TINJAUAN PUSTAKA Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berbasis Masyarakat (Studi Kasus Pesisir Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan)

tumbuhan berbunga, yaitu Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegilitas, Snaeda , dan Conocarpus, yang termasuk ke dalam delapan famili. Melana et al. 2000 menambahkan bahwa tumbuhan mangrove terdiri dari 47 jenis tumbuhan mangrove sejati dan jenis asosiasi yang termasuk ke dalam 26 famili. Mangrove sejati tumbuh di ekosistem mangrove, sedangkan mangrove asosiasi kemungkinan dapat tumbuh di habitat yang lain seperti di hutan pantai dan daerah dataran rendah. Fungsi dan Manfaat Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam daerah tropika yang memiliki banyak manfaat, baik aspek ekologi maupun aspek sosial ekonomi. Peranan penting ekosistem mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya makhluk hidup, baik yang hidup di perairan, di atas lahan maupun tajuk-tajuk pohon mangrove serta ketergantungan manusia terhadap ekosistem tersebut. Menurut Liyanage 2004, nilai keuntungan manfaat tidak langsung dari ekosistem mangrove lebih tinggi jika dibandingkan manfaat langsungnya. Nilai penting ekosistem mangrove antara lain menurunkan tingkat erosi di pantai dan sungai, mencegah banjir, mencegah intrusi air laut, menurunkan tingkat polusi pencemaran produksi bahan organik sebagai sumber makanan, sebagai wilayahdaerah asuhan, pemijahan, dan mencari makan untuk berbagai jenis biota laut. Mangrove juga akan menjadi sumberdaya penting dalam ekowisata di banyak negara. Hong dan San 1993, menambahkan pada kenyataannya ekosistem ini menjaga kestabilan garis pantai, menyediakan penghalang alami dari badai, topan, pasang surut yang tidak menentu dan bencana alam lainnya. Untuk beberapa kasus, ekosistem mangrove juga telah berkontribusi secara signifikan terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat disekitarnya. Melana et al . 2000 menambahkan bahwa terdapat enam fungsi ekosistem mangrove ditinjau dari ekologi dan ekonomi, yaitu: 1 Mangrove menyediakan daerah asuhan untuk ikan, udang dan kepiting, dan mendukung produksi perikanan di wilayah pesisir. 2 Mangrove menghasilkan serasah daun dan bahan-bahan pengurai, yang berguna sebagai bahan makanan hewan-hewan estuari dan perairan pesisir. 3 Mangrove melindungi lingkungan sekitar dengan melindungi daerah pesisir dan masyarakat di dalamnya dari badai, ombak, pasang surut dan topan. 4 Mangrove menghasilkan bahan organik organic biomass yaitu karbon dan menurunkan polusi bahan organik di daerah tepi dengan menjebak dan menyerap berbagai polutan yang masuk ke dalam perairan. 5 Dari segi estetika, mangrove menyediakan daerah wisata untuk pengamatan burung, dan pengamatan jenis-jenis satwa lainnya. 6 Mangrove merupakan sumber bahan baku kayu dan atap dari nipah untuk bahan bangunan, kayu api dan bahan bakar, serta tambak untuk budidaya perikanan. Benih mangrove dapat dipanen dan dijual. Ikan, udang-udangan dan kerang juga dapat dipanen dari ekosistem mangrove. Akuakultur dan perikanan komersial juga tergantung dari mangrove untuk perkembangan benih dan ikan-ikan dewasa. Selain itu mangrove juga sumber bahan tanin, alkohol dan obat-obatan. Nilai keseluruhan ekosistem mangrove berkisar US500 sampai US1.550 per hektar pertahun, nilai minimum terjadi ketika ekosistem mangrove dikonversi menjadi peruntukan yang lain. Selain itu, ekosistem mangrove juga berfungsi dalam penyediaan habitat alami bagi fauna yang menurut Chapman 1977 dalam Kusmana 1995 terdiri lima habitat, yakni: 1 Tajuk pohon yang dihuni oleh berbagai jenis burung, mamalia, dan serangga. 2 Lubang yang terdapat di cabang dan genangan air di cagak antara batang dan cabang pohon yang merupakan habitat yang cukup baik untuk serangga terutama nyamuk. 3 Permukaan tanah sebagai habitat mudskipper dan keongkerang. 4 Lobang permanen dan semi permanen di dalam tanah sebagai habitat kepiting dan katak. 