Analisis Determinan Tabungan Rumah Tangga Di Provinsi Dki Jakarta Tahun 2010

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini secara konsisten menetapkan pembangunan ekonomi Indonesia dengan prinsip triple track strategy: pro-growth (pro pertumbuhan), pro-job (pro penciptaan lapangan kerja), dan pro-poor (pro kemiskinan). Track pertama, dilakukan dengan meningkatan pertumbuhan dengan mengutamakan ekspor dan investasi. Track kedua, menggerakkan sektor riil untuk menciptakan lapangan kerja. Track ketiga, merevitalisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi pedesaan untuk mengurangi kemiskinan. Pembangunan nasional terus diarahkan untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, guna menurunkan tingkat kemiskinan dan menciptakan kesempatan kerja (RPJM Nasional, 2010).

Program pembangunan pro-growth, pro-job, dan pro-poor ini memerlukan biaya yang sangat besar. Kebijakan pembiayaan diarahkan pada penggunaan sumber-sumber pembiayaan yang stabil dan berkelanjutan, serta beban dan risiko seminimal mungkin. Sumber pembiayaan domestik relatif aman terhadap resiko fluktuasi perekonomian global, dibandingkan dengan sumber pembiayaan luar negeri. Salah satu sumber pembiayaan domestik berasal dari tabungan nasional atau disingkat dengan tabungan. Tabungan terdiri dari tabungan pemerintah dan tabungan swasta/masyarakat. Tabungan swasta/masyarakat dapat dibagi menjadi tabungan perusahaan (swasta dan pemerintah) dan tabungan rumah tangga.


(2)

Menurut data BPS bahwa selama kurun waktu 2004-2009 total tabungan bruto cenderung meningkat dengan pertumbuhan rata-rata setahun sebesar 26,62 persen. Pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2008, yaitu sebesar 53,25 persen. Pada tahun 2008 tabungan bruto perusahaan tumbuh sebesar 53,25 persen, rumah tangga sebesar 40,52 persen dan pemerintah 36,05 persen. Sedangkan, pada tahun 2009 terjadi penurunan pertumbuhan pada masing-masing sub sektor, pertumbuhan perusahaan sebesar 25,64 persen, rumah tangga 17,60 persen dan pemerintah minus 32,25 pesen. Kondisi ini disebabkan oleh adanya krisis global yang melanda hampir di seluruh kawasan dunia termasuk Indonesia. Penurunan pertumbuhan pada sub sektor pemerintah pada tahun 2009 disebabkan karena adanya peningkatan pengeluaran rutin pemerintah.

Sumber: Neraca arus dana, BPS, 2004-2009

Gambar 1.1. Pertumbuhan tabungan bruto menurut sub sektor, 2004-2009 (persen)


(3)

Demikian pula bila dilihat secara level, tabungan bruto selama periode 2004-2009 tabungan bruto terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 total tabungan bruto mengalami peningkatan hingga 1.738,24 triliun rupiah. Sedangkan jika dilihat secara sektoral, tabungan perusahaan (swasta dan perusahaan pemerintah) merupakan level paling tinggi, yaitu sebesar 1.025,85 triliun rupiah kemudian diikuti rumah tangga sebesar 398,81 triliun dan pemerintah sebesar 155,24 triliun dan sisanya tabungan sektor keuangan.

Tabel 1.1. Tabungan bruto menurut sektor, 2004-2009 (triliun rupiah)

Sektor Tahun

2004 2005 2006 2007 2008*) 2009**) A. BUKAN

KEUANGAN 505,63 737,22 832,94 953,15 1.385,07 1.579,89 1. Pemerintah 101,8 108,81 181,08 168,66 229,47 155,24 2. Perusahaan 265,16 436,64 471,60 543,14 816,47 1.025,85

- Pemerintah 83,93 3,83 3,71 40,59 64,48 52,35

- Swasta +) 181,22 432,80 467,89 502,55 751,99 973,49 3. Rumah Tangga 138,61 191,77 180,26 241,34 339,13 398,81 B. KEUANGAN 74,05 73,45 53,68 28,64 87,38 119,15

4. Bank ++) 70,59 62,65 44,87 9,26 68,77 78,45

5. Bukan Bank 3,46 10,80 8,82 19,39 18,61 40,69 C. LUAR NEGERI (27,38) (71,94) (38,46) 2,78 36,38 39,19 6. Luar Negeri (27,38) (71,94) (38,46) 2,78 36,38 39,19

JUMLAH 552,29 738,73 848,17 984,57 1.508,83 1.738,24 Sumber: Neraca arus dana, BPS, 2004-2009

*) angka sementara +) terdiri dari perusahaan swasta non finansial **) angka sangat sementara ++) termasuk Bank Sentral

Peranan sub sektor perusahaan terhadap total tabungan bruto merupakan yang terbesar dibandingkan lainnya. Kontribusi tabungan sub sektor perusahaan mencapai nilai tertinggi pada tahun 2005 yaitu sebesar 59,11 persen. Namun selama periode 2006-2008 peranan sub sektor perusahaan terhadap pembentukan tabungan bruto mengalami penurunan, dan kembali meningkat di tahun 2009. Sedangkan, peranan tabungan bruto sub sektor pemerintah terus mengalami


(4)

penurunan, tahun 2007 sebesar 17,13 persen, 15,21 persen (2008), dan 8,93 persen (2009). Penurunan pada tahun 2007-2008 disebabkan oleh adanya percepatan pembayaran utang pemerintah ke IMF, sedangkan penurunan pada tahun 2009 lebih disebabkan karena adanya peningkatan pengeluaran rutin pemerintah.

Tabel 1.2. Struktur tabungan bruto menurut sektor, 2004-2009 (persen)

Sektor Tahun

2004 2005 2006 2007 2008*) 2009**) A. BUKAN

KEUANGAN 91,55 99,80 98,21 96,81 91,80 90,89

1. Pemerintah 18,44 14,73 21,35 15,21 15,21 8,93

2. Perusahaan 48,01 59,11 55,60 55,17 54,11 59,02

- Pemerintah 15,20 0,52 0,44 4,12 4,27 3,01

- Swasta +) 32,81 58,59 55,17 51,04 49,84 56,00 3. Rumah Tangga 25,10 25,96 21,25 24,51 22,48 22,94

B. KEUANGAN 13,41 9,94 6,33 2,91 5,79 6,85

4. Bank ++) 12,78 8,48 5,29 0,94 4,56 4,51

5. Bukan Bank 0,63 1,46 1,04 1,97 1,23 2,34

C. LUAR NEGERI (4,96) (9,74) (4,53) 0,28 2,41 2,25 6. Luar Negeri (4,96) (9,74) (4,53) 0,28 2,41 2,25

JUMLAH 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Neraca arus dana, BPS, 2004-2009

*) angka sementara +) terdiri dari perusahaan swasta non finansial **) angka sangat sementara ++) termasuk Bank Sentral

Peranan tabungan rumah tangga terhadap total tabungan bruto selama periode 2004-2009 cenderung bergerak stabil dikisaran angka 21-26 persen. Pada tahun 2004 peranan tabungan rumah tangga mencapai 25,10 persen dan meningkat menjadi 25,96 persen di tahun 2005. Namun peranannya kembali menurun pada tahun 2006. Penurunan tersebut disebabkan oleh adanya kenaikan BBM yang menyebabkan penurunan daya beli masyarakat. Namun setahun kemudian di tahun 2007 peranan tersebut kembali mengalami peningkatan dengan


(5)

capaian sebesar 24,51 persen. Pada tahun 2008 dan 2009 secara nominal, tabungan rumah tangga mengalami kenaikan, namun berdasarkan kontribusinya terjadi penurunan. Hal ini disebabkan kontribusi tabungan perusahaan pada tahun-tahun tersebut mengalami kenaikan cukup tinggi sehingga kontribusi sub sektor rumah tangga mengalami penurunan.

Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang mempunyai potensi menghimpun dana masyarakat. Dana yang dihimpun dari masyarakat disebut juga dana pihak ketiga. Menurut data Bank Indonesia tahun 2010 bahwa Provinsi DKI Jakarta memiliki simpanan masyarakat pada bank umum dan BPR paling tinggi diantara 33 provinsi yaitu sebesar 895,98 triliun rupiah (posisi Desember 2010). Tabel 1.3. menunjukkan lima provinsi yang memiliki proporsi simpanan masyarakat pada bank umum dan BPR terhadap total simpanan masyarakat terbesar. Proporsi simpanan masyarakat DKI Jakarta yang paling tinggi sebesar 44,73 persen tahun 2010 diikuti Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat.

Tabel 1.3. Proporsi simpanan masyarakat terhadap total simpanan masyarakat, 2005 – 2010

Provinsi Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 DKI Jakarta 45,65 43,48 42,43 42,16 42,77 44,73 Jawa Timur 11,00 10,82 10,59 10,62 10,98 10,30

Jawa Barat 9,44 9,39 9,14 9,13 9,10 9,01

Jawa Tengah 5,76 5,76 5,77 5,74 5,69 5,42

Sumatera Utara 5,07 5,04 5,14 5,28 5,31 5,08

Sumber: Bank Indonesia, 2010

Menurut hasil survei BPS yang dilaksanakan di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010, proporsi tabungan terhadap pendapatan rumah tangga hanya sebesar


(6)

13,43 persen (dibawah rata-rata 16 provinsi sampel SKTIR sebesar 15,59 persen). Pengeluaran konsumsi makanan dan non makanan sebesar 77,74 persen dari pendapatan rumah tangga. Salah satu penyebabnya adalah besarnya biaya hidup di Jakarta. Kecilnya proporsi tabungan rumah tangga terhadap pendapatan menunjukkan berarti ada indikasi bahwa simpanan masyarakat tersebut didominasi oleh perusahaan swasta (Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumah Tangga, 2010).

Masih rendahnya proporsi tabungan terhadap pendapatan rumah tangga, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis variabel-variabel yang memengaruhi tabungan rumah tangga. Penelitian ini juga perlu dilakukan karena sampai saat ini perilaku dan model tabungan rumah tangga relatif sulit untuk diketahui, karena selalu mengalami perubahan. Menurut Keynes (1936), pendapatan merupakan faktor utama dalam menentukan tabungan domestik maupun tabungan rumah tangga. Modigliani dan Brumberg (1954) dengan life cycle hypothesis, menyebutkan bahwa tabungan akan dipengaruhi siklus umur manusia. Pada masa usia dibawah 15 tahun, karena tidak ada pendapatan, tingkat tabungan akan negatif. Dalam periode produktif (15-65 tahun), orang berpotensi memiliki tabungan karena pendapatannya lebih besar dibandingkan dengan konsumsinya. Sedangkan pada kelompok usia lanjut (65 tahun ke atas) tabungan yang ada akan digunakan untuk masa pensiun. Oleh karena itu, tabungan akan dipengaruhi oleh faktor demografi dan sosial ekonomi.  

Berbagai studi mengenai pengaruh demografi dan kondisi sosial ekonomi terhadap tabungan rumah tangga menunjukkan hasil yang sama maupun berbeda.


(7)

Brata (1999) menganalisis tentang perilaku tabungan rumah tangga pada industri kecil di Bantul pada tahun 1996. Hasil analisis menunjukkan bahwa tabungan rumah tangga dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh pendapatan rumah tangga, pendidikan, jenis kelamin dan tipe industri. Touhami et al (2009) juga meneliti tentang perilaku menabung rumah tangga rural dan urban di Morocco. Hasil penelitian menunjukkan variabel pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga yang tidak bekerja, jenis kelamin kepala rumah tangga, hanya signifikan di daerah urban. Sedangkan di daerah rural hanya variabel pendapatan berdampak pada tabungan.

