700 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Umur Ikan tahun P a nj a ng I k a n m m Kutopa nja ng Tes o La ngga m Ra nta u Ba ru Kua l a Tol a m Gambar 54. Kurva pertumbuhan ikan belida Sungai Kampar kelompok ukuran kecil 611 mm berdasarkan stasiun pengambilan sampel Tabel 23. Hasil analisis pertumbuhan panjang ikan belida kelompok ukuran kecil berdasarkan stasiun pengambilan sampel No Lokasi ∑ sampel L infiniti K t0 Model Pertumbuhan 1 W. Kuto Panjang 26 601.13 0.75 -0.094 Lt=601.131-e -0.75t+0.094 2 Teso 50 623.18 0.41 - 0.174 Lt=623.181-e -0.41t+0.174 3 Langgam 57 606.38 0.82 - 0.085 Lt=606.38 1-e -0.82t+0.085 4 Rantau Baru 64 641.03 0.29 -0.247 Lt=641.03 1-e -0.29t+0.247 5 Kuala Tolam 58 606.38 1.20 - 0.057 Lt=606.381-e -1.20t+0.057  Faktor Kondisi » Faktor kondisi ikan belida berdasarkan jenis kelamin Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan baik dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup maupun reproduksi Effendie 2002, dan juga dapat menentukan serta membandingkan kesesuaian habitat lingkungan hidup ikan secara tidak langsung. Nilai faktor kondisi ikan belida betina 0.857 sedikit lebih tinggi dibandingkan ikan belida jantan 0.848 Gambar 55. Hal ini dikarenakan gonad memberikan kontribusi dalam nilai faktor kondisi, gonad yang berisi telur lebih besar dibandingkan gonad yang berisi sperma. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie 1997 bahwa salah satu penyebab yang mempengaruhi faktor kondisi adalah tingkat kematangan gonad. Faktor kondisi ikan belida betina yang lebih besar dibandingkan ikan belida jantan juga di laporkan oleh Adjie dkk. 1999 di Sungai Batanghari Provinsi Jambi. 0.848 0.857 0.842 0.844 0.846 0.848 0.85 0.852 0.854 0.856 0.858 Jantan n=267 Betina n=240 Jenis Kelamin Fa k tor K on di s i Gambar 55. Faktor kondisi ikan belida berdasarkan jenis kelamin » Faktor kondisi ikan belida berdasarkan jenis kelamin dan ukuran Kontribusi gonad meningkatkan nilai faktor kondisi, terlihat saat membandingkan faktor kondisi pada ukuran dan jenis kelamin yang berbeda. Nilai faktor kondisi ikan belida betina lebih tinggi dibandingkan ikan belida jantan pada kelompok ukuran sedang dan besar 610 Gambar 56. Ikan belida pada kelompok ukuran ini, sudah ada yang memiliki telur sehingga memberikan performa gemuk dan meningkatkan faktor kondisi. 0.816 0.925 0.74 0.781 1.018 0.797 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 Kecil Sedang Besar Kelompok Ukuran Ikan Belida Fa k tor K on di s i Jantan Betina Gambar 56. Faktor kondisi ikan belida berdasarkan jenis kelamin dan kelompok ukuran Nilai faktor kondisi berbeda pada tiap kelompok ukuran, namun nilai faktor kondisi tertinggi dimiliki oleh ikan belida yang termasuk dalam kategori sedang 611 – 750 mm Gambar 57 . Menurut Effendie 1997 adanya perbedaan nilai faktor kondisi pada setiap kelas ukuran terjadi karena adanya pertambahan panjang dan berat tubuh ikan, juga karena adanya perbedaan umur dan perubahan pola makan selama proses pertumbuhan. Nilai faktor kondisi paling rendah ada pada kelompok ukuran besar 750 mm. Menurut Bakare 1970 dan Fagade 1979 in Abowei et al. 2009 faktor kondisi semakin menurun seiring dengan bertambahnya panjang. Anene 2005 menyatakan bahwa secara umum faktor kondisi untuk kelas panjang ikan Chromidotilapia guntheri, Tilapia cabrae, dan Tilapia mariae di danau buatan Nigeria Tenggara, ikan yang memiliki panjang yang lebih besar secara relatif memiliki nilai faktor kondisi yang rendah, sedangkan ikan yang memiliki panjang yang rendah secara relatif memiliki nilai faktor kondisi yang lebih tinggi. 0.7985 0.9715 0.7685 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 Kecil n-240 Sedang n=182 Besar n=85 Kelompok Ukuran Ikan Belida Fa k tor K on di s i Gambar 57. Faktor kondisi ikan belida berdasarkan kelompok ukuran tanpa membedakan jenis kelamin » Faktor kondisi ikan belida berdasarkan jenis kelamin dan musim Nilai faktor kondisi ikan belida dalam kelompok ukuran sedang hampir selalu paling tinggi baik ikan belida jantan dan betina pada musim kemarau, peralihan dan hujan Gambar 58. Analisis yang menggabungkan jenis kelamin, memperlihatkan pada musim kemarau ikan belida berukuran besar memiliki nilai faktor kondisi yang sedikit lebih tinggi dibandingkan kelompok ukuran sedang Gambar 59. Hal ini dikarenakan pada