5 Saluran-saluran air sebagai habitat buaya dan ikanudang. Lebih lanjut Sugiarto Ekayanto 1996, menambahkan bahwa secara fisik hutan mangrove dapat berfungsi sebagai hutan lindung. Sistem perakaran yang khas pada tumbuhan mangrove dapat menghambat arus dan ombak, sehingga menjaga garis pantai tetap stabil dan terhindar dari pengikisan abrasi. Selain itu juga sebagai penyangga daratan dari rembesan air laut serta penghalang angin. Ekosistem mangrove sebagai jalur hijau berfungsi sebagai penyaring berbagai jenis polutan yang dibawa oleh sungai atau aliran air lainnya yang masuk ke ekosistem ini Abdullah, 1988. Peranan hutan mangrove yang paling menonjol dan tidak tergantikan oleh ekosistem lain adalah kedudukannya sebagai mata rantai yang menghubungkan kehidupan ekosistem laut dan daratan, kemampuannya untuk menstimulir dan meminimasi terjadinya pencemaran logam berat dengan menangkap dan menyerap logam berat tersebut. Fungsi penting lainnya dari ekosistem mangrove adalah manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat sekitarnya, yaitu sebagai sumber mata pencaharian dan produksi dari berbagai jenis hutan dan hasil ikutan lainnya. Dahuri et al. 2004 mengidentifikasikan kurang lebih 70 macam kegunaan pohon mangrove bagi kepentingan manusia, baik produk langsung maupun tidak langsung yang sebagian besar telah dimanfaatkan oleh masyarakat. Manfaat langsung, seperti: bahan baku bangunan, alat tangkap, pupuk pertanian, bahan baku kertas, makanan, obat-obatan, minuman dan tekstil. Sedangkan produk tidak langsung berupa tempat rekreasi dan sebagainya. Fungsi biologis hutan mangrove adalah sebagai sumber kesuburan perairan, tempat perkembangbiakan dan pegasuhan berbagai biota laut, tempat bersarangnya burung-burung khususnya burung air, habitat berbagai satwa liar dan sumber keanekaragaman hayati Khazali, 2001. Menurut Macnae 1968 dalam Kusmana 1995, secara umum, fauna hutan mangrove terdiri atas fauna teresterial dan fauna laut. Fauna teresterial misalnya kera ekor panjang, biawak, berbagai jenis burung, dan lain-lain. Fauna laut didominasi oleh Mollusca dan Crustaceae. Golongan Mollusca umumnya didominasi oleh Gastropoda, sedangkan golongan Crustaceae didominasi oleh Brachyura. Para peneliti melaporkan bahwa fauna laut tersebut merupakan komponen utama fauna hutan mangrove. Kontribusi yang paling penting dari hutan mangrove dalam kaitannya dengan ekosistem pantai adalah serasah daunnya. Diperkirakan hutan mangrove mampu menghasilkan bahan organik dari serasah daun sebanyak 7-8 tonhatahun. Tingginya produktivitas ini disebabkan karena hanya 7 dari dedaunan yang dihasilkan dikonsumsi langsung oleh hewan di dalamnya, sedangkan sisanya oleh makroorganisme terutama kepiting dan organisme pengurai diubah sebagai detritus atau bahan organik mati dan memasuki sistem energi Chambers dan Sobur, 1977. Pengelolaan Ekosistem Mangrove Pengelolaan ekosistem mangrove merupakan suatu upaya untuk memelihara, melindungi dan merehabilitasi sehingga pemanfaatan terhadap ekosistem ini dapat berkelanjutan. Menurut Aksornkoae 1993, pengelolaan mangrove yang baik sangat penting untuk saat ini dan tujuan dari pengelolaan ini antara lain harus: 1. Mengelola hutan mangrove untuk kepentingan produksi seperti kayu- kayuan, kayu api, arang, untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun ekspor. 2. Mengelola hutan mangrove untuk kepentingan tidak langsung seperti daerah pemijahan dan mencari makan beberapa organisme darat dan laut, pelindung badai, pencegah banjir dan erosi tanah. 3. Mengelola hutan mangrove sebagai satu kesatuan yang terpadu dari berbagai ekosistem pantai, bukan sebagai ekosistem yang terisolasi. Pada hakekatnya, dalam kerangka pengelolaan dan pelestarian mangrove, terdapat tiga konsep yang dapat diterapkan. Ketiga konsep tersebut adalah perlindungan hutan mangrove, pemanfaatan hutan mangrove dan rehabilitasi hutan mangrove. Ketiga konsep ini memberikan legitimasi dan pengertian bahwa mangrove sangat memerlukan pengelolaan dan perlindungan agar dapat tetap lestari dan pemanfataannya dapat berkelajutan. 1 Perlindungan hutan mangrove Perlindungan terhadap hutan mangrove merupakan salah satu upaya pengelolaan berkelanjutan terhadap ekosistem ini. Wujud nyata perlindungan dimaksud dapat dilakukan melalui penetapan suatu kawasan konservasi sebagai suatu bentuk sabuk hijau di sepanjang pantai dan tepi sungai. Bentuk perlindungan seperti ini cukup efektif dilakukan dan membawa hasil. Upaya perlindungan ini berkaitan erat dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Kehutanan Nomor: KB.550264Kpts41984 dan Nomor: 082Kpts-II1984, tanggal 30 April 1984, diantaranya disebutkan bahwa lebar sabuk hijau hutan mangrove adalah 200 m. Surat keputusan bersama ini dibuat, selain dengan