Perjanjian Sewa Menyewa Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain, yang disebut penyerahan yuridis transfer of ownership. Dalam penyerahan hak milik atas barang bergerak, kedua penyerahan ini berjalan serentak sedangkan dalam penyerahan barang tidak bergerak kedua pengertian penyerahan ini jelas kelihatan sebab pemindahan hak milik itu tidak cukup dengan pengoperan kekuasaan belaka melainkan harus dengan pembuatan akta penyerahan resmi yang disebut akta penyerahan hak milik yang otentik authentic act.

B. Perjanjian Sewa Menyewa

1. Pengertian Perjanjian Sewa Menyewa Sewa menyewa huur en verhuur adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan atau pemilik menyerahkan barang yang hendak disewa kepada pihak penyewa untuk dinikmati sepenuhnya volledige genot. Dari rumusan pengertian di atas dapat kita lihat bahwa sewa menyewa merupakan : 1. Suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan pada umumnya pemilik barang dengan pihak penyewa. 2. Pihak yang menyewa menyerahkan sesuatu barang kepada si penyewa untuk sepenuhnya dinikmati volledige genot. 3. Penikmatan berlangsung untuk suatu jangka panjang waktu tertentu dengan pembayaran sejumlah harga sewa yang tertentu pula. 147 147 Ibid , hal 96. Kira-kira pengertian di atas dirumuskan dalam Pasal 1548 KUH Perdata. Pasal 1548 ini memakai istilah sewa menyewa huur en verhuur. Seolah-olah istilah tersebut memberi pengertian yang kembar. Yang dapat menimbulkan salah pengertian kepada kita adalah seolah-olah para pihak saling menyewakan antara mereka. Padahal sebenarnya tidak demikian, yang benar-benar terjadi ialah sepihak menyewakan barang kepada pihak penyewa dan si penyewa membayar sejumlah harga atas barang yang disewanya. Tegasnya, hanya sepihak saja yang menyewakan bukan saling menyewakan antara mereka. Karena itu yang dimaksud dengan sewa menyewa dalam Pasal 1548 tersebut tiada lain dari pada persewaan saja. Itulah sebabnya dalam beberapa pasal yang lain, persetujuan sewa menyewa ini hanya disebut dengan istilah sewa huur, seperti yang dapat kita lihat pada Pasal 1501 dan Pasal 1570 KUH Perdata. Di samping ada lagi pasal yang mempergunakan istilah “disewakan” verhuring seperti yang kita jumpai pada Pasal 1568 KUH Perdata. Seperti yang telah dikatakan, maksud persetujuan sewa menyewa ialah penikmatan atas suatu barang dengan jalan membayar sewa untuk suatu jangka waktu tertentu. Penikmatan inilah sebagai salah satu unsur yang ditekankan pada Pasal 1548 KUH Perdata. Penikmatan itu terbatas sifatnya, seluruh kenikmatan yang dapat dirasakan dari barang yang disewa harus diperuntukkan bagi si penyewa. Mengenai pengertian barang atau benda zaak yang disebut dalam persetujuan sewa menyewa harus dibedakan dengan pengertian bendabarang yang terdapat pada hukum kebendaan zaakenrecht. Sebab pengertian benda seperti yang disebut pada Pasal 499 KUH Perdata segala barang dan hak yang dapat dijadikan objek hak milik. Hal ini berbeda dengan benda barang yang dimaksud dalam sewa menyewa. Pada sewa menyewa, barang yang menjadi objek sewa menyewa tadi bukan untuk dimiliki tapi hanya untuk dinikmati. Dengan demikian pada sewa menyewa sebagian dari suatu benda maupun untuk seluruhnya atau barang dapat diartikan sebagai benda yang menjadi objek sewa menyewa. Sewa menyewa ini merupakan persetujuan consensual yang bebas bentuknya. Boleh diperbuat dengan persetujuan lisan atau tertulis. Objek persetujuan sewa menyewa pun meliputi segala jenis benda baik atas benda terwujud, tak terwujud, maupun benda bergerak dan tidak bergerak. Jadi objek sewa menyewa benda dapat dipersewakan, kecuali benda- benda yang berada diluar perniagaan buiten de handel tentu tak dapat dipersewakan. 