malaria adalah An. aconitus, An. balabacensis, An. maculatus da n An. sundaicus Munif et al. 2008.
Fauna Anopheles di Pulau Sulawesi, di Sulawesi Utara ditemuka n antara lain An. maculatus
, An. subpictus, An. vagus, An. barbirostris, An. aconitus, An. kochi. Di Provinsi Gorontalo terdapat spesies An. balabacensis, An. barbirostris, An. maculatus,
An. minimus Sembe l 2009.
Di Provinsi Sulawesi tengah ditemukan An. barbirostris, An. aconitus, An. tesselatus,
An. subpictus, An. maculatus, An. vagus, An. kochi Sulaeman 2004. Di Provinsi Sulawesi Tenggara ditemukan An. subpictus, An. vagus, An. barbirostris, An.
nigerrimus , An. tesselatus, dan An. indefinitus. Dan di Provinsi Sulawesi Barat
ditemukan An. subpictus, An. vagus, An. flavirostris, An. maculatus, An. barbirostris, An. nigerrimus
, An. crowfordi dan An. sulawesi Kemenkes 2010.
2.2 Penga ruh Suhu, Kelembaban dan Curah hujan
Malaria telah menelan korban jutaan nyawa setiap tahun, terutama di Afrika
tropis, juga di daerah
besar Amerika Selatan
dan Asia Tenggara. Malaria disebabkan oleh parasit malaria Plasmodium dan disebarkan
oleh nyamuk Anopheles, yang berperan seba gai vektor penyakit. Nyamuk betina akan terinfeksi malaria jika mengisap darah orang yang terinfeksi. Nyamuk yang menggigit
kemudian dapat menginfeksi orang berikutnya. Penyebaran penyakit ini dengan demikian
diba tasi oleh ko ndisi yang
mendukung vektor
dan parasit. Nyamuk malaria paling nyaman di sekitar 20 sampai 30 derajat dan kelembaban relatif 60. Selanjutnya , parasit malaria berkembang cepat di
dalam nyamuk dengan meningkatnya suhu, da n berhenti seluruhnya di bawah sekitar 15 derajat. Meningkatnya curah hujan dan air permukaan juga
menyediakan tempat berkembang biak bagi nyamuk. Suatu pe ruba han iklim dengan demikian dapat menimbulkan suatu peruba han yang besar terhadap distribusi
Umumnya banyak penyakit manusia terkait dengan fluktuasi iklim, dari kematian kardiovaskular dan penyakit pernafasan karena gelombang panas sampai
kepada perubahan transmisi penyakit menular dan kekurangan gizi karena berbagai kegagalan pa nen. Kemunculan kembali penyakit karena perubahan iklim, kekurangan
dalam jangka panjang, serta pengaruh besar faktor- faktor sosio-ekonomi dan perubahan penyakit
Martens 1999.
dalam kekebalan dan resistensi obat. Peruba han iklim diperkirakan menimbulkan hubungan yang meningkatkan risiko kesehatan di masa
mendatang, dan bahwa kecenderungan pemanasan selama beberapa dekade terakhir telah berko ntribusi terhadap peningkatan morbiditas dan mortalitas di banyak
wilayah dunia. Daerah yang rentan termasuk garis lintang yang beriklim sedang,
pemanasan yang diperkirakan tidak seimbang, daerah
di sekitar samudera Pasifik dan Hindia yang saat ini mengalami variasi curah hujan
yang besar karena El NiñoNiña Sahara Afrika dan kota-kota yang luas bagian dari efek pa nas perkotaan dimana bisa meningkatkan keadaan iklim yang ekstrim
Transmisi dari banyak agen penyakit menular sensitif terhadap kondisi cuaca, terutama yang menyelesaikan sebagian siklus hidupnya di luar tubuh manusia. Patogen
yang dibawa oleh serangga terpapar oleh cuaca ambien. Penyakit bawaan vektor biasanya menunjukka n po la musiman di mana pe ran suhu da n curah hujan
terdokumentasi dengan baik. Beberapa penyakit bawaan vektor, seperti malaria, juga menunjukka n di beberapa daerah sangat bervariasi dari tahun ke tahun. Variasi yang
juga sebagian dapat dijelaskan oleh faktor- faktor iklim. Peruba han iklim yang dapat mempengaruhi transmisi vektor penyakit menular termasuk suhu, kelembaban,
perubahan curah hujan, kelembaban tanah, dan kenaikan permukaan laut. Selain faktor iklim, distribus i geografis da ri kejadian da n penyakit tular vektor dipengaruhi oleh
faktor- faktor demografis dan sosial. Transmisi membutuhkan inang reservoir, vektor kompeten, dan patogen hadir di suatu tempat pada saat yang sama, dan dalam jumlah
yang memadai untuk mempertahankan transmisi Haines et al. 2006. Patz
et al. 2005.