Oleh karena itu, relevan dilakukan penelitian yang menganalisis variabel-variabel yang memengaruhi tabungan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010. Provinsi DKI Jakarta merupakan ibukota negara dan provinsi yang memiliki potensi tabungan yang cukup besar karena jumlah penduduknya yang besar. Analisis determinan tabungan rumah tangga ini diharapkan dapat berguna untuk keperluan kebijakan di masa yang akan datang, sebagai upaya untuk mengintensifkan tabungan rumah tangga dan memobilisasikannya ke dunia perbankan (sebagai fungsi intermediasi), kemudian disalurkan ke sektor investasi dalam meningkatkan output perekonomian nasional.

1.2. Perumusan Masalah

Pertumbuhan tabungan rumah tangga selama tahun 2004-2009 cenderung bergerak fluktuasi dikisaran angka minus 6 sampai 41 persen. Pada tahun 2005 pertumbuhan tabungan sub sektor rumah tangga mencapai 38,35 persen dan


(8)

menurun tajam sebesar minus 6 persen di tahun 2006. Penurunan tersebut disebabkan oleh adanya kenaikan BBM yang menyebabkan penurunan daya beli masyarakat. Namun setahun kemudian di tahun 2007 tabungan rumah tangga kembali mengalami peningkatan sebesar 33,88 persen. Pada tahun 2008 tabungan bruto sub sektor rumah tangga mengalami kenaikan, namun tahun 2009 mengalami penurunan.

Tabungan rumah tangga mengalami kenaikan secara nominal, tetapi pada tahun 2008 dan 2009 kontribusinya terhadap total tabungan bruto menurun. Hal ini disebabkan kontribusi tabungan perusahaan pada tahun-tahun tersebut mengalami kenaikan cukup tinggi sehingga kontribusi rumah tangga mengalami penurunan.

Dana yang terhimpun oleh lembaga keuangan berupa simpanan masyarakat (perusahaan dan rumah tangga) Provinsi DKI Jakarta di BPR dan bank umum cukup besar yaitu 895,98 triliun (posisi Desember 2010). Namun, survei BPS menunjukkan bahwa proporsi tabungan terhadap pendapatan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta relatif rendah, hanya sebesar 13,43 persen (dibawah rata-rata 16 provinsi sampel SKTIR 2010 sebesar 15,59 persen). Pengeluaran konsumsi makanan dan non makanan sebesar 77,74 persen dari pendapatan rumah tangga.

Tabungan rumah tangga merupakan selisih antara pendapatan rumah tangga dan pengeluaran rumah tangga, atau bagian pendapatan rumah tangga yang tidak digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Tabungan yang


(9)

dimaksud adalah dalam bentuk uang (rupiah) dan tidak termasuk aset, karena aset diasumsikan tetap.

Menurut Modigliani dan Brumberg (1963) pendapatan bukan merupakan satu-satunya variabel penentu utama tabungan rumah tangga. Variabel lain yang ikut menentukan besarnya tabungan rumah tangga antara lain adalah demografi dan kondisi sosial ekonomi. Variabel demografi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dependency ratio. Variabel sosial ekonomi meliputi umur, pendidikan, sumber pendapatan utama rumah tangga.

Dengan demikian, masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran umum perilaku tabungan rumah tangga DKI Jakarta

tahun 2010 ?

2. Apakah pendapatan, umur, pendidikan, dependency ratio dan sumber pendapatan utama rumah tangga akan berpengaruh signifikan terhadap tabungan rumah tangga ?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Memberikan gambaran umum perilaku tabungan rumah tangga di DKI Jakarta tahun 2010

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tabungan rumah tangga di DKI Jakarta tahun 2010.


(10)

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah untuk :

1. Memberikan informasi sebagai dasar pertimbangan, pendukung dan sumbangan pemikiran kepada pengambil keputusan dalam usaha memobilisasi tabungan yang berkaitan dengan pola tabungan rumah tangga. 2. Memperkaya penelitian, khususnya tentang perilaku dan model tabungan

rumah tangga di Indonesia khususnya Provinsi DKI Jakarta.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh variabel pendapatan, umur, pendidikan, dependency ratio dan sumber pendapatan utama terhadap tabungan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010. Penelitian ini menggunakan data primer Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumah Tangga (SKTIR) 2010. Data yang digunakan meliputi pendapatan rumah tangga yang merupakan penjumlahan dari seluruh pendapatan anggota rumah tangga dalam setahun, umur kepala rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, dependency ratio rumah tangga dan sumber pendapatan utama rumah tangga yang dilihat dari kontribusi terbesar terhadap total pendapatan rumah tangga.


(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Teori

Tinjauan pustaka dimulai dari teori tentang hubungan antara pendapatan dengan tabungan. Kemudian dilanjutkan dengan beberapa hasil penelitian empiris yang menemukan faktor-faktor yang memengaruhi tabungan rumah tangga yang dikembangkan dari hubungan antara pendapatan dengan tabungan seperti dependency ratio rumah tangga, umur, tingkat pendidikan kepala rumah tangga dan sumber pendapatan utama rumah tangga.

2.1.1. Pengertian Tabungan

Tabungan adalah output yang tersisa setelah permintaan konsumen dan pemerintah terpenuhi (Mankiw, 2007).

S = Y – C – G (2.1)

dimana S adalah tabungan, Y adalah pendapatan nasional, C adalah konsumsi dan G adalah pengeluaran pemerintah. Tabungan terbagi atas dua yaitu tabungan dari sektor swasta dan tabungan dari pemerintah.

S = (Y – T – C) + (T – G) (2.2)

(Y – T – C) adalah disposable income dikurangi konsumsi merupakan tabungan swasta (private saving). (T – G) adalah penerimaan pemerintah dikurangi pengeluaran pemerintah yaitu tabungan publik (public saving).


(12)

Sumber: Mankiw, 2007 Gambar 2.1. Fungsi konsumsi

Pendapatan disposibel yang diterima rumah tangga sebagian besar digunakan untuk konsumsi, sedangkan sisanya ditabung. Dengan demikian kita dapat menyatakan:

Y = C + S Æ S = Y - C (2.3)

S = Y – (Co +cY) (2.4)

S = Y – Co – cY (2.5)

S = - Co + (1 – c)Y (2.6)

dimana Co adalah konsumsi autonomous dan (1-c) adalah kecenderungan menabung. Jika setiap tambahan pendapatan disposibel dialokasikan sebagai tambahan konsumsi dan tabungan, maka:

∂Yd=∂C + ∂S (2.7)

jika kedua sisi persamaan dibagi dengan ∂Yd, maka MPC

1 Konsumsi, C


(13)

∂Yd/∂Yd = ∂C/∂Yd +∂S/∂Yd (2.8)

MPC + MPS = 1 (2.9)

MPS = 1-MPC (2.10)

Dapat dikatakan setiap tambahan penghasilan disposibel akan digunakan untuk menambah konsumsi dan tabungan. Besarnya tambahan pendapatan menjadi tambahan tabungan disebut kecenderungan menabung disebut Marginal Propensity to Save, disingkat MPS. Sedangkan rasio tingkat tabungan dengan pendapatan disposibel disebut kecenderungan menabung rata-rata (Average Propensity to Save), disingkat APS.

2.1.2. Tabungan Rumah Tangga

Mc Connell dan Brue (1999), menyebutkan tabungan rumah tangga sebagai personal saving, yang dinyatakannya sebagai bagian pendapatan setelah pajak yang tidak dibelanjakan. Tabungan adalah bagian pendapatan yang tidak dibayarkan pada pajak atau digunakan untuk pembelian barang-barang konsumsi, tetapi yang dimasukkan dalam rekening bank, polis asuransi, pengumpulan dana bersama, obligasi, dan saham serta aset keuangan lainnya. Alasan menabung adalah untuk berjaga-jaga dan spekulasi. Rumah tangga menabung untuk menyediakan simpanan terhadap hal-hal yang tak terduga, membiayai pendidikan anak, biaya hidup setelah pensiun dari pekerjaan atau hanya untuk jaminan keuangan. Spekulasi dapat digunakan oleh rumah tangga, misalnya dengan membeli saham untuk mendapatkan kenaikan nilai dari hal tersebut.


(14)

Menurut Keynes dalam tulisan Browning dan Lusardi (1996) ada 8 motif dalam menabung yaitu :

1. Precaution (tindakan pencegahan), berimplikasi pada menambah cadangan untuk menghadapi keadaan yang tidak terduga;

2. Foresight (tinjauan masa depan), untuk mengantisipasi perbedaan antara pendapatan dengan pengeluaran belanja di masa depan (the life cycle motive); 3. Calculation (perhitungan), ingin memperoleh keuntungan (bunga uang); 4. Improvement (perbaikan), meningkatkan standar hidup untuk waktu yang lama; 5. Independence (kebebasan), menunjukkan adanya kebutuhan akan kebebasan

dan memiliki kekuasaan untuk melakukan sesuatu;

6. Enterprise (usaha), adanya kebebasan untuk menanamkan uang ketika ia memungkinkan (mendukung);

7. Pride (kebanggaan), lebih tertuju pada menempatkan uang untuk ahli waris (the bequest motive); dan

8. Avarice (keserakahan harta) atau kekikiran yang sesungguhnya.

Sedangkan Browning dan Lusardi (1996) menambahkan adanya down-payment motive, yaitu keinginan (hasrat) untuk mengakumulasikan keseluruhan uang untuk digunakan sebagai alat pembayaran terhadap barang yang mahal dan tahan lama seperti rumah atau mobil.

Salah satu yang penting menurut teori ekonomi tentang tabungan adalah hipotesis life cycle yang dikemukakan oleh Modigliani dan Brumberg (1963), dimana individu menabung untuk pegangan di akhir kehidupannya saat mereka tidak memperoleh pendapatan lagi. Dalam konteks ini maka motivasi utama yang


(15)

mendorong individu menabung adalah keinginan mengakumulasikan uang untuk digunakan saat ia pensiun. Sedangkan pengembangan dari hipotesa ini adalah the permanent income (Friedman, 1957), dimana motivasi menabung adalah untuk warisan (Bequest motive).

2.1.3. Teori Hubungan Pendapatan dengan Tabungan

Hubungan antara tabungan dengan pendapatan telah banyak dirumuskan oleh beberapa ahli ekonomi. Secara umum hal ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu: fungsi pendapatan absolut Keynesian dan hipotesis non Keynesian.

Fungsi pendapatan Keynesian menyatakan bahwa tabungan berhubungan erat dengan pendapatan absolut. Pendapatan absolut didefinisikan sebagai pendapatan nasional yang terjadi saat ini atau current income, bukan pendapatan yang terjadi sebelumnya (Yt-1), bukan pula pendapatan yang diramalkan terjadi di masa yang akan datang (Yt+1). Pendapatan itu sendiri berupa pendapatan domestik bruto (PDB) atau juga pendapatan domestik bruto perkapita dan tabungan masyarakat perkapita. Keynes menggunakan konsep pendapatan domestik bruto dan tabungan domestik bruto.

Fungsi tabungan non keynesian dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu: (1) hipotesis pendapatan relatif, (2) hipotesis pendapatan permanen dan (3) hipotesis life cyle. Teori pendapatan relatif (Relative Income Hypothesis) yang dikembangkan James Duesenberry. Teori ini lebih memperhatikan aspek psikologis rumah tangga dalam menghadapi perubahan pendapatan. Dampak


(16)

perubahan pendapatan dalam jangka pendek akan berbeda dibanding dalam jangka panjang. Perbedaan ini dipengaruhi oleh jenis perubahan pendapatan yang dialami. Karena itu, rumah tangga mempunyai preferensi/ fungsi konsumsi, yang disebut fungsi konsumsi jangka pendek dan jangka panjang.