148 2. Kewajiban Pihak Yang Menyewakan Pasal 1550 KUH Perdata menentukan tiga macam kewajiban pihak yang menyewakan. Ketiga macam kewajiban tersebut merupakan kewajiban yang harus dibebankan pada pihak yang menyewakan sekalipun hal itu tidak ditentukan dalam persetujuan. a. Kewajiban untuk menyerahkan barang yang disewa kepada si penyewa. Yakni menyerahkan barang yang disewa kepada si penyewa. Sesuai 148 Mohammad Adulkadir, Hukum Perjanjian, Bandung:Alumni, 1980, hal 20. dengan ketentuan Pasal 1551 KUH Perdata yang menyewakan harus menyerahkan barang yang disewakan dalam keadaan yang sebaik- baiknya. Adapun mengenai penyerahan benda pada persetujuan sewa menyewa adalah penyerahan nyata feitelijk levering atau sering juga disebut dengan deliverance. Penyerahan nyata yang dimaksud dalam sewa menyewa ini dapat dipersamakan dengan pengertian penyerahan nyata dalam persetujuan jual beli. Yang menyewakan harus melakukan tindakan pengosongan serta menentukan barang yang disewa. Oleh karena dalam sewa menyewa pihak yang menyewakan hanya wajib melakukan penyerahan nyata dari padanya tidak bisa dituntut penyerahan yuridis yuridische levering. Hal ini juga sesuai dengan kedudukan atas barang yang disewa bahwa si penyewa berkedudukan sebagai pemilik dan tidak perlu sebagai bezitter karena tidak diperlukan penyerahan yuridis, cukup dengan jalan menyerahkan barang di bawah penguasaan si penyewa. b. Kewajiban pihak yang menyewakan untuk memelihara barang yang disewa selama waktu yang diperjanjikan, sehingga barang yang disewa tadi tetap dapat dipergunakan dan dinikmati sesuai dengan hajat yang dimaksud pihak penyewa. Pihak yang menyewakan wajib memelihara dan melakukan perbaikan atau reparasi, selama perjanjian sewa menyewa masih berjalan. Sehingga barang yang disewa tetap dapat dipakai dan dipergunakan sesuai dengan hajat yang dikehendaki pihak penyewa, kecuali reparasi yang harus ditanggung oleh pihak penyewa seperti reparasi kecil sebagaimana yang ditentukan Pasal 1555 ayat 2 KUH Perdata. Jadi selama perjanjian sewa menyewa masih berlangsung pemeliharaan dan perbaikan menjadi kewajiban pihak yang menyewakan. 149 c. Pihak yang menyewakan wajib memberi ketenteraman kepada si penyewa menikmati barang yang disewa selama perjanjian sewa berlangsung. Kewajiban ketiga dari pihak yang menyewakan ialah memberi penikmatan yang tenteram rustiggenot bagi pihak si penyewa selama jangka waktu persetujuan sewa menyewa masih berjalan. Hakekat penikmatan yang tenteram inilah yang ditentukan dalam Pasal 1552, 1554, 1557, dan 1558 KUH Perdata. Penikmatan yang tenteram ini antara lain menanggung segala kekurangan yang merupakan cacat pada barang yang disewa sehingga benar-benar si penyewa tidak terhalang mempergunakan barang tersebut selama sewa menyewa masih berlangsung. d. Pihak yang menyewakan tidak boleh mengubah bangunan dan susunan barang yang disewakan selama perjanjian sewa menyewa masih berlangsung. Larangan ini sesuai dengan asas penikmatan yang harus diberikan kepada si penyewa adalah atas seluruh barang yang disewa, sedikit banyak bisa menimbulkan gangguan dan penikmatan barang tersebut. 