tujuan utama memberikan legitimasi terhadap perlindungan hutan mangrove, juga dibuat untuk menyelaraskan peraturan mengenai areal perlindungan hutan mangrove di antara instansi-instansi terkait. Surat keputusan bersama ini lebih lanjut dijabarkan oleh Departemen Kehutanan dengan mengeluarkan Surat Edaran Nomor: 507IV-BPHH1990 yang diantaranya berisi penentuan lebar sabuk hijau pada hutan mangrove, yaitu sebesar 200 m di sepanjang pantai dan 50 m di sepanjang tepi sungai. Berkaitan dengan perlindungan ekosistem mangrove dengan penentuan kawasan konservasi seperti diuraikan di atas, perlu dilakukan suatu zonasi terhadap ekosistem mangrove dengan tujuan pengaturan berbagai bentuk kepentingan terhadap ekosistem ini. Menurut Aksornkoae 1993, zonasi mangrove merupakan salah satu langkah pertama untuk pengawasan dan pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan. Menurut persetujuan internasional terhadap zonasi mangrove, terdapat tiga zona utama yaitu: a. Zona pemeliharaan preservation zone, merupakan zona yang kaya akan hutan mangrove, tidak terganggu oleh aktivitas manusia yang menyediakan sumber makanan dan daerah berbiak biota laut. Zona ini juga melindungi daerah pantai dari angin, badai dan erosi tanah. b. Zona perlindungan conservation zone, merupakan zona dengan hutan mangrove yang sedikit. Biasanya ditanam untuk tujuan tertentu dari pemerintah, ditebang dan dibiarkan hutan mangrove tersebut regenerasi. Pada zona ini juga biasa digunakan sebagai tempat pemancingan oleh masyarakat lokal. c. Zona pengembangan development zone, merupakan zona dengan penutupan mangrove yang sangat kecil kerusakan parah dan dibutuhkan penghutanan kembali atau pengelolaan untuk kepentingan lain. 2 Pemanfaatan hutan mangrove Menurut Inoue et al. 1999, dari segi pemanfaatan mangrove sebagai suatu ekosistem pada umumnya dapat dimanfaatkan secara langsung dan tidak langsung, antara lain yaitu arang, kayu bakar, bahan bangunan, chip, tanin, nipah, obat-obatan, bahan makanan, perikanan penangkapan ikan, tambak pertanian, perkebunan, dan pariwisata. Menurut Kusmana et al. 2005, secara garis besar ada tiga bentuk pemanfaatan hutan mangrove yang berkelanjutan yang dapat dilakukan oleh masyarakat: 1 Tambak a. Tambak tumpangsari Tambak tumpangsari ini merupakan unit tambak yang didalamnya mengkombinasikan sebagian lahan untuk pemeliharaan kepitingikan dan sebagian lahan untuk penanaman mangrove. b. Model tambak terbuka Model tambak yang dimaksud merupakan kolam pemeliharaan ikan yang sama sekali tidak ada tanaman mangrovenya kolam tanpa tanaman mangrove. Untuk memperbaiki lingkungan tambak, tanaman mangrove dapat ditanam di sepanjang saluran primer dan sekunder pinggir sungai maupun sepanjang pantai. 2 Hutan rakyat Hutan rakyat merupakan salah satu bentuk pemanfaatan mangrove yang dapat dikelola secara berkelanjutan yang mana hasil utamanya berupa kayu bakar atau arang atau serpih kayu chips . 3 Budidaya mangrove Bentuk pemanfaatan ini dilakukan untuk mendapatkan hasil hutan ikutan hasil hutan bukan kayu, misalnya madu, tanin, pakan ternak, dan lain-lain. 4 Bentuk kombinasi Pemanfaatan mangrove secara simultan untuk mendapatkan berbagai jenis produk sekaligus, misalnya untuk memperoleh pakan ternak, ikankepiting, madu, dan kayu bakararang. 3 Rehabilitasi hutan mangrove Rehabilitasi merupakan kegiatanupaya, termasuk didalamnya pemulihan dan penciptaan habitat dengan mengubah sistem yang rusak menjadi yang lebih stabil. Pemulihan merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu ekosistem atau memperbaharuinya untuk kembali pada fungsi alamiahnya. Namun demikian, rehabilitasi mangrove sering diartikan secara sederhana, yaitu menanam mangrove atau membenihkan mangrove lalu menanamnya tanpa adanya penilaian yang memadai dan evaluasi terhadap keberhasilan penanaman pada level ekosistem. Selain itu, untuk alasan ekonomi usaha pemulihan kembali ekosistem mangrove sering kali terbatas pada jenis-jenis tertentu dari mangrove dua atau tiga jenis. Hal ini menyebabkan perubahan terhadap habitat dan penurunan fungsi ekologi ekosistem mangrove tersebut karena sifatnya yang homogen dibandingkan dengan yang alami heterogen dan banyak spesies, yang merupakan biodiversitas dalam kaitannya dengan kekayaan genetik Macintosh et al . 