Tabungan dan konsumsi suatu masyarakat ditentukan oleh pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Jika pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluarannya tetapi tetap mempertahankan konsumsi yang tinggi tersebut dan mengurangi besaran tabungannya. Apabila pendapatan bertambah lagi, maka konsumsi mereka akan bertambah dengan pertambahan yang tidak begitu besar, berbeda dengan tabungan yang akan bertambah semakin besar. Kondisi ini akan berlanjut terus sampai tingkat pendapatan tertinggi yang pernah tercapai terulang lagi (Mikesell dan Zinser, 1973).

Teori pendapatan permanen (Permanent Income Hypothesis) yang diajukan oleh Milton Friedman. Permanent Income Hypothesis menyatakan bahwa tingkat konsumsi mempunyai hubungan proporsional dengan pendapatan permanen (permanent income)

C = λYp dimana: C = konsumsi

Yp = pendapatan permanen λ = faktor proporsi (λ > 0)

Pendapatan permanen adalah tingkat pendapatan rata-rata yang diekspektasi/ diharapkan dalam jangka panjang. Sumber pendapatan itu berasal


(17)

dari pendapatan upah/gaji (expected labour income) dan nonupah/nongaji (expected income from assets). Pendapatan permanen akan meningkat bila individu menilai kualitas dirinya (human wealth) makin baik, mampu bersaing di pasar. Dengan keyakinan tersebut ekspektasinya tentang pendapatan juga akan meningkat jika individu menilai kekayaannya (non-human wealth) meningkat. Sebab dengan itu, pendapatan nonupah (non-labour income) diperkirakan.

Pendapatan saat ini tidak selalu sama dengan pendapatan permanen. Kadang pendapatan saat ini lebih besar daripada permanen. Kadang-kadang sebaliknya yang menyebabkannya adalah adanya pendapatan tidak permanen yang besar berubah-ubah. Pendapatan ini disebut pendapatan transitori (transitory income).

Yd = Yp + Yt dimana:

Yd = pendapatan disposibel saat ini Yp = pendapatan permanen

Yt = pendapatan transitori

Model siklus hidup (Life Cycle Hypothesis) dikembangkan oleh Franco Modigliani, Albert Ando, dan Richard Brumberg. Model ini berpendapat bahwa kegiatan konsumsi adalah kegiatan seumur hidup. Sama halnya dengan model Keynes, model ini mengakui bahwa faktor yang dominan pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi adalah pendapatan disposibel. Hanya saja, model siklus hidup ini mencoba menggali lebih dalam untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi besarnya pendapatan disposibel. Ternyata, pendapatan disposibel


(18)

berkaitan erat dengan usia seseorang selama siklus hidupnya. Model siklus hidup ini membagi perjalanan hidup manusia menjadi tiga periode yaitu: periode belum produktif, periode produktif dan periode tidak produktif lagi.

Periode belum produktif berlangsung dari sejak manusia lahir, bersekolah, hingga pertama kali bekerja, biasanya berkisar usia nol hingga dua puluh tahun. Pada periode ini umumnya manusia belum menghasilkan pendapatan. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, mereka harus dibantu oleh anggota keluarga lain yang telah berpenghasilan. Periode produktif umumnya berlangsung dari usia sekitar dua puluhan tahun hingga usia enam puluhan tahun. Selama periode ini, tingkat penghasilan meningkat. Awalnya meningkat cepat dan mencapai puncaknya pada usia sekitar lima puluhan tahun. Setelah itu tingkat pendapatan mulai menurun, sampai akhirnya tidak mempunyai penghasilan lagi. Periode tidak produktif lagi berlangsung setelah usia manusia melebihi enam puluh tahun. Ketuaan yang tidak memungkinkan mereka bekerja untuk mendapat penghasilan. Pola konsumsi manusia seperti huruf C, maka akan terjadi dissaving (mengurangi tabungan) ketika usia muda dan usia lanjut. Sedangkan pada usia produktif, terjadi peningkatan saving. Namun mereka berpendapat bahwa dalam jangka panjang rata-rata tabungan (expected saving) E(S) = 0.

Konsumsi seseorang dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu pendapatan saat ini, kekayaan yang terakumulasi (akibat tabungan masa lalu) dan harapan penghasilan di masa depan. Jika pendapatan pada masa yang akan datang semakin tinggi (usia muda ke usia produktif) maka orang itu akan meningkatkan konsumsinya, dan


(19)

Dissaving Dissaving

akan mengurangi konsumsinya pada saat penghasilannya mulai menurun (usia produktif ke usia lanjut).

Sumber: Modigliani-Brumberg-Ando, 1963 Gambar 2.2. Life cyle hypothesis

Hal sama terjadi pada orang yang memiliki kekayaan yang banyak (akumulasi tabungan, warisan, dan lain-lain), akan mengkonsumsi lebih banyak dibandingkan orang yang tidak memiliki kekayaan, sehingga terlihat pada saat usia lanjut konsumsi masih tetap tinggi, karena adanya akumulasi kekayaan yang dikumpulkan pada saat masih produktif (konsumsi > saving).

2.1.4. Faktor Yang Memengaruhi Perilaku Tabungan Rumah Tangga

Beberapa penelitian yang manganalisis perilaku tabungan rumah tangga menggunakan teori yang menjelaskan hubungan antara tabungan dengan pendapatan, untuk kemudian dikembangkan dengan memasukkan beberapa

Saving C,Yd 

Yd 


(20)

variabel independen lain antara lain: umur, pendidikan, dependency ratio dan sumber pendapatan utama rumah tangga .

Menurut life cyle hypothesis, umur memengaruhi tabungan rumah tangga. Apabila dalam perekonomian proporsi populasi dari umur yang masuk sebagai tenaga kerja tinggi, maka tingkat tabungan rumah tangga juga tinggi, karena orang yang bekerja akan menabung untuk masa pensiun. Jika rasio pensiunan lebih besar daripada jumlah yang bekerja, maka tingkat tabungan privat menjadi rendah. Sebab pensiunan pada umumnya tidak menabung tetapi justru melakukan dissaving.

Pada umumnya orang akan produktif pada usia 20-55 dan apabila digambarkan akan mengikuti kurva kuadratik. Mula-mula produktivitas rendah, kemudian naik dari waktu ke waktu sampai ke puncak dan akhirnya menurun seiring bertambahnya umur. Naik dan turunnya produktivitas tersebut sama dengan naik dan turunnya pendapatan. Jadi semakin produktif seseorang maka pendapatan semakin tinggi. Apabila pendapatan semakin tinggi dan tingkat konsumsi relatif tetap, maka akan meningkatkan jumlah tabungan.

Keterkaitan dengan pendidikan dapat dijelaskan melalui teori human capital. Salah satu model yang terdapat dalam teori human capital adalah model keuntungan pendidikan. Model ini memiliki asumsi bahwa seluruh penghasilan seseorang merupakan proksi dari produktivitas yang dimilikinya. Produktivitas ini dianggap sebagai fungsi dari keahlian dan ketrampilan yang diperoleh dari pendidikan. Todaro (1994) menyatakan bahwa dalam perkembangannya, teori


(21)

human capital menganggap tenaga kerja sebagai pemegang kapital yang tercermin dalam ketrampilan, pengetahuan dan kemampuan (produktivitas) kerjanya.

Teori human capital memberikan pengaruh terhadap perkembangan penelitian tentang tabungan rumah tangga. Teori human capital dihubungkan dengan pengaruh tingkat pendidikan kepala rumah tangga terhadap tabungan rumah tangga. Pendidikan kepala rumah tangga diukur dengan lama sekolah formal yang ditempuh dalam tahun.

Selain pendidikan, tabungan dipengaruhi oleh rasio beban ketergantungan (dependency ratio) dalam rumah tangga. Todaro (2000) menyatakan bahwa salah satu ciri umum dari negara berkembang adalah beban ketergantungan yang tinggi. Penduduk yang berusia lanjut yaitu diatas 64 tahun dan anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun secara ekonomis disebut sebagai beban ketergantungan. Mereka merupakan anggota masyarakat yang tidak produktif, sehingga menjadi beban tanggungan angkatan kerja produktif yang berumur antara 15 hingga 64 tahun.

Beban ketergantungan (dependency ratio) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

DR = PDUK/PUK dimana,

DR = dependency ratio, disebut juga sebagai tingkat beban yang harus ditanggung setiap penduduk produktif. Semakin besar nilainya adalah semakin buruk.

PDUK = Penduduk diluar usia kerja PUK = Penduduk usia kerja


(22)

2.2. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang menganalisis perilaku tabungan rumah tangga, menggunakan teori yang menjelaskan hubungan antara tabungan dengan pendapatan, untuk kemudian dikembangkan dengan memasukkan beberapa variabel independen lain yang memengaruhi tabungan rumah tangga. Alasan yang digunakan oleh para ahli untuk menambahkan variabel lain diantaranya dikemukakan oleh Kelley dan Williamson (1968) dan Leff (1968), Brata (1999), Sutarno (2005), Epriyani (2008) dan Touhami et al (2009).

Kelley dan Williamson (1968) melakukan penelitian di DI Yogyakarta, dengan menggunakan data umur kepala rumah tangga, pendapatan rumah tangga dengan pendapatan per jumlah anggota keluarga (Y/N) dan sumber pendapatan utama rumah tangga (petani dan non petani) dimana Y adalah jumlah pendapatan rumah tangga dan N adalah ukuran keluarga. Metode yang digunakan model simple linear saving function. Tujuan penelitian untuk menganalisis nilai MPS pada tiap umur kepala rumah tangga dengan klasifikasi kelompok umur. Penelitian ini menguji perilaku tabungan pada kelompok umur dengan regresi pendapatan per kapita terhadap pendapatan keluarga per kapita. Pada rumah tangga yang tumbuh lebih tua, pendapatan tenaga kerja turun secara proporsional dengan kekayaan non-manusia, sebab kekayaan digunakan untuk konsumsi pada umur pensiun. Data untuk kekayaan non-manusia tidak tersedia untuk tes ini. Oleh karena itu, model akan memprediksi bahwa MPS pendapatan meningkat pada rumah tangga yang lebih tua. MPS meningkat dari 0,05 untuk kelompok umur 20-29, menjadi 0,06 untuk kelompok umur 60-69 di semua rumah tangga.


(23)

Untuk rumah tangga di pedesaan MPS meningkat dari 0,13 menjadi 0,76. Hasil penelitiannya juga menunjukkan perbedaan jenis pekerjaan kepala rumah tangga berdasarkan sumber pendapatan utama petani dan non petani berpengaruh terhadap tabungan per jumlah anggota rumah tangga.

Leff (1968) melakukan penelitian di Brazil, bertujuan menganalisis dan mengidentifikasi tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tabungan. Metode yang digunakan Multiple Regression. Leff meregresikan rasio tabungan kotor (LnS/Y) dan tabungan per kapita (LnS/Pop), dengan variabel bebas: pendapatan per kapita (LnY/Pop), kenaikan pendapatan per kapita (g), persentase populasi umur kurang atau sama dengan 14 tahun (LnD1), persentase populasi umur lebih atau sama dengan 65 tahun (LnD2), dan total dependency ratio D1+D2 (LnD3). Hasil analisis menunjukkan bahwa pendapatan per kapita berpengaruh positif terhadap tabungan per kapita. Sedangkan, D1 mempunyai nilai negatif tiga kali lebih besar untuk negara kurang berkembang daripada negara maju. Proporsi dari populasi dengan umur kurang dari 14 tahun lebih besar negara kurang berkembang daripada negara maju.