Charlwood 2011 dalam penelitiannya di Vilanculos di Selatan Mozambik Maret 2003-Desember 2009 menemukan secara keseluruhan, kepadatan dari An.
funestus menunjukkan sedikit musiman, sementara kepadatan dari An. gambiae lebih
rendah pada bulan yang lebih dingin dalam setahun. Jumlah An. gambiae berkorelasi positif dan An. funestus berkorelasi negatif dengan curah hujan, namun hubungan ini
lebih lemah dan kurang teratur dibanding suhu. Pada tahun-tahun awal penelitian, selama periode ketika kondisi lingkungan lainnya stabil, baik An. funestus dan An.
gambiae menunjukkan kecenderungan yang sama seperti peningkatan suhu 1 Juli
hingga 22 Oktober 2005. Pada periode ini, rata-rata suhu harian meningkat dari 18°C sampai 31°C, jumlah dari An. funestus terkumpul naik sepuluh ka li lipat dari 20 sampai
200 per koleksi, sementara angka dari An. gambiae dua puluh kali lipat dari satu sampai 20 per koleksi.
Sahu et al. 2011 pada penelitiannya di Distrik Keonjhar Negara Bagian Orissa India Agustus 2005-November 2007, tercatat menemuka n kepadatan per orang per
jam MHD da ri An. minimus dan An. fiuviatilis selama bulan
yang berbeda. Kepadatan orang per jam MHD A. minimus bervariasi dari 0,4 Juli
2007 sampai 11,7 Oktober 2006 dan November 2006. Dengan terjadinya monsoon barat daya pada bulan Juli, kepadatan mulai meningkat dan memuncak selama bulan
Oktober dan November pada kedua tahun pengamatan. Padahal, ada korelasi negatif r =- 0,201; P = 0,396 antara jumlah curah hujan dan kepadatan be ristirahat
dalam ruangan indoor da ri
An. minimus
yang secara statistik
tidak signifikan.
Kepadatan dari
An. minimus
lebih tinggi selama
musim hujan daripada musim dingin dan musim panas, tetapi perbedaan itu tidak signifikan. MHD An. fiuviatilis merupaka n yang terenda h pada bulan Juni bulan musim
panas, meningkat dengan permulaan monsoon pada bulan Juli, dan mencapai puncaknya pada September dan Oktober bulan hujan. Kepadatan beristirahat dalam
ruangan spesies ini juga tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan curah hujan r =- 0,033, P = 0,891
White et al.