2002. Menurut Khazali et al. 2002, pelestarian hutan mangrove merupakan usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan, karena kegiatan tersebut sangat membutuhkan sifat akomodatif dari segenap pihak yang berada disekitar kawasan. Namun demikian, sifat akomodatif ini akan lebih dirasakan manfaatnya bilamana keberpihakan kepada masyarakat yang sangat rentan terhadap sumberdaya mangrove diberikan porsi yang lebih besar. Dalam rangka mencapai kepada keinginan pemberian porsi yang besar kepada masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, menurut Sembiring dan Husbaini 1999 harus diringi dengan upaya pembangunan kesadaran dan persepsi pentingnya arti dan peran hutan mangrove itu sendiri. Pandangan masyarakat yang hanya melihat kepentingan mangrove dari sudut ekonomi, secara berangsur-angsur harus digiring ke arah kepentingan bio-ekologis. Pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan diharapkan dapat mempertahankan produktivitas ekosistem mangrove dan kawasan sekitarnya, agar kelestarian hasil dapat diperoleh. Menurut Watson dan Arief 1992, ada tiga alasan utama mengapa kegiatan konservasi perlindungan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan tersebut mendapat perhatian baru-baru ini. Pertama, manusia pada hakekatnya merupakan penyebab kerusakan-kerusakan yang terjadi di lingkungan laut. Kedua, belum membudayanya usaha melindungi wilayah perairan di lingkungan daratan. Ketiga, sebagian wilayah laut dan lautan terletak di luar batas yuridis negara, atau wilayah teritorial perairan mereka. Lautan sering dianggap sebagai sumberdaya umum yang berpotensi menimbulkan konflik eksploitasi. Karakteristik Masyarakat Pesisir Pemahaman karakteristik masyarakat pesisir khususnya di sekitar kawasan hutan mangrove mempunyai sasaran dalam penyusunan strategi perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove. Dengan memahami karakteristik tersebut segala aspek yang berhubungan dengan kondisi sasaran, terutama yang berkaitan dengan kemampuan intelektual pemahaman dan pengetahuan, kepribadian, sikap dan sebagainya dapat diketahui dengan baik. Karakteristik masyarakat pesisir, dapat diketahui dengan terlebih dahulu harus mengetahui konsep masyarakat baik secara umum maupun masyarakat pesisir secara khusus. Masyarakat umumnya merupakan sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, cukup lama hidup bersama, mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama, dan melakukan sebagian besar kegiatannya di dalam kelompok tersebut. Masyarakat pesisir berdasarkan hubungan, adaptasi dan pemahaman terhadap daerahnya menurut Purba 2002 dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu: Pertama, masyarakat perairan yaitu kesatuan sosial yang hidup dari sumberdaya perairan, cenderung terasing dari kontak dengan masyarakat lain, lebih banyak hidup di lingkungan perairan daripada di darat, berpindah-pindah dari satu teritorial perairan tertentu. Golongan ini cenderung egaliter dan mengelompok dalam kekerabatan setingkat dan kecil. Kedua, masyarakat nelayan, golongan ini umumnya sudah bermukim secara tetap di daerah yang mudah mengalami kontak dengan masyarakat lain, sistem ekonominya bukan lagi sub sistem tetapi sudah ke sistem perdagangan yaitu hasil sudah tidak dikonsumsi sendiri namun sudah didistribusikan dengan imbalan ekonomis kepada pihak lain. Meski memanfaatkan sumberdaya perairan, namun kehidupan sosialnya lebih banyak dihabiskan di darat. Ketiga, masyarakat pesisir tradisional. Meski berdiam dekat perairan laut, tetapi sedikit sekali menggantungkan hidupnya di laut. Mereka kebanyakan hidup dari pemanfaatan sumberdaya di daratan sebagai petani, pemburu atau peramu. Pengetahuan tentang lingkungan darat lebih mendominasi daripada pengetahuan lautan. Sedangkan pengertian masyarakat pesisir menurut Sunoto 1997, dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan jenis kegiatan utamanya, yaitu: nelayan penangkap ikan dan nelayan petambak. Nelayan penangkap ikan adalah seseorang yang pekerjaan utamanya di sektor perikanan laut dan mengandalkan ketersediaan sumberdaya ikan di alam bebas. Nelayan petambak didefenisikan sebagai nelayan yang kegiatan utamanya membudidayakan ikan atau sumberdaya laut lainnya yang berbasis pada daratan dan perairan dangkal di wilayah pantai. Masyarakat nelayan penangkap ikan sangat rawan karena bergantung sepenuhnya terhadap keberadaan sumberdaya alam yang tidak dapat dikontrol