Brata (1999) menganalisis tentang perilaku tabungan rumah tangga pedesaan pada industri kecil di Bantul pada tahun 1996, dengan jumlah responden sebesar 96. Tujuan penelitian untuk mengetahui bentuk akumulasi tabungan rumah tangga dan faktor-faktor yang memengaruhi tingkat tabungan rumah tangga. Akumulasi tabungan dibedakan dalam bentuk aset riil dan aset finansial, sedangkan estimasi faktor-faktor yang berpengaruh dilakukan dengan pendekatan life cycle hypothesis. Variabel yang digunakan tabungan rumah tangga


(24)

(pendapatan dikurangi pengeluaran konsumsi), pendapatan rumah tangga, umur, pendidikan, jenis kelamin responden (wanita=0, laki-laki=1), jenis industri (agriculture-based industries=0; non agriculture-based industries=1), role of industry in household income (main income source= 1, non main income source =0). Metode yang digunakan Multiple Regression. Hasil analisis menunjukkan bahwa tabungan rumah tangga dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh pendapatan rumah tangga, pendidikan, jenis kelamin, dan tipe industri.

Sutarno (2005) meneliti tentang perilaku menabung rumah tangga pedesaan di Kecamatan Delanggu Kabupaten Klaten, dengan jumlah responden sebesar 93. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku menabung rumah tangga di pedesaan dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Metode penelitian dengan Regresi Berganda (Ordinary Least Square). Variabel yang digunakan adalah pendapatan per jumlah anggota rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, rasio beben ketergantungan, bagian konsumsi dari total pendapatan, dummy jenis pekerjaan kepala rumah tangga berdasarkan pendapatan utama petani dan non petani (petani=1, nonpetani=0). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan menabung rumah tangga sebesar 27 persen dan 41 persen dari total rumah tangga 98 di Kecamatan Delanggu tidak menyimpan sisa pendapatan di lembaga keuangan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tabungan/jumlah anggota rumah tangga adalah pendapatan/jumlah anggota rumah tangga (+); bagian konsumsi dari total pendapatan rumah tangga (-) dan jenis pekerjaan (-).

Epriyani (2008) melakukan penelitian di 16 kecamatan di Kota Semarang dengan sampel rumah tangga petani dan nelayan. Tujuan penelitian untuk


(25)

memilih dan menentukan model tabungan rumah tangga yang baik dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap model tabungan rumah tangga dengan pendekatan life cycle hypothesis dan permanent income hypothesis dan sintesis life cycle hypothesis-permanent income hypothesis. Metode yang digunakan adalah model log-linier. Hasilnya menunjukkan bahwa tabungan rumah tangga dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh variabel pendapatan permanen, pendapatan sementara, pendidikan kepala rumah tangga dan jenis pekerjaan serta dipengaruhi secara negatif dan signifikan oleh umur kepala rumah tangga, dependency ratio dan ekspektasi rasional terhadap inflasi.

Touhami et al (2009) meneliti tentang perilaku menabung rumah tangga rural dan urban di Morocco. Penelitian dilakukan di daerah Essouira (urban) dan Bouaboud (rural) dengan jumlah sampel masing-masing 300 rumah tangga. Variabel yang digunakan pendapatan disposibel kepala rumah tangga (pendapatan tahunan dalam satuan dirham), jenis kelamin kepala rumah tangga (1= kepala rumah tangga laki-laki, 0 = kepala rumah tangga perempuan), interaksi gender income, umur (dan umur2) kepala rumah tangga, jumlah art rumah tangga, jumlah art yang tidak bekerja, jumlah art yang bekerja, kepemilikan land and livestock di daerah rural. Metode penelitian yang digunakan Multiple Regression. Hasil penelitian menunjukkan variabel pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga yang tidak bekerja, jenis kelamin kepala rumah tangga, hanya signifikan di daerah urban. Sedangkan di daerah rural hanya variabel pendapatan berdampak pada tabungan. Hipotesis life cycle, hasilnya tidak signifikan di daerah urban dan rural.


(26)

2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian

Program pembangunan ekonomi Indonesia triple track strategy: pro-growth (pro pertumbuhan), pro-job (pro penciptaan lapangan kerja), dan pro-poor (pro kemiskinan) memerlukan sumber dana. Kebijakan pembiayaan diarahkan pada penggunaan sumber-sumber pembiayaan yang memiliki beban dan resiko yang rendah. Tabungan nasional merupakan salah satu sumber pembiayaan domestik relatif aman dibandingkan sumber pembiayaan luar negeri.

Selama periode tahun 2004-2009 tabungan bruto mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 26,62 persen per tahun. Pertumbuhan tabungan rumah tangga mengalami penurunan dari 40,52 persen tahun 2008 menjadi 17,60 persen tahun 2009. Kontribusi tabungan rumah tangga terhadap tabungan bruto juga mengalami penurunan dari 24,51 persen (2007) menjadi 22,48 persen (2008) dan 22,96 persen (2009).

Berdasarkan data Bank Indonesia tahun 2010, Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi yang mempunyai simpanan masyarakat terbesar di bank umum dan BPR diantara 33 provinsi di Indonesia. Walaupun demikian, SKTIR 2010 Provinsi DKI Jakarta menunjukkan bahwa proporsi tabungan terhadap pendapatan rumah tangga hanya sebesar 13,43 persen. Oleh karena itu, perlu dianalisis seberapa besar pengaruh variabel-variabel berikut ini terhadap tabungan rumah tangga di DKI Jakarta tahun 2010.

Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu, faktor-faktor yang memengaruhi tabungan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta adalah pendapatan


(27)

rumah tangga, umur, pendidikan, dependency ratio, sumber pendapatan utama rumah tangga. Maka kerangka pemikiran penelitian terlihat dalam Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Kerangka pemikiran Faktor-faktor yang memengaruhi tabungan rumah tangga:

• Pendapatan rumah tangga

• Umur kepala rumah tangga

• Pendidikan kepala rumah tangga

Dependency ratio dalam rumah

tangga

• Sumber pendapatan utama rumah tangga

Strategi peningkatan tabungan rumah tangga

Program pembangunan triple track strategy: pro-growth, pro-job, dan pro-poor memerlukan dana yang besar 

Tabungan nasional merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan

Simpanan masyarakat (perusahaan dan rumah tangga) DKI Jakarta di bank unun dan BPR cukup besar.

Tabungan rumah tangga adalah bagian dari tabungan masyarakat. SKTIR 2010 menunjukkan proporsi tabungan terhadap pendapatan rumah tangga DKI Jakarta sebesar 13,43 persen. 

Pertumbuhan tabungan rumah tangga dan kontribusinya terhadap total tabungan bruto tahun 2008-2009 mengalami penurunan


(28)

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang ingin dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan rumah tangga berpengaruh positif terhadap tabungan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010

2. Umur kepala rumah tangga berpengaruh positif terhadap tabungan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010

3. Pendidikan kepala rumah tangga berpengaruh positif terhadap tabungan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010

4. Dependency Ratio dalam rumah tangga berpengaruh negatif terhadap tabungan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010

5. Sumber pendapatan utama rumah tangga bersumber dari upah/gaji atau nonupah/nongaji berpengaruh terhadap tabungan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010


(29)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa data primer (cross section) Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumah Tangga (SKTIR) Tahun 2010 yang dilaksanakan di 16 provinsi. Pengumpulan data SKTIR 2010 dilakukan melalui wawancara langsung antara petugas pencacah dengan responden. Kegiatan pengumpulan data dilakukan Maret-April 2010. Kegiatan SKTIR dirancang untuk memperoleh data tentang bagaimana rumah tangga menciptakan tabungan, berapa besarnya, serta bagaimana tabungan tersebut dikelola.

Data primer yang dikumpulkan antara lain keterangan anggota rumah tangga, pendapatan yang diperoleh anggota rumah tangga yang bekerja sebagai pengusaha dan buruh/karyawan, pengeluaran makanan dan non makanan, pendidikan dan umur anggota rumah tangga. Data sekunder meliputi data penunjang yang diperoleh dari buku, laporan SKTIR 2010, jurnal, publikasi Neraca Arus Dana dan lain-lain.

Sampel adalah bagian populasi (rumah tangga) di Provinsi DKI Jakarta. Jumlah responden sebanyak 600 rumah tangga yang tersebar di 5 kota yaitu dengan rincian sampel sebagai berikut: 131 responden berdomisili di Jakarta Selatan, 140 responden di Jakarta Timur, 90 responden di Jakata Pusat, 129 responden di Jakarta Barat dan 110 responden di Jakarta Utara.


(30)

Tabel 3.1. Sebaran sampel SKTIR di DKI Jakarta, 2010

Kota Banyaknya Sampel (n) Populasi (N)

1. Jakarta Selatan 131 506.961

2. Jakarta Timur 140 627.111

3. Jakarta Pusat 90 235.862

4. Jakarta Barat 129 537.936

5. Jakarta Utara 110 399.101

Total 600 2.311.535

Sumber: data primer diolah

Kerangka sampel untuk pemilihan rumah tangga terpilih SKTIR 2010 adalah daftar rumah tangga hasil listing Susenas 2009 pada setiap blok sensus terpilih. Rancangan sampel yang digunakan adalah rancangan sampel dua tahap. Tahap pertama dilakukan di BPS Pusat dan tahap kedua dilakukan di BPS Provinsi. Tahap pertama, dari kerangka sampel blok sampel dipilih sejumlah blok sensus secara sistematik sampling. Sampel terpilih merupakan blok sensus yang mudah aksesnya dan konsentrasi rumah tangganya tinggi. Tahap kedua, dari kerangka sampel rumah tangga dipilih 10 rumah tangga secara sistematik sampling. Tahapan pemilihan sampel rumah tangga di daerah sebagai berikut:

1. Pemberian tanda cek (√) untuk setiap setiap baris nama kepala rumah tangga 2. Hitung interval penarikan sampel (I) untuk pemilihan rumah tangga, yaitu:

I = Banyaknya rumah tangga hasil listing / 10

Interval penarikan sampel dihitung sampai dua angka di belakang koma. 3. Dengan menggunakan Tabel Angka Random, tentukan angka random

pertama (R1). Angka random pertama harus lebih kecil atau sama dengan interval sampel (I)

4. Gunakan interval sampel untuk menentukan angka random pemilihan sampel rumah tangga berikutnya, yaitu R2, R3, …, R16 dengan rumus:


(31)

R2 = R1 + I ; R3 = R1 + 2I ; ...R10 = R1 + 9I

5. Apabila rumah tangga terpilih benar-benar tidak dapat ditemui saat pencacahan, maka penggantian rumah tangga sampel dapat dilakukan dengan rumah tangga dari kelompok pengeluaran yang sama dan terdekat serta belum terpilih untuk kelompok pengeluaran yang lain.

Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Rumah tangga yaitu seorang/sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik dan biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur atau pengurusan kebutuhan bersama sehari-hari di bawah satu pengelolaan (BPS, 2005).

2. Tabungan rumah tangga dalam penelitian ini merupakan selisih antara pendapatan rumah tangga dan pengeluaran rumah tangga, dalam bentuk uang (rupiah) dinyatakan dalam rupiah per tahun.

3. Pendapatan rumah tangga mencakup seluruh pendapatan semua anggota rumah tangga responden, baik pendapatan yang berasal dari bekerja/berusaha, maupun pendapatan lain diluar bekerja/berusaha.

4. Umur kepala rumah tangga adalah jumlah tahun yang telah dijalani responden, dihitung sejak kelahiran sampai saat penelitian dilaksanakan, diukur dalam satuan tahun

5. Kepala rumah tangga/keluarga adalah orang yang bertanggung jawab terhadap rumah tangga.


(32)

6. Pendidikan kepala rumah tangga merupakan jenjang pendidikan yang pernah dicapai oleh responden secara formal, diukur dalam satuan tahun.

7. Dependency ratio merupakan rasio ketergantungan yang menunjukkan seberapa besar beban yang ditanggung oleh anggota rumah tangga yang bekerja, diproksi dengan jumlah anggota rumah tangga yang tidak bekerja dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga yang bekerja. Secara matematis cara perhitungannya menggunakan rumus:

DR = PDUK/PUK

PDUK adalah jumlah anggota rumah tangga yang tidak bekerja dan PUK adalah jumlah anggota rumah tangga yang bekerja.

