Analisis Permintaan Cabai Merah Besar Usaha Restoran di Jakarta Selatan

(1)

RESTORAN DI JAKARTA SELATAN

KARTIKA PUTRI SATRIANA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Permintaan Cabai Merah Besar Usaha Restoran di Jakarta Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2013

Kartika Putri Satriana H44070097


(3)

RINGKASAN

KARTIKA PUTRI SATRIANA. Analisis Permintaan Cabai Merah Besar Usaha Restoran di Jakarta Selatan. Dibimbing oleh BONAR M. SINAGA dan HASTUTI.

Harga riil cabai merah besar selama tahun 2009 hingga 2011 cenderung mengalami fluktuatif setiap bulannya (Badan Pusat Statistik, 2009a, 2009b, 2010b, 2010c, 2011b, 2011c). Hal ini berpengaruh terhadap permintaan cabai merah besar oleh usaha restoran yang menggunakan cabai merah besar sebagai komponen utama dalam bumbu masakan. Komposisi bumbu sudah yang ditentukan untuk setiap masakan (cita rasa) pada restoran, jika terjadi kenaikan harga cabai merah besar maka akan mempengaruhi jumlah permintaan cabai merah besar dan jumlah masakan yang ditawarkan, sehingga mempengaruhi penerimaan, pengeluaran, dan keuntungan usaha restoran. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi karakteristik usaha restoran (Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam) di Jakarta Selatan, dan (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah besar usaha restoran (Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam) di Jakarta Selatan.

Pengambilan data dilakukan di Jakarta Selatan selama pertengahan bulan Agustus 2011 sampai dengan Oktober 2011. Karakteristik usaha restoran dianalisis dengan analisis deskriptif dengan tabulasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah besar usaha restoran di Jakarta Selatan dianalisis dengan analisis explanatory dengan menggunakan model regresi linear berganda dan diestimasi dengan metode Ordinary Least Squares (OLS).

Karakteristik usaha restoran dibagi menjadi dua, yaitu karakteristik umum dan karakteristik pola pembelian cabai merah besar. Karakteristik umum meliputi: (1) lama berdiri usaha, (2) lama waktu berjualan dalam sehari, (3) rata-rata jumlah pengunjung, (4) jumlah kursi yang dimiliki, (5) skala usaha, (6) jumlah tenaga kerja, (7) lama waktu bekerja tenaga kerja, (8) sistem pengupahan, dan (9) besar upah tenaga kerja. Karakteristik pola pembelian cabai merah besar meliputi: (1) jenis cabai merah yang dominan digunakan, (2) frekuensi pembelian cabai merah besar, (3) lokasi pembelian cabai merah besar, (4) alasan pembelian di lokasi tersebut, dan (5) jenis pedagang yang dipilih dalam melakukan pembelian cabai merah besar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata pada taraf α = 20 persen terhadap permintaan cabai merah besar usaha Restoran Padang di Jakarta Selatan adalah variabel harga jual rata-rata masakan, harga minyak goreng, dan rata-rata penerimaan restoran, namun hanya variabel harga minyak goreng yang bersifat elastis yaitu sebesar 2.982. Variabel yang berpengaruh nyata pada taraf α = 20 persen terhadap permintaan cabai merah besar usaha Restoran Sunda di Jakarta Selatan adalah variabel harga gula dan rata-rata penerimaan restoran, namun hanya variabel harga minyak gula yang bersifat elastis yaitu sebesar 3.651. Variabel yang berpengaruh nyata pada taraf α = 20 persen terhadap permintaan cabai merah besar usaha Restoran Ayam di Jakarta Selatan adalah variabel harga cabai merah besar dan rata-rata penerimaan restoran, namun hanya variabel harga cabai merah besar yang bersifat elastis yaitu sebesar 2.125.


(4)

Simpulan dari penelitian ini adalah: (1) sebagian besar dari ketiga jenis sampel usaha restoran berada pada skala usaha besar dan menggunakan sistem pengupahan berupa gaji yang besarnya sesuai standar UMR yang berlaku saat penelitian dilakukan, berdasarkan lama berdiri usaha diketahui bahwa sampel usaha Restoran Padang merupakan jenis restoran yang paling lama berdiri, berdasarkan lama aktivitas berjualan diketahui bahwa sampel Restoran Sunda memiliki aktivitas berjualan paling lama, berdasarkan jumlah kursi yang dimiliki diketahui bahwa sampel usaha Restoran Sunda yang memiliki jumlah kursi paling banyak, berdasarkan jumlah tenaga kerja diketahui bahwa sampel usaha Restoran Sunda memiliki rata-rata jumlah tenaga kerja paling banyak, (2) sebagian besar dari ketiga jenis sampel usaha restoran menggunakan cabai merah besar dan cabai merah keriting yang dikombinasikan untuk bahan masakannya dan melakukan pembelian cabai merah besar setiap hari untuk menjaga kualitas hasil olahan masakan, berdasarkan lokasi pembelian cabai merah besar diketahui bahwa hanya sampel usaha Restoran Padang dan Restoran Sunda yang paling banyak melakukan pembelian di Pasar Induk Kramat Jati dengan alasan lebih murah dibanding pasar lain, berdasarkan jenis pedagang yang dipilih dalam melakukan pembelian cabai merah besar diketahui bahwa sampel usaha Restoran Padang yang paling banyak melakukan pembelian di pedagang besar, (3) variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan cabai merah besar usaha Restoran Padang di Jakarta Selatan yaitu harga jual rata-rata masakan, harga minyak goreng, dan rata-rata penerimaan restoran, namun hanya harga minyak goreng yang bersifat elastis, (4) variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan cabai merah besar usaha Restoran Sunda di Jakarta Selatan yaitu harga gula pasir dan rata-rata penerimaan restoran, namun hanya harga gula yang bersifat elastis, dan (5) variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan cabai merah besar usaha Restoran Ayam di Jakarta Selatan yaitu harga cabai merah besar dan rata-rata penerimaan restoran, namun hanya harga cabai merah besar yang bersifat elastis.

Saran dari penelitian ini adalah: (1) variabel harga minyak goreng berpengaruh nyata dan elastis terhadap permintaan cabai merah besar usaha Restoran Padang, maka pengelola restoran perlu mengantisipasi apabila terjadi kenaikan harga minyak goreng, salah satunya dengan memilih merk minyak goreng yang memiliki harga lebih murah tetapi kualitasnya baik agar kebutuhan cabai merah besar tetap dapat terpenuhi disaat harga minyak goreng meningkat, (2) variabel harga gula berpengaruh nyata dan bersifat terhadap permintaan cabai merah besar usaha Restoran Sunda, maka pengelola usaha restoran perlu perlu mengantisipasi apabila terjadi kenaikan harga gula, salah satunya dengan memilih merk gula yang memiliki harga lebih murah tetapi kualitasnya baik agar kebutuhan cabai merah besar tetap dapat terpenuhi disaat harga gula meningkat, (3) variabel harga cabai merah besar berpengaruh nyata terhadap permintaan cabai merah besar di Restoran Ayam dan bersifat elastis, untuk mengantisipasi kenaikan harga cabai merah besar, pengelola usaha restoran perlu melakukan kombinasi dan mengatur komposisi pemakaian cabai merahnya dengan jenis cabai lain (seperti cabai merah keriting, cabai rawit, dan lain-lain)

Kata kunci: Analisis Permintaan, Cabai Merah Besar, Restoran Padang, Restoran Sunda, Restoran Ayam


(5)

RESTORAN DI JAKARTA SELATAN

KARTIKA PUTRI SATRIANA H44070097

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

Jakarta Selatan Nama : Kartika Putri Satriana

NRP : H44070097

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Hastuti, SP, MP, MSi NIP. 19481130 197412 1 002

Diketahui,

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1003


(7)

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberi dukungan, bantuan dan kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada :

1. Mama (Sri Trisna Hanah), Papa (Sarmilih), dan Adik (Dwi Puspita Satriana) atas segenap daya dan upaya yang selalu mendo’akan, memberi kasih sayang, dorongan dan kesabarannya yang tidak kenal lelah kepada penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA dan Hastuti SP, MP, MSi selaku dosen

pembimbing skripsi yang dengan sabar memberikan bimbingan, motivasi, saran, dan perhatian dalam penyusunan skripsi ini.

3. Novindra, SP, MSi selaku dosen penguji utama dan Rizal Bahtiar, SPi, MSi selaku dosen penguji departemen yang telah memberikan kritik dan saran sebagai penyempurna skripsi ini.

4. Dosen-dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas ilmu, kesabaran, dan bimbingan yang diberikan,

5. Seluruh staf Tata Usaha Komisi Akademik (Mba Yani, Mba Ruby, Mas Johan, Mba Aam, Mba Putri, Pak Husen, Pak Erwin, Bu Kokom) atas bantuannya terhadap penulis dalam menyelesaikan skripsi.

6. Ibu Indah (Sekretaris Bagian Restoran dan Rumah Makan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta) atas bantuannya dalam pemberian data serta informasi mengenai restoran di Propinsi DKI Jakarta.

7. Herman Wiseso yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.


(8)

8. Seluruh sahabat ESL 44 (Nadia Mutiarani, Diyah Ayu Pramita, Dina Setriana, dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu) atas kebersamaan, bantuan, semangat, dan motivasinya.

9. Rekan satu kostan Pondok Putri Rahmah (Rina Gustiyana, Tri Utami Maharani, Irfina Febrianti, Sri Retno Wahyu, dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu) atas kebersamaan, bantuan, semangat, dan motivasinya.

10. Rekan satu bimbingan, Molly Mutiara Sari, Rizki Prasojo, dan Hermanto atas bantuan, semangat, dan motivasinya.

11. Semua responden dari Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam yang diteliti di Jakarta Selatan, serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Bogor, Juni 2013

Kartika Putri Satriana H44070097


(9)

Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas berkah dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Permintaan Cabai Merah Besar Usaha Restoran di Jakarta Selatan”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang bagaimana permintaan cabai merah besar dan faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah besar pada usaha Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam di Jakarta Selatan.

Skripsi ini juga diharapkan dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademik sebagai sumber referensi dan juga untuk pengembangan program pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berbagai kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini disebabkan keterbatasan penulis. Penulis mengucapkan terimakasih atas kritik, saran, dan masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif bagi semua pihak.