149 Ibid , hal 20. e. Pihak yang menyewakan bertanggung jawab atas cacat barang yang disewakan apabila cacat tadi menghalangi pemakai barang. 3. Kewajiban Pihak Penyewa Sesuai dengan ketentuan Pasal 1560 KUH Perdata, si penyewa mempunyai kewajiban: a. Kewajiban pertama adalah membayar atau melunasi uang sewa sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan. Pembayaran atau pelunasan uang sewa bisa saja dilakukan secara berkata misalnya perminggu, perbulan atau triwulan dan pertahun. Pembayaran langsung sejak saat dimulainya sampai berakhirnya persetujuan sewa menyewa. Yang memberi hak utama kepada yang menyewakan dari kreditor-kreditor lain atas pembayaran uang sewa benda tetap dan uang rekening reparasi, yang wajib dibayar si penyewa lebih dulu kepada yang menyewakan daripada kreditor-kreditor yang lain. Kalau melihat Pasal 1581 di atas, bagi penyewa yang tak cukup memadai mengisi rumah sewa dengan perubahan, si penyewa yang demikian dapat diusir keluar dari rumah sewa. Atau dapat menuntut pembatalan sewa menyewa. Kecuali jika si penyewa memberi alternatif lain, berupa jaminan lain atau pembayaran sewa. Adapun mengenai tempat dilakukannya pembayaran sewa, menurut hemat kita harus berpedoman kepada Pasal 1339 KUH Perdata yang menentukan bahwa pelaksanakan perjanjian harus dilakukan di tempat tinggal kreditur. Dari Pasal 1292 tersebut pembayaran sewa harus dilakukan si penyewa di tempat kedudukan yang menyewakan. 150 b. Kewajiban yang kedua dari si penyewa, memakai barang yang disewa secara patut sesuai dengan tujuan yang ditentukan dalam perjanjian. Sehubungan dengan cara pemakai yang sepatutnya tadi Pasal 1560 ayat 1 KUH Perdata menjelaskan pemakaian barang yang disewa harus dilakukan penyewa sebagai seorang bapak yang berbudi. Tentu hal ini dapat kita lihat dari cara pemakaiannya, apakah penyewa benar-benar memakai barang tadi menurut kepatutan yang pantas sesuai dengan sopan santun sewa menyewa. Sebaliknya untuk menentukan apakah si penyewa bertindak memakai barang sebagai seorang bapak yang tidak berbudi. Dapat juga dilihat apakah si penyewa mempergunakan barang tersebut dengan cara yang tidak sepantasnya menurut sopan santun sewa menyewa. Mempergunakan dan memakai barang yang disewa secara tidak sepatutnya dapat dijadikan alasan wanprestasi dan pengosongan. Tentang menentukan tujuan pemakai barang yang disewa, harus dikembalikan kepada ketentuan Pasal 1560 KUH Perdata, pemakaian barang sewa harus disesuaikan dengan tujuan yang ditetapkan dalam persetujuan sewa menyewa. Jadi menentukan tujuan pemakaian harus berpedoman kepada ketentuan yang ditetapkan dalam persetujuan. Persetujuanlah titik tolak utama dalam menentukan tujuan pemakaian barang yang disewa. Jika dalam persetujuan tidak ada hal ini 150 I.G. Rai Widjaya, op.cit, hal 168. ditetapkan barulah kita berpedoman kepada keadaan dan kebiasaan umum naar gelang der omstandingheden. Oleh karena itu, apakah suatu pemutusan sewa dirasa patut dan adil dapat juga ditentukan oleh keadaan yang dianggap benar-benar sudah berada di luar kepatutan. c. Kewajiban yang ketiga, penyewa wajib menanggung segala kerusakan yang terjadi selama masa sewa menyewa. Kecuali jika dia dapat membuktikan bahwa kerusakan tersebut bukan karena kesalahannya, tetapi terjadi di luar kekuasaannya Pasal 1564 KUH Perdata. Kewajiban ini berhubungan dengan kewajiban pemelihara yang baru kita singgung. Setiap yang ditimbulkan si penyewa mewajibkan dia membayar ganti rugi atau atas reparasi kecil