Latar Belakang Fauna and susceptibility status of Anopheles spp mosquitoes to synthetic pyrethroids in Subdistrict Ujung Bulu, Bulukumba District, South Sulawesi Province.

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Beberapa kabupatenkota di Indonesia merupakan daerah endemis. Penyakit tersebut selain menyebabkan gangguan fisik juga berdampak terhadap menurunnya produktivitas kerja dan dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Peningkatan insiden dan KLB malaria disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perubahan lingkungan fisik terutama curah hujan, suhu dan perubahan pemanfaatan lahan, termasuk kerusakan lingk ungan, kemiskinan, krisis ekonomi serta perpindahan penduduk. Beberapa tahun terakhir malaria merupakan satu diantara penyakit yang muncul kembali reemerging disease yang menunjukkan kecenderungan meningkatnya jumlah kasus di beberapa daerah di Indonesia, baik di Jawa-Bali maupun luar Jawa-Bali. Penyakit ini disebabkan oleh parasit malaria Plasmodium bentuk aseksual yang masuk ke da lam tubuh manusia yang ditularka n oleh nyamuk Anopheles be tina. Terdapat empat tipe Plasmodium penyebab penyakit malaria, yaitu Plasmodium falciparum penyebab malaria tropika, Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana, Plasmodium malariae penyebab malaria quartana dan Plasmodium ovale penyebab malaria ovale. Peningkatan kasus malaria sangat erat hubungannya dengan sejumlah faktor diantaranya kepadatan penduduk, pekerjaan, pendidikan, pemakaian kelambu dan kepadatan populasi vektor. Selain itu, intensitas penularan juga akan ditentukan oleh derajat kontak antara vektor dan manusianya. Besarnya ancaman malaria di suatu daerah terkait dengan dimana dan kapan masalah malaria terjadi, kelompok mana penularan terjadi umur, jenis kelamin dan pekerjaan. Keadaan ini memungkinkan kepadatan nyamuk Anopheles meningkat, sehingga suatu daerah menjadi endemis. Ada nya vektor di suatu tempa t da n ditemuka n pe nde rita malaria maka penularan akan berlangsung dari orang sakit ke orang sehat. Untuk memutuskan rantai penularan dan penanggulangan malaria dapat melalui pengendalian vektor. Umumnya daerah endemis malaria adalah di daerah-daerah terpencil dan sebagian penderitanya ada lah dari golongan eko nomi lemah. Daerah dengan kasus malaria tinggi dilaporkan terbanyak di kawasan timur Indonesia, antara lain di Provinsi Papua, NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara. Di kawasan lainnya yang dilaporkan angka malaria masih cukup tinggi adalah antara lain di Provinsi Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Riau Depkes 2007a. Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007 dapat dipantau dengan menggunakan indikator API. Hal ini sehubungan dengan kebijakan Kementerian Kesehatan mengenai penggunaan satu indikator untuk mengukur angka kejadian malaria. Kebijakan ini mensyaratkan bahwa setiap kasus malaria harus dibuktika n de ngan hasil pe meriksaan sediaan darah da n semua kasus pos itif harus diobati dengan pengobatan kombinasi berbasis artemisinin atau ACT artemisinin- based combination therapy . Berdasarkan API, dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat desafokus malaria tinggi Kemenkes 2011a. API annual parasite incidence adalah angka kesakitan malaria per 1000 penduduk beresiko dalam satu tahun. Angka tersebut diperoleh dari jumlah sediaan pos itif da lam satu tahun di satu wilayah diba ndingka n de ngan jumlah pe nduduk beresiko pada tahun yang sama dan dinyatakan dalam o permil. Sementara itu, AMI annual malaria incidence adalah angka kesakitan malaria klinis per 1000 penduduk dalam satu tahun dan di lokasi yang sama yang dinyatakan dalam o permil Depkes 2009a. Di Indonesia, sekitar 80 kabupatenkota masih termasuk katagori endemis malaria dan lebih 45 penduduknya berdomisili di desa endemis. Secara nasional kasus malaria selama tahun 2005-2010 cenderung menurun yaitu pada tahun 2005 sebesar 4,10 per seribu penduduk menjadi 1,96 per 1000 penduduk pada tahun 2010 Kemenkes 2011b. Di Jawa dan Bali, masih terjadi fluktuasi dari angka kesakitan malaria yang diukur dengan annual parasite incidence API yaitu 0,95 o pada tahun 2005, meningkat menjadi 0.19 o pada tahun 2006 dan menurun lagi menjadi 0,16 o pada tahun 2008. Namun angka ini didapat dari laporan rutin, masih banyak kasus malaria yang belum terdiagnosis. Hal ini tampak dari sering terjadinya Kejadian Luar Biasa KLB malaria. Jumlah penderita pos itif malaria di luar Jawa Bali diukur dengan annual malaria incidence AMI menurun dari 24,75 o pada tahun 2005 menjadi 23,98 o pada tahun 2006 menjadi 19,67 o pada tahun 2007 dan 17,7 o pada tahun 2008. Angka kematian karena malaria berhasil ditekan dari 0,92 pada tahun 2005 menjadi 0,42 pada tahun 2006 dan menurun lagi menjadi 0,2 pada tahun 2007. Pada tahun 2008 kasus kematian yang dilaporkan 19 orang. Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan untuk memutuskan mata rantai penularan malaria Depkes 2009b. Di Provinsi Sulawesi Selatan, pada tahun 2003 jumlah penderita secara pasif malaria klinis yang dilaporkan dari 26 kabupatenkota sebanyak 8.491 kasus malaria klinis, jumlah spesimen yang diperiksa sebanyak 5.389 dan yang positif sebanyak 1.365 63,47. Untuk tahun 2004, jumlah penderita klinis malaria sebanyak 12.009 pende rita atau de ngan annual malaria incidence AMI sebesar 1.433‰, angka tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 1,43 dibandingkan dengan tahun 2003. Tahun 2005, data yang dihimpun melalui Sub Dinas P2 dan PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tercatat 9.461 kasus malaria klinis, jumlah spesimen yang diperiksa sebanyak 3.832 40,50 dan yang positif sebanyak 3,42. Di tahun 2006, tercatat bahwa hasil kegiatan penemuan dan pengobatan penderita sebanyak 846 orang 21,75 dari 4.031 sediaan darah yang diperiksa atau 57,76 dari jumlah klinis yang dilaporkan 6.979 kasus dengan kasus tertinggi di Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Selayar, dan Kabupaten Soppeng. Tahun 2007 jumlah penderita malaria klinis sebanyak 13.029 penderita dengan jumlah yang positif sebanyak 1.927 orang 14,79 dengan kasus tertinggi di Kabupaten Selayar, Bulukumba, Enrekang dan Tator. Tahun 2008 jumlah penderita malaria klinis mengalami penurunan menjadi 8.886 kasus dengan jumlah positif sebanyak 1.153 kasus 12,98 . Kasus tertinggi di Kabupaten Selayar, Pangkep, Luwu Utara, Enreka ng dan Tator atau Annual Malaria Incidence AMI sebesar 1,14 per 1000 penduduk. Jumlah penderita malaria yang dikonfirmasi laboratorium dengan hasil po sitif terbesar di Kabupaten Selayar, Enreka ng, da n Luwu Utara atau API sebesar 0,15 per 1000 penduduk. Tahun 2009 jumlah penderita malaria klinis mengalami peningkatan menjadi 11.305 kasus dengan jumlah positif sebanyak 1.963 kasus 17,36. Kasus tertinggi di Kabupaten Bulukumba, Selayar, Pangkep, dan Luwu Utara atau AMI sebesar 1,36 per 1000 penduduk. Jumlah penderita malaria yang dikonfirmasi laboratorium dengan hasil positif terbesar di Kabupaten Bulukumba, Luwu Utara, Enreka ng da n Selayar atau API sebesar 0,24 per 1000 penduduk Dinkes 2010b. Tahun 2010 jumlah penderita malaria mengalami peningkatan. Kasus tertinggi di Kabupaten Bulukumba dan Luwu Utara. Jumlah penderita malaria yang dikonfirmasi laboratorium dengan hasil pos itif terbesar diantaranya terbesar di Kabupaten Bulukumba da n Luwu Utara de ngan API sebesar 1,77 per 1000 penduduk Dinkes 2011b. Di Kabupaten Bulukumba kegiatan penemuan penderita dilaksanakan oleh unit- unit pelayanan kesehatan pustu, puskemas dan rumah sakit. Angka kesakitan malaria di Kabupaten Bulukumba kurun waktu 4 tahun terakhir 2007-2010 sebagai berikut ; API 2,05 00 2007, API 4,91 00 2008, API 8,18 00 2009, API 5,6 00 Adapun upa ya- upa ya yang telah dilakuka n untuk menekan angka kesakitan tersebut adalah pencegahan penyakit dengan memakai kelambu berinsektisida, sosialisasi obat malaria ACT, penemuan dan pengobatan penderita aktif dan pasif. Selain itu dilakuka n juga sur vei malariometrik yang merupaka n survei malariometrik dasar. Survei ini bertujuan untuk mengetahui tingkat endemisitas penyakit malaria di suatu wilayah yang berdasarka n pada indikasi ditemukannya pembesaran limfa atau kasus-kasus malaria yang berkunjung ke unit-unit pelayanan kesehatan yang berasal dari suatu wilayah tertentu dan evaluasi terhadap dampak pemberantasan vektor Dinkes 2011a. Namun pengendalian vektor di daerah endemis sangat minim dan pengamatan vektor penyakit belum pernah dilakukan. Padahal keduanya penting diperhatika n. 2010 Dinkes 2011a.

1.2 Tujuan Penelitian