sepenuhnya oleh nelayan. Nelayan tidak pernah mempunyai gambaran pasti tentang berapa pendapatan yang akan diperolehnya, suatu saat pendapatannya cukup besar akan tetapi di saat lain sama sekali tidak memperoleh hasil tangkapan. Hal ini disebabkan sifat tangkapan nelayan senantiasa bergerak berpindah-pindah tempat menjadikan tingkat pendapatan mereka cenderung tidak teratur Nadjib, 1998 dalam Khazali, 2001. Selain itu pendapatan nelayan juga sangat dipengaruhi oleh jumlah nelayan yang beroperasi disuatu daerah penangkapan ikan fishing ground. Dalam menangkap ikan tidak jarang nelayan harus berpisah dari keluarga berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Hal ini menyebabkan pulangnya mereka ke rumah sering dipergunakan sebagai kesempatan untuk beristirahat daripada berproduksi. Masyarakat petambak memiliki kesejahteraan relatif lebih baik daripada kelompok masyarakat pesisir yang lain karena memiliki kesempatan memperoleh hasil dari budidaya perikanan yang bernilai ekonomis tinggi seperti udang, sehingga ketergantungan pada kegiatan yang berbasis pada laut relatif rendah. Keadaan tersebut memberikan alternatif yang lebih baik bagi pengembangan ekonomi mereka. Masyarakat petambak memiliki aksesibilitas terhadap sumberdaya alam relatif lebih baik dibandingkan nelayan. Ketergantungan mereka tidak terbatas pada sektor kegiatan yang berbasis pada laut tetapi juga pada daratan. Keadaan tersebut memberikan alternatif yang lebih banyak bagi pengembangan ekonomi mereka. Petambak memiliki akses terhadap lahan yang dapat mereka manfaatkan untuk sumber penghasilan. Kondisi ini akan lebih diperkaya apabila daerah sepanjang pantai berupa kawasan hutan mangrove. Selain dapat menjadi habitat ikan, mangrove juga merupakan wilayah yang mengandung kekayaan yang bermanfaat bagi petambak. Petambak juga mempunyai peluang untuk meningkatkan perekonomian mereka secara lebih sistematis karena dapat mengembangkan basis produksi yang relatif stabil, dimana masa panen dapat lebih diatur tergantung dari permintaan pasar. Kusumastanto 2002, memberikan gambaran karakteristik umum masyarakat pesisir adalah sebagai berikut: pertama, ketergantungan pada kondisi ekosistem dan lingkungan. Keadaan ini berimplikasi pada kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir yang sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan khususnya pencemaran, karena dapat mengguncang sendi-sendi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Kedua, ketergantungan pada musim, ini karakteristik yang menonjol di masyarakat pesisir, terutama bagi nelayan kecil. Pada musim paceklik kegiatan melaut menjadi berkurang sehingga banyak nelayan yang terpaksa menganggur dan ketiga, ketergantungan pada pasar. Karena komoditas yang mereka hasilkan harus segera dijual baru bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup, maka nelayan dan petambak harus menjual sebagian besar hasilnya dan bersifat segera agar tidak rusak. Aspek Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Pesisir Aspek sosial ekonomi dan budaya masyarakat pesisir adalah suatu kajian terhadap hubungan sosial antara manusia yang berdiam di wilayah pesisir dengan sumberdaya alam yang ada. Kawasan hutan mangrove adalah kawasan hutan yang khas dan unik yang hidup di daerah peralihan antara dua ekosistem yang berdampingan. Dalam kaitannya terhadap sosial ekonomi masyarakat pesisir, kawasan mangrove memegang peranan penting. Keterkaitan antara sumberdaya yang ada di wilayah pesisir dengan manusia sebagai konsumen adalah sangat erat dengan sosial budayanya. Masyarakat pesisir memiliki karakteristik sosial ekonomi yang berbeda dengan beberapa kelompok masyarakat lainnya. Menurut Fahrudin 1996, perbedaan ini dikarenakan eratnya keterkaitan terhadap karakteristik ekonomi pesisir, ketersediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi maupun latar belakang budaya. Masyarakat pesisir dapat dipandang sebagai suatu sistem sosial yang kehidupan segenap anggota-anggotanya tergantung sebagian atau sepenuhnya pada kelimpahan sumberdaya pesisir dan lautan. Pada umumnya masyarakat pesisir mempunyai nilai budaya yang berorientasi hidup selaras dengan alam, sehingga teknologi yang digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya alam adalah adaptif dengan kondisi ekologi wilayah pesisir. Kondisi sosial ekonomi secara umum dapat dikatakan