Oligark Lokal DINAMIKA KEKUASAAN POLITIK FUAD AMIN DI BANGKALAN

247 gapai. 354 Atau, dengan kemenangan Prabowo sebagai Presiden misalnya, maka hal ini dapat membantu mengamankan posisi Fuad di Bangkalan. 355 “......Nah, ketika 2012 ini karena memang dianggapnya Gerindra ini luar biasakan, Prabowonya ini luar biasa secara materi istilahnya, ya si Fuad ini malah membuang PKB-nya, Gerindra dipegang. Dengan harapan Prabowo bisa jadi presdiden. Jadi itu, tujuannya hanya untuk mengamankan posisinya itu aja. Sangat pragmatis, dan itu kasat mata sekali.” 356 “Ya karena dia melihat uangnya Prabowo banyak. Dia gak ada istilah mikir partai itu. Yang mikir itu dia mikir pribadi. Jadi apa yang saya dapat dari langkah saya, saya akan per gi.” 357 Di samping itu, untuk memelihara jaringannya, Fuad tidak urung untuk memberikan insentif material berupa proyek-proyek pembangunan dan lain sebagainya. Pokoknya Fuad akan membagi-bagikan proyek kepada para orang dekatnya supaya loyalitas mereka tetap terjaga. Anehnya, meskipun proyek- proyek tersebut Fuad Amin berikan kepada para klien, kroni, dan kerabatnya, tapi Fuad akan tetap memberlakukan pajak setoran atas proyek yang didapat. Jadi sekalipun adanya insentif timbal balik yang sama-sama saling mereka berikan; Fuad untuk kepentingan politiknya, dan kroninya mendapatkan imbalan materil, tidak lantas menjadikan kroni Fuad menikmati jatah tersebut secara full, karena mereka pun masih tetap harus membayar setoran dan potongan-potongan lainnya yang diwajibkan oleh Fuad Amin kepada diri mereka. 358 “Contoh misalnya ketika saya sebagai seorang dekat bupati, kalau di kabupaten lain, mendapatkan proyek, mungkin seandainya harus ngasih uang terimakasih kan ndak besar, kalau di sini, bisa berkali-kali. Sebelum dapat dia sudah harus ngasih, setelah dapat proyek ngasih lagi, setelah selesai masih dimintai lagi. Nah tapikan gini, untuk orang lain yang tidak 354 Wawancara Pribadi dengan AAR. 355 Wawancara Bersama Muhamad Ruji dengan IMM. 356 Wawancara Bersama Muhamad Ruji dengan IMM. 357 Wawancara Pribadi dengan MH. 358 Wawancara Pribadi dengan AAR. 248 terbangun koneksinya itu begitu sulitnya untuk mendapatkan itu, tapi untuk yang lingkaran ini mudah untuk mendapatkan itu.” 359 Selain itu, keserakahan Fuad dalam mengekploitasi segala sumber daya ekonomi yang ada di Bangkalan tergambarkan lewat beragamnya setoran yang mesti ia dapat. Salah satunya misalnya lewat pengerjaan proyek-proyek pembangunan dan fee-fee dari hasi penjualan tanah di sekitaran Suramadu. Karena kebengisannya itu, tak ayal jika FHR, aktivis di Bangkalan menyebutnya sebagai perampok darah dingin. 360 Bahkan berdasarkan JPU KPK, Pulung Rinandoro, harta kekayaan yang dimiliki oleh Fuad Amin tidak sesuai dengan gaji dan penghasilan resmi yang diterimanya selaku pejabat daerah, baik dalam kapasitasnya sebagai bupati mapun ketua DPRD. 361 Harta kekayaan Fuad tersebar dan disimpan dalam berbagai bentuk, misalnya saja “harta kekayaannya di penyedia jasa keuangan yang mencapai Rp 139,73 miliar dan 326,091 dollar AS, yang berupa pembayaran asuransi sebesar Rp 4,23 miliar, pembelian kendaraan bermotor Rp 7,177 miliar, dan pembelian tanah serta bangunan sebesar Rp 94,9 miliar. ” 362

L. Stagnasi Demokratisasi Parpol di Bangkalan

