14
Pangan semi basah adalah salah satu hasil dari teknik pengolahan pangan. Pada pembuatan pangan semi basah, nilai a
w
diturunkan dengan menggunakan humektan, antimikroba, dan perlakuan osmotik. Beberapa hu-
mektan yang biasa digunakan pada pembuatan pangan semi basah adalah garam, gula, gliserol, dan NaCl, sedangkan antimikroba yang biasa digunakan
pada pembuatan pangan semi basah adalah potassium sorbat, kalsium pro- pionat, dan lain-lain Karel 1976. Perlakuan osmotik pada pembuatan pangan
semi basah dengan cara merendam bahan pangan seperti buah dan sayuran ke dalam larutan osmotic agent yang memiliki konsentrasi lebih tinggi daripada
bahan pangan tersebut. Perbedaan konsentrasi akan menyebabkan terjadinya aliran counter-current secara simultan yaitu: difusi bahan terlarut dari larutan
ke dalam bahan pangan dan difusi air dari dalam bahan pangan ke luar lingkungan. Difusi bahan terlarut dari larutan ke dalam bahan pangan akan
menurunkan nilai a
w
, sedangkan difusi air dari dalam bahan pangan ke luar lingkungan akan menurunkan kadar air. Pangan semi basah yang menggu-
nakan teknologi ini akan memiliki karakter chewiness, softness, elasticity, dan plasticity
Lewicki Lenart 1995. Salah satu penurunan mutu yang terjadi pada pangan semi basah
adalah pencoklatan non-enzimatis Robson 1976. Reaksi pencoklatan non- enzimates terjadi pada a
w
0.6-0.7 sehingga pangan semi basah yang memiliki nilai a
w
sekitar 0.6-0.7 rentan mengalami pencoklatan non-enzimatis. Selain pencoklatan non-enzimatis, penurunan mutu pada pangan semi basah dapat
disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme dan oksidasi Robson 1976. Mikroba yang mungkin tumbuh pada pangan semi basah adalah kapang
xerofilik, bakteri halofilik, dan khamir osmofilik Mosell 1975 di dalam Karel 1976. Pertumbuhan mikroorganisme ini dipengaruhi oleh suhu dan kelembab-
an tempat penyimpanan.
F. Gula Invert
Gula invert adalah hasil hidrolisis sukrosa yaitu glukosa dan fruktosa dengan perbandingan 1:1 yang terjadi akibat proses pemanasan dan pH asam.
Laju inversi sukrosa dipengaruhi oleh lama pemanasan, suhu pemanasan, dan
15
pH. Samakin lama pemanasan, semakin tinggi suhu pemanasaan, dan semakin kecil nilai pH larutan gula akan meningkatkan laju inversi sukrosa Asadi
2007. Reaksi tersebut dikatakan inversi karena dapat mengubah rotasi optikal. Inversi sukrosa dapat terjadi pada pH asam dan suhu ruang yaitu mengikuti
laju reaksi orde ke-I Asadi 2007. Reaksi yang terjadi adalah reaksi oksidasi- reduksi dimana satu reaksi tidak akan terjadi tanpa ada reaksi sebelumnya.
Reaksi hidrolisis sukrosa pada pH asam dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Reaksi hidrolisis sukrosa. Laju inversi sukrosa dipengaruhi oleh jenis asam. Jenis asam yang
sering digunakan untuk inversi sukrosa adalah HCl karena mempunyai daya inversi paling besar yaitu 100 Pancoast Junk, 1979. Daya inversi berba-
gai jenis asam dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Daya inversi berbagai jenis asam
Jenis asam Daya inversi
HCl 100.00
H
2
SO
4
53.60 H
3
PO
4
6.21 Asam tartarat
3.00 Asam sitrat
1.72 Asam laktat
1.07
Sumber: Pancoast dan Junk 1979
Selain inversi pada pH asam, salah satu faktor terbentuknya gula invert adalah enzim invertase. Derajat keasaman pH optimum dan suhu optimum
enzim invertase adalah 4.0-5.5 dan 50°C Pancoast Junk 1979. Beberapa jenis khamir yang dapat menghasilkan enzim invertase adalah Saccharomyces
cerevisiae dan S. carlsbergensis Kruckeberg Dickison 2004. Enzim ini
dapat menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
16
Gula invert dapat menahan laju kristalisasi sukrosa karena kehadiran gula invert dapat menurunkan koefisien titik jenuh sukrosa Asadi 2007
sehingga gula invert banyak diaplikasikan di industri pangan confectionery seperti hard candy, jelly, dan karamel dan industri brewing. Namun,
penggunaan gula invert sudah banyak terganti oleh sirup glukosa karena harga sirup glukosa yang lebih murah dibandingkan gula invert. Sirup glukosa yang
mempunyai karakteristik yang hampir sama, yaitu nilai a
w
, dengan gula invert adalah sirup glukosa 68 DE Edwards 2000.
17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pepaya Bangkok, air, gula pasir, gula invert, CaCl
2
, garam, potassium sorbat, dan bahan kimia untuk analisis.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah refraktometer, tim- bangan digital kasar, pisau, kompor, panci, baskom, batang pengaduk, cabinet
dryer, a
w
- meter, oven vakum, dan alat-alat gelas untuk analisis.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian terbagi menjadi dua tahap yaitu: 1 penentuan lama perendaman optimum masing-masing konsentrasi larutan gula, dan 2 pe-
nentuan konsentrasi gula invert yang menyebabkan penampakan basah pada manisan semi basah pepaya.
1. Penentuan Lama Perendaman Optimum Masing-masing Konsentrasi
Larutan Gula
Penentuan lama perendaman optimum masing-masing konsentrasi larutan gula yang dilakukan pada penelitian ini ditujukan untuk pembuatan
manisan semi basah pepaya. Pembuatan manisan semi basah pepaya dila- kukan dengan menggunakan pendekatan pembuatan manisan kering pada
umumnya. Manisan semi basah yang akan diteliti memiliki bentuk kubus dengan panjang sisi sekitar 1 cm. Pemilihan bentuk tersebut bertujuan un-
tuk menyeragamkan laju pengeringan osmotik bertingkat. Beberapa modifikasi dilakukan pada pembuatan manisan kering
untuk mendapatkan manisan semi basah yang diinginkan. Modifikasi yang dilakukan pada pembuatan manisan semi basah pepaya ini adalah tahapan
perendaman bertingkat dalam konsentrasi larutan gula. Perendaman pepa- ya dalam larutan gula dimulai dari konsentrasi larutan gula 20°brix, kemu-
dian dilanjutkan dengan konsentrasi larutan gula 30°brix, 40°brix, 50°brix, 60°brix, sampai 70°brix. Konsentrasi larutan gula 20°brix yang telah dipa-