Bogor, Juni 2013

Kartika Putri Satriana H44070097


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Cabai Merah ... 12

2.2. Permintaan Konsumen ... 14

2.3. Konsumen Lembaga ... 15

2.4. Penelitian Terdahulu ... 16

2.4.1. Penelitian Tentang Cabai Merah ... 16

2.4.2. Penelitian Tentang Analisis Permintaan pada Konsumen Lembaga ... 16

2.5. Kebaruan Penelitian ... 22

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 23

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 23

3.1.1. Konsep Dasar Permintaan ... 23

3.1.2. Konsep Permintaan Turunan (Derived Demand) ... 23

3.1.3. Elastisitas Permintaan Faktor Produksi ... 30

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 31

IV. METODE PENELITIAN ... 33

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 33

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 33

4.4. Metode Pengambilan Contoh ... 34


(11)

4.5.1. Karakterstik Usaha Restoran ... 36

4.5.2. Permintaan Cabai Merah Besar Usaha Restoran... 36

4.6. Asumsi Dasar yang Digunakan ... 54

4.7. Definisi Operasional... 55

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 57

5.1. Keadaan Geografi ... 57

5.2. Keadaan Demografi ... 58

5.3. Keadaan Ekonomi ... 58

VI. KARAKTERISTIK USAHA RESTORAN PADANG, RESTORAN SUNDA, DAN RESTORAN AYAM DI JAKARTA SELATAN .. 60

6.1. Karakteristik Umum Usaha Restoran……… . 60

6.1.1. Lama Berdirinya Usaha ... 60

6.1.2. Lama Aktivitas Berjualan ... 62

6.1.3. Jumlah Pengunjung ... 63

6.1.4. Jumlah Kursi ... 66

6.1.5. Skala Usaha ... 67

6.1.6. Jumlah Tenaga Kerja ... 68

6.1.7. Lama Waktu Bekerja Tenaga Kerja ... 69

6.1.8. Sistem Pengupahan ... 71

6.1.9. Besar Upah Tenaga Kerja ... 71

6.2. Karakteristik Pola Pembelian Cabai Merah Besar Usaha Restoran ... 73

6.2.1. Jenis Cabai Merah yang Dominan Dibeli ... 73

6.2.2. Frekuensi Pembelian Cabai Merah Besar ... 74

6.2.3. Lokasi Pembelian Cabai Merah Besar ... 76

6.2.4. Alasan Pembelian Cabai Merah Besar di Lokasi yang Dipilih ... 77

6.2.5. Jenis Pedagang Cabai Merah Besar yang Dipilih ... 78

VII. PERMINTAAN CABAI MERAH BESAR USAHA RESTORAN PADANG, RESTORAN SUNDA, DAN RESTORAN AYAM DI JAKARTA SELATAN ... 80

7.1. Permintaan Cabai Merah Besar Restoran Padang di Jakarta Selatan ... 80


(12)

7.1.2 Harga Jual Rata-Rata Masakan ... 84

7.1.3 Harga Beras ... 86

7.1.4 Harga Jual Minyak Goreng ... 86

7.1.5 Rata-Rata Penerimaan Restoran ... 87

7.1.6 Dummy Skala Usaha ... 88

7.2. Permintaan Cabai Merah Besar Restoran Sunda di Jakarta Selatan ... 89

7.2.1 Harga Cabai Merah Besar ... 93

7.2.2 Harga Jual Rata-Rata Masakan ... 93

7.2.3 Harga Minyak Goreng ... 94

7.2.4 Harga Gula Pasir ... 95

7.2.5 Rata-Rata Penerimaan Restoran ... 96

7.2.6 Dummy Skala Usaha ... 97

7.2.7 Dummy Lokasi Restoran ... 97

7.3. Permintaan Cabai Merah Besar Restoran Ayam di Jakarta Selatan ... 98

7.3.1. Harga Cabai Merah Besar ... 102

7.3.2. Harga Jual Rata-Rata Masakan ... 103

7.3.3. Harga Minyak Goreng ... 104

7.3.4. Harga Bawang Merah ... 104

7.3.5. Rata-Rata Penerimaan Restoran ... 105

7.3.6. Dummy Skala Usaha ... 106

VIII. SIMPULAN DAN SARAN ... 107

8.1. Simpulan ... 107

8.2. Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 110

LAMPIRAN ... 115


(13)

Nomor Halaman 1. PDB Beberapa Komoditas Sayuran Terhadap Total PDB Sayuran

Nasional Tahun 2009 hingga 2011………. 2 2. Komoditas Penyumbang Inflasi Terbesar Tahun 2010 di

Indonesia………... 2 3. Harga Riil Cabai Merah Besar Periode Januari 2009 hingga

Desember 2011 di Propinsi DKI Jakarta………. 4 4. Konsumsi Rata-Rata per Kapita Seminggu Komoditas Cabai Merah

di Indonesia Tahun 2009 hingga 2011………... 6 5. Konsumsi dan Pengeluaran Rata-Rata per Kapita Seminggu

Komoditas Cabai Merah Menurut Daerah Tempat Tinggal di

Indonesia Periode Bulan September 2011………... 6 6. Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun 2008 hingga 2011…………... 7 7. Jumlah Usaha Industri Pariwisata Bidang Penyedia Makanan dan

Minuman di DKI Jakarta Tahun 2006 hingga 2011………... 7 8. Rekapitulasi Usaha Pariwisata Bidang Restoran Berdasarkan Jenis

Masakan Tahun 2011………... 8 9. Matriks Penelitian Terdahulu……….. 17 10. Matriks Persentase Jumlah Sampel yang Digunakan dalam

Penelitian……… 34

11. Matriks Sampel Jenis Restoran di Wilayah Jakarta Selatan yang

Dijadikan Objek Penelitian Berdasarkan Skala Usaha………... 35 12. Jumlah Kelurahan Menurut Kecamatan di Jakarta Selatan………….. 57 13. Jumlah Penduduk dan Kepadatan per Kecamatan di Jakarta Selatan

Tahun 2010………... 58

14. Rata-Rata Lama Berdiri Usaha Restoran………. 61 15. Lama Aktivitas Berjualan dalam Sehari Usaha Restoran …………... 62 16. Rata-Rata Jumlah Pengunjung Usaha Restoran dalam Sehari saat

Weekdays... 64 17. Rata-Rata Jumlah Pengunjung Usaha Restoran dalam Sehari saat

Weekend………....

65 18. Rata-Rata Jumlah Kursi yang Dimiliki Usaha Restoran ………. 66


(14)

19. Skala Usaha Restoran ………... 67 20. Rata-Rata Jumlah Total Tenaga Kerja Usaha Restoran ……….. 68 21. Rata-Rata Lama Waktu Bekerja Tenaga Kerja dalam Satu Shift

Usaha Restoran ……… 70

22. Sistem Pengupahan Tenaga Kerja Usaha Restoran …...………... 71 23. Rata-Rata Besar Upah Tenaga Kerja Usaha Restoran ….…………... 72 24. Jenis Cabai Merah yang Dominan Dibeli Usaha Restoran …...…... 73 25. Frekuensi Pembelian Cabai Merah Besar Usaha Restoran ….……… 75 26. Lokasi Pembelian Cabai Merah Besar yang Dipilih Restoran ……… 76 27. Alasan Pembelian di Lokasi Pembelian Cabai Merah Besar yang

Dipilih Restoran ………….………. 77 28. Jenis Pedagang Cabai Merah Besar yang Dipilih Usaha Restoran .… 79 29. Hasil Pendugaan Fungsi Permintaan Cabai Merah Besar Usaha

Restoran Padang di Jakarta Selatan……….. 80 30. Hasil Pendugaan Fungsi Permintaan Cabai Merah Besar Usaha

Restoran Sunda di Jakarta Selatan……….. 89 31. Hasil Pendugaan Fungsi Permintaan Cabai Merah Besar Usaha

Restoran Ayam di Jakarta Selatan……….. 98


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Profil Rantai Pemasaran Cabai Merah………... 13

2. Kurva Primary Demand dan Derived Demand………. 25

3. Penurunan Kurva Marginal Value Product x……….... 28

4. Kurva Permintaan Input x……….. 29

5. Kerangka Pemikiran Operasional……….. 32


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner Penelitian………... 116 2. Karakteristik Umum Usaha Restoran Padang di Jakarta Selatan….... 122 3. Karakteristik Pola Pembelian Cabai Merah Besar Usaha Restoran

Padang di Jakarta Selatan………... 124 4. Karakteristik Umum Usaha Restoran Sunda di Jakarta Selatan……... 126 5. Karakteristik Pola Pembelian Cabai Merah Besar Usaha Restoran

Sunda di Jakarta Selatan………... 127 6. Karakteristik Umum Usaha Restoran Ayam di Jakarta Selatan……... 128 7. Karakteristik Pola Pembelian Cabai Merah Besar Usaha Restoran

Ayam di Jakarta Selatan………... 129 8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Cabai Merah Besar

Usaha Restoran Padang di Jakarta Selatan………... 130 9. Hasil Estimasi Model Permintaan Cabai Merah Besar Usaha

Restoran Padang di Jakarta Selatan……….. 131 10. Hasil Uji Asumsi Ekonometrika Model Permintaan Cabai Merah

Besar Usaha Restoran Padang di Jakarta Selatan………... 132 11. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Cabai Merah Besar

Usaha Restoran Sunda di Jakarta Selatan……… 133 12. Hasil Estimasi Model Permintaan Cabai Merah Besar Usaha

Restoran Sunda di Jakarta Selatan………... 134 13. Hasil Uji Asumsi Ekonometrika Model Permintaan Cabai Merah

Besar Usaha Restoran Sunda di Jakarta Selatan………... 135 14. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Cabai Merah Besar

Usaha Restoran Ayam di Jakarta Selatan………. 136 15. Hasil Estimasi Model Permintaan Cabai Merah Besar Usaha

Restoran Ayam di Jakarta Selatan……… 137 16. Hasil Uji Asumsi Ekonometrika Model Permintaan Cabai Merah


(17)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki iklim tropis dan kekayaan sumberdaya yang beragam sehingga berpotensi besar untuk pengembangan komoditas-komoditas pertanian baik dari jenis tanaman pangan, hortikultura, maupun perkebunan. Sebagai salah satu subsektor penting dalam sektor pertanian, komoditas hortikultura mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Berbagai jenis tanaman hortikultura, baik hortikultura tropis maupun hortikultura subtropis memungkinkan untuk dikembangkan pada luas wilayah Indonesia dengan agroklimatnya yang beragam (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008).

Komoditas hortikultura khususnya sayuran dan buah-buahan berperan penting dalam keseimbangan pangan, sehingga harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman konsumsi, harga yang terjangkau, serta dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010). Sayuran terdiri dari berbagai macam jenis dan masing-masing jenis sayuran memberikan kontribusi yang berbeda-beda nilainya dalam Produk Domestik Bruto (PDB) sayuran nasional. Beberapa komoditas sayuran yang memberikan kontribusi terbesar dalam PDB sayuran nasional yaitu cabai merah besar, bawang merah, cabai rawit, tomat, kentang, kubis, dan bawang daun, sedangkan jenis sayuran yang memberikan sumbangan yang relatif kecil dalam PDB sayuran nasional digolongkan ke dalam komoditas sayuran lainnya (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011). Data PDB beberapa komoditas sayuran terhadap total PDB sayuran nasional tahun 2009 hingga 2010dapat dilihat pada Tabel 1.


