Keaslian Penelitian Tujuan Penelitian

Rosmaladewi, dan Filosane, 2005. Pembuatan dispersi padat dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: metode peleburan melting method, metode pelarutan solvent method, dan metode campuran melting-solvent method Chiou dan Riegelman , 1971. Peningkatan laju disolusi dari dispersi padat menggunakan empat macam mekanisme, yaitu sebagai berikut: a. Meningkatkan pembasahan obat melalui kontak langsung obat dengan matriks hidrofilik b. Konsentrasi jenuh pada partikel kecil lebih besar dibandingkan pada partikel besar c. Meningkatkan luas permukaan d. Obat memiliki energi yang tinggi pada tingkat amorphous dibandingkan dalam bentuk kristalin Waard, Hinrichs, Visser, Bologna, dan Frijlink, 2008. Dispersi padat amorphous dapat meningkatkan laju disolusi dari obat yang memiliki kelarutan yang rendah. Secara umum dispersi padat terdiri dari pembawa hidrofilik dimana obat terdispersi secara molekular atau dalam ukuran partikel yang kecil Srinarong dkk., 2009. Bila dispersi padat kontak dengan air, pembawa akan terlarut, dan obat dilepaskan dengan ukuran partikel yang kecil partikel koloidal. Oleh karena terjadi peningkatan luas permukaan partikel obat, laju disolusi dan bioavailabilitasnya juga mengalami peningkatan Chaudhari, Sharma, Badagale, Dave, Kaulkarni, dan Baharte, 2006. Obat dapat terdispersi secara molekular dalam pembawa membentuk larutan solid atau dapat terdispersi sebagai partikel. Selain itu, obat juga dapat sebagian terlarut dan sebagian lagi terdispersi dalam pembawa. Untuk obat dengan banyak lapisan, lebih baik jika terdispersi molekular, sedangkan bila terdispersi sebagai partikulat, obat akan lebih mudah lepas dari matriks pembawanya Chaudhari dkk., 2006. Peningkatan drug load dan atau saat pembawa terlarut dengan cepat, akan menyebabkan penurunan laju disolusi. Hal ini menunjukkan terjadinya kristalisasi obat yang tidak terkontrol, yang disebabkan oleh supersaturasi pada daerah pelepasan obat tersebut. Kristalisasi yang tidak terkontrol ini menghasilkan bentuk kristal dalam jumlah besar, yang akan terlarut dengan lambat Srinarong dkk., 2009.

C. Polyvinyl Pyrrolidone PVP

PVP merupakan serbuk berwarna putih kekuningan yang bersifat higroskopis, memiliki bau khas samar, larut dalam air dan pelarut organik lainnya, bebas larut dalam etanol dan dalam metanol, sedikit larut dalam aseton. Gambar 2. Struktur PVP Sutriyo dkk., 2005 PVP merupakan salah satu polimer yang digunakan dalam pembuatan dispersi padat Sutriyo dkk, 2005. PVP dalam bentuk polimer mempunyai rumus molekul C 6 H 9 NO. PVP berupa serbuk putih atau putih kekuningan, berbau lemah atau tidak berbau, higroskopik, mudah larut dalam air, etanol 95 P, dan kloroform P, tidak larut dalam eter P. Bobot molekul PVP antara 10.000 hingga 700.000 Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995. PVP mempunyai nama lain, yaitu povidone. PVP yang digunakan dalam penelitian terdapat banyak grade, yaitu PVP K-12, PVP K-17, PVP K-25, PVP K- 30, PVP K-90. Nilai K pada PVP menunjukkan nilai karakterisasi dari berat molekulnya.

D. Spray Drying

Spray drying adalah metode untuk memproduksi bubuk kering dari cairan atau bubur dengan pengeringan cepat terhadap gas panas. Ini adalah metode pengeringan yang paling banyak digunakan untuk bahan yang mudah rusak terhadap panas seperti makanan dan farmasi. Distribusi partikel dengan ukuran yang seragam adalah alasan digunakannya metode spray drying untuk beberapa produk industri, seperti katalis. Udara adalah media pengeringan panas, namun jika pelarut yang digunakan mudah terbakar seperti etanol atau produk tersebut sensitif terhadap oksigen maka digunakan nitrogen Mulja dan Suharman, 1995 . Spray dryer adalah perangkat yang digunakan dalam spray drying. Dibutuhkan udara panas yang dapat memisahkan zat terlarut atau suspensi menjadi serbuk kering dan mengubah pelarut ke dalam bentuk kabut. Serbuk

Dokumen yang terkait

Pengaruh rasio polivinil pirolidon K30 / Kitosan dalam sistem dispersi padat ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap disolusi kurkumin.

2 7 60

Pengaruh rasio poloxamer 407/Kitosan dalam sistem dispersi padat ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) terhadap disolusi kurkumin.

0 2 64

Pengaruh proporsi Drug Load terhadap profil disolusi dispersi padat kurkumin ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dalam Hydroxypropyl Methycellulose (HPMC) dengan spray drying.

0 2 87

Pengaruh rasio polivinil pirolidon K30 Kitosan dalam sistem dispersi padat ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap disolusi kurkumin

1 2 58

Pengaruh rasio poloxamer 407 Kitosan dalam sistem dispersi padat ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) terhadap disolusi kurkumin

2 2 62

Pengaruh proporsi Drug Load terhadap profil disolusi dispersi padat kurkumin ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dalam polivinil pirolidon dengan vaccum rotary evaporator.

1 3 90

Pengaruh proporsi Drug Load terhadap profil disolusi dispersi padat kurkumin ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dalam Hydroxypropyl Methycellulose (HPMC) dengan spray drying

1 3 85

Pengaruh proporsi Drug Load terhadap profil disolusi dispersi padat kurkumin ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dalam Polyvinyl Pyrrolidone (PVP) dengan spray drying

0 2 94

Pengaruh proporsi drug load terhadap disolusi dispersi padat spray dried isolat ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica C-95)-PVP K-25 - USD Repository

0 1 102

Pengaruh proporsi Drug Load terhadap profil disolusi dispersi padat kurkumin ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dalam polivinil pirolidon dengan vaccum rotary evaporator - USD Repository

0 0 88