Respon Tubuh terhadap Stres

2.1.5 Respon Tubuh terhadap Stres

Sindrom Adaptasi Umum, atau teori Selye, menggambarkan stres sebagai kerusakan yang terjadi pada tubuh tanpa memedulikan apakah penyebab stres tersebut positif atau negatif. Respon tubuh dapat diprediksi tanpa memerhatikan stressor atau penyebab tertentu Isaacs, 2004; Suliswati, 2005. a. Reaksi Alarm Reaksi ini terjadi ketika sistem saraf simpatik dan sistem endokrin bereaksi terhadap stres. Pada tahap ini dapat terlihat reaksi psikologis fight or flight syndrome dan reaksi fisiologis. Tanda fisik yang akan muncul adalah curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kapala dan ekstremitas. Karenanya banyak organ tubuh yang terpengaruh, maka gejala stres akan memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot,. Pada saat yang sama daya tahan tubuh berkurang, dan bahkan bila stresor sangat besar dan kuat mis. Luka bakar hebat, suhu yang terlalu panas dingin, dapat menimbulkan kematian. b. Tahap Resistensi Merupakan respons adaptif yang berusaha membatasi kerusakan akibat stres. Tubuh berusaha menyeimbangkan proses fisiologis yang telah dipengaruhi selama reaksi waspada alarm untuk sedapat mungkin kembali kekeadaan normal dan pada waktu yang sama pula tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stres. Apabila proses fisiologis teratasi maka gejala-gejala stres akan menurun dan tubuh berusaha normal kembali. Jika stresor berjalan terus dan tidak dapat diatasi maka ketahanan tubuh untuk beradaptasi akan habis dan individu tidak akan sembuh. c. Tahap Kelelahan Adalah ketika kekuatan fisiologik dan psikologik telah terkuras dan sistem kekebalan menjadi terdepresi. Tahap ini timbul kembali tanda-tanda waspada namun bersifat irreversible, dan individu akan meninggal. Respon terhadap segala bentuk stresor bergantung kepada fungsi fisiologis, kepribadian dan karakteristik perilaku, seperti juga halnya sifat dari stresor tersebut. Sifat stresor mencakup faktor intensitas minimal, sedang, berat, cakupan terbatas, sedang, luas, durasi, dan jumlah stresor. Setiap faktor mempengaruhi respon terhadap stressor Potter, 2005. Rasmun 2004 menjelaskan sifat stresor seperti berikut: 1. Bagaimana individu mempersepsikan stresor Artinya jika stresor akan dipersepsikan akan berakibat buruk bagi dirinya maka tingkat stres yang dirasakan akan berat, namun sebaliknya jika stresor dipersepsikan tidak mengancam dan individu merasa mampu mengatasinya maka tingkat stres yang dirasakan akan lebih ringan. 2. Bagaimana intensitasnya terhadap stimulus Artinya bagaimana tingkat intensitas serangan stres terhadap individu, jika intensitas serangan stres tinggi maka kemungkinan kekuatan fisik dan mental tidak mampu mengadaptasinya, demikian juga sebaliknya. 3. Jumlah stresor yang harus dihadapi pada waktu yang sama Artinya pada waktu yang bersamaan bertumpuk sejumlah stresor yang dihadapi, sehingga stresor kecil dapat menjadi pemicu yang mengakibatkan reaksi yang berlebihan. Sering ditemukan seseorang yang sering dapat menyelesaikan masalah pekerjaan yang sangat sederhana dengan baik, namun tiba-tiba ia tidak dapat mengerjakannya, ini diakibatkan pada saat yang sama ia menghadapi banyak stresor. 4. Lamanya pemaparan stresor Memanjangnya stresor dapat menyebabkan menurunnya kemampuan individu mengatasi stres karena individu telah berada pada fase kelelahan, individu sudah kehabisan tenaga untuk menghadapi stresor tersebut. 5. Pengalaman masa lalu Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi stresor yang sama. Individu yang pernah mengalami pengalaman negatif maka saat kembali menghadapi hal yang sama individu akan cemas. 6. Tingkat perkembangan Pada tingkat perkembangan tertentu terdapat jumlah dan intensitas stresor yang berbeda sehingga resiko terjadinya stres pada tiap tingkat perkembangan akan berbeda. Berikut akan diuraikan stresor pada tiap tingkat perkembangan, yaitu: a. Anak Stresor pada masa ini yaitu: menyelesaikan konflik antara mandiri dan ketergantungan, mulai sekolah, membina hubungan dan menyesuaikan diri dengan teman sebaya, koping terhadap kompetisi dengan teman. b. Remaja Stresor pada masa remaja yaitu: menerima perubahan tubuh, menghubungkan hubungan heteroseksual dan orang lain, mandiri, memilih karier untuk masa depan. c. Dewasa muda Stresor pada masa dewasa muda yaitu: menikah, meninggalkan rumah, mengelola rumah tangga sendiri, mulai bekerja, melanjutkan pendidikan, membesarkan anak. d. Dewasa pertengahan Stresor pada masa dewasa pertengahan yaitu: menerima proses menua, mempertahankan status sosial dan standar kehidupan, membantu remaja menjadi mandiri, menyesuiakan diri menjadi nenek kakek. e. Dewasa tua lansia Stresor pada masa lansia yaitu: menerima penurunan kemampuan dan kesehatan fisik, menerima perubahan tempat tinggal, menyesuaikan diri dengan masa pension dan penurunan pendapatan, penyesuaian diri dengan kematian pasangan dan teman.

2.1.6 Stres Keluarga