Impak yang timbul dari adanya kekuasaan tunggal Fuad Amin di Bangkalan adalah hampir sama rupa dengan gambaran demokrasi di masa rezim orde baru. Dengan tindakan-tindakan koersif yang dilakukan, serta rasa takut yang ditebar 359 Wawancara Pribadi dengan AAR. 360 Wawancara Pribadi dengan FHR. 361 Kompas.com, “Harta Kekayaan Fuad Amin Dianggap Tak Sebanding dengan Penghasilannya,” berita ini diakses pada tanggal 25 Februari 2016 dari http:nasional.kompas.comread2015050715511691Harta.Kekayaan.Fuad.Amin.Dianggap.Tak .Sebanding.dengan.Penghasilannya 362 Kompas.com, “Harta Kekayaan Fuad Amin Dianggap Tak Sebanding dengan Penghasilannya,” berita ini diakses pada tanggal 25 Februari 2016 dari http:nasional.kompas.comread2015050715511691Harta.Kekayaan.Fuad.Amin.Dianggap.Tak .Sebanding.dengan.Penghasilannya 249 oleh Fuad Amin, demokrasi seolah-olah hanya menjadi simbolisme prosedural belaka. Ketiadaannya jaminan kebebasan berpendapat, dan ancaman kekerasan yang selalu membayangi masyarakat, mengisyarakatkan paradoks rezim yang nyatanya lahir dari rahim demokrasi. Orde baru dan Fuad tentu berbeda, tapi segala macam bentuk praktek yang terjadi di dalamnya, seperti tindakan kekerasan, pembungkaman terhadap media, dan otoritas politik yang dimonopoli, cukup mengilustrasikan bahwa Fuad Amin adalah bagian dari Soeharto-soeharto baru di era yang juga baru. Pada masa kepemimpinannya di Bangkalan, demokrasi bukan malah diaplikasikan sebagai arena kompetisi yang terbuka – di mana setiap orang memiliki hak yang sama untuk memilih atau dipilih, dan menjamin ruang publik yang sehat, tapi nyatanya demokrasi menjadi ajang pembajakan elit yang diam-diam bersembunyi di balik jubah demokrasi itu sendiri. Tak terbantahkan, salah satu pilar demokrasi, partai politik, juga turut menjadi korban pembajakan serta desposifitas Fuad Amin beserta kroninya Ada dua kondisi yang erat dengan eksistensi dan tipologi partai politik di Bangkalan. pertama, partai politik mengarah semakin pragmatis, kedua partai politik menjadi ladang dominasi Fuad Amin. Bagaimana tidak, partai-partai politik yang ada di Bangkalan faktanya lamat-lamat disusupi dan akhirnya hanya berpatron kepada Fuad Amin. Fuad Amin bak seorang raja dengan kekuasaan yang tersebar di setiap partai politik. Tidak adanya kelompok oposisi dominan yang mengontrol jalannya pemerintahan selama kepemimpinan Fuad Amin selama dua periode berturut-turut, adalah bukti, fakta bahwa fungsi-fungsi partai tidak berjalan. 250 Penempatan orang-orang Fuad Amin di partai tertentu, dan sering berpindahnya Fuad Amin dari satu partai ke partai lain tentu merupakan bajakisasi atas nilai-nilai demokrasi yang semestinya ada pada tubuh partai politik di Bangkalan. Apalagi dominasi keluarga bani kholil, keluarga Fuad, banyak mendiami dan bahkan tak jarang, mereka adalah elit, para petinggi dari tubuh partai politik yang bermacam-macam. Kontan hal ini telah menjadikan fungsi partai sebagaimana yang disebut oleh Roy C. Macridis, seperti fungsi “representasi, konversi dan agregasi, integrasi partisipasi, sosialisasi, mobilisasi, persuasi, represi, rekrutmen, pemilihan kebijaksanaan dan kontrol terhadap pemerintah” 363 tidak berjalan. Dalam realitanya, perpindahan Fuad Amin ke beberapa partai politik telah terjadi selama dua kali, atau dia pernah duduk di tiga partai politik yang berbeda- beda. Adanya perpindahan-perpindahan itu juga tidak pernah menghentikannya untuk selalu mendapatkan posisi tertinggi atau tempat paling istimewa di tubuh partai yang bersangkutan, yakni dalam kapasitasnya sebagai ketua DPC. Partai- partai tersebut di antaranya PPP, PKB, dan yang terakhir adalah partai Gerindra. Perpindahan pertamanya dari PPP ke PKB masih dalam kerangka alasan yang logis, karena embel-embel ideologi masih menjadi alasan yang melatarbelakangi kepindahan tersebut. Dipilihnya PKB tidak terlepas dari spirit partai yang merepresentasikan ideologi NU. Dan Fuad Amin merupakan orang yang juga dibesarkan dalam keluarga yang secara kultur memegang tradisi ke-NU-an yang amat kental. 