2011 dalam penelitiannya menyatakan .
populasi nyamuk tergantung de ngan faktor iklim, khususnya air, suhu udara dan curah
hujan. Hubungan ini
mungkin kompleks dan
non- linear. Pola musiman kelimpahan nyamuk erat mengikuti po la musiman curah
hujan. Diasumsikan bahwa kapasitas da ya dukung lingkungan berbanding lur us dengan curah hujan. Hubungan yang tepat antara curah hujan dan daya dukung
lingkungan mungkin kompleks dan tergantung pada kondisi hidrologi setempat. Dapat disimpulkan bahwa dinamika populasi Anopheles gambiae dipicu oleh faktor
iklim, curah hujan dan suhu, dan dengan kepadatan yang tergantung pada persaingan perkembangbiakan larva dalam habitat
Kigadye et al. 2010
dari penelitiannya di Distrik Rufiji Tanzania melaporkan,
.
kepadatan dari An. gambiae s.s. pada umumnya tinggi selama musim hujan yang panjang antara Maret dan Mei 2004 dan hampir tidak terdeteksi pada bulan
Agustus-September 2004, periode yang
relatif kering.
Seperti untuk
An. gambiae s.s. kepadatan dari An. arabiensis mencapa i puncaknya selama hujan lama
di bulan Maret-Mei dan turun ke nol selama musim kemarau, Juli-Oktober
2004. Kepadatan dari kedua An. gambiae s.s. da n An. arabiensis berkorelasi positif dengan curah hujan tetapi tidak signifikan P0,05. Kepadatan dari
An. merus adalah lebih rendah daripada dua spesies lainnya. Spesies ini hanya
terdeteksi antara Oktober dan Januari 2004. Tiga anggota dari An. gambiae kompleks ini
ya itu An.
gambiae s.s.
Giles, An.
arabiensis Patton
dan An.
merus Diönitz
tercatat selama
penelitian ini. Hasil
penelitian ini menunjukkan ba hwa kepadatan populasi tiga sibling spesies bervariasi dengan
musim. Biasanya,
pada awal dari
lama atau
selama hujan
singkat, jumlah An. gambiae s.s. dan An. arabiensis mengalami ledakan pertumbuhan. Saat
hujan berlangsung,
An. gambiae
s.s. menjadi
dominan, sementara di akhir dari hujan kepadatan menurun dari kedua spesies.
Ayala et al. 2009 dalam penelitiannya di Kamerun melaporkan, kesesuaian kondisi lingkungan menentukan distribusi spesies dalam ruang dan
waktu. Pemahaman dan pemodelan relung ekologi nyamuk vektor penyakit bisa berguna untuk memprediksikan
risiko paparan terhadap
patogen yang ditransmisikannya. Di Afrika, lima anop heles bertanggung jawab terhadap lebih
dari 95 jumlah penularan malaria, yaitu An. gambiae, An. arabiensis, An. funestus, An. moucheti
dan An. nili. Namun pengetahuan terperinci tentang distribusi geografis dan persyaratan ekologis spesies ini, untuk saat ini masih tidak
memadai.Kesimpulan yang lebih mudah dapat diajukan untuk pasangan spesies yang cenderung terjadi di dalam lokal yang sama, seperti An. gambiae dan
An. funestus
. Dalam hal ini,
variabel lingkungan
secara spasial
membedakan terjadinya
spesies dengan relung
ekologi yang
sama, juga
tercermin dalam pola-po la
temporal dari dinamika
populasi nyamuk. Misalnya, An. gambiae munculnya berkorelasi dengan nilai yang lebih tinggi dari
curah hujan dan teka nan uap
air dibandingkan
dengan An. funestus. Pada sisi lain, An. funestus dikaitkan dengan nilai pemaparan yang
lebih tinggi dari
suhu dan sinar matahari. Secara alami,
puncak kelimpahan
spesies pasangan
ini tertunda di musim hujan: An. gambiae puncaknya pada klimaks dari musim hujan, ketika curah hujan da n kelembaban lebih tinggi dan suhu da n sinar matahari yang lebih
rendah, sedangkan puncak dari An. funestus selanjut nya tertunda sampai awal musim kemarau, saat suhu dan sinar matahari lebih tinggi dan curah hujan dan
kelembaban rendah.
2.3 Status Kerentanan Nyamuk Anopheles spp