8. Dummy berdasarkan sumber pendapatan utama rumah tangga bersumber upah/gaji dan nongaji, pada rumah tangga ke-i (dinotasikan dengan: Di) diukur dengan nilai 1 jika rumah tangga penerima upah/gaji dan 0 jika bukan rumah tangga nonupah/nongaji.

3.2. Alat Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear klasik dengan metode OLS (Ordinary Least Square) dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 16.0. Metode analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variable-variabel independen terhadap tabungan rumah tangga.

Dalam Gujarati (2003) bahwa analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan satu variabel, variabel tak bebas, pada satu atau lebih variabel lain, variabel yang menjelaskan (explanatory variables), dengan maksud menaksir


(33)

dan atau meramalkan nilai rata-rata hitung (mean) atau rata-rata (populasi) variabel tak bebas, dipandang dari segi nilai yang diketahui atau tetap (dalam pengambilan sampel berulang) variabel yang menjelaskan atau variabel bebasnya.

3.2.1. Model Penelitian

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang terbaik dari beberapa model tabungan rumah tangga yang dicoba. Fungsi tabungan rumah tangga dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Si = bo + b1Yi + b2AGEi + b3EDi + + b4DRi + b5Di + ui dimana:

S = tabungan b0 = konstanta

b1 – b5 = koefisien regresi

Yi = pendapatan rumah tangga per tahun (ribu rupiah) AGEi = umur kepala rumah tangga (tahun)

EDi = tingkat pendidikan kepala rumah tangga (tahun) DRi = dependency ratio (persen)

Dummyi = dummy sumber pendapatan utama rumah tangga, 1 = rumah tangga penerima upah/gaji, 0 = jika rumah tangga nonupah/nongaji

ui = disturbance term

Bentuk dari model regresi linear berganda yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda dengan variabel independen yang kuantitatif yang sudah di Ln-kan, yaitu sebagai berikut :


(34)

LnSi = bo + b1LnYi + b2LnAGEi + b3LnEDi + + b4DRi + b5Dummyi + ui

dimana:

LnS = tabungan b0 = konstanta

b1 – b5 = koefisien regresi

LnYi = pendapatan rumah tangga per tahun (persen) LnAGEi = umur kepala rumah tangga (persen)

LnEDi = tingkat pendidikan kepala rumah tangga (persen) DRi = dependency ratio (persen)

Dummyi = dummy sumber pendapatan utama rumah tangga, 1 = rumah tangga penerima upah/gaji, 0 = jika rumah tangga nonupah/nongaji

ui = disturbance term

3.2.2. Pengujian Penduga Parameter

Pengujian parameter penduga dilakukan untuk mendapatkan nilai parameter penduga yang dapat mewakili populasi sehingga mengurangi kesalahan dalam pembuatan keputusan.

1. Koefisien Determinasi (R2)

Untuk mengetahui sejauh mana kebaikan suai suatu garis regresi dalam mencocokkan sekumpulan data, diperlukan suatu ukuran yang dinamakan koefisien determinasi. Dalam Gujarati (2003) menyatakan bahwa koefisien determinasi merupakan ukuran seberapa baik garis regresi mencocokkan data (a measure of the goodness of fit). Secara verbal, R2 mengukur proporsi atau


(35)

persentase total variasi dalam variabel tak bebas yang dijelaskan oleh peubah-peubah bebas secara bersama-sama dalam model regresi.

2 2 2 2 2 ˆ ˆ

1 i i

i i

y x

SSR SSE

R

SST SST y y

β

= = − =

=

dengan : SSE = jumlah kuadrat error SSR = jumlah kuadrat regresi SST = jumlah kuadrat total

R2 merupakan besaran non negatif dengan batas 0≤ R2≤1. Apabila R2 mempunyai nilai 1 berarti suatu model cocok sempurna, sedangkan R2 yang bernilai 0 berarti model regresi yang ada tidak menjelaskan sedikitpun variasi dalam variabel tak bebas.

Dalam membandingkan dua model regresi atau lebih dengan menggunakan R2 harus diperhitungkan banyaknya variabel bebas yang ada dalam model. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mempertimbangkan koefisien determinasi alternatif yaitu koefisien determinasi yang disesuaikan (R2adjusted). Koefisien determinasi yang disesuaikan berarti disesuaikan dengan derajat bebasnya. 2 2 2 / ( ) 1

/ ( 1) i

adjusted

i

e n k

R y n − = − −

2. Uji Signifikansi Secara Keseluruhan (Overall Test/ F-tests)

Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap variabel tidak bebas adalah dengan menggunakan uji statistik F, dengan hipotesis sebagai berikut:


(36)

Ho : β1=β2=β3=…=βk=0, artinya tidak ada variabel bebas yang berpengaruh

signifikan terhadap variabel tidak bebas.

H1 : βj ≠ 0 (j=1,2,…,k), artinya minimal ada satu variabel ke-j yang

berpengaruh signifikan terhadap variabel tak bebas. Statistik uji:

2 2

ˆ / ( 1) / ( 1)

/ ( ) / ( ) i obs i y k SSR k F

SSE n k e n k

− − = = −

obs MSR F MSE =

dengan : SSR = jumlah kuadrat regresi SSE = jumlah kuadrat error MSR = rata-rata kuadarat regresi MSE = rata-rata kuadrat error k = jumlah parameter n = jumlah sampel

Keputusan: Jika Fobs >Ftabel( ;αk1,n k)maka Ho ditolak dan artinya secara

bersama-sama variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas.

3. Uji Signifikansi Secara Parsial (Partial Test/ T-tests)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap variabel tidak bebas, dengan hipotesisnya sebagai berikut:

Ho : βj = 0, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas ke-k


(37)

H1 : βj ≠ 0, artinya ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas ke-k

terhadap variabel tak bebas. Statistik uji:

ˆ ˆ ( )

j obs

j t

se β

β

=

Keputusan:

Tolak Ho jika tobsttabel( / 2;α n k ) , artinya ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas ke-k terhadap variabel tak bebas.

 

3.2.3. Pengujian Asumsi Model (Uji Klasik)

Untuk mendapatkan estimator yang tidak bias, linier, dan mempunyai varian yang minimum (Best Linier Unbiased Estimators = BLUE), kita dapat menggunakan metode OLS. Adapun beberapa asumsi yang harus dipenuhi sebelum menggunakan metode OLS adalah sebagai berikut:

1. E(εt) = 0, untuk tiap tiap t = 1, 2, …, n

artinya rata-rata error term sama dengan nol. 2. cov(εt ,εj) = 0, untuk tiap t ≠ j

artinya tidak ada korelasi antara error term dengan yang lainnya atau disebut tidak ada autokorelasi.

3. εt ~ N(0, σε2)

artinya untuk setiap error term mengikuti distribusi normal dengan rata-rata 0 dan varian 2

ε σ . 4. Var (εt ) = σε2


(38)

artinya setiap error term mempunyai varian sama atau mempunyai penyebaran yang sama (homoskedastis)

1. Pemeriksaan Kenormalan

Pemeriksaan kenormalan bertujuan untuk melihat distribusi dari error term. Untuk mendeteksi normalitas, dapat dilakukan dengan melihat penyebaran error term pada sumbu diagonal grafik. Jika error term menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Dalam hal ini dapat digunakan plot persentil-persentil (P-P plot).

2. Pemeriksaan Heteroskedastisitas

Varian dari error term adalah konstan. Pelanggaran terhadap asumsi homoskedastisitas disebut dengan heteroskedastis. Asumsi ini diuji dengan membuat sketergram antara residual kuadrat dengan nilai prediksi variabel dependen. Jika sebaran data tidak membentuk suatu pola, maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas (Gujarati, 2003).

3. Pemeriksaan Autokorelasi

Dalam analisis deret waktu, observasi sebelumnya dapat berkorelasi dengan observasi sesudahnya. Hal ini terutama terjadi pada data bulanan, triwulanan, kwartalan, tahunan dan sebagainya. Pendeteksian autokorelasi dapat dilakukan dengan statistik d Durbin-Watson sebagai berikut:

- Hipotesis

Ho: Tidak ada autokorelasi H1: Ada autokorelasi


(39)

- Statistik uji:

(

)

2

1 1

2 1

n

t t t

n t t

e e

d

e

− =

=

=

- Syarat keputusan

(1) d < dL : menolak Ho, berarti ada autokorelasi positif. (2) d > 4-dL : menolak Ho, berarti ada autokorelasi negatif. (3) dU < d < 4-dU : menerima Ho.

(4) dL < d < dU : pengujian tidak meyakinkan (5) 4-dL < d < 4-dU: pengujian tidak meyakinkan

dengan dL dan dU masing-masing merupakan batas bawah dan batas atas pada tabel Durbin-Watson.

4. Multikolinieritas

Asumsi yang harus dipenuhi lainnya adalah tidak adanya kolinieritas atau korelasi antara variabel independennya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas, dengan melihat nilai tolerance > 0,1 (10%) dan nilai VIF < 10, maka data tidak mengalami multikolinieritas.


(40)

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Kekayaan/ Wealth Rumah Tangga

Kekayaan/ wealth rumah tangga dapat berupa tabungan dalam bentuk uang dan aset fisik. Tabungan rumah tangga bukan hanya sebagai sisa atau selisih antara pendapatan dan pengeluaran rumah tangga serta dalam bentuk uang, tetapi bisa dalam bentuk aset fisik, misalnya bangunan tempat tinggal, lahan, alat produksi, atau perhiasan.

Tabel 4.1. Kekayaan/ wealth rumah tangga di DKI Jakarta, 2010

Jenis Kekayaan Nilai (ribu rupiah) Persentase

Tabungan 4.587.740 86,51

Bangunan tempat tinggal 332.215 6,26

Bangunan fasilitas tempat tinggal 121.800 2,30 Lahan bangunan tempat tinggal 17.000 0,32

Emas batangan 45.275 0,85

Alat produksi 199.110 3,75

Jumlah 5.303.140 100,00

Sumber: data primer diolah

Tabungan dalam bentuk uang selama setahun sebesar 4,6 miliar atau 86,51 persen dari total kekayaan rumah tangga. Penambahan aset fisik selama setahun sebesar 715 juta atau sekitar 13,49 persen dari total kekayaan rumah tangga. Bangunan tempat tinggal sebesar 332 juta rupiah (6,26 persen), alat produksi sebesar 199 juta (3,75 persen), bangunan fasilitas tempat tinggal sebesar 122 juta (2,30 persen), emas batangan sebesar 45 juta (0,85 persen) dan lahan bangunan sebesar 17 juta (0,32 persen). Penambahan alat produksi terdiri dari penambahan alat angkutan/kendaraan bermotor, bangunan bukan tempat tinggal, lahan untuk usaha, komputer/TI dan lainnya.


(41)

4.2. Perilaku Tabungan Rumah Tangga

Data 600 responden di DKI Jakarta, 64,17 persen menabung di keuangan seperti bank, kantor pos, koperasi, bapertarum dan lembaga keuangan lainnya. Rumah tangga umumnya menyimpan uangnya di bank, 264 memiliki rekening di bank, 11 di kantor pos dan koperasi, 2 di bapertarum dan 150 di lembaga keuangan lainnya. Rumah tangga di DKI Jakarta sudah menyadari budaya menabung di lembaga keuangan. Situasi ini juga didukung oleh kemajuan perbankan dalam melayani masyarakat.