363 Roy C. Maridis, “Sejarah, Fungsi, Dan Tipologi Partai Politik: Suatu Pengantar,” dalam Ichlasul Amal, ed., Teori-teori Mutakhir Partai Politik Yogyakarta: Tiara Wacana, 2012, h. 29. 251 Perpindahan Fuad Amin dari PPP ke PKB sebetulnya tidak terhindar dari kebijakan NU secara nasional. Karena partai NU yang dulu pernah eksis, sempat menjadi korban kebijakan fusi partai yang diinisiasi oleh Soeharto. Partai NU dan partai-partai politik lainnya yang secara garis kepartaian berasaskan ideologi keislaman, digabung ke dalam PPP. Sedang partai-partai nasionalis digabung ke dalam partai PDI. Setelah Soeharto tumbang, dan Habibie membuka kebijakan bagi pendirian partai yang lebih terbuka, NU akhirnya menjadi embrio bagi kelahiran partai-partai politik yang baru, salah satu yang paling dominan di antaranya adalah PKB. Karena alasan inilah akhirnya Fuad Amin pun turut dalam perpindahan ke PKB tersebut. Sebab sewaktu Fuad duduk sebagai anggota partai PPP, posisi Fuad di dalam hanya sekadar menggantikan posisi ayahnya, Kiai Imron, yang lebih dulu meninggal dunia. 364 Sementara perpindahan Fuad Amin dari PKB ke Gerindra tidak lebih dilatarbelakangi dua alasan pragmatisme semata. Pertama Fuad sudah merasa yakin bahwa tanpa PKB, tanpa embel-embel partai yang membawa pengaruh nama kiai sekalipun, Fuad sudah merasa mampu menguasai Bangkalan dan mendulang simpati masyarakat. Apalagi dalam internal tubuh PKB Bangkalan sendiri terdapat kader partai yang berasal dari satu keluarga bersama Fuad, sehingga mudah bagi dirinya untuk mentransmisikan segala kepentingannya di partai tersebut. Faktor yang kedua, adalah karena ketokohan Prabowo yang terkenal sebagai oligark tingkat nasional, dengan kepemilikan dana yang melimpah. 364 Wawancara Pribadi dengan AAR. 252 “............. kan prabowo itu dari awal menjanjikan bahwa partai gerindra ini partai dengan pendanaan yang sedemikian besar sehingga siapapun yang mencalonkan akan dapat suplay dana sekian, sekian, sekian, nah dia dengar uang yang sekian banyak itu loh ngunyah wah ini kalau enggak dijemput kalau bukan aku ketuanya nanti malah lari ke yang lain. Wah ini kesempatan ini, mungkin.” 365 Fenomena pragmatisme partai politik di Bangkalan faktanya memang sudah terjadi di masa-masa awal pasca reformasi. Kondisi ini tergambar jelas saat partai PDI mengusung dua calon di pilkada tahun 2003. Saat itu PDI mendudukan dua kadernya di kandidat pasangan yang saling berlawanan. Satu kadernya disandingkan sebagai wakil Fuad Amin, Yakni Mohammad Dong, dan satu kader lainnya dipasangkan dengan Ir. Sulaiman, yakni Sunarto. 366 Selain pragmatisme politik seperti yang dipaparkan sebelumnya, kondisi stagnasi demokratisasi parpol di Bangkalan juga disebabkan karena dominasi Fuad yang terlanjur merangsek ke setiap penjuru tubuh partai. Yang akhirnya menyebabkan kaderisasi tidak berjalan dengan sehat. Sebab Fuad menjadi satu-satunya simbol kekuatan yang bebas menentukan siapa saja orang-orang yang layak untuk dijadikan ketua partai. Gambaran bahwa kaderisasi partai politik di Bangkalan menjadi stagnan terlihat jelas dengan keterlibatan Fuad Amin dalam setiap momen pemilihan ketua DPC Partai Politik. Fleksibilitas dan dinamika partai menjadi semakin restriktif. Hal ini dapat dilihat dari keaktifan Fuad untuk mengawal jalannya kongres di tiap-tiap partai. Kedatangan Fuad Amin ke beberapa acara kongres DPC partai politik biasanya dilakukan apabila peluang bagi kemenangan klien politiknya di tubuh partai yang dimaksud sangat resisten untuk jatuh ke tangan orang-orang yang tidak bisa dia kendalikan. Karenanya, dia terjun langsung untuk ikut 365 Wawancara Pribadi dengan AAR. 366 Wawancara Pribadi dengan AAR.