sama maka termasuk riba nasi’ah karena tukar-menukar dua uang tidak
tunai.
B. Asuransi Syariah
1. Pengertian Asuransi Syariah
Secara etimologi bahasa arab, takaful berasal dari akar kata kafala atau tafaa
’ala yang berarti saling menanggung. Sementara ada yang mengartikan dengan makna saling menjamin. Dalam bidang mu’amalah, asuransi syariah
takaful adalah saling memikul risiko diantara sesama orang sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas risiko lainnya. Saling pikul
risiko ini dilakukan atas dasar saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana ibadah tabarru yang ditujukan untuk
menanggung risiko tersebut.
7
Dalam asuransi syariah tidak hanya melibatkan dua pihak yang bertakaful yakni orang-orang yang saling mengikatkan dirinya untuk saling menjamin
risiko yang diderita masing-masing, melainkan diperlukan pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud ini adalah lembaga atau badan hukum atau perusahaan
yang menjamin kegiatan kerja sama atau asuransi ini terjamin berjalan dengan baik dan tidak termasuk kegiatan yang dilarang oleh syariat yaitu gharar,
7
Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islam, Jakarta: Salemba Empat, 2002, h. 105-106
maisir, riba. Berkaitan dengan ini, ada unsur-unsur penting yang mesti ada demi terlaksananya takaful, yaitu :
8
a. Beberapa pihak yang berasuransi
b. Pengelola asuransi Perusahaan Asuransi. Dalam hal ini, perusahaan
asuransi hanya bertindak sebagai fasilitator saling menanggung diantara para peserta asuransi.
Produk asuransi syariah ditawarkan kepada seluruh masyarakat, bukan saja muslim tetapi juga non-muslim. Prinsip tolong-menolong takaful dalam
asuransi syariah bermakna universal, tolong-menolong bukan saja ditujukan kepada sesama muslim tetapi seluruh manusia. Dimana satu diantara lain
sebagai sesama manusia mempunyai potensi mendapatkan risiko yang sama dalam hidup ini. Prinsip tolong-menolong inilah yang menjadi kelebihan
asuransi syariah dibandingkan asuransi konvensional, hal ini yang menjadikan alasan bagi masyarakat untuk tertarik menjadi bagian dari penyelenggaraan
asuransi syariah. Asuransi syariah didasarkan pada prinsip agama tentang saling kerjasama dan solidaritas sebagaimana dinyatakan oleh Allah SWT :
اعت ِلا يل اِ ن
ِر : دئاملا ر س ا ِقتلا
۲ …
” …dan tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketaqwaan ”QS. Al-
Maidah :2
8
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004
Konsekuensi dari perkembangan asuransi syariah dan banyaknya masalah masyarakat yang ditemui, akan berdampak semakin beragam produk yang
ditawarkan masyarakat. Produk asuransi syariah merupakan representasi dari k
ondisi ‘‘permintaan’’ masyarakat akan keberadaan suatu produk. Maka dengan keadaan ini perlu dukungan dari berbagai elemen masyarakat untuk
menjadikan posisi asuransi syariah dengan produk-produknya semakin berarti dalam pembangunan.
9
Selain itu, asuransi syariah juga memiliki fungsi yang dapat membantu program pemerintah dalam mensejahterakan kehidupan rakyat. Fungsi ini
dapat dilihat segi pembangunan nasional. Maka dari itu kehadiran asuransi syariah memiliki fungsi untuk mensejahterakan dan mententramkan kehidupan
rakyat ketika tertimpa musibah atau bencana.
10
Ketika para ulama mengharamkan asuransi berdasarkan dalil-dalil dari Al-
qur’an dan sunnah, maka mereka merumuskan penggantiannya yang terbebas dari gharar, qimar, riba, dan dari sisi bisnis lebih menguntungkan bagi
kedua belah pihak. Hal ini mengingat asuransi merupakan kebutuhan manusia di abad modern agar kehidupan mereka lebih tentram untuk menghadapi risiko
hari esok.
9
Heri Sudarsono, Bank Lembaga Keuangan Syariah:Deskripsi dan Ilustrasi, cet IV, Yogyakarta: Ekonisis. Edisi Kedua, h.126
10
Elida Hayati, “Strategi Penge bangan Diri Agen Asuransi Syariah Dala Men apai Produktifitas.
Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
2. Dalil-Dalil Asuransi Syariah