(18)

Tabel 1. PDB Beberapa Komoditas Sayuran Terhadap Total PDB Sayuran Nasional Tahun 2009 hingga 2010

No. Komoditas

2009 2010

Nilai PDB (miliar rupiah Persentase (persen) Nilai PDB (miliar rupiah) Persentase (persen) 1. 2.

Cabai merah besar Bawang merah 6 413.57 4 144.85 21.08 13.59 6 698.94 4 588.39 21.44 14.69

3. Cabai rawit 3 718.45 12.19 3 662.94 11.72

4. Tomat 2 489.45 8.16 2 333.85 7.47

5. Kentang 2 282.38 7.48 2 247.39 7.19

6. Kubis 2 030.19 6.66 2 108.52 6.75

7. Bawang daun 1 335.61 4.38 1 274.96 4.08

8. Sayuran Lainnya 6 822.67 26.47 8 329.17 26.66

Total 30 505.71 100.00 31 244.16 100.00

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian (2011)

Tabel 1 menunjukan bahwa nilai PDB beberapa komoditas sayuran meningkat pada tahun 2010. Komoditas cabai merah besar berada di posisi terbesar kedua sebagai komoditas yang mengalami peningkatan nilai PDB yaitu sebesar Rp 267.37 miliar (0.36 persen) setelah komoditas bawang merah yaitu sebesar Rp 443.54 miliar (1.1 persen).

Cabai merah juga merupakan produk hortikultura yang menjadi salah satu penyumbang inflasi terbesar. Data Badan Pusat Statistik mengenai inflasi 2010 menunjukan bahwa komoditas cabai merah menjadi penyumbang ketiga terbesar setelah komoditas beras dan tarif listrik. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komoditas Penyumbang Inflasi Terbesar di Indonesia Tahun 2010 (persen)

No. Komoditas Kontribusi dalam Inflasi

1. Beras 1.29

2. Tarif listrik 0.36

3. Cabai merah 0.32

4. Emas perhiasan 0.27

5. Bawang merah 0.25

6. Nasi dengan lauk 0.24

7. Cabai rawit 0.22

8. Jasa perpanjangan STNK 0.22

9. Rokok kretek filter 0.16

10. Daging ayam ras 0.15


(19)

Selanjutnya mengenai harga cabai merah besar yang selalu mengalami kenaikan atau penurunan setiap bulannya. Fuktuasi harga komoditas pada dasarnya terjadi akibat ketidakseimbangan antara kuantitas pasokan dan kuantitas permintaan yang dibutuhkan konsumen. Jika terjadi kelebihan pasokan maka harga komoditas akan turun, sebaliknya jika terjadi kekurangan pasokan maka harga komoditas tersebut akan naik. Pada proses pembentukan harga tersebut perilaku petani dan pedagang memiliki peranan penting karena mereka dapat mengatur volume penjualannya yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Fluktuasi harga yang relatif tinggi pada komoditas sayuran terjadi akibat kegagalan petani dan pedagang sayuran dalam mengatur volume pasokannya sesuai dengan kebutuhan konsumen (Irawan, 2007).

Berdasarkan harga riil cabai merah besar selama tahun 2009 hingga 2011, harga riil rata-rata cabai merah besar cenderung mengalami fluktuatif setiap bulannya. Selang periode selama tahun 2009 hingga 2011 harga cabai merah besar di Propinsi DKI Jakarta mengalami fluktuasi. Kenaikan tertinggi harga riil cabai merah besar tahun 2009 terjadi pada Bulan Agustus hingga September yaitu sebesar 70.25 persen dan penurunan harga riil cabai merah besar tertinggi terjadi pada Bulan November hingga Desember yaitu sebesar 30.64 persen. Kenaikan tertinggi harga riil cabai merah besar tahun 2010 terjadi pada Bulan November hingga Desember yaitu sebesar 86.59 persen dan penurunan harga riil cabai merah besar tertinggi terjadi pada Bulan Februari hingga Maret yaitu sebesar 43.67 persen. Kenaikan tertinggi harga riil cabai merah besar tahun 2011 terjadi pada Bulan November hingga Desember yaitu sebesar 26.57 persen dan penurunan harga riil cabai merah besar tertinggi terjadi pada Bulan Februari hingga Maret


(20)

yaitu sebesar 30.88 persen. Harga Riil Rata-Rata Cabai Merah Besar Periode Januari 2009 hingga Desember 2011 di Propinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Harga Riil Rata-Rata Cabai Merah Besar Periode Januari 2009 hingga Desember 2011 di Propinsi DKI Jakarta

Tahun Bulan Harga Eceran Rata-rata Cabai Merah Besar

(rupiah/kg)

Perubahan (persen)

2009 Januari 14 956.06 -

Februari 12 089.20 -19.17

Maret 11 038.44 -8.69

April 11 133.79 0.86

Mei 11 830.62 6.26

Juni 11 212.77 -5.22

Juli 10 509.75 -6.27

Agustus 10 825.58 3.01

September 18 430.95 70.25

Oktober 24 699.43 34.01

November 20 213.10 -18.16

Desember 14 020.51 -30.64

2010 Januari 17 438.74 24.38

Februari 17 648.18 1.20

Maret 9 940.88 -43.67

April 11 964.37 20.36

Mei 15 030.99 25.63

Juni 21 984.68 46.26

Juli 24 955.43 13.51

Agustus 18 573.12 -25.57

September 15 057.80 -18.93

Oktober 12 527.22 -16.81

November 12 986.27 3.66

Desember 24 230.58 86.59

2011 Januari 27 271.21 12.55

Februari 24 134.05 -11.50

Maret 16 680.75 -30.88

April 12 593.73 -24.50

Mei 9 906.05 -21.34

Juni 8 709.03 -12.08

Juli 8 223.67 -5.57

Agustus 9 982.96 21.39

September 11 748.47 17.69

Oktober 14 551.57 23.86

November 18 274.68 25.59

Desember 23 130.34 26.57

Keterangan: IHK yang digunakan yaitu tahun dasar 2007=100

Sumber: Badan Pusat Statistik (2009a, 2009b, 2010b, 2010c, 2011b, 2011c) diolah

Fluktuasi harga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) produksi sayuran cenderung terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu saja, (2) struktur produksi yang terkonsentrasi secara regional diperparah pula oleh pola produksi


(21)

yang tidak sinkron antar daerah produsen, (3) permintaan komoditas sayuran umumnya sangat sensitif terhadap perubahan kesegaran produk. Komoditas sayuran umumnya relatif cepat busuk sehingga petani dan pedagang tidak mampu menahan penjualannya terlalu lama dalam rangka mengatur volume pasokan yang sesuai dengan kebutuhan pasar, karena hal itu dapat berdampak pada penurunan harga jual yang disebabkan oleh penurunan kesegaran produk, dan (4) untuk dapat mengatur volume pasokan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen maka dibutuhkan sarana penyimpanan yang mampu mempertahankan kesegaran produk secara efisien, namun ketersediaan sarana penyimpanan tersebut umumnya relatif terbatas akibat kebutuhan investasi yang cukup besar sedangkan teknologi penyimpanan sederhana yang dapat diterapkan oleh petani sangat terbatas (Irawan, 2007).

Fluktuasi harga cabai merah terjadi disebabkan oleh pola panen cabai yang bersifat musiman, sedangkan permintaan selalu ada dan pada saat hari raya seperti lebaran dan musim hajatan meningkat tajam. Hal ini menyebabkan terjadi ketidaksesuaian antara permintaan dan penawaran. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah karakteristik produk yang mudah rusak, tidak tahan disimpan lama sehingga memperkecil cakupan wilayah perdagangan komoditas tersebut. Di pihak lain, cabai merah sangat diperlukan masyarakat. Keberadaan cabai merah tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan konsumsi masyarakat sehari-hari, meskipun bukan termasuk kebutuhan pokok (Ketura, 1996)

Konsumsi masyarakat terhadap cabai merah segar cenderung meningkat, meskipun sering terjadi fluktuasi harga cabai merah. Tingkat konsumsi per kapita masyarakat Indonesia dalam seminggu terlihat bahwa sejak tahun 2009 hingga


(22)

2011 mengalami peningkatan yang besar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Konsumsi Rata-Rata per Kapita Seminggu Komoditas Cabai Merah

di Indonesia Tahun 2009 hingga 2011

Tahun Jumlah

(ons)

Perubahan (persen)

2009 0.292 -

2010 0.293 0.34

2011 0.321 8.70

Sumber: Badan Pusat Statistik (2011a)

Tabel 4 menunjukan bahwa setiap tahunnya terlihat dari tahun 2009 hingga 2011 konsumsi rata-rata per kapita dalam seminggu komoditas cabai merah di Indonesia mengalami meningkatan yang pesat. Nilai konsumsi cabai merah tersebut sudah mewakili juga kondisi konsumsi per kapita masyarakat terhadap cabai merah besar. Berdasarkan daerah tempat tinggalnya maka dapat diperoleh perbedaan konsumsi cabai merah per kapita pada masyarakat yang berada di perkotaan dan pedesaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Konsumsi dan Pengeluaran Rata-Rata per Kapita Seminggu Komoditas Cabai Merah Menurut Daerah Tempat Tinggal di Indonesia Periode September 2011

Tempat Tinggal Jumlah

(ons)

Nilai (rupiah)

Perkotaan 0.350 605

Pedesaan 0.292 548

Sumber: Badan Pusat Statistik (2011a)

Tabel 5 menunjukan bahwa konsumsi dan pengeluaran rata-rata per kapita komoditas cabai merah di Indonesia dominan berada di daerah perkotaan. Propinsi DKI Jakarta merupakan wilayah dengan jumlah penduduk yang padat, dimana terjadi peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6.


(23)

Tabel 6. Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun 2008 hingga 2011

(ribu jiwa)

Tahun Jumlah Penduduk

2008 9 146.20

2009 9 223.00

2010 9 607.80

2011 9 729.50

Sumber: Badan Pusat Statistik (2011e)

Peningkatan jumlah penduduk DKI Jakarta setiap tahunnya juga cenderung berdampak pada tumbuhnya usaha restoran baru di wilayah DKI Jakarta. Menurut Badan Pusat Statistik (2011d) dalam Sherly (2012), Propinsi DKI Jakarta merupakan pusat pertumbuhan bisnis restoran terbesar, yang memiliki kontribusi 26.1 persen dari jumlah restoran di Indonesia. Data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta menunjukkan terjadi peningkatan jumlah restoran pada tahun 2006 hingga 2011. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah Usaha Pariwisata Bidang Penyedia Makanan dan Minuman di Propinsi DKI Jakarta Tahun 2006 hingga 2011

(unit)

No. Jenis Usaha

Tahun

2006 2007 2008 2009 2010 2011

1. Restoran 1849 1779 2014 2215 2481 2742

2. Bar 504 526 586 600 646 705

3. Pusat Jajanan - - 26 48 54 55

4. Kafetaria - - - 1 7 21

Jumlah 2353 2305 2626 2864 3188 3523

Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta (2010) dalam Sherly (2012)

Menurut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi DKI Jakarta (2011), diantara lima kotamadya yang ada di Propinsi DKI Jakarta, wilayah Jakarta Selatan berada pada urutan pertama untuk kotamadya dengan jumlah restoran terbanyak.Hal ini dapat dilihat pada Tabel 8.


(24)

Tabel 8. Rekapitulasi Usaha Pariwisata Bidang Restoran di Propinsi DKI Jakarta Berdasarkan Jenis Masakan Tahun 2011

(unit)

Wilayah

No. Jenis Makanan Jakarta

Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Total per Jenis Masakan

1. Amerika 99 37 29 130 8 303

2. China 87 87 80 82 17 353

3. India 3 1 0 4 0 8

4. Indonesia 104 71 38 169 36 419

5. Italia 45 22 16 54 13 150

6. Jepang 78 39 37 118 5 277

7. Korea 9 16 3 21 0 49

8. Lain-lain 168 107 99 264 28 666

9. Malaysia 4 5 3 3 0 15

10. Perancis 8 0 1 14 1 24

11. Siap Saji 76 41 55 79 52 303

12. Thailand 22 14 5 20 0 61

13. Timur Tengah 8 1 1 10 1 21

14. Vietnam 1 1 0 1 0 3

Total per wilayah 712 443 367 969 161 2 652

Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta (2011)

Tabel 8 menunjukan bahwa restoran yang terdapat di Propinsi DKI Jakarta memiliki berbagai ragam masakan dari masakan Indonesia sampai masakan internasional. Jumlah restoran yang menyajikan masakan khas Indonesia di wilayah Jakarta Selatan menduduki posisi yang paling tinggi dibanding kotamadya lain di Propinsi DKI Jakarta yaitu sebanyak 169 unit restoran.

Jenis masakan khas Indonesia yang terdapat di wilayah Jakarta Selatan diantaranya Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam. Restoran-restoran tersebut membutuhkan cabai merah besar sebagai bahan baku penting dalam masakannya, maka diduga kebutuhan cabai merah oleh ketiga jenis restoran tersebut akan cenderung lebih dominan dibandingkan restoran lainnya. Harga cabai merah besar yang fluktuatif dapat berpengaruh terhadap restoran yang menggunakan cabai merah sebagai bahan baku masakannya. Apabila harga cabai


(25)

merah besar sedang melambung tinggi dan pasokannya sedikit, pihak restoran tidak dapat secara langsung mengurangi jumlah pemakaian cabai merah besar dalam bahan baku masakannya karena nantinya akan berdampak pada cita rasa masakan yang dijualnya. Akan tetapi hal ini dapat berpengaruh terhadap tingkat pengeluaran yang harus dikeluarkan pihak restoran tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai analisis permintaan cabai merah besar pada usaha restoran di wilayah Jakarta Selatan.

1.2. Perumusan Masalah

Fluktuasi harga cabai merah dapat disebabkan oleh besarnya jumlah penawaran dan besarnya jumlah permintaan. Semakin tinggi jumlah penawaran, maka harga akan rendah dan sebaliknya jika sedikit jumlah penawaran maka harga akan semakin tinggi (ceteris paribus). Apabila dilihat dari sisi permintaan, tingginya harga terjadi karena permintaan naik, sedangkan turunnya permintaan akan menyebabkan turunnya harga. Harga cabai merah yang berfluktuasi dapat memberi pengaruh negatif terhadap pihak restoran karena dapat mempengaruhi penerimaannya. Di sisi lain fluktuasi harga cabai merah tersebut memberi pengaruh positif bagi unit pengelola restoran lainnya (Murhaliz, 2007).

Harga cabai merah besar yang fluktuatif juga berpengaruh terhadap usaha restoran yang menggunakan cabai merah besar sebagai bumbu utama masakannya. Untuk mengetahui apakah hanya harga yang menjadi faktor utama dalam permintaan cabai merah atau ada faktor lain selain harga yang lebih berpengaruh terhadap permintaan cabai merah, besar dirumuskan permasalahan sebagai berikut:


(26)

1. Bagaimana karakteristik usaha restoran (Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam) di Jakarta Selatan?

2. Bagaimana permintaan cabai merah besar usaha restoran (Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam) di Jakarta Selatan dan faktor-faktor apakah yang mempengaruhinya?

1.3. Tujuan

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis permintaan cabai merah besar usaha restoran di Jakarta Selatan. Secara khusus tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi karakteristik usaha restoran (Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam) di Jakarta Selatan.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah besar usaha restoran (Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam) di Jakarta Selatan.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan adalah dapat membantu para pembuat keputusan terkait permintaan cabai merah besar terutama pengengola usaha Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam di Jakarta Selatan untuk mengevaluasi usaha yang dilakukannya dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan usahanya. Manfaat penelitian bagi pemerintah atau instansi pengambil keputusan terkait adalah penelitian dapat digunakan sebagai masukan dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun pengambilan keputusan terkait dengan pengaturan tataniaga cabai merah di Jakarta Selatan. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat berguna baik bagi penulis maupun


(27)

pihak lain yang berkepentingan sebagai sumber informasi dan masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian mencakup analisis permintaan cabai merah besar usaha restoran di Jakarta Selatan. Sampel dalam penelitian ini adalah Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam pada skala usaha besar dan menengah yang berada di Jakarta Selatan. Responden dalam penelitian ini adalah pengelola atau pegawai usaha restoran tersebut. Pengambilan data dilakukan pada pertengahan Bulan Agustus hingga Bulan Oktober 2011

Keterbatasan penelitian yaitu faktor-faktor yang diduga mempengaruhi permintaan cabai merah besar usaha Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam di Jakarta Selatan. Restoran Padang terdiri dari enam variabel yaitu harga cabai merah besar, harga beras dan harga minyak goreng sebagai barang komplementer, harga jual rata-rata masakan, rata-rata penerimaan restoran, dan dummy skala usaha. Restoran Sunda terdiri dari tujuh variabel yaitu harga cabai merah besar, harga minyak goreng dan gula pasir sebagai barang komplementer, harga jual rata-rata masakan, rata-rata penerimaan restoran, dummy skala usaha dan dummy jarak lokasi restoran. Restoran Ayam terdiri dari enam variabel yaitu harga cabai merah besar, harga minyak goreng dan harga bawang merah sebagai barang komplementer, harga jual rata masakan, rata-rata penerimaan restoran, dan dummy skala usaha. Penelitian ini tidak memasukkan variabel barang substitusi dari cabai merah besar, dan barang input lain yang digunakan dalam usaha Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam.


(28)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cabai Merah Besar

Cabai merupakan tanaman hortikultura yang banyak ditanam, dimana umumnya cabai digunakan untuk kebutuhan rumah tangga dan industri makanan. Jenis sayuran ini banyak dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat tanpa melihat tingkat sosialnya (Widiawati dan Indrayani 2008). Secara umum cabai digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu cabai besar, cabai kecil, dan cabai hias. Cabai kecil dan cabai besar merupakan jenis cabai yang biasanya diperdagangkan di pasar tradisional. Umumnya cabai kecil dikenal dengan istilah cabai rawit sedangkan cabai besar dikenal dengan istilah cabai merah. Cabai besar sendiri dibedakan menjadi dua kelompok yaitu cabai merah besar dan cabai merah keriting (Suyanti, 2007 dalam Sari, 2009).

Cabai merah termasuk komoditas yang tidak diatur tataniaganya oleh pemerintah. Oleh karenanya harga yang terjadi sangat bergantung kepada mekanisme pasar, yaitu interaksi kekuatan penawaran dan permintaan. Sesuai dengan sifat cabai merah yang mudah rusak, elemen biaya pemasaran (termasuk di dalamnya transportasi) akan memberikan indikasi mengenai keterkaitan antara pasar-pasar utama dengan sentra produksi pemasoknya. Pada umumnya konsumen rumah tangga, lembaga, maupun industri pengolahan komersial menginginkan cabai merah dalam bentuk segar serta dengan warna merah merata. Kesegaran, ukuran, rasa, aroma, dan warna cabai merah akan berpengaruh terhadap kualitas produk yang dihasilkan dalam pengolahan. Cabai merah juga merupakan komoditas yang mudah mengalami penurunan kualitas. Hal ini yang akhirnya sering membatasi mobilitas perdagangan dan sekaligus menjelaskan


(29)

mengapa harga cabai merah bervariasi (Subiyanto, 1996).

Harga cabai merah diduga sangat dipengaruhi oleh pembentukan harga di tingkat pedagang besar. Hal ini terjadi karena melalui jaringannya, pedagang besar memiliki kemudahan untuk memperoleh informasi yang menyangkut situasi penawaran dan permintaan. (Kotser, 1989 dalam Adiyoga, 1995). Contoh rantai pemasaran cabai merah dapat dilihat pada Gambar 1.

30% 60%

4% 6%

Sumber: Hutabarat dan Rahmanto (2004)

Gambar 1. Profil Rantai Pemasaran Cabai Merah

Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa distribusi penjualan cabai merah dari tingkat petani terdapat empat cabang. Pihak yang mendapat persentase paling besar dalam penjualan cabai merah dari petani adalah pedagang pengumpul skala besar, yaitu sebanyak 60 persen. Selanjutnya dari pengumpul skala besar lalu didistribusikan lagi ke pedagang di Pasar Induk Kramat Jati, lalu rantai

Petani Produsen

Pedagang Pengumpul Skala

Menengah/Kecil

Pedagang Pengumpul Skala Besar

Pedagang Grosir Pasar Kramat Jati

Pedagang Pengecer Daerah Konsumsi

Konsumen Pedagang Pengecer

Pasar Lokal Kecamatan


(30)

dilanjutkan ke pedagang pengecer dan pada akhirnya sampai pada konsumen. Cabang kedua yaitu sebanyak 30 persen diberikan kepada pedagang pengumpul skala kecil dan menengah. Selanjutnya dari pengumpul skala menengah pun akhirnya didistribusikan ke Pasar Induk Kramat Jati dan berakhir pada konsumen. Cabang ketiga yaitu pedagang pengecer lokal di kecamatan, biasanya pedagang ini langsung menjual hasil cabai merah ke konsumen di kecamatan terdekat dan tidak menjualnya ke pasar.

2.2. Permintaan Konsumen

Permintaan konsumen didefinisikan sebagai jumlah berbagai komoditas tertentu bahwa konsumen individu bersedia dan mampu membeli karena harga komoditas yang bervariasi, dengan semua faktor lain yang mempengaruhi permintaan tetap konstan (Tomek dan Robinson 1990). Menurut Kartasapoetra (1986) dalam Trihendria (1994), permintaan konsumen adalah kuantitas produk atau jasa yang diinginkan untuk dibeli oleh konsumen tertentu pada suatu harga eceran tertentu, dalam suatu pasar tertentu, serta selama jangka waktu tertentu.

Menurut Sumarwan (2002) dalam Manda (2006), berkaitan dengan teori permintaan dan perilaku konsumen, istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan langsung oleh individu dan sering disebut pemakai akhir atau konsumen akhir. Jenis kedua adalah konsumen organisasi yang meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, dan lembaga lainnya. Semua jenis organisasi ini harus membeli produk, peralatan, dan jasa-jasa lainnya untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya


(31)

2.3. Konsumen Lembaga

Menurut Swastha dan Handoko (1987) dalam Sari (2000), konsumen lembaga dan konsumen keluarga mempunyai perbedaan dasar yaitu pada perilaku pembelian. Konsumen lembaga mempunyai motif yang berbeda dan sangat dipengaruhi oleh banyak individu yang terlibat dalam pengambil keputusan, sedangkan pada konsumen keluarga motif pembeliannya tanpa atau sedikit sekali dipengaruhi oleh orang lain secara langsung atau merupakan individu yang benar-benar melakukan pembelian. Menurut Swastha dan Irawan (1985) dalam Fuadi (1996), konsumen lembaga yang berusaha di bidang makanan mempunyai permintaan komoditi yang berbeda dibanding konsumen rumah tangga. Umumnya konsumen lembaga lebih memperhatikan keseragaman, kesinambungan, dan standardisasi pada komoditinya. Proses pembelian konsumen lembaga jauh lebih kompleks daripada keputusan membeli yang dibuat oleh konsumen akhir.

Menurut Torsina (1987) dalam Fuadi (1996), pada pelaksanaan pembelian suatu barang, konsumen lembaga khususnya restoran akan memilih pemasok yang cocok dan bahan atau barang yang sesuai dengan yang diinginkan. Restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisasi secara komersial, untuk menyelenggarakan pelayanan dengan baik kepada semua tamunya baik berupa makan maupun minum. Restoran ada yang berada dalam suatu hotel, kantor maupun pabrik, dan banyak juga yang berdiri sendiri di luar bangunan itu (Panjaitan 2010).

Perda Propinsi DKI Jakarta No. 10 Tahun 2004 tentang kepariwisataan menjelaskan tentang restoran yaitu jenis usaha penyediaan makanan dan minuman yang melakukan pengolahan bahan-bahan masakan dan hidangan pada suatu


(32)

tempat atau lokasi tetap tertentu dengan bangunan permanen. Pengertian restoran menurut Direktorat Jenderal Pariwisata No. 15/V/1998 adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian permanen, dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan penjualan makanan dan minuman di tempat usahanya serta memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan.

2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang dapat dijadikan acuan pada penelitian ini diantaranya penelitian Trihendria (1994), Fuadi (1996), Ketura (1996), Nurlianti (2002), dan Manda (2006). Hasil penelitian-penelitian tersebut dapat dilihat dalam bentuk matriks pada Tabel 9.

2.4.1. Penelitian Tentang Cabai Merah

Penelitian mengenai cabai merah telah dilakukan oleh peneliti terdahulu seperti penelitian oleh Ketura (1996) dan Manda (2006). Penelitian tersebut menganalisis tentang perkembangan serta faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah pada konsumen lembaga (Tabel 9).

2.4.2. Penelitian Tentang Analisis Permintaan Turunan Pada Konsumen Lembaga

Penelitian terdahulu mengenai analisis permintaan komoditas tertentu oleh konsumen lembaga telah dilakukan diantaranya oleh Trihendria (1994), Fuadi (1996), dan Nurlianti (2002). Penelitian Trihendria (1994) mengenai permintaan daging kalkun, Fuadi (1996) mengenai permintaan ayam kampung, dan Nurlianti (2002) mengenai permintaan telur ayam ras, ketiganya menggunakan data primer, masing-masing penelitian dilakukan pada hotel, restoran, dan pedagang martabak (Tabel 9).


(33)

Tabel 9. Matrik Penelitian Terdahulu

No Peneliti/Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil

1. Nama: RR Ineswara

Trihendria Tahun: 1994

Judul: Analisis permintaan Daging Kalkun di DKI Jakarta (Studi Kasus: Hotel Borobudur Intercontinental, Hotel Indonesia, Aerowisata Catering Service). 1. Mengetahui volume konsumsi daging kalkun oleh Hotel Borobudur Intercontinental, Hotel Indonesia, dan Aerowisata Catering Service. 2. Mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan oleh ketiga lembaga tersebut. 3. Mengukur besaran pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap volume konsumsi oleh ketiga lembaga tersebut.

4. Mengetahui asal

daging kalkun

1. Penelitian

dilakukan dengan cara studi kasus

2. Pengolahan data

dilakukan dengan cara tabulasi dan dilakukan perhitungan rata-rata, simpangan baku, dan koefisien keragaman pengukuran untuk menduga besarnya volume konsumsi. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi digunakan model analisis linier regresi berganda.

1. Volume konsumsi daging kalkun impor pada tahun 1993 di

Hotel Borobudur Intercontinental adalah sebesar 2,127 kg, Hotel Indonesia sebesar 122 kg, dan Aerowisata Catering Service sebesar 24,892 kg.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume konsumsi daging

kalkun secara nyata pada Hotel Borobudur Intercontinental adalah total pengeluaran daging kalkun impor, total pengeluaran daging bebek lokal, dan jumlah pengunjung restoran. Pada Hotel Indonesia adalah total pengeluaran daging sapi lokal, total pengeluaran daging kalkun impor, dan jumlah pengunjung restoran. Pada ACS adalah total pengeluaran daging sapi impor, total pengeluaran daging sapi lokal, total pengeluaran daging kalkun impor, total pengeluaran daging bebek impor, dan total pengeluaran daging bebek lokal.

3. Nilai elastisitas dari tiap faktor yang mempengaruhi volume

konsumsi daging kalkun pada Hotel Borobudur Intercontinental berturut-turut sebesar 1.0168, -0.0405751, dan 1.2759. Pada Hotel Indonesia berturut-turut sebesar 0.0124, 0.0083691, dan -0.093197.

4. Pada ACS berturut-turut sebesar -0.086654, -0. 092152,

0.88121, 0.038937, dan 0,010148.

5. Negara asal daging kalkun impor di ketiga lembaga tersebut

adalah Amerika Serikat. Frekuensi impor di Hotel


(34)

No Peneliti/Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil berdasarkan impor, asal negara pengekspor, frekuensi impor, sistem pembayaran, teknik penyimpanan,

dan jenis grade

(kualitas) yang biasa dipilih

Borobudur Intercontinental adalah dua minggu sekali, Hotel Indonesia satu tahun sekali, dan ACS satu bulan sekali. Sistem pembayaran di ketiga lembaga tersebut adalah sistem pembayaran yang dibayarkan pada satu bulan setelah barang tersebut diambil. Teknik daging yang bersuhu -18 °c sampai

-35°c. Grade yang digunakan ketiga lembaga tersebut

adalah grade A.

2. Nama: Ahmad Fuadi Tahun: 1996

Judul: Analisis Permintaan Ayam Kampung oleh Restoran di Kotamadya Pontiianak. 1. Melihat mekanisme penyediaan ayam kampung oleh restoran dan pola permintaan ayam kampung oleh restoran.

2. Melihat elastisitas

harga terhadap permintaan ayam kampung.

1. Penentuan sampel

didapat dengan menggunakan metode sensus.

2. Analisis data

yang digunakan adalah analisis linier berganda dan analisis respon (elastisitas)

1. Jumlah ayam kampung yang dibutuhkan oleh setiap restoran

antara 10-50 ekor per hari. Harga rata-rata ayam kampung yang dibayar oleh restoran adalah Rp 4,621 per ekor, sedangkan berat hidup rata-rata ayam kampung yang diminta oleh restoran adalah 0.809 kg per ekor. Harga jual ayam kampung olahan terendah adalah Rp 2,200 per potong, sedangkan harga jual tertinggi adalah Rp 4,000 per potong.

2. Elatisitas harga ayam kampung terhadap permintaan adalah

-0.330. Elastisitas harga jual ayam olahan terhadap permintaan adalah 0.255. Kedua elastisitas tersebut bersifat inelastic

Tabel 9. Lanjutan


(35)

No Peneliti/Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil

3. Nama: Weiny Balqis Ketura Tahun: 1996

Judul: Analisis Permintaan Cabai di Indonesia.

1. Menduga fungsi

permintaan akan komoditi cabai pada periode tahun 1975 sampai 1995. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai

1. Jenis data

adalah data sekunder time series tahunan (1975-1995)

2. Metode analisis

data yang digunakan adalah metode desriptif dan kuantitatif. Data diolah dengan paket program ekonometrik SHAZAM V 6.2.

1.Fungsi permintaan cabai sebagai konsumsi langsung diduga

dipengaruhi oleh harga cabai, pendapatan, harga beras, harga cabai botol, dan jumlah penduduk.

2. Fungsi permintaan cabai sebagai bahan baku indutri d

dipengaruhi oleh harga cabai, pengeluaran untuk tenaga jumlah industri yang menggunakan cabai sebagai bahan baku jumlah produksi industri yang menggunakan cabai.

3. Fungsi permintaan cabai total diduga dipengaruhi oleh

variabel gabungan permintaan cabai sebagai konsumsi langsung dan sebagai bahan baku industri.

4. Permintaan cabai sebagai konsumsi langsung rumah tangga

terutama dipengaruhi oleh selera, selain itu juga dipengaruhi oleh harga cabai, tingkat pendapatan, harga beras, harga cabai botol, dan jumlah penduduk.

5. Permintaan cabai sebagai bahan baku industri dipengaruhi

oleh harga cabai, pengeluaran untuk tenaga kerja, jumlah industry yang menggunakan cabai sebagai bahan baku industri, dan jumlah produksinya.

4. Nama: Lia Nurlianti

Tahun: 2002

Judul: Analisis Permintaan Telur Ayam Ras

1. Menganalisis

jumlah

permintaan telur ayam ras oleh pedagang

martabak telur di

1. Penentuan

sampel dilakukan dengan menggunakan

1. Jenis pedagang martabak telur dibagi menjadi pedagang

martabak telur kios dan pedagang martabak telur gerobak. Rataan permintaan telur ayam ras oleh pedagang martabak telur kios adalah 160 kg/bulan per pedagang (67.80%) dan untuk pedagang martabak telur gerobak adalah 75.11 kg/bulan per pedagang (32.20%).

Tabel 9. Lanjutan


(36)

No Peneliti/Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil

Oleh Pedagang Martabak Telur di Kota Bogor. Kota Bogor. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan telur ayam ras oleh pedagang

martabak telur di Kota Bogor.

3. Mengukur

pendapatan pedagang

martabak telur di Kota Bogor.

4. Menganalisis

respon (elastisitas)

permintaan telur ayam ras terhadap

harga dan pendapatan. metode pengambilan contoh kelompok bertingkat atau bertahap

(multistage

cluster random sampling).

2. Analisis data

yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis pendapatan, analisis respon(elastisita s), dan analisis regresi linier berganda.

2. Berdasarkan hasil uji-t diperoleh variabel-variabel yang

berpengaruh sangat nyata terhadap permintaan telur ayam

ras adalah volume usaha unit B dan volume usaha unit D (α

= 0.01), sedangkan variabel dummy lokasi usaha

berpengaruh nyata pada taraf nyata (α = 0.05). Harga minyak

goreng berpengaruh nyata pada taraf nyata (α =

0.1).Berdasarkan hasil uji F diperoleh bahwa secara bersama-sama peubah harga telur ayam ras, harga tepung terigu, harga minyak goreng, volume usaha unit A, volume usaha unit B, volume usaha unit D, dan lokasi usaha (variabel dummy) berpengaruh nyata terhadap permintaan telur ayam ras.

3. Penadapatan bersih pedagang martabak telur kios adalah

sebesar Rp 4 959 056/bulan dan pedagang martabak telur gerobak sebesar 1 134 291.12/bulan.

4. Elastisitas permintaan telur ayam ras oleh pedagang

martabak telur bersifat inelastis (0.166). Nilai elastisitas volume usaha unit A (0.047), volume usaha unit B (0.225), dan volume usaha unit D (0.349). Hal ini menunjukan bahwa pada usaha dagang unit A, unit B, dan unit D tersebut telur ayam ras merupakan barang normal. Nilai elastisitas silang harga tepung terigu (0.680) dan harga minyak goreng (0.331) menunjukan hasil yang positif, ini berarti bahwa barang-barang tersebut merupakan barang substitusi.

20


(37)

No Peneliti/Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil

5. Nama: Habrianto Manda

Tahun: 2006

Judul: Analisis Permintaan

Cabai (Capsicum

spp.) oleh Restoran Padang di Kota Bogor.

1. Mengidentifikasi

karakteristik usaha dan pola permintaan cabai oleh Restoran Padang di Kota Bogor. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan cabai oleh Restoran Padang di Kota Bogor.

3. Menganalisis

elastisitas

permintaan cabai oleh Restoran Padang di Kota Bogor 1. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan

metode area

cluster sampling.

2. Analisis data

yang digunakan adalah analisis deskriptif,

analisis linier

berganda, dan analisis respon (elastisitas)

1. Karakteristik usaha Restoran Padang di Kota Bogor

diantaranya sebanyak 81.3 persen memiliki tempat usaha dengan status sewa, 40.6 persen telah menjalankan usaha lebih dari lima tahun, 62.5 persen mempunyai cabang usaha di lokasi lain, dan 78.1 persen memiliki dapur yang tergabung dengan bangunan usaha.Pola permintaan cabai oleh Restoran Padang di Kota Bogor yaitu sebesar 31.3 persen membutuhkan cabai merah antara 50-100 kg per bulan, 43.8 persen menggunakan cabai hijau antara 101-150 kg per bulan, 40.6 persen menghabiskan cabai rawit berkisar 10-20 kg per bulan. Sebanyak 93.8 persen melakukan pembelian cabai merah setiap hari, 100 persen membeli cabai hijau setiap hari, dan 59.4 persen memebeli cabai rawit setiap hari. Rata-rata jumlah cabai yang dibutuhkan yaitu cabai merah sebanyak 131.33 kg/bulan, cabai hijau sebanyak 118.83 kg/bulan, dan cabai rawit sebanyak 17.89 kg/bulan

2. Faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi permintaan

cabai merah adalah harga, omzet penjualan, proporsi belanja cabai terhadap total belanja, dan jumlah masakan. Faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi permintaan cabai hijau adalah harga, omzet penjualan, dan proporsi belanja cabai terhadap total belanja. Faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi permintaan cabai rawit adalah proporsi belanja cabai terhadap total belanja dan jumlah masakan.

3. Nilai elastisitas harga dari permintaan cabai merah, cabai

hijau, dan cabai rawit berturut-turut yaitu sebesar -0.47, -0. 84, dan -0.27.

Tabel 9. Lanjutan


(38)

2.5. Kebaruan Penelitian

Penelitian ini memiliki persamaan dan kebaruan dibandingkan penelitian Ketura (1996) dan Manda (2006). Persamaannya adalah menggunakan cabai merah sebagai komoditas yang diteliti. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Ketura (1996) adalah dalam hal jenis data yang digunakan dan cakupan penelitian. Pada penelitian Ketura jenis data yang digunakan adalah data sekunder time series periode tahun 1975-1995, sedangkan pada penelitian ini menggunakan data primer cross section. Tujuan penggunaan data primer adalah lebih kepada menjelaskan pola konsumsi unit restoran di daerah yang diteliti.

Data yang digunakan dalam penelitian ini sama dengan penelitian Manda (2006) yaitu mengkaji tentang cabai merah pada konsumen lembaga unit restoran, tetapi jenis konsumen lembaga, lokasi yang diteliti, dan teknik pengambilan sampel pada penelitian ini berbeda. Pada penelitian Manda komoditas yang diteliti cabai merah keriting, cabai hijau, dan cabai rawit, lokasi yang dipilih adalah Kota Bogor dan konsumen lembaga yang diteliti adalah hanya satu jenis restoran yaitu Restoran Padang. Berbeda dengan penelitian Manda, penelitian ini dilakukan di wilayah Jakarta Selatan, komoditas yang diteliti adalah cabai merah besar dan jenis restoran yang diteliti ada tiga jenis restoran yaitu Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam. Pembagian sampel pun di stratifikasi berdasarkan skala usahanya.


(39)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Cabai merah besar merupakan salah satu komoditas input yang digunakan dalam bumbu masakan usaha Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam di Jakarta Selatan. Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini membahas tentang teori permintaan dan konsep permintaan turunan.

3.1.1. Konsep Dasar Permintaan

Permintaan adalah jumlah barang dan jasa yang rela dan mampu dibeli oleh para pelanggan selama periode tertentu berdasarkan kondisi tertentu, diantaranya harga barang yang bersangkutan, harga dan ketersediaan barang yang berkaitan, perkiraan akan perubahan harga, pendapatan konsumen, selera dan preferensi konsumen, pengeluaran dan periklanan. Terdapat dua model permintaan yaitu: 1. Permintaan langsung, yaitu permintaan untuk konsumsi pribadi. Permintaan

atas barang dan jasa yang secara langsung memuaskan keinginan konsumen. 2. Permintaan turunan, yaitu permintaan atas barang dan jasa bukan karena nilai

konsumsi langsung, melainkan karena merupakan masukan dalam pembuatan atau distribusi produk. Ini dapat dikatakan bahwa permintaan barang dan jasa tersebut diturunkan dari permintaan akan produk dimana barang dan jasa tersebut digunakan dalam pembuatannya (Pappas and Hirschey, 1995).

3.1.2. Konsep Permintaan Turunan (Derived Demand)

Permintaan turunan merupakan permintaan untuk sumberdaya (input) yang tergantung pada permintaan keluaran (output) dimana sumberdaya tersebut dapat digunakan untuk berproduksi. Perusahaan tidak dapat membuat keuntungan kecuali ada permintaan untuk produknya. Jumlah output yang dihasilkan


(40)

perusahaan baik dalam jangka panjang dan jangka pendek tergantung pada nilai yang ditempatkan pasar pada produk perusahaan. Ini berarti bahwa permintaan untuk input tergantung pada permintaan untuk output (permintaan input berasal dari permintaan output). Nilai yang melekat pada produk dan input yang diperlukan untuk menghasilkan produk tersebut yang menentukan produktivitas input itu. Formalnya, produktivitas input adalah jumlah output yang diproduksi per unit input. Ketika jumlah output yang dihasilkan per unit input besar, input dikatakan sangat produktif. Ketika hanya sedikit output yang dihasilkan per unit input, maka produktivitas yang rendah (Case and Fair, 1996).

Permintaan akan barang dan jasa produsen berkaitan erat dengan permintaan akan produk akhir yang dihasilkan oleh barang dan jasa produsen tersebut. Permintaan akan barang-barang ini berakar dari nilai barang tersebut dalam pembuatan dan penjualan produk-produk lain. Barang tersebut memiliki nilai karena penggunaannya berpotensi untuk menghasilkan laba. Komponen kunci dalam menetapkan permintaan turunan adalah manfaat marginal dan biaya marginal yang dikaitkan dengan penggunaan satu masukan atau faktor produksi tertentu. Jumlah dari setiap barang dan jasa yang dipergunakan akan meningkat ketika manfaat marginalnya, yang diukur dalam bentuk nilai keluaran yang dihasilkan, lebih besar dari biaya marginal untuk menggunakan masukan tersebut. Sebaliknya, jumlah dari setiap masukan yang dipergunakan dalam produksi akan menurun ketika manfaat marginal yang dihasilkan lebih kecil dari biaya marginal untuk penggunaannya (Pappas and Hirschey, 1995).

Menurut Tomek dan Robinson (1990), permintaan turunan digunakan untuk menunjukan daftar permintaan bagi input yang dipakai dalam menghasilkan


(41)

produk akhir. Permintaan turunan berbeda dari permintaan primer berdasarkan jumlah biaya pemasaran dan pengolahan perunit produk. Kurva permintaan turunan dapat berubah baik karena pergeseran kurva permintaan primer atau karena perubahan marjin pemasaran. Secara empiris hubungan permintaan turunan dapat diperkirakan secara tidak langsung dengan mengurangkan marjin yang terdapat dalam daftar permintaan primer atau secara langsung dengan menggunakan data harga dan kuantitas yang berlaku untuk tahap pemasaran yang tepat (harga grosir dan jumlah misalnya dapat digunakan untuk mendekati permintaan turunan di tingkat menengah, sementara harga pertanian dan data penjualan dapat digunakan untuk memperkirakan kurva permintaan yang dihadapi produsen). Hubungan permintaan primer (primary demand) dan permintaan turunan (derived demand) dapat dilihat pada Gambar 2.

Harga (P) Pp M

Pd

Primary Demand Derived Demand Qa Kuantitas per unit (Q)

Sumber : Tomek dan Robinson (1990)

Gambar 2. Kurva Permintaan Primer dan Permintaan Turunan

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa kurva derived demand (Dd) terletak di bawah kurva primary demand (DP) sehingga untuk jumlah barang yang sama, harga primary demand relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan derived


(42)

demand. Hal ini terjadi karena adanya pengolahan atau proses lebih lanjut dari input menjadi output akhir.

Menurut Boediono (2002), banyak input yang “diminta” oleh seorang produsen tergantung kepada besar output yang direncanakan untuk diproduksikan. Besar output yang direncanakan tergantung kepada perhitungan mengenai tingkat output mana yang diharapkan akan menghasilkan keuntungan maksimum. Jadi keputusan mengenai banyak input yang diminta adalah sisi lain dari keputusan mengenai banyak output yang akan diproduksikan dan keduanya adalah hasil dari proses penentuan posisi keuntungan maksimum. Menurut Doll dan Orazem (1984), fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara output (Y) dengan input (X1) serta faktor tetapnya (X2, X3,…, Xn).

Y = f (X1│X2, X3, …, Xn)

………..………(3.1)

Keuntungan (π) merupakan pengurangan dari Total Value Product (TVP) dengan Total Cost (TC), dimana Total Cost terdiri dari Total Variable Cost (TVC) dan Total Fixed Cost (TFC), dalam hal ini TFC dianggap konstan nilainya.

π = TVP – TC

π = TVP – TVC – TFC

π = (Py . Y) – (Px . X) – TFC ….……...….…….………....….…. (3.2) Guna memaksimumkan keuntungan sehubungan dengan variabel input, maka persamaan (3.2) diturunkan terhadap nol. Turunan pertama π terhadap x sama dengan nol (dπ/dx=0) sehingga persamaan (3.2) berubah menjadi :

��

�� =��

��

��− ��= 0

��


(43)

�� .���� =��………(3.3) Menurut Boediono (2002), ����.�� disebut juga Value of Marginal Product dari X, yaitu MPPx yang dinilai dalam satuan uang (bukan dalam satuan fisik). Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut.

���� =��………(3.4)

Produsen akan menggunakan input X sampai jumlah tertentu sehingga VMPx sama dengan harga per unit X. Ini adalah tingkat penggunaan input X yang optimal karena menghasilkan keuntungan maksimum bagi produsen. Kurva VMPx dapat digambarkan dari kurva MPPx dengan mengubah skala sumbu optimal karena menghasilkan keuntungan maksimum bagi produsen. Kurva VMPx dapat digambarkan dari kurva MPPx dengan mengubah skala sumbu vertikalnya dari satuan fisik menjadi satuan nilai (uang). Kurva VMPx adalah kurva permintaan produsen akan input X, namun dalil ini berlaku atas dasar : 1. Produsen dianggap sebagai pembeli “kecil” di pasar input X,

2. Produsen beroperasi dalam persaingan sempurna di pasar outputnya,

3. Kurva VMP yang berlaku adalah bagian yang menurun (sebab bagian VMP yang menaik menggambarkan MPP yang menaik, dan bagian ini tidak pernah dipilih produsen, yang disebut irrational stage).

Penurunan kurva VMPx terdapat pada Gambar 3, sedangkan kurva VMPx sama dengan kurva permintaan input X terdapat pada Gambar 4.


(44)

Output (Y)

TPP

I II III

X1 X2 X3 Penggunaan input (X) Output (Y)

APP

0 Penggunaan input (X) MPP

Harga input (Px)

0 Penggunaan input (X)


(45)

Gambar 3. Penurunan Kurva Value Marginal Product X Harga input (Px)

P”x

P’x

VMPx = Dx

0 X2 X1 Penggunaan input (X)

Sumber : Boediono (2002)

Gambar 4. Kurva Permintaan Input X

Gambar 4 menunjukkan bahwa apabila harga input X adalah P’x, maka jumlah input x yang diminta produsen adalah 0X1 agar memenuhi syarat VMPx = Px dan apabila harga input X adalah P”x maka jumlah input x yang diminta produsen adalah 0X2. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam kasus satu input variabel dan produsen beroperasi dalam persaingan sempurna baik di pasar input maupun di pasar output,bagian yang menurun dari kurva VMP adalah juga kurva permintaan akan input variabel tersebut.Permintaan akan input dipengaruhi oleh : 1. Teknologi.

Kemajuan teknologi atau peningkatan produktifitas suatu input menggeser permintaan akan input ke kanan.


(46)

Semakin sempurna persaingan dalam pasar output, maka semakin landai kurva permintaan akan output dan semakin elastis permintaan akan input tersebut.

3. Semua faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen akan output. Yaitu seperti selera, pendapatan, harga barang-barang lain, distribusi pendapatan, dan lain sebagainya. Apabila selera meningkat, pendapatan meningkat, dan harga barang substitusi output naik, maka permintaan akan input yang digunakan dalam proses produksi barang tersebut meningkat (bergeser ke kanan). Sebaliknya akan terjadi apabila selera, pendapatan, dan harga barang substitusi turun.

3.1.3. Elastisitas PermintaanInput (Faktor Produksi)

Menurut Sukirno (2003), suatu perubahan harga faktor produksi akan menimbulkan akibat yang berlainan ke atas perubahan jumlah berbagai faktor produksi yang digunakan. Ada yang perubahan jumlahnya sangat besar dan ada pula yang sangat sedikit. Beberapa faktor penting yang mempengaruhi elastisitas permintaan suatu faktor produksi diuraikan di bawah ini:

1. Elastisitas permintaan dari barang yang dihasilkan.

Semakin besar elastisitas permintaan terhadap barang yang dihasilkan, semakin besar pula elastisitas permintaan terhadap faktor produksi.

2. Perbandingan antara biaya faktor produksi dengan biaya total.

Semakin besar bagian dari biaya produksi total yang dibayarkan kepada suatu faktor produksi, semakin lebih elastis permintaan faktor produksi tersebut. 3. Tingkat penggantian di antara faktor produksi

Semakin banyak faktor produksi lainnya yang dapat menggantikan suatu faktor produksi, semakin elastis permintaan ke atas faktor produksi tersebut. 4. Tingkat penurunan produksi fisik marjinal


(47)

Semakin cepat penurunan produksi fisik marjinal semakin tidak elastis permintaan terhadap faktor produksi yang bersangkutan.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Konsumen lembaga seperti usaha restoran, terutama restoran-restoran yang menyajikan jenis masakan yang membutuhkan banyak cabai merah besar, memiliki tingkat permintaan terhadap cabai merah besar lebih banyak dibanding restoran lainnya. Di sisi lain, harga cabai merah besar cenderung mengalami fluktuatif setiap bulannya. Hal ini berpengaruh terhadap permintaan cabai merah besar oleh usaha restoran yang menggunakan cabai merah besar sebagai komponen utama dalam bumbu masakan. Komposisi bumbu sudah ditentukan untuk setiap masakan (cita rasa) pada jenis usaha Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam, jika terjadi kenaikan harga cabai merah besar maka akan mempengaruhi jumlah permintaan cabai merah besar, jumlah masakan yang ditawarkan, sehingga mempengaruhi penerimaan, pengeluaran, dan keuntungan usaha restoran

Pada penelitian ini dikaji mengenai karakteristik restoran-restoran yang dominan menggunakan cabai merah besar sebagai bahan baku penting dalam bumbu masakannya. Restoran tersebut yaitu Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam. Kemudian menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan cabai merah besar pada usaha restoran. Hal ini penting bagi pengelola usaha agar dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat berpengaruh bagi pengembangan usahanya serta dapat mengevaluasi usahanya agar tetap dapat menguntungkan. Kerangka operasional pada penelitian ini dapat disajikan pada Gambar 5.


(48)

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional

Fluktuasi harga cabai merah besar di wilayah DKI Jakarta

Permintaan cabai merah besar usaha restoran di Jakarta Selatan

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah besar usaha

Restoran Padang, Restoran Sunda,

dan Restoran Ayam (Analisis Model Regresi Linier Berganda)

Rekomendasi bagi pengelola usaha restoran untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan usahanya

Usaha Restoran Padang

Usaha Restoran Sunda

Usaha Restoran Ayam

Karakteristik usaha Restoran Padang, Restoran Sunda, dan

Restoran Ayam (Analisis Deskriptif)


(49)

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengumpulan data primer untuk keperluan penelitian dilaksanakan di Jakarta Selatan. Pemilihan kawasan ini dengan pertimbangan bahwa Jakarta Selatan merupakan wilayah kotamadya yang memiliki usaha restoran dan rumah makan terbanyak di Propinsi DKI Jakarta (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, 2011). Pengumpulan data primer dilaksanakan dari pertengahan bulan Agustus sampai Oktober 2011. Pengolahan dan analisis data dilaksanakan dari bulan Desember 2011 sampai Juni 2013.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer merupakan data cross-section. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner yang ditujukan kepada beberapa pegawai atau manager restoran yang dijadikan sampel di wilayah yang sudah ditentukan. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, dan literatur.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Data primer diperoleh melalui metode wawancara yang dilengkapi dengan kuesioner yang telah disiapkan, kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengambilan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara kepada manager atau pegawai Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam yang mengetahui dan kompeten dalam memberikan informasi yang dibutuhkan. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan membaca sumber pustaka yang berhubungan dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian dan melakukan


(50)

pencarian melalui situs-situs internet yang menyajikan informasi yang dibutuhkan. 4.4. Metode Pengambilan Contoh

Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah accidental, yaitu metode pengambilan contoh secara sengaja pada sejumlah Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam yang ditemui di wilayah Jakarta Selatan. Restoran yang dijadikan sampel harus berdasarkan ciri-ciri spesifik restoran yang sesuai dengan kriteria penelitian adalah restoran yang menggunakan cabai merah besar sebagai bahan penting dalam masakannya. Jumlah sampel dari tiap restoran dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Matriks Persentase Sampel yang Digunakan dalam Penelitian Jenis Restoran Total Populasi

(unit)

Persentase Sampel (%)

Total Sampel (unit)

Restoran Padang 48 40 20

Restoran Sunda 26 50 13

Restoran Ayam 29 50 15

Total 103 48

Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta (2011) Data sampel diolah (2011)

Pengambilan sampel berdasarkan Tabel 10 dikarenakan pertimbangan keragaman datanya yang kecil dan dianggap sudah mewakili keseluruhan dari Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam yang berada di Jakarta Selatan. Pembagian sampel jenis restoran dilakukan dengan mengklasifikasikan berdasarkan skala usahanya.

Menurut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta (2011), pembagian kelas skala usaha restoran di propinsi DKI Jakarta didasarkan pada jumlah kursi yang dimiliki oleh restoran. Skala usaha besar (kelas A) yaitu restoran yang memiliki kursi lebih dari 50 kursi. Skala usaha menengah (kelas B) yaitu restoran yang memiliki kursi antara 20 hingga 50 kursi. Skala usaha kecil


(51)

(kelas C) yaitu restoran yang memiliki kursi kurang dari 20 kursi. Berdasarkan hal tersebut, pembagian skala usaha setiap restoran yang dijadikan sampel baru dapat diketahui setelah wawancara dengan responden dilakukan sehingga pembagian stratanya dilakukan setelah pengambilan sampel dilakukan (post stratified). Pembagian restoran yang diteliti berdasarkan skala usahanya terlihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Matriks Sampel Jenis Restoran di Wilayah Jakarta Selatan yang Dijadikan Objek Penelitian Berdasarkan Skala Usaha

(unit)

Skala Usaha Jenis Restoran

Total

Restoran Padang Restoran Sunda Restoran Ayam

Menengah 11 1 7 19

Besar 9 12 8 29

Total 20 13 15 48

Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta (2011)

4.5. Metode Analisis Data

Konsep analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik restoran dan tingkat konsumsi. Sebelum dianalisis, terlebih dahulu data dikumpulkan kemudian ditabulasi dengan bantuan Microsoft Excell 2007 agar lebih mudah untuk dianalisis. Kemudian analisis model regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah pada ketiga jenis restoran yaitu Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam. Evaluasi model persamaan penduga digunakan untuk mengetahui apakah model yang diduga terpenuhi secara teori dan statistik. Untuk itu digunakan kriteria ekonomi, statistik, dan ekonometrika. Selain itu, digunakan analisis respon (elastisitas) untuk mengetahui persentase kenaikan atau penurunan jumlah permintaan jika terjadi perubahan perhitungan dan dapat digunakan untuk mengukur derajat kepekaan jumlah permintaan terhadap perubahan salah satu faktor yang mempengaruhinya.


(52)

4.5.1. Karakteristik Usaha Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam di Jakarta Selatan

Karakteristik usaha Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam di Jakarta Selatan dapat diidentifikasi menggunakan analisis deskriptif tabulasi. Karakteristik usaha Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam di Jakarta Selatan diklasifikasikan menjadi karakteristik umum usaha restoran dan karakteristik pola pembelian cabai merah besar.

Karakterisitik umum usaha ketiga jenis restoran meliputi: (1) lama berdirinya usaha, (2) lama waktu berjualan dalam sehari, (3) rata-rata jumlah pengunjung, (4) jumlah kursi yang dimiliki, (5) skala usaha, (6) jumlah tenaga kerja, (7) lama waktu bekerja tenaga kerja, (8) sistem pengupahan, dan (9) besar upah tenaga kerja. Karakteristik pola pembelian cabai merah besar untuk ketiga jenis restoran meliputi: (1) jenis cabai merah yang dominan digunakan dalam masakan pada restoran, (2) frekuensi pembelian cabai merah besar, (3) lokasi pembelian cabai merah besar, (4) alasan pembelian di lokasi tersebut, dan (5) jenis pedagang yang dipilih dalam melakukan pembelian cabai merah besar.

4.5.2. Permintaan Cabai Merah Besar Usaha Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam di Jakarta Selatan

Model dibutuhkan untuk melihat hubungan antara variabel tidak bebas dengan variabel bebas. Model fungsi permintaan cabai merah oleh konsumen lembaga adalah menggunakan model regresi linier berganda karena diduga ada lebih dari satu faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah besar. Pendugaan parameternya menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) atau metode kuadrat terkecil. Menurut Sitepu dan Sinaga (2006), dalam sebuah model regresi linear berganda yang diestimasi dengan menggunakan metode


(1)

Lampiran 12. Hasil Estimasi Model Permintaan Cabai Merah Besar Usaha Restoran Sunda di Jakarta Selatan

Olah data dengan Eviews 7 Dependent Variable: DCS Method: Least Squares Date: 09/11/12 Time: 13:36 Sample: 1 13

Included observations: 13

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. HCS -0.001739 0.007997 -0.217456 0.8364 HRJMS 0.000633 0.007418 0.085341 0.9353 HMGS -0.004238 0.052276 -0.081073 0.9385 HGS -0.057860 0.028312 -2.043623 0.0964

RPRS 2.38E-07 1.53E-07 1.558354 0.1799

SUS 10.47902 37.78541 0.277330 0.7926 JLS 18.31268 19.17487 0.955035 0.3834

C 780.1297 572.2312 1.363312 0.2310

R-squared 0.898871 Mean dependent var 162.6923 Adjusted R-squared 0.757290 S.D. dependent var 52.26596 S.E. of regression 25.74914 Akaike info criterion 9.609938 Sum squared resid 3315.092 Schwarz criterion 9.957599 Log likelihood -54.46459 Hannan-Quinn criter. 9.538478 F-statistic 6.348817 Durbin-Watson stat 2.147949 Prob(F-statistic) 0.029326


(2)

Lampiran 13. Hasil Uji Asumsi Ekonometri Cabai Merah Besar Usaha Restoran Sunda di Jakarta Selatan

1. Multikolinearitas dengan Eviews 7

Variance Inflation Factors Date: 03/03/13 Time: 19:52 Sample: 1 13

Included observations: 13

Coefficient Uncentered Centered

Variable Variance VIF VIF

HCS 6.39E-05 533.5401 1.471784

HRJMS 5.50E-05 454.3272 2.550804 HMGS 0.002733 8236.973 8.363926

HGS 0.000802 1667.720 5.267563

RPRS 2.33E-14 13.42846 2.787846

SUS 1427.737 25.84068 1.987745

JLS 367.6756 2.772741 1.706302

C 327448.5 6420.381 NA

2. Autokolerasi dengan Eviews 7

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.587296 Prob. F(2,3) 0.6092 Obs*R-squared 3.657769 Prob. Chi-Square(2) 0.1606

3. Heteroskedastisitas dengan Eviews 7

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 0.140728 Prob. F(7,5) 0.9886 Obs*R-squared 2.139687 Prob. Chi-Square(7) 0.9517 Scaled explained SS 0.165761 Prob. Chi-Square(7) 1.0000

4. Uji Normalitas dengan Eviews

7 0 1 2 3 4 5 6

-30 -20 -10 0 10 20

Series:Residuals Sample113 Observations13 Mean -8.77e-14 Median 4.232542 Maximum 17.99155 Minimum -27.43926 Std. Dev. 16.62100 Skewness -0.691778 Kurtosis 2.047391 Jarque-Bera 1.528417 Probability 0.465702


(3)

Lampiran 14. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Cabai Merah Besar Usaha Restoran Ayam di Jakarta Selatan

No. Permintaan Cabai Merah Besar

(kg/bulan)

Harga Cabai Merah Besar (kg/bulan)

Harga Jual Rata-rata Masakan (rupiah/porsi)

Harga Minyak Goreng (rupiah/kg)

Harga Bawang Merah(rupiah/kg)

Rata-rata Penerimaan Restoran (rupiah/bulan)

Dummy Skala Usaha

RA01 90 19 000 17 500 13 500 13 500 117 000 000 0 RA02 180 18 700 18 000 12 800 12 500 316 000 000 1 RA03 135 19 000 22 500 13 000 12 000 267 000 000 1 RA04 75 21 000 18 000 14 000 12 300 83 000 000 0 RA05 180 18 700 20 000 12 500 12 500 192 000 000 1 RA06 135 19 000 20 000 12 500 13 000 199 000 000 1 RA07 75 22 500 18 000 13 000 13 500 56 000 000 0 RA08 180 19 000 22 500 13 000 12 500 267 000 000 1 RA09 165 21 000 21 000 13 000 12 500 389 000 000 1 RA10 180 18 700 22 000 12 500 12 300 218 000 000 1 RA11 120 21 000 18 000 12 000 12 000 98 000 000 0 RA12 105 21 000 21 000 12 400 13 500 243 000 000 1 RA13 90 21 500 18 500 12 500 12 000 168 000 000 0 RA14 120 21 700 21 000 12 500 13 300 143 000 000 0 RA15 75 21 700 20 000 12 500 12 000 4 9000 000 0 Sumber : Data diolah (2011).


(4)

Lampiran 15 Hasil Estimasi Model Permintaan Cabai Merah Besar Usaha Restoran Ayam di Jakarta Selatan

Olah data dengan Eviews 7 Dependent Variable: DCA Method: Least Squares Date: 09/11/12 Time: 13:29 Sample: 1 15

Included observations: 15

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. HCA -0.013372 0.007317 -1.827500 0.1050

HRJMA 0.001536 0.005048 0.304330 0.7686 HMGA -0.018729 0.014419 -1.298889 0.2302 HBMA -0.004503 0.011856 -0.379830 0.7140 RPRA 1.89E-07 1.27E-07 1.482228 0.1766

SUA 4.781019 34.08497 0.140268 0.8919

C 625.4598 287.4724 2.175721 0.0613

R-squared 0.802283 Mean dependent var 127.0000 Adjusted R-squared 0.653995 S.D. dependent var 41.61044 S.E. of regression 24.47617 Akaike info criterion 9.538001 Sum squared resid 4792.662 Schwarz criterion 9.868425 Log likelihood -64.53501 Hannan-Quinn criter. 9.534482 F-statistic 5.410309 Durbin-Watson stat 2.165204 Prob(F-statistic) 0.016269


(5)

Lampiran 16. Hasil Uji Asumsi Ekonometri Cabai Merah Besar Usaha Restoran Ayam di Jakarta Selatan

1. Multikolinearitas dengan Eviews 7

Variance Inflation Factors Date: 03/03/13 Time: 19:57 Sample: 1 15

Included observations: 15

Coefficient Uncentered Centered

Variable Variance VIF VIF

HCA 5.35E-05 551.2080 2.371421

HRJMA 2.55E-05 253.6551 1.860024 HMGA 0.000208 851.4740 1.188354 HBMA 0.000141 562.2491 1.109691 RPRA 1.62E-14 17.86251 3.691722

SUA 1161.785 15.51419 7.239954

C 82640.40 2069.173 NA

2. Autokolerasi dengan Eviews 7

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.143919 Prob. F(2,6) 0.8689 Obs*R-squared 0.686654 Prob. Chi-Square(2) 0.7094

3. Heteroskedastisitas dengan Eviews 7

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 1.007268 Prob. F(6,8) 0.4816 Obs*R-squared 6.455186 Prob. Chi-Square(6) 0.3742 Scaled explained SS 0.551427 Prob. Chi-Square(6) 0.9972

4. Uji Normalitas dengan Eviews 7

0 1 2 3 4

-30 -25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25

Series:Residuals Sample115 Observations15 Mean 0.000000 Median 8.021195 Maximum 23.30223 Minimum -29.46400 Std. Dev. 18.50224 Skewness -0.368704 Kurtosis 1.600637 Jarque-Bera 1.563743 Probability 0.457549


(6)

Kartika Putri Satriana. dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Oktober 1989 sebagai anak sulung dari dua bersaudara dari pasangan Sarmilih dan Sri Trisna Hanah. Penulis mengawali pendidikan formal pada tahun 1993 di TK Islam Karya Mulya Bekasi. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pulogebang 04 Pagi Jakarta pada tahun 2001 dan melanjutkan sekolah di SMPN 172 Jakarta dan lulus pada tahun 2004. Setelah itu, penulis melanjutkan sekolah SMAN 54 Jakarta dan dinyatakan lulus pada tahun 2007.Penulis memasuki Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan seperti Resource and Environmental Economics Student Association (REESA) sebagai wakil bendahara umum pada tahun 2008-2009. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan acara–acara besar di kampus seperti Green Nation sebagai bendahara umum pada tahun 2008 dan Green Base sebagai bendahara umum pada tahun 2009.