Sumber: data primer diolah

Gambar 4.1. Banyaknya rumah tangga yang menabung di lembaga keuangan Provinsi DKI Jakarta, 2010

Jumlah tabungan di lembaga keuangan sebesar 3,56 miliar. Besarnya tabungan rumah tangga di bank sebesar 3,2 miliar, 58,41 persen ditabung oleh rumah tangga yang tingkat pendapatan per tahun 100-500 juta per tahun dan 30,05 persen oleh rumah tangga yang tingkat pendapatan per tahun 50-100 juta. Besarnya tabungan rumah tangga di koperasi sebesar 29,4 juta, 57,57 persen ditabung oleh rumah tangga yang tingkat pendapatan per tahun 20-50 juta per tahun dan 34,03 persen oleh rumah tangga yang tingkat pendapatan per tahun


(42)

50-100 juta. Sedangkan besarnya tabungan di lembaga keuangan lainnya sebesar 346 juta, 36,82 persen ditabung oleh rumah tangga yang tingkat pendapatan per tahun 100-500 juta per tahun dan 32,48 persen oleh rumah tangga yang tingkat pendapatan per tahun 20-50 juta.

Tabel 4.2. Nilai rata-rata tabungan rumah tangga di lembaga keuangan menurut pendapatan di DKI Jakarta, 2010 (ribu rupiah)

Pendapatan (juta/tahun) Bank Koperasi Bapertarum Lainnya <20

n = 104

261,54 (0,85) 0,67 (0,24) 0 (0,00) 323,13 (9,71) 20-50

n = 269

1.264,70 (10,69) 62,90 (57,57) 0 (0,00) 417,78 (32,48) 50-100 n=153 6.013,21 (30,05) 62,89 (34,03) 11,32 (90,91) 535,86 (20,98) 100-500 n =74 25.116,69 (58,41) 32,43 (8,17) 2,43 (9,09) 1721,62 (36,82) Rata-rata n=600 5.303,57 (100,00) 48,98 (100,00) 3,3 (100,00) 576,61 (100,00) Standar Deviasi 15.036,96 439,76 73,84 1.883,72 Sumber: data primer diolah

Ket: ( ) untuk proporsi tabungan rumah tangga

Tabungan yang tersimpan di bank umumnya bersumber dari perdagangan besar dan eceran sebesar 19,84 persen dan 14,63 persen dari industri pengolahan. Tabungan yang tersimpan di koperasi umumnya bersumber dari mereka yang bekerja di sektor administrasi pemerintahan sebesar 28,58 persen dan industri pengolahan sebesar 16,06 persen. Tabungan yang tersimpan di lembaga keuangan selain bank, koperasi dan bapertarum juga bersumber dari mereka yang bekerja di sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 26,39 persen dan industri pengolahan sebesar 15,85 persen. Tenaga kerja yang bekerja di sektor jasa pendidikan, kesehatan, kebudayaan, hiburan dan perorangan lainnya 12,90 persen di bank, 8,17 persen di koperasi dan 13,99 persen di lembaga keuangan lainnya.


(43)

Tabel 4.3. Nilai rata-rata tabungan rumah tangga di lembaga keuangan menurut lapangan usaha di DKI Jakarta, 2010 (ribu rupiah)

Lapangan Usaha Bank Koperasi Bapertarum Lainnya 1 Pertanian, kehutanan dan

perikanan 7.000 (1,15) 0 (0,00) 0 (0,00) 200 (0,29) 2 Pertambangan dan penggalian 32.500

(2,13) 0 (0,00) 0 (0,00) 0 (0,00) 3 Industri pengolahan 4.753,03

(14,63) 74,47 (23,82) 0 (0,00) 577,98 (15,85) 4 Pengadaan air, pengelolaan

sampah 1.077,78 (0,32) 5,56 (0,17) 0 (0,00) 533,33 (1,40)

5 Konstruksi 2.954,17

(2,90) 0,67 (0,07) 0 (0,00) 236,17 (2,07) 6 Perdagangan besar dan eceran 4.557,74

(19,84) 35,49 (16,06) 0 (0,00) 680,30 (26,39) 7 Transportasi dan pergudangan 6.439,29

(8,85) 42,86 (6,12) 0 (0,00) 425,00 (5,21) 8 Penyediaan akomodasi dan

penyediaan makan minum

3.761,11 (3,32) 0 (0,00) 0 (0,00) 653,52 (5,15) 9 Informasi dan komunikasi 8.070,00

(2,64) 0 (0,00) 0 (0,00) 2.160,00 (6,30) 10 Jasa keuangan dan asuransi 9.847,22

(5,80) 0 (0,00) 0 (0,00) 277,78 (1,46)

11 Real estat 22.785,71

(5,22) 0 (0,00) 0 (0,00) 1.571,43 (3,21) 12 Jasa profesional, ilmiah dan

teknis 17.930 (5,87) 0 (0,00) 0 (0,00) 2.780,00 (8,11) 13 Jasa persewaan 8.178,38

(9,91) 135,14 (17,01) 0 (0,00) 968,11 (10,45) 14 Administrasi pemerintahan 23.000,00

(4,52) 1.400,00 (28,58) 0 (0,00) 83,33 (0,15) 15 Jasa pendidikan 7.713,46

(6,57) 92,31 (8,17) 76,15 (100,00) 220,88 (1,67) 16 Jasa kesehatan dan kegiatan

sosial 3.579,41 (1,99) 0 (0,00) 0 (0,00) 589,71 (2,92) 17 Kebudayaan, hiburan dan

rekreasi 4.666,67 (0,46) 0 (0,00) 0 (0,00) 100,00 (0,09) 18 Kegiatan jasa lainnya 1.430,25

(3,79) 0 (0,00) 0 (0,00) 356,67 (8,43) 19 Jasa perorangan yang

melayani rumah tangga

223,08 (0,09) 0 (0,00) 0 (0,00) 230,77 (0,87) Sumber: data primer diolah


(44)

4.3. Karakteristik Rumah Tangga

Karakteristik rumah tangga meliputi pendapatan rumah tangga, umur kepala rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, umur kepala rumah tangga, dependency ratio dan sumber utama pendapatan rumah tangga. Analisis deskripsi tentang karakteristik rumah tangga adalah sebagai berikut:

4.3.1. Pendapatan Rumah Tangga

Tingkat kesejahteraan rumah tangga antara lain tercermin dari pendapatan rumah tangga. Oleh karena itu, penghasilan yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga atas aktivitas ekonominya selama setahun diperhitungkan sebagai pendapatan rumah tangga. Sumber pendapatan rumah tangga dapat berasal dari upah dan gaji, kegiatan usaha rumah tangga, kepemilikan faktor produksi, maupun pendapatan lainnya dalam bentuk transfer dan imputasi pendapatan.

Proporsi tabungan terhadap penerimaan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010 sebesar 13,43 persen. Pengeluaran untuk konsumsi mencapai 77,74 persen dari penerimaan rumah tangga. Sedangkan sisanya 8,83 persen digunakan sebagai transfer keluar seperti mengirim uang, membayar premi asuransi kesehatan dan transfer lainnya.

Rata-rata pendapatan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta dalam setahun berkisar sekitar 56,89 juta rupiah per tahun atau 4,74 juta rupiah per bulan. Jika rata-rata jumlah anggota rumah tangga sebesar 4,02, maka rata-rata pendapatan per kapita Provinsi DKI Jakarta dalam sebulan sekitar 1,18 juta rupiah.

Berdasarkan sumber pendapatan utamanya, rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta terdiri atas rumah tangga penerima upah/gaji dan nonupah/nongaji. Rumah


(45)

tangga yang sumber pendapatan utamanya berasal dari upah/gaji sebanyak 72,5 persen, sedangkan 27,5 persen berasal dari surplus usaha dan pendapatan kepemilikan. Hal ini terjadi karena sebagian besar rumah tangga di daerah perkotaan adalah rumah tangga buruh/karyawan yang umumnya bergerak di sektor jasa dan industri. Sedangkan rumah tangga usaha didominasi oleh usaha rumah tangga (sektor informal).

Rata-rata pendapatan rumah tangga buruh/karyawan per tahun sebesar 54,84 juta rupiah dan rumah tangga usaha sebesar 62,32 juta rupiah. Sedangkan rata-rata tabungan rumah tangga buruh/karyawan per tahun sebesar 7,02 juta rupiah dan tabungan rumah tangga usaha sebesar 9,29 juta rupiah. Tabungan rumah tangga usaha lebih besar dibanding rumah tangga buruh/karyawan. Hal ini sejalan dengan besarnya pendapatan rumah tangga usaha lebih besar dibanding rumah tangga buruh/karyawan. Dengan kata lain, besarnya pendapatan menentukan tabungan rumah tangga.

Sebagian besar anggota rumah tangga bekerja pada kegiatan jasa pemerintah dan swasta (24,17 persen) dan industri pengolahan (14,83 persen). Rata-rata pendapatan dan tabungan tertinggi adalah rumah tangga yang bekerja di sektor real estat sebesar 164,40 juta rupiah dan 19,93 juta rupiah per tahun kemudian diikuti oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar 133,96 juta rupiah dan 17,02 juta rupiah per tahun. Sedangkan rata-rata pendapatan dan tabungan paling rendah adalah rumah tangga yang bekerja di sektor jasa perorangan yang melayani rumah tangga sebesar 21,5 juta rupiah dan 1,57 juta rupiah per tahun.


(46)

Tabel 4.4. Proporsi tabungan terhadap pendapatan rumah tangga menurut lapangan usaha di DKI Jakarta, 2010 (persen)

Lapangan Usaha Rata-rata Pendapatan (ribu rupiah) Rata-rata Tabungan (ribu rupiah) % Tabungan/ Pendapatan 1 Pertanian, kehutanan dan

perikanan

43.013,00 4.937,40 11,48 2 Pertambangan dan penggalian 133.955,00 17.022,50 12,71 3 Industri pengolahan 50.289,61 7.136,30 14,19 4 Pengadaan air, pengelolaan

sampah

25.203,44 3.739,56 14,84

5 Konstruksi 40.177,40 4.845,17 12,06

6 Perdagangan besar dan eceran 56.952,46 7.644,84 13,42 7 Transportasi dan pergudangan 55.025,19 7.162,71 13,02 8 Penyediaan akomodasi dan

penyediaan makan minum

61.004,15 10.304,04 16,89 9 Informasi dan komunikasi 94.781,80 15.895,10 16,77 10 Jasa keuangan dan asuransi 91.512,94 14.358,61 15,69

11 Real estat 164.395,90 19.931,43 12,12

12 Jasa profesional, ilmiah dan teknis

118.930,80 18.595,40 15,64

13 Jasa persewaan 65.821,30 7.863,32 11,95

14 Administrasi pemerintahan 89.503,33 12.680,00 14,17

15 Jasa pendidikan 74.376,35 8.729,27 11,74

16 Jasa kesehatan dan kegiatan sosial

73.316,71 9.719,06 13,26 17 Kebudayaan, hiburan dan

rekreasi

60.644,33 6.718,67 11,08 18 Kegiatan jasa lainnya 34.611,88 4.134,57 11,95 19 Jasa perorangan yang

melayani rumah tangga

21.500,00 1.574,62 7,32


(47)

Rumah tangga yang bekerja di sektor penyediaan akomodasi dan makan minum dan sektor informasi dan komunikasi memiliki proporsi tabungan terhadap pendapatan sebesar 16 persen. Sedangkan, rumah tangga yang bekerja di sektor jasa perorangan yang melayani rumah tangga memiliki proporsi tabungan terhadap pendapatan sebesar 7,32 persen.

4.3.2. Umur Kepala Rumah Tangga

Menurut hipotesis life cycle umur juga memengaruhi besarnya tabungan rumah tangga. Pada usia produktif umumnya pendapatan seseorang meningkat dan selanjutnya tabungannya akan meningkat pula.

Sumber: data primer diolah

Gambar 4.2. Hubungan umur kepala rumah tangga terhadap pendapatan dan tabungan di DKI Jakarta, 2010

Berdasarkan umur kepala rumah tangga, rata-rata pendapatan terus bergerak naik sampai pada umur 60-65 tahun, kemudian di umur diatas 65 tahun pendapatan menurun. Sedangkan rata-rata tabungan terus bergerak naik dari 5,2


(48)

juta rupiah di umur kurang dari 30 tahun menjadi 11,12 juta diatas 65 tahun. Hal ini didorong oleh semakin besar keinginan menabung sebagai persiapan di hari tua.