yang dibiarkan si penyewa bisa diperbaiki langsung oleh yang menyewakan atas beban tagihan rekening si penyewa. Akan tetapi mengenai kebakaran yang memusnahkan barang yang disewa tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada si penyewa. Kecuali jika dapat dibuktikan bahwa terjadinya kebakaran akibat kesalahan dan kelalaian si penyewa. Kebakaran yang dapat dipertanggungjawabkan kepada si penyewa harus atas dasar kesengajaan atau karena kulpasi. Perbuatan demikian dianggap merupakan perbuatan melanggar hukum onrechmatigedaad yang dapat dipertanggungjawabkan kepada si penyewa. Selanjutnya tanggung jawab si penyewa bukan hanya perbuatan atau kesalahannya sendiri. 151 151 Ibid, hal 170. d. Kewajiban penyewa selanjutnya, mesti mengembalikan barang yang disewakan kepada yang menyewakan pada saat berakhirnya perjanjian sewa, pengembalian ini dapat ditarik dari ketentuan Pasal 1562 dan 1563 yang mewajibkan penyewa untuk mengembalikan barang yang disewa kepada yang menyewakan sebagaimana keadaan barang itu dengan keadaan waktu diserahkan ke tangan si penyewa. Seperti telah dikatakan di atas, pada pengembalian barang yang disewa terdapat suatu asas barang harus dikembalikan dalam keadaan seperti waktu diterima kecuali mengenai kemusnahan yang terjadi atau berkurangnya harga akibat pemakaian atau kekurangan dan kemusnahan akibat ditelan masa maupun tak terpakai secara normal. 4. Berakhirnya Perjanjian Sewa Menyewa a. Waktu Yang Ditentukan Secara Tertulis Dalam perjanjian sewa menyewa yang masa berakhirnya telah ditentukan secara tertulis, sewa menyewa dengan sendirinya berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan para pihak. Jadi jika lama sewa menyewa sudah ditentukan dalam persetujuan secara tertulis, perjanjian sewa berakhir tepat pada saat yang telah ditetapkan. Pemutusan sewa dalam hal ini tidak perlu lagi diakhiri dengan surat lain. 152 152 Ibid , hal 174. Apabila pada perjanjian secara tertulis dan masa sewa yang ditentukan telah berakhir akan tetapi secara nyata penyewa masih tetap tinggal menduduki barang yang disewa dan pihak yang menyewakan membiarkan saja kenyataan tersebut. Atas kejadian seperti ini telah menerbitkan persewaan baru secara diam-diam. Akibatnya, persewaan baru tersebut takluk dan diatur sesuai dengan ketentuan sewa menyewa secara lisan Pasal 1573 KUH Perdata. Pada kejadian di atas, telah terjadi sewa menyewa baru secara diam-diam yang didasarkan pada anggapan vermoden. Yang menganggap bahwa kedua belah pihak masih bersedia melanjutkan sewa menyewa. Namun bila pemberitahuan pengakhiran telah ada, si penyewa tak dapat lagi mempergunakan alasan bahwa ia masih berstatus penyewa secara diam-diam. Kendatipun ia masih menggunakan atau menduduki barang yang disewa Pasal 1572. Ini berarti jika sudah ada pemberitahuan pengakhiran sewa, si penyewa tidak bisa lagi mempergunakan anggapan berlangsungnya sewa menyewa secara diam-diam. Hal ini misalnya dapat dibuktikan dengan adanya tindakan pihak yang menyewakan menolak pembayaran sewa. 153 b. Waktu Tertentu Yang Diperjanjikan Secara Lisan Tentang hal ini sedikit banyak sudah disinggung pada waktu membicarakan Pasal 1571 yaitu perjanjian sewa dalam jangka waktu tertentu tapi diperbuat secara lisan. Dia berakhir setelah ada pemberitahuan dari salah satu pihak tentang kehendak mengakhiri sewa menyewa. Itupun dengan memperhatikan jangka waktu. Yang lain 153 Suharnoko, op.cit, hal 41. menurut kebiasaan