disebabkan udara relatif yang tinggi akan memiliki tekanan udara uap air parsial yang lebih tinggi dibanding dengan tekanan udara pasial CO
2
sehingga memudahkan uap air berdifusi melalui stomata. Akibat selanjutnya laju
fotosintesis akan menurun Siringo Ginting 1997 diacu dalam Ojo 2003. Selain curah hujan dan suhu yang mempengaruhi besarnya biomassa yang dihasilkan
adalah umur dan kerapatan tegakan, komposisi dan struktur tegakan, serta kualitas tempat tumbuh Satoo Madgwick 1982.
2.5 Pengukuran Dan Pendugaan Biomassa
Pengukuran biomassa vegetasi dapat memberikan informasi tentang nutrisi dan persediaan karbon dalam vegetasi secara keseluruhan, atau jumlah bagian-
bagian tertentu seperti kayu yang sudah terekstraksi. Pengukuran biomassa vegetasi pohon tidaklah mudah, khususnya pada hutan campuran dan tegakan
tidak seumur. Menurut Brown 1997 ada dua pendekatan untuk menduga biomassa dari
pohon, yaitu pendekatan pertama berdasarkan pendugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian dirubah menjadi kerapatan biomassa
tonha, sedangkan pendekatan kedua secara langsung dengan menggunakan persamaan regresi biomassa atau lebih dikenal dengan persamaan Allometrik.
Pendugaan biomassa pada pendekatan pertama menggunakan persamaan berikut : Biomassa di atas tanah tonha = VOB x WD x BEF Brown et al. 1989.
Dimana : VOB = volume batang bebas cabang dengan kulit m
3
ha, WD = kerapatan kayu biomassa kering oven ton dibagi volume
biomassa m
3
, BEF = perbandingan total biomassa pohon kering oven di atas tanah
dengan biomassa kering oven volume inventarisasi hutan. Pendekatan kedua penentuan kerapatan biomassa dengan menggunakan
persamaan regresi biomassa berdasarkan diameter batang pohon. Dasar dari persamaan regresi ini adalah hanya mendekati biomassa rata-rata per pohon
menurut sebaran diameter, dengan menggabungkan sejumlah pohon pada setiap kelas diameter dan menjumlahkan total seluruh pohon untuk seluruh kelas
diameter.
Brown 1997 telah membuat model penduga biomassa di hutan tropika dengan model pangkat Y = a D
b
atau dengan model polynominal Y = a + bD + cD
2
berdasarkan zona wilayah hujan kering, lembab dan basah. Model yang disulkan Brown untuk zona lembab adalah:
Y = 1,242 D
2
– 12,8 D + 42,69 nilai R
2
= 84 untuk model polynomial Y = 0,118 D
2,53
nilai R
2
= 97 untuk model pangkat Dimana: Y = Biomassa pohon kg
D = Diameter rata-rata pada setiap kelas diameter cm R
2
= Nilai koefisien determinasi a, b, c merupakan konstanta
Menurut Chapman 1976 diacu dalam Onrizal 2004 metode pendugaan biomassa di atas tanah dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu :
1. Metode pemanenan yang terdiri atas a metode pemanenan individu tanaman,
b metode pemanenan kuadrat dan c metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata, dan
2. Metode pendugaan tidak langsung yang terdiri dari a metode hubungan
Allometrik, yakni dengan mencari korelasi yang paling baik antara dimensi pohon dan biomassanya, dan b crop meter, yaitu dengan cara mengunakan
seperangkat alat elektroda yang kedua kutubnya diletakkan di atas permukaan tanah pada jarak tertentu.
Menurut Hairiah et al. 2001, pendugaan biomassa di atas permukaan tanah bisa diukur dengan menggunakan metode langsung destructive dan
metode tidak langsung non destructive. Metode tidak langsung digunakan untuk menduga biomassa vegetasi
yang berdiameter ≥ 5 cm, sedangkan untuk menduga biomassa vegetasi yang memiliki diameter 5 cm vegetasi tumbuhan bawah
menggunakan metode secara langsung. Brown 1997 menyatakan bahwa pada pendugaan cadangan biomassa
atau karbon pada vegetasi, pengukuran diameter bervariasi yaitu untuk daerah kering dengan laju pertumbuhan pohon sangat lambat, biasa digunakan batas
minimum 2,5 cm dan untuk daerah yang beriklim basah, batas minimum pengukuran diameter yang digunakan 2,5
–10 cm, akan tetapi secara umum biasa digunakan ukuran diameter minimum 5 cm.
2.6 Kandungan Karbon