4.3.3. Pendidikan Kepala Rumah Tangga

Berdasarkan data sampel rumah tangga menurut pendidikan kepala rumah tangga, 12,64 persen tamat universitas, 4,83 persen tamat akademi, 34,94 persen tamat SMA, 19,54 persen tamat SMP, 22,07 persen tamat SD dan 5,98 persen tidak tamat SD. Data rinci pendidikan kepala rumah tangga dapat dilihat di Gambar 4.4.

Sumber: data primer diolah

Gambar 4.3. Persentase kepala rumah tangga menurut pendidikan di DKI Jakarta, 2010

Perbandingan rumah tangga buruh/karyawan dan rumah tangga usaha dilihat menurut distribusi pendidikan kepala rumah tangga dapat dilihat dalam Gambar 4.4. Kepala rumah tangga usaha dan buruh/karyawan umumnya lulusan SMA yaitu sebesar 35 persen. Kepala rumah tangga lulusan SD juga masih


(49)

banyak, yaitu sebesar 21-22 persen. Kepala rumah tangga lulusan universitas di rumah tangga buruh/karyawan lebih banyak yaitu sebesar 12,64 persen daripada rumah tangga usaha hanya sebesar 7,27 persen. Sedangkan, lulusan SMP lebih banyak di rumah tangga usaha yaitu sebesar 27,27 persen daripada rumah tangga buruh/karyawan sebesar 19,54 persen.

Sumber: data primer diolah

Gambar 4.4. Perbandingan pendidikan kepala rumah tangga buruh/ karyawan dan usaha di DKI Jakarta, 2010

Kepala rumah tangga yang tidak tamat SD umumnya bekerja di sektor perdagangan besar dan eceran dan kegiatan jasa lainnya. Kepala rumah tangga yang tamat SD umumnya bekerja di sektor industri pengolahan dan konstruksi. Kepala rumah tangga yang tamat SMP sampai universitas umumnya bekerja di sektor perdagangan besar dan eceran dan industri pengolahan.


(50)

Tabel 4.5. Proporsi pendidikan kepala rumah tangga menurut lapangan usaha di DKI Jakarta, 2010 (persen)

Lapangan Usaha Tidak

tmt SD SD SMP SMA

Aka- demi

Univer-sitas 1 Pertanian, kehutanan dan

perikanan 0,00 0,00 2,44 0,51 0,00 1,59

2 Pertambangan dan

penggalian 0,00 2,50 0,00 0,51 0,00 0,00

3 Industri pengolahan 12,50 27,50 20,33 17,26 14,81 12,70 4 Pengadaan air,

pengelolaan sampah 0,00 5,00 1,63 1,52 0,00 1,59

5 Konstruksi 9,38 22,50 4,07 6,09 0,00 1,59

6 Perdagangan besar dan

eceran 28,13 20,00 21,95 24,37 25,93 30,16

7 Transportasi dan

pergudangan 6,25 0,00 6,50 6,60 3,70 3,17

8

Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum

9,38 0,00 3,25 3,55 3,70 6,35 9 Informasi dan komunikasi 0,00 0,00 1,63 3,05 3,70 0,00 10 Jasa keuangan dan

asuransi 0,00 2,50 2,44 3,05 14,81 6,35

11 Real estat 3,13 2,50 0,81 0,51 0,00 4,76

12 Jasa profesional, ilmiah

dan teknis 0,00 2,50 0,81 2,03 7,41 3,17

13 Jasa persewaan 3,13 0,00 6,50 6,60 7,41 6,35 14 Administrasi

pemerintahan 0,00 2,50 0,81 1,02 0,00 3,17

15 Jasa pendidikan 6,25 0,00 0,81 5,08 3,70 7,94 16 Jasa kesehatan dan

kegiatan sosial 0,00 0,00 2,44 3,05 3,70 4,76 17 Kebudayaan, hiburan dan

rekreasi 0,00 0,00 0,00 0,51 0,00 0,00

18 Kegiatan jasa lainnya 18,75 0,00 20,33 13,71 11,11 4,76 19 Jasa perorangan yang

melayani rumah tangga 3,13 12,50 3,25 1,02 0,00 1,59 Sumber: data primer diolah

Hubungan antara pendidikan dan pendapatan terhadap tabungan ditunjukkan oleh Tabel 4.6. Semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pula


(51)

pendapatan dan tabungannya. Rata-rata pendapatan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta dalam setahun berkisar sekitar 56,89 juta dan tabungan sebesar 7,6 juta rupiah. Rata-rata tabungan yang kepala rumah tangga yang lulusan universitas sebesar 16,6 juta per tahun, lulusan sekolah menengah atas sebesar 8,1 juta per tahun, lulusan SMP sebesar 6,1 juta per tahun dan lulusan SD 4,6 juta per tahun. Secara rata-rata pendidikan kepala rumah tangga dan tabungan rumah tangga menunjukkan hubungan yang positif. Semakin tinggi pendidikan kepala rumah tangga, semakin tinggi pula tabungannya.

Tabel 4.6. Hubungan pendidikan kepala rumah tangga terhadap rata-rata pendapatan dan tabungan di DKI Jakarta, 2010

Pendidikan Rata-rata Tabungan

(ribu rp)

Rata-rata Pendapatan (ribu rp)

Tidak Tamat SD 4.410,66 32.409,26

SD 4.562,92 38.061,41

SMP 6.074,39 47.188,62

SMA 8.150,85 56.636,22

Akademi 8.069,82 79.547,37

Universitas 16.662,54 117.013,6

Rata-rata 7.646,23 56.893.650

Standar Deviasi 9.664,01 49.419,74

Sumber: data primer diolah 4.3.4. Dependency Ratio

Dependency ratio merupakan rasio antara jumlah anggota rumah tangga yang tidak bekerja dengan jumlah anggota rumah tangga yang bekerja. Persentase rumah tangga yang memiliki nilai dependency ratio kurang dari satu sebanyak 23,33. Hal ini menunjukkan bahwa masih sedikit rumah tangga yang membatasi jumlah anaknya. Oleh karena itu, program keluarga berencana (KB) perlu terus digalakkan. Dengan adanya program tersebut, rumah tangga akan membatasi


(52)

jumlah anaknya menjadi dua. Apabila kedua orang tua bekerja, maka besarnya dependency ratio menjadi kurang atau sama dengan satu.

Besarnya dependency ratio akan menentukan jumlah pengeluaran konsumsi rumah tangga. Semakin tinggi dependency ratio, maka pengeluaran konsumsi rumah tangga juga semakin tinggi. Apabila pendapatan rumah tangga relatif konstan, besarnya dependency ratio akan mengurangi jumlah tabungan.

Sumber: data primer diolah

Gambar 4.5. Persentase rumah tangga menurut dependency ratio di DKI Jakarta, 2010


(53)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Faktor yang Memengaruhi Tabungan Rumah Tangga

Analisis ini dilakukan dengan memasukkan variabel-variabel independen yang diduga memengaruhi variabel dependen (tabungan rumah tangga) dimasukkan ke dalam persamaan regresi. Adapun variabel independen terdiri dari pendapatan rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, umur kepala rumah tangga, dependency ratio dan variabel dummy rumah tangga buruh/karyawan (penerima upah/gaji) dan usaha (nonupah/nongaji). Dengan menggunakan program SPSS 16.0, diperoleh hasil koefisien setiap variabel bebasnya adalah sebagai berikut:

LnS = -3,154+1,027LnY+ 0,164LnAGE+ 0,062LnED-0,0006D-0,160Dummy + µ Hasil output SPSS dapat dilihat dari Tabel 5.1. berikut:

Tabel 5.1. Coefficientsa faktor-faktor yang memengaruhi tabungan rumah tangga

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B

Std.

Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -3.154 .574 -5.492 .000

LnY 1.027 .052 .683 19.918 .000 .704 1.419

LnAGE .164 .119 .043 1.373 .170 .839 1.191

LnED .062 .084 .025 .733 .464 .723 1.384

DR -.0006 .0002 -.076 -2.606 .009 .977 1.023 Dummy -.160 .071 -.066 -2.259 .024 .984 1.016 Sumber: Hasil Olahan SPSS


(54)

5.1.1. Pengujian Kelayakan Model

Pengujian kelayakan model ini menggunakan uji koefisien determinasi R2 (R square) yang disesuaikan yaitu adj R2 (Adjusted R square). Nilai adj R2 mengukur proporsi atau persentase total variasi dalam variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel independen secara bersama-sama dalam model regresi. Nilai adj R2 sebesar 0,506 artinya 50,6 persen keragaman yang terdapat pada model tabungan rumah tangga dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen yaitu pendapatan rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, umur kepala rumah tangga, dependency ratio dan variabel dummy rumah tangga buruh/karyawan dan usaha. Sedangkan sisanya 49,4 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

5.1.2. Uji Signifikansi Secara Keseluruhan (Overall Test/ F-tests)

Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap variabel tidak bebas adalah dengan menggunakan uji statistik F. Jika

( ; 1, )

obs tabel k n k

F >F α maka Ho ditolak dan artinya secara bersama-sama variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas atau paling tidak ada satu slope regresi yang signifikan secara statistik. Dari hasil pengolahan data dengan SPSS 16.0, diperoleh nilai Fhitung sebesar 123,08 dengan taraf signifikansi 0,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa secara simultan paling tidak ada satu variabel bebas yang mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel terikat.


(55)

5.1.3. Uji Signifikansi Secara Parsial (Partial Test/ T-tests)

Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap variabel tidak bebas. Dengan melihat signifikansi dari hasil uji t setiap variabel independen, maka koefisien variabel pendapatan, dependency ratio, dan dummy sumber pendapatan utama rumah tangga berpengaruh signifikan terhadap tabungan rumah tangga Provinsi DKI Jakarta. Sedangkan variabel umur dan pendidikan kepala rumah tangga tidak signifikan memengaruhi tabungan rumah tangga.

5.2. Pengujian Asumsi Model

Untuk mendapatkan estimator yang unbiased, linier, dan mempunyai varian yang minimum (Best Linier Unbiased Estimators = BLUE), kita dapat menggunakan metode OLS. Adapun beberapa asumsi yang harus dipenuhi sebelum menggunakan metode OLS adalah memenuhi asumsi kenormalan, terbebas dari heterokedastisitas, autokorelasi dan multikolinieritas.

5.2.1. Uji Normalitas

Salah satu asumsi yang harus dipenuhi suatu model OLS adalah kenormalan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan melihat Normal Probability Plot of Residual dimana jika nilai data ini berpencar di sekitar garis lurus melintang, maka dikatakan normal.


(56)

Sumber: Hasil Olahan SPSS 16.0

Gambar 5.1. Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Untuk menentukan apakah error berdistribusi normal, perlu dilakukan pengujian hipotesis dengan Uji Kolmogorov-Smirnov. Jika asymp sig. pada output Kolmogorov-Smirnov > 5%, maka data terdistribusi normal, dan sebaliknya. Nilai sig. kolmogorov smirnov menunjukkan 0,2 (diatas 0,05), maka bisa dikatakan residual berdistribusi normal.

5.2.2. Uji Multikolinieritas

Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas, dengan melihat nilai tolerance > 0,1 (10%) dan nilai VIF < 10, maka data tidak mengalami multikolinieritas, dan sebaliknya. Berdasarkan hasil output SPSS, semua variabel independen memiliki nilai tolerance > 0,1 (10%) dan nilai VIF < 10. Sehingga dapat dikatakan model terbebas dari multikolinieritas.


(57)

5.2.3. Uji Heteroskedastisitas

Heterokedastisitas dilakukan dengan melihat nilai Regression Standardized Predicted Value (Std. Predicted Value) dan Regression Studentized Residual (Std. Residual). Apabila kedua nilai tersebut membentuk pola tertentu, maka dapat disimpulkan telah terjadi heterokedastisitas. Untuk melihat adanya heteroskedastisitas dapat dipakai scatter plot antara nilai Y regresi yang distandarisasi dengan residual regresinya.

Sumber: Hasil Olahan SPSS 16.0 Gambar 5.2. Scatterplot

Untuk mengetahui ada tidaknya heterokedastisitas, dapat dilakukan dengan menggunakan Gletzer Test. Jika asymp sig. pada masing-masing variabel independen > 5%, maka data tidak mengalami heteroskedastisitas, dan sebaliknya. Dari hasil output SPSS, asymp sig semua variabel independen > 5%. Sehingga dapat dikatakan model terbebas dari heterokedastisitas.


(58)

5.2.4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi adalah untuk melihat apakah terjadi korelasi antara suatu periode t dengan periode sebelumnya (t -1). Secara sederhana adalah bahwa analisis regresi adalah untuk melihat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat, jadi tidak boleh ada korelasi antara observasi dengan data observasi sebelumnya. Nilai Durbin-Watson sebesar 1,864 artinya bahwa tidak ada autokorelasi.

5.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tabungan Rumah Tangga

Setelah dilakukan pengujian kelayakan model dan asumsi terpenuhi, variabel yang signifikan memengaruhi tabungan rumah tangga adalah pendapatan, dependency ratio dan sumber pendapatan utama rumah tangga. Sedangkan variabel umur dan pendidikan kepala rumah tangga tidak signifikan memengaruhi tabungan rumah tangga. Berikut ini adalah analisis faktor-faktor yang memengaruhi tabungan rumah tangga.

5.3.1. Pendapatan Rumah Tangga

Menurut teori Keynes, pendapatan merupakan variabel yang menentukan besarnya tabungan, semakin bertambah pendapatan maka tabungan juga akan naik. Koefisien variabel pendapatan rumah tangga sebesar 1,027 yang signifikan pada taraf α = 5%. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikannya lebih kecil dari 5 persen.


(59)

Koefisien variabel pendapatan rumah tangga menunjukkan tanda positif, sesuai dengan teori Keynes. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan pendapatan rumah tangga sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan tabungan rumah tangga sebesar 1,027 persen, dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Hasil empiris ini sesuai dengan studi sebelumnya, seperti Moradaglu dan Taskin (1996) dengan nilai 1,818 persen dan Epriyani (2008) dengan nilai 1,031 persen.

Rata-rata pendapatan rumahtangga di Provinsi DKI Jakarta dalam setahun berkisar sekitar 56.893.650 rupiah atau per bulan 4.741.137 rupiah. Proporsi tabungan terhadap pendapatan rumahtangga sebesar 13,43 persen. Sedangkan pengeluaran untuk konsumsi mencapai 77,74 persen dari pendapatan rumahtangga. Hasil uji statistik telah membuktikan bahwa tabungan rumah tangga dipengaruhi oleh pendapatan rumah tangga. Sehingga dalam upaya peningkatan tabungan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta, maka peningkatan pendapatan rumah tangga perlu dilakukan.

5.3.2. Dependency Ratio

Hubungan antara tabungan rumah tangga dan dependency ratio adalah negatif dan signifikan karena nilai signifikansinya 0,009 dibawah 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa dependency ratio berdampak signifikan terhadap tabungan rumah tangga. Besarnya koefisien variabel dependency ratio adalah -0,0006. Setiap kenaikan dependency ratio 1 persen maka tabungan rumah tangga akan turun sebesar 0,0006 persen, dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan.


(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Posisi Simpanan Masyarakat di Bank Umum dan BPR Menurut Provinsi, 2005-2010 (milliar rupiah)

Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Aceh 9.337 17.988 16.177 18.090 17.269 18.073 2 Sumatera Utara 44.875 53.240 64.089 73.960 84.174 97.228 3 Sumatera Barat 8.046 10.700 13.671 14.925 17.266 21.107 4 Riau 19.251 26.186 28.731 30.118 28.888 34.602

5 Jambi 5.286 7.045 9.047 9.621 10.365 12.367

6 Sumatera Selatan 15.213 18.312 22.244 27.153 31.446 38.989 7 Bangka Belitung 3.730 4.773 6.004 6.768 7.642 7.648

8 Bengkulu 1.789 2.377 3.372 4.034 3.841 4.585

9 Lampung 8.009 10.012 12.087 13.920 15.235 17.387 10 Banten 19.226 22.614 27.080 33.041 38.645 51.323 11 D.K.I. Jakarta 402.948 446.251 543.758 592.293 705.016 895.981 12 Jawa Barat 83.765 97.194 113.195 127.184 145.169 184.744 13 Jawa Tengah 50.116 59.460 69.934 79.559 90.442 105.280 14 D.I. Yogyakarta 11.081 13.347 15.218 16.555 19.350 23.096 15 Jawa Timur 97.044 110.870 129.055 153.083 174.365 195.999 16 Bali 15.335 17.122 21.901 26.230 29.720 35.308 17 Nusa Tenggara Barat 3.560 4.461 5.181 6.241 7.075 8.371 18 Nusa Tenggara Timur 4.379 6.032 7.038 7.585 8.843 10.003 19 Kalimantan Barat 9.458 11.896 14.541 16.562 18.146 22.801 20 Kalimantan Tengah 3.660 4.992 6.494 6.770 7.363 8.459 21 Kalimantan Selatan 7.815 10.125 12.040 15.069 16.658 20.165 22 Kalimantan Timur 21.525 28.326 31.668 37.559 38.959 44.237 23 Sulawesi Utara 4.449 5.338 6.712 8.334 9.428 12.091

24 Gorontalo 841 1.256 1.579 1.826 1.894 1.580

25 Sulawesi Tengah 2.996 3.961 5.027 5.445 6.066 6.903 26 Sulawesi Selatan 14.931 18.858 23.185 26.825 32.093 35.361 27 Sulawesi Tenggara 2.065 3.193 4.066 4.325 4.476 5.743 28 Maluku Utara 1.264 1.894 2.438 2.657 2.519 2.467

29 Maluku 2.595 3.709 4.542 4.542 4.975 5.561

30 Papua 8.819 14.430 12.045 13.161 15.106 18.284

31 Papua Barat - - 4.396 5.060 5.297 5.615

32 Sulawesi Barat 568 874 1.107 1.556 1.522 1.749 33 Kepulauan Riau 6.827 10.260 11.157 12.974 13.327 16.599

Jumlah 890.803 1.047.096 1.248.779 1.403.025 1.612.580 1.969.706 Sumber: Bank Indonesia. 2005-2009


(2)

Lampiran 2. Pengujian Kelayakan Model dan Autokorelasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .714a .510 .506 .76397 1.864

a. Predictors: (Constant). Dummy. LnED. DR. LnAGE. LnY b. Dependent Variable: LnS

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 359.164 5 71.833 123.076 .000a

Residual 345.518 592 .584

Total 704.682 597

a. Predictors: (Constant). Dummy. LnED. DR. LnAGE. LnY b. Dependent Variable: LnS

Lampiran 3. Uji Signifikansi dan Multikolinieritas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -3.154 .574 -5.492 .000

LnY 1.027 .052 .683 19.918 .000 .704 1.419

LnAGE .164 .119 .043 1.373 .170 .839 1.191

LnED .062 .084 .025 .733 .464 .723 1.384

DR -.0006 .0002 -.076 -2.606 .009 .977 1.023

Dummy -.160 .071 -.066 -2.259 .024 .984 1.016


(3)

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 6.2759 11.2015 8.3511 .77564 598

Std. Predicted Value -2.675 3.675 .000 1.000 598

Standard Error of Predicted

Value .041 .168 .074 .019 598

Adjusted Predicted Value 6.2619 11.1959 8.3506 .77584 598

Residual -2.13702 1.73795 .00000 .76076 598

Std. Residual -2.797 2.275 .000 .996 598

Stud. Residual -2.807 2.286 .000 1.001 598

Deleted Residual -2.15206 1.75431 .00044 .76809 598

Stud. Deleted Residual -2.824 2.294 .000 1.002 598

Mahal. Distance .682 27.838 4.992 3.239 598

Cook's Distance .000 .015 .002 .002 598

Centered Leverage Value .001 .047 .008 .005 598

a. Dependent Variable: LnS


(4)

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova

Statistic df Sig.

Unstandardized Residual .031 598 .200*

a. Lilliefors Significance Correction


(5)

Lampiran 5. Uji Heterokedastisitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) .556 .448 1.241 .215

LnY .063 .040 .077 1.571 .117 .704 1.419

LnAGE -.053 .093 -.026 -.574 .566 .839 1.191

LnED -.081 .066 -.059 -1.233 .218 .723 1.384

DR -7.394E-6 .000 -.002 -.042 .966 .977 1.023

Dummy -.065 .055 -.048 -1.173 .241 .984 1.016

a. Dependent Variable: ABS_RES


(6)

Tangga di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 (dibimbing oleh WIDYASTUTIK). Program pembangunan pro-growth, pro-job, dan pro-poor memerlukan biaya yang sangat besar. Tabungan adalah salah satu sumber pembiayaan domestik yang relatif aman terhadap resiko fluktuasi perekonomian global, dibandingkan dengan sumber pembiayaan luar negeri. Selama periode tahun 2004-2009 tabungan bruto mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 26,62 persen per tahun. Pertumbuhan tabungan rumah tangga mengalami penurunan dari 40,52 persen tahun 2008 menjadi 17,60 persen tahun 2009. Kontribusi tabungan rumah tangga terhadap tabungan bruto juga mengalami penurunan dari 24,51 persen (2007) menjadi 22,48 persen (2008) dan 22,96 persen (2009).

Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumah Tangga (SKTIR) tahun 2010 di DKI Jakarta menunjukkan proporsi tabungan terhadap pendapatan rumah tangga hanya sebesar 13,43 persen (dibawah rata-rata 16 provinsi sampel SKTIR sebesar 15,59 persen). Pengeluaran konsumsi makanan dan non makanan sebesar 77,74 persen dari pendapatan rumah tangga. Oleh karena itu, relevan dilakukan penelitian yang menganalisis variabel-variabel yang berpengaruh terhadap tabungan rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tabungan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010.

Data yang digunakan adalah data primer (cross section) SKTIR Provinsi DKI Jakarta tahun 2010. Kegiatan pengumpulan data dilakukan Maret – April 2010. Jumlah responden sebanyak 600 rumah tangga yang tersebar di 5 kota yaitu 131 responden berdomisili di Jakarta Selatan, 140 responden di Jakarta Timur, 90 responden di Jakata Pusat, 129 responden di Jakarta Barat dan 110 responden di Jakarta Utara. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square) dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 16.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tabungan rumah tangga dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh pendapatan rumah tangga, negatif dan signifikan oleh dependency ratio dan dummy sumber pendapatan utama rumah tangga. Besarnya koefisien sebesar 1,027, artinya bahwa setiap kenaikan pendapatan rumah tangga sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan tabungan rumah tangga sebesar 1,027 persen, dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Besarnya koefisien variabel dependency ratio adalah -0,0006. Setiap kenaikan dependency

ratio 1 persen maka tabungan rumah tangga akan turun sebesar 0,0006 persen,

dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Besarnya koefisien variabel

dummy sumber pendapatan utama rumah tangga adalah –0,160 artinya tabungan

rumah tangga penerima upah/gaji lebih rendah 0,160 dibanding rumah tangga usaha (penerima nonupah/nongaji), dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Umur dan pendidikan kepala rumah tangga tidak signifikan memengaruhi tabungan rumah tangga.