setempat. Jadi dalam penghentian sewa menyewa dengan lisan pengakhiran sewa harus memperhatikan jangka waktu penghentian opzeggingstermijn sesuai kebiasaan setempat. Batas waktu antara penghentian dengan mengakhiri inilah yang disebut jangka waktu penghentian. Misalnya pemberitahuan penghentian dilakukan 1 Agustus, dan harus diakhiri dalam tempo empat bulan. Maka antara 1 Agustus dengan 31 Desember inilah yang dimaksud jangka waktu penghentian. Sedang tempo pengakhiran jatuh pada 1 Januari. Jangka waktu penghentian tidak boleh terlampau pendek, tetapi memberi jangka waktu yang layak memungkinkan si penyewa mempersiapkan segala sesuatu mengatasi akibat dari pengakhiran sewa. Dalam bentuk perjanjian sewa menyewa seperti ini, secara umum dapat kita tarik suatu pegangan: penghentian dan berakhir berjalan sampai pada saat yang dianggap pantas oleh kedua belah pihak. Pegangan ini kita kemukakan karena undang-undang sendiri tidak mengatur cara pengakhiran perjanjian sewa tanpa batas waktu. Yang diatur dalam undang-undang hanya pengakhiran sewa menyewa tertulis dan lisan yang mempunyai batas waktu tertentu. Karena itu pengakhiran sewa pada sewa menyewa tanpa batas waktu sebaiknya diserahkan kepada kedua belah pihak atau batas waktu penghentian yang selayaknya ini berpedoman kepada kepatutan dan kebiasaan setempat. Tergantung pada pemakai barang yang bersangkutan. c. Ketentuan Khusus Pengakhiran Sewa Pasal 1579 menentukan pihak yang menyewakan tidak boleh mengakhiri sewa atas alasan mau dipakai sendiri barang yang disewakan. Kecuali hal ini telah ditentukan lebih dahulu dalam perjanjian. Kalau ketentuan Pasal 1579 tersebut diteliti, berarti pihak yang menyewakan mempunyai hak untuk mengakhiri sewa menyewa atas alasan untuk dipakai sendiri. Akan tetapi jika ketentuan seperti ini tidak disebut dalam persetujuan, pihak yang menyewakan tidak dapat dipergunakan alasan maksud. 154 154 Ibid , hal 43. Pasal 1575 perjanjian sewa menyewa tidak hapus atau tidak berhenti dengan meninggalnya salah satu pihak. Meninggal pihak yang menyewakan tidak menyebabkan hapusnya perjanjian sewa menyewa. Perjanjian dapat dilanjutkan oleh masing- masing ahli waris. 63 BAB IV AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP PERJANJIAN SEWA MENYEWA MENURUT UU NO 37 TAHUN 2004

A. Peranan Pengadilan Niaga Dalam Menyelesaikan Perkara Kepailitan

Dokumen yang terkait

Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

10 159 93

Analisis Yuridis Permohonan Pernyataan Pailit Terhadap Bank Oleh Bank Indonesia Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

3 72 165

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Harta Warisan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

24 183 81

Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perjanjian Timbal Balik

4 98 92

Dampak Pemberi Waralaba (Franchisor) Asing yang Dipailitkan Terhadap Penerima Waralaba (Franchisee) Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

0 0 2

PERMOHONAN PKPU YANG DIAJUKAN KEPADA DEBITOR SERTA PARA GUARANTORNYA DITINJAU BERDASARKAN HUKUM PERJANJIAN DAN UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTA.

0 0 1

Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perjanjian Timbal Balik

0 0 7

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut Undang-Undang Kepailitan - Ubharajaya Repository

0 0 17

JURNAL ILMIAH RENVOI DALAM KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

0 0 16