memprihatinkan yang ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan, produktifitas dan pendapatan. Sebagian penduduk bermata pencaharian di bidang perikanan, pertanian, jasa, dan perdagangan. Menurut Fahrudin 1996, ketertinggalan kelompok masyarakat pesisir dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain salah satunya adalah disebabkan oleh kurangnya proyek pembangunan yang menjangkau masyarakat pesisir, seperti terbatasnya prasarana maupun sarana pendidikan, kesehatan, jalan dan lain sebagainya. Keadaan tersebut berakibat pada kurang berkembangnya kegiatan perekonomian dan rendahnya tingkat kesejahteraan di wilayah pesisir. Rumah tangga masyarakat pesisir pada umumnya memiliki prilaku ekonomi yang sama dengan masyarakat pedesaan lainnya, yaitu bertujuan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan anggotanya sub sistem, sehingga pengambilan keputusan dalam usaha atau produksi sangat dipengaruhi oleh tujuan tersebut. Adanya introduksi atau inovasi teknologi pada masyarakat pesisir dapat mempengaruhi persepsi terhadap perubahan, resiko, maupun investasi dalam berusaha, sehingga perlu dicapai alternatif teknologi yang sesuai. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Partisipasi merupakan suatu istilah yang banyak digunakan dalam pembangunan masyarakat. Secara umum, partisipasi diartikan sebagai keikutsertaan dalam suatu kegiatan. Patisipasi masyarakat people participation adalah suatu bentuk interaksi sosial yang menjadi perhatian dan bahan kajian ilmu sosial dari berbagai disiplin ilmu. Sebagai sebuah istilah, patisipasi mempunyai beberapa pengertian dan batasan. Dalam sudut terminologi, partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai suatu cara melakukan interaksi antara dua kelompok yaitu kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan non-elite dan kelompok masyarakat yang selama ini melakukan pengambilan keputusan elite. Menurut Wardojo 1992, partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat baik dalam bentuk pernyataan maupun kegiatan. Keikutsertaan tersebut terbentuk sebagai akibat terjadinya interaksi sosial antara individu atau kelompok masyarakat yang lain dalam pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Tinggi rendahnya partisipasi masyarakat tidak hanya diukur dengan kemauan masyarakat untuk menanggung biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut menentukan arah dan tujuan proyek yang akan dibangun di wilayah mereka. Ukuran lain yang dipakai adalah ada tidaknya kemauan masyarakat untuk secara mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil proyek. Partisipasi lebih dari sekedar ikut melaksanakan program yang telah direncanakan, tetapi juga dalam merencanakan program, dan memutuskan alokasi sumberdaya dan keuntungan. Partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat secara pribadi maupun kelompok didorong oleh keinginan untuk menyumbangkan tenaga atau sarana lainnya kepada lembaga yang mengatur kehidupan mereka. Lebih lanjut Wang 1981, membedakan partisipasi menjadi tiga jenis, yaitu: a partisipasi sukarela voluntary parcipation yaitu partisipasi yang berasal dari inisiatif dan prakarsa masyarakat sendiri, b partisipasi dengan dorongan induced participation, yaitu partisipasi masyarakat setelah mereka memperoleh arahan dari pihak lain, dan c partisipasi dengan tekanan force participation, yaitu partisipasi masyarakat yang dilakukan karena ada paksaan pihak lain. Keseluruhan partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal masyarakat. Faktor internal mencakup ciri-ciri atau karakter individu, meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan nonformal, luas lahan garapan, pendapatan, pengalaman berusaha, dan kekosmopolitanan. Faktor eksternal masyarakat yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat adalah faktor diluar karakteristik individu, meliputi hubungan antara pengelola dengan petani penggarap, pelayanan pengelola dan penyuluhan Pangesti, 1995. Gambaran umum mangrove Indonesia Asal kata “mangrove” tidak diketahui secara jelas dan terdapat berbagai pendapat mengenai asal-usul katanya. Macnae 1968 menyebutkan kata mangrove merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Menurut Mastaller 1997 kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi- mangi yang digunakan untuk menerangkan marga Avicennia dan masih digunakan sampai saat ini di Indonesia bagian timur. Beberapa ahli mendefinisikan istilah “mangrove” secara berbeda-beda, namun pada dasarnya merujuk pada hal yang sama. Tomlinson 1986 dan Wightman 1989 mendefinisikan mangrove baik sebagai tumbuhan yang terdapat di daerah pasang surut maupun sebagai komunitas. Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung Saenger et al., 1983. Tipe vegetasi mangrove Secara sederhana, mangrove umumnya tumbuh dalam empat zona, yaitu pada daerah terbuka, daerah tengah, daerah yang memiliki sungai berair payau sampai hampir tawar, serta daerah ke arah daratan yang memiliki air tawar. 1. Mangrove terbuka Mangrove berada pada bagian yang berhadapan dengan laut. Samingan 1980 menemukan bahwa di Karang Agung, Sumatera Selatan, di zona ini didominasi oleh Sonneratia alba yang tumbuh pada areal yang betul-betul dipengaruhi oleh air laut. Van Steenis 1958 melaporkan bahwa S. alba dan A. alba merupakan jenis-jenis codominan pada areal pantai yang sangat tergenang ini. Komiyama et al. 1988 menemukan bahwa di Halmahera, Maluku, di zona ini didominasi oleh S. alba. Komposisi floristik dari komunitas di zona terbuka sangat bergantung pada substratnya. S. alba cenderung untuk mendominasi daerah berpasir, sementara Avicennia marina dan Rhizophora mucronata cenderung untuk mendominasi daerah yang lebih berlumpur Van Steenis, 1958. Meskipun demikian, Sonneratia akan berasosiasi dengan Avicennia jika tanah lumpurnya kaya akan bahan organik Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1993. 2. Mangrove tengah Mangrove di zona ini terletak di belakang mangrove zona terbuka. Di zona ini biasanya didominasi oleh jenis Rhizophora. Namun Samingan 1980 menemukan di Karang Agung didominasi oleh Bruguiera cylindrica. Jenis-jenis penting lainnya yang ditemukan di Karang Agung adalah B. eriopetala, B. gymnorrhiza, Excoecaria agallocha, R. mucronata, Xylocarpus granatum dan X. moluccensis . 3. Mangrove payau Mangrove berada di sepanjang sungai berair payau hingga hampir tawar. Di zona ini biasanya didominasi oleh komunitas Nypa atau Sonneratia. Di Karang Agung, komunitas N. fruticans terdapat pada jalur yang sempit di sepanjang sebagian besar sungai. Di jalur-jalur tersebut sering sekali ditemukan tegakan N.fruticans yang bersambung dengan vegetasi yang terdiri dari Cerbera sp, Glutarenghas, Stenochlaena palustris dan Xylocarpus granatum. Ke arah pantai, campuran komunitas Sonneratia - Nypa lebih sering ditemukan. Di sebagian besar daerah lainnya, seperti di Pulau Kaget dan Pulau Kembang di mulut Sungai Barito di Kalimantan Selatan atau di mulut Sungai Singkil di Aceh, Sonneratia caseolaris lebih dominan terutama di bagian estuari yang berair hampir tawar Giesen van Balen, 1991. 4. Mangrove daratan Mangrove berada di zona perairan payau atau hampir tawar di belakang jalur hijau mangrove yang sebenarnya. Jenis-jenis yang umum ditemukan pada zona ini termasuk Ficus microcarpus F. retusa, Intsia bijuga, N. fruticans, Lumnitzera racemosa, Pandanus sp. dan Xylocarpus moluccensis Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1993. Zona ini memiliki kekayaan jenis yang lebih tinggi dibandingkan dengan zona lainnya. Meskipun kelihatannya terdapat zonasi dalam vegetasi mangrove, namun kenyataan di lapangan tidaklah sesederhana itu. Banyak formasi serta zona vegetasi yang tumpang tindih dan bercampur serta seringkali struktur dan korelasi yang nampak di suatu daerah tidak selalu dapat diaplikasikan di daerah yang lain. Klasifikasi mangrove Menurut Chapman 1984 dalam Kusmana 1995 vegetasi mangrove dapat dikelompokan menjadi dua kategori yaitu : 1. Vegetasi inti adalah vegetasi mangrove yang mempunyai peran ekologi utama dalam formasi mangrove 2. Vegetasi peripheral pinggiran adalah vegetasi yang secara ekologi mempunyai peran ganda, baik itu dalam formasi mangrove maupun hutan lain. Jenis vegetasi ini biasanya tidak berkumpul atau tidak membentuk suatu komunitas atau tegakan. Menurut Tomlinson 1986 vegetasi mangrove tersusun atas tiga komponen yaitu : 1. Komponen utama Komponen utama terdiri dari vegetasi yang membentuk spesialisasi morfologis seperti akar udara dan mekanisme fisiologi khusus lainnya untuk mengeluarkan garam agar dapat beradaptasi terhadap lingkungan mangrove. Secara taksonomi kelompok tumbuhan ini berbeda dengan kelompok tumbuhan darat. Kelompok ini hanya terdapat di hutan mangrove dan membentuk tegakan murni, tidak pernah bergabung dengan kelompok tumbuhan darat. 2. Komponen tambahan Komponen ini tidak dominan di dalam komunitas mangrove sehingga keberadaannya tidak begitu mencolok. Mereka banyak tumbuh ditepi atau batas luar habitat mangrove dan jarang sekali membentuk tegakan murni. 3. Komponen asosiasi Kelompok ini tidak pernah tumbuh di dalam komunitas mangrove sejati dan biasanya hidup bersama tumbuhan darat.

3. METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan disepanjang pesisir Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan pada bulan November – Desember 2014. Pengambilan data akan dilakukan disetiap daerah yang memiliki tutupan mangrove yang berbatasan langsung dengan pesisir pantai. Lokasi penelitian dapat di lihat pada Gambar 2. Gambar 2. Peta lokasi penelitian Bahan dan Metode Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuisioner dan peta kawasan hutan mangrove Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Alat yang digunakan yaitu kamera, sabak, alat tulis, roll meter dan GPS Global Positioning System . Metode Penelitian a. Metode survey Metode survey yang bertujuan untuk mengumpulkan data dari berbagai narasumber di suatu kelompok masyarakat melalui wawancara terbuka dan tertutup yang telah disediakan berupa kuisioner. b. Kepadatan dan indeks ekologi Metode ini digunakan bertujuan untuk mengetahui kerapatan dan indeks ekologi ekosistem mangrove yang menggunakan transek garis 10x10 m dengan tiga kali ulangan yang berjarak interval 10 m dari setiap ulangan Ahmad, 1989. c. Potensi Ekosistem Mangrove Metode potensi ekosistem mangrove diharapkan dapat memetakan potensi ekosistem mangrove yang ada di daerah ini, dengan cara pengumpulan data spesies, jumlah individu dan diameter batang yang ada di lokasi penelitian yang di catat dalam form mangrove. Adapun pengambilan data dan metode analisis secara ringkas dapat di lihat pada Tabel 2. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data sosial ekonomi masyarakat digunakan dengan metode survey yang bertujuan untuk mendapatkan data dari berbagai narasumber di suatu kelompok masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dan eksploratif yang bertujuan mencari dan memahami fakta yang ada di lapangan. Arah penelitian ini adalah untuk mendapatkan data yang dapat menunjang pengembangan pengelolaan hutan mangrove secara terpadu dengan melibatkan partisipasi masyarakat setempat. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua data yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder dikumpulkan dari data-data hasil penelitian sebelumnya dan data tentang peraturan pemerintah tentang pengelolaan mangrove serta data pendukung lainnya yang berkaitan dengan mangrove. Adapun data sekunder yang dibutuhkan adalah: 1. Data fisik wilayah 2. Sosial ekonomi masyarakat: tingkat pendidikan, mata pencaharian, pendapatan, tingkat pemanfaatan ekosistem mangrove oleh masyarakat, sarana dan prasarana. 3. Kebijakan dan program-program pemerintah daerah yang berhubungan dengan pengelolaan hutan mangrove wilayah tersebut. Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan dengan pengukuran dan mengidentifikasi potensi hutan mangrove serta wawancara langsung dengan masyarakat setempat. Untuk melengkapi data hasil wawancara digunakan kuisioner yang bertujuan untuk mengetahui presepsi masyarakat tentang pengembangan pemanfaatan hutan mangrove secara terpadu. Adapun data primer yang dibutuhkan adalah: 1. Biofisik wilayah meliputi: kepadatan dan indeks ekologi dan potensi ekosistem mangrove. 2. Identitas responden umur, pendapatan, lama tinggal, tingkat pendidikan, pekerjaan, kelembagaan yang ada, manfaat kegiatan dan keberadaan mangrove bagi masyarakat serta aktivitas masyarakat dalam pengelolaan mangrove. Pemelihan Responden Analisis PCA Responden berupa penduduk dewasa yang berdomisili di sekitar lokasi penelitian yang terkait dengan hutan mangrove ditetapkan secara sengaja purposive sampling Singarimbun, 1995 yaitu meliputi. Penduduk dewasa dalam hal ini dimaksudkan bahwa yang bersangkutan telah cukup matang dalam mengambil keputusan dan berpikir secara positif dalam mengambil tindakan dan diharapkan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Responden terpilih terdiri dari 20 orang yaitu 10 orang merupakan responden yang pernah ikut