1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sedia payung sebelum hujan. Pepatah lama ini memang sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Semua orang memang harus
mempersiapkan segala sesuatunya untuk mengantisipasi hal-hal yang mungkin akan terjadi. Jadi saat hujan benar-benar turun, kita sudah punya payung untuk
melindungi diri dari guyuran hujan. Dalam kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan pada kemungkinan
terjadinya musibah dan bencana yang dapat menyebabkan hilang atau berkurangnya ekonomi seseorang. Segala musibah dan bencana merupakan
ketentuan Allah SWT, namun manusia wajib berikhtiar melakukan tindakan antisipasi untuk memperkecil risiko yang timbul.
1
Bukan perkara yang sukar apabila masa depan diisi dengan keberuntungan, namun kontras apabila yang
terjadi adalah kemalangan, kerugian, jatuh sakit, dan lainnya. Pastinya tidak ada
yang rela menanggung risiko hidup ini.
Sehat adalah anugrah yang tak ternilai harganya, sebab dengan tubuh dan jiwa yang sehat, seseorang bisa menikmati hidup secara sempurna. Umumnya
orang menyadari ketika umurnya bertambah kala itu biasanya orang terdorong
1
Cacan S. Agis, Modul Pengetahuan Dasar Takaful, Edisi Revisi, Jakarta:Trendi, PT. Syarikat Takaful Indonesia, 2005,h.9
memelihara kesehatan.
2
Ketika seseorang mengalami suatu penyakit, biasanya biaya yang dikeluarkan terkadang tidak kecil dan di luar jangkauan.
Perencanaan biaya untuk di masa akan datang sangat diperlukan, untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Mengelola risiko merupakan suatu
upaya yang ditempuh agar seseorang dapat selalu dalam keamanan dan hidup tentram. Akan tetapi, kebanyakan orang takut menanggung risiko dan kemampuan
kita mengelak atau lari dari risiko, maka ditemukan risiko lainnya.
3
Salah satu upaya untuk menekan biaya pelayanan kesehatan adalah lewat asuransi. Asuransi syariah adalah kesepakatan sekelompok orang yang
menghadapi risiko tertentu untuk mengurangi dampak risiko yang terjadi, dengan cara membayar kewajiban atas dasar hibah yang mengikat, sehingga menghimpun
dana tabarru’. Dana ini memiliki tanggungan sendiri yang digunakan untuk membayar ganti rugi para peserta asuransi syari’ah atas risiko yang terjadi, sesuai
dengan ketentuan yang disepakati.
4
Kesadaran urusan asuransi kesehatan, rata-rata lebih dimiliki oleh kalangan menengah keatas, sebab mereka yang telah sadar memasuki lingkaran proteksi
asuransi jiwa kesehatan itu, tentulah orang-orang yang sudah memiliki dana lebih besar dari menutup biaya hidup bulanan atau tahunan. Ketimbang biaya proteksi
2
Sudirman Tebba,Sehat Lahir Batin, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005,h.21
3
Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta: Sinar Grafika, 1997 Edisi ke- 1,h.3
4
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer,Bogor: PT. Berkat Mulia Insani, 2013,h. 246
saja, tentu lebih optimal jika sumber dana itu juga sekaligus dibagi ke dalam investasi yang memberikan hasil.
Sedangkan pada masyarakat Indonesia yang relatif rendah pada kalangan menengah kebawah, asuransi adalah mustahil bagi mereka. Karena semua
penghasilan mereka habis di kebutuhan primer sementara asuransi adalah kebutuhan tersier. Padahal masalah sakit tidak ada yang tahu dan dapat menimpa
semua orang baik kaya maupun miskin. Soal asuransi mikro, Firdaus Djaelani selaku Kepala Ekselutif Pengawa OJK
bidang Industri Keuangan Non-Bank IKNB mengaku pelakunya masih sedikit. Di satu sisi, peluang pengembangannya masih cukup terbuka. Karena hingga saat
ini asuransi mikro masih sangat kecil, yaitu 2 persen dari total industri.
5
Tidak adanya perlindungan atas risiko keuangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah
berpotensi mendorong masyarakat jatuh ke dalam kemiskinan apabila terjadi musibah.
Melihat permasalahan yang terjadi, maka dirasakan perlu adanya lembaga keuangan non bank yang dapat menjangkau kebutuhan masyarakat. Pada kondisi
demikianlah, BMT memposisikan diri, dengan tujuan untuk membantu masyarakat ekonomi lemah baik itu dalam bentuk simpanan maupun dalam bentuk pinjaman
tanpa harus memberatkan masyarakat. Kehadiran Baitul Mal Wa Al-Tamwil yang disingkat BMT, dalam pedoman Bahasa Indonesia adalah Balai Usaha Mandiri
5
Harian Terbit, “Dianggap Mahal Asuransi Mikro Masih Minim“, artikel diakses pada 18 Oktober 1 dari http:www.harian terbit.com20131018dianggap-mahal-asuransi-mikro-masih-minim
Terpadu, merupakan lembaga keuangan syariah yang tumbuh seiring dengan perkembangan lembaga keuangan maupun keuangan syariah lainnya di Indonesia.
Baitul Mal wa Al-Tamwil BMT adalah salah satu lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan landasan sistem syariah.
6
Pada sisi birokrasi, BMT berupaya menyerhanakan, demikian pula aspek jaminan. Jaminan bukan syarat pokok seseorang memperoleh pembiayaan
pinjaman akan tetapi kepercayaan yang sudah dijalani, menjadi syarat pokok bekerjasama dengan BMT. Selain itu, BMT juga dilengkapi dengan kegiatan
Baitul Mal yang lebih bersifat sosial. Ini berarti secara kelembagaan BMT merupakan lembaga sosial dan komersial. Sebagai lembaga sosial BMT
menghimpun dana dari zakat, infaq, shadaqah ZIS, hibah, dan sebagainya, yang kemudian disalurkan kepada mereka yang dananya berasal dari simpanan,
khususnya simpanan untuk kesehatan. BMT Bintaro adalah salah satu badan usaha berbentuk koperasi jasa
keuangan syariah yang sesuai dengan pemahaman salaful ummah. BMT Bintaro memiliki produk unggulan yaitu program ta’min ta’awuni. Program ta’min
ta ’awuni asuransi kooperatif merupakan akad hibah yang pada dasarnya
bertujuan untuk saling tolong-menolong meringankan beban kerugian, dan ikut andil menanggung penderitaan saat terjadi musibah.
Program ta’min ta’awuni adalah layanan bantuan biaya pengobatan atau perawatan yang dikelola oleh
koperasi BMT Bintaro yang memberikan kontribusi tabarru. Tujuan dari program
6
M. Dawam Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Jakarta: LSAF, 1999
ini adalah membantu para peserta jika mengalami sakitdirawat dan membutuhkan biaya pengobatanperawatan hingga Rp 2.000.000 per peserta dalam periode 3
bulan. Progra
m ta’min taawuni merupakan bentuk penyederhanaan dari asuransi yang biasa dipakai kalangan menengah ke atas. Karena program ini hanya
mewajibkan kepada calon peserta untuk membayar infaq program sebesar Rp 100.000 dengan masa kepersetaan per-3 bulan dan bisa mempunyai peluang
mendapatkan bantuan biaya kesehatan hingga Rp 2.000.000. Dengan biaya infaq yang murah ini diharapkan bisa menjangkau kalangan menengah ke bawah untuk
mendapatkan asuransi kesehatan. Program ta’min taawuni merupakan program yang sangat diharapkan oleh
banyak orang terutama bagi masyarakat yang belum mampu mendapatkan asuransi. Asuransi yang notabenenya lebih banyak dimiliki oleh perusahaan besar,
saat ini di lembaga keuangan mikro seperti BMT khususnya BMT Bintaro juga mempunyai produk asuransi. Karena program asuransi belum begitu banyak di
BMT, maka diperlukan penelitian yang lebih dalam lagi untuk mengetahui kejelasan managemennya terutama dalam hal pemasarannya agar lebih dikenal
masyarakat. Berdasarkan pemikiran diatas, maka saya tertarik untuk mengangkat masalah ini dengan judul
“MANAJEMEN PEMASARAN PROGRAM TA’MIN TA’AWUNI PADA BMT BINTARO”.
B. Identifikasi Masalah