Analisis Keputusan Landasan Teori

2.7 Analisis Keputusan

Keputusan adalah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih tindakan yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. Pengambilan keputusan adalah proses yang mencakup semua pemikiran dan kegiatan yang diperlukan guna membuktikan dan memperlihatkan pilihan terbaik tersebut Siagian, 1997. Analisa keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur yang logis dan kuantitatif yang tidak hanya menerangkan mengenai pengambilan keputusan, tetapi juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan Susanto dan Saneto, 1994. Analisis keputusan adalah untuk memilih alternatif terbaik yang dilakukan antara aspek kualitas, kuantitas, dan aspek finansial dari produk yang dihasilkan dari kombinasi setiap perlakuan, kemudian ditentukan alternatif yang terbaik Susanto dan Saneto, 1994.

2.8 Analisis Kelayakan Finansial

Tujuan dari analisis finansial adalah untuk mengetahui laba rugi dalam suatu perusahaan. Data yang diperoleh dari analisis mutu kemudian diuji dengan analisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan-perlakuan terhadap produk yang dihasilkan. Data sekunder berupa harga-harga baik bahan baku maupun produk yang dihasilkan. Analisa finansial yang dilakukan meliputi : analisis nilai uang dengan metode Break Event Point BEP, Net Present Value NPV, Rate of Return dengan metode Internal Rate of Return IRR dan Payback Periode PP Susanto dan Saneto, 1994.

2.8.1 Break Event Point BEP Susanto dan Saneto, 1994

Break Event Point BEP atau titik impas adalah suatu keadaan tingkat produksi tertentu menyebabkan besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan besarnya nilai atau hasil penjualan, jadi pada keadaan tersebut perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dan juga tidak mengalami kerugian. Perhitungan BEP dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : 1 Biaya titik impas BEP Rp = FC 1 – Vc P 2 Presentase titik impas BEP = BEP Rp x 100 P 3 Kapasitas titik impas Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk mencapai titik impas. BEP unit = FC P – Vc Keterangan : FC = Biaya tetap P = Pendapatan Vc = Biaya tidak tetap

2.8.2 Net Present Value NPV Susanto dan Saneto, 1994

Net Present Value NPV adalah selisih antara nilai investasi saat sekarang dengan nilai penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Bila dalam analisa diperoleh N 0 berarti proyek layak dilaksanakan, dan sebaliknya bila NPV 0 maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan. Berikut rumus untuk menghitung NPV : n Bt - Ct NPV = Σ t - 1 1 + i Keterangan : Bt = penerimaan pada tahun t Ct = pengeluaran pada tahun t t = 1, 2, 3, ......, n n = umur ekonomis proyek i = suku bunga bank 2.8.3 Internal Rate of Return IRR Susanto dan Saneto, 1994 Internal Rate of Return IRR merupakan tingkat suku bunga yang menunjukkan persamaan antara nilai jumlah investasi sekarang dengan jumlah investasi modal awal dari suatu proyek yang sedang dikerjakan. Dengan kata lain IRR adalah tingkat suku bunga yang akan menyebabkan NPV = 0. Bila nilai IRR suatu proyek lebih besar dari suku bunga yang berlaku, maka proyek dinyatakan layak untuk dilaksanakan. Rumus perhitungan IRR sebagai berikut : IRR = i’ + NPV” x i” - i’ NPV’ - NPV” Keterangan : i’ = Tingkat suku bunga sekarang i” = Tingkat suku bunga yang akan datang NPV’ = NPV positif hasil percobaan nilai NPV” = NPV negatif hasil percobaan nilai

2.8.4 Gross Benefit Ratio Gross BC Ratio

Gross Benefit Ratio merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah dirupiahkan di masa sekarang atau dipresentvaluekan. Kriteria ini memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila Gross BC 1, sebaliknya bila proyek mempunyai Gross BC 1 tidak akan dipilih. ∑ Bt t - 1 1 + i’ Gross BC = n ∑ Ct t – 1 1 + i’ Keterangan : Bt = Penerimaan pada tahun ke-t Ct = Biaya pada tahun ke-t n = Umur ekonomis proyek i = Suku bunga bank

2.8.5 Payback Periode PP Susanto dan Saneto, 1994

Payback Periode merupakan perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian modal yang ditanam pada proyek, nilai tersebut berupa presentase maupun waktu baik tahun maupun bulan. Payback Periode tersebut harus lebih kecil dari nilai ekonomis proyek. Kriteria ini memberikan nilai bahwa proyek yang akan dipilih jika mempunyai waktu Payback Periode yang paling cepat. Rumus Payback Periode adalah sebagai berikut : PP = I Ab Keterangan : I = Jumlah modal Ab = Penerimaan bersih

2.9 Landasan Teori

Inulin adalah komponen prebiotik, berperan dalam proses pencernaan yang memberikan efek biologis sama dengan dietary fiber Silva, 1996. Di Indonesia, sumber inulin dapat diperoleh dari jenis uwi-uwian Dioscorea spp.. Menurut Yuniar 2010, uwi yang memiliki kadar inulin tertinggi adalah gembili Dioscorea esculenta sebesar 14,629 bk. Untuk memperpanjang masa simpan inulin serta menambah nilai ekonomis gembili, inulin dapat diproses menjadi produk kering. Pengeringan merupakan suatu metode untuk menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan bantuan energi panas. Istianah 2010, melakukan pengeringan inulin dengan menggunakan metode pengeringan oven. Produk inulin yang dihasilkan kurang remah, memiliki kenampakan kurang bagus seperti kristal bening dan daya larutnya rendah. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya dengan metode pengeringan oven diperoleh tekstur inulin yang keras dan lengket pada loyang, oleh sebab itu diperlukan suatu metode pengeringan yang dapat menghasilkan inulin dengan karakteristik yang lebih baik. Penanganan inulin dari uwi gembili dalam bentuk bubuk merupakan alternatif utama. Menurut Kumalaningsih 2005, produk bubuk adalah produk olahan pangan yang berbentuk serbuk, ukuran partikel kecilporous, kadar air rendah, mudah dilarutkan dalam air, dan memiliki daya simpan yang lama. Salah satu metode pengeringan yang paling cocok dalam pembuatan produk bubuk inulin dari uwi gembili adalah foam mat drying. Menurut Desrosier 1988, foam mat drying merupakan cara pengeringan bahan berbentuk cair yang sebelumnya dijadikan busa terlebih dahulu dengan menambahkan zat pembusa dengan diaduk atau dikocok, kemudian ditebarkan diatas loyang atau wadah, lalu dikeringkan sampai larutan benar-benar kering. Pada metode foam mat drying perlu ditambahkan bahan pembusa untuk mempercepat pengeringan, menurunkan kadar air, dan menghasilkan produk bubuk yang remah. Menurut Kumalaningsih dkk 2005, dengan adanya busa maka akan mempercepat proses penguapan air walaupun tanpa suhu yang terlalu tinggi, produk yang dikeringkan menggunakan busa pada suhu 50-80°C dapat menghasilkan kadar air 2-3. Bubuk hasil dari metode foam mat drying mempunyai densitas atau kepadatan yang rendah ringan dan bersifat remah. Menurut Koswara 2005, bahan pengisi dapat mengurangi sifat higroskopis bahan, membentuk padatan yang baik, dan memudahkan bahan larut dalam air. Mekanisme foam mat drying adalah pemasukan udara dengan pengocokan terhadap bahan pembusa untuk membuat massa gelembung gas sehingga dapat meningkatkan luas permukaan partikel dan memudahkan panas bergerak dalam struktur busa tersebut. Bahan pembusa yang ditambahkan berfungsi mendorong pembentukan busa, dengan adanya busa maka terbentuk gelembung gas yang terisi oleh udara, sehingga larutan yang akan dikeringkan dan bahan pengisi dapat masuk dan terikat dalam struktur busa, dengan demikian kadar air dalam partikel lebih mudah diuapkan. Konsentrasi penambahan bahan pembusa akan mempengaruhi produk inulin bubuk yang dihasilkan. Menurut Desrosier 1988, konsentrasi busa yang semakin banyak akan meningkatkan luas permukaan dan memberi struktur busa pada bahan sehingga akan meningkatkan kecepatan pengeringan dan kadar air dalam bahan menurun. Dekstrin merupakan gabungan polimer dari unit-unit D-glukosa 6-10 unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-1,4 atau α-1,6 glikosidik dengan rumus molekul C 6 H 10 O 5 n. Anonymous, 2010. Dekstrin memiliki struktur molekul berbentuk spiral sehingga molekul-molekul flavour akan terperangkap di dalam struktur spiral helix, dengan demikian penambahan dekstrin dapat melindungi senyawa yang peka terhadap oksidasi atau panas, karena molekul dekstrin bersifat stabil terhadap panas dan oksidasi selama pengeringan Lastriningsih, 1997. Dekstrin juga berfungsi sebagai bahan pencegah pengendapan pada produk bubuk kering dan sebagai bahan pendispersi Pulungan dkk., 2003. Maltodekstrin mempunyai struktur rantai ikatan lurus, tersusun dari unit- unit α-D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan α-1,4 glikosidik dengan jumlah unit glukosa antara 2 sampai 20 unit Anonymous, 2010 b . Rumus umum maltodekstrin adalah [C 6 H 10 O 5 nH 2 O] Luthana, 2008. Hui 1992, menjelaskan bahwa maltodekstrin dapat digunakan pada makanan karena maltodekstrin memiliki sifat-sifat spesifik tertentu. Sifat-sifat ini antara lain proses dispersi yang cepat, daya larut yang tinggi, mampu membentuk film, memiliki sifat higroskopis yang rendah, mampu menghambat kristalisasi, daya ikat yang baik, dan proses browning rendah. Menurut Winarno 2002, Na-CMC merupakan turunan selulosa yang digunakan secara luas oleh industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Na-CMC merupakan makromolekul, dengan berat molekul yang sangat besar yakni lebih besar dari 17.000. Rumus struktur kimianya adalah [C 6 H 7 O 2 OHxOCH 2 COONay]n, jumlah rantai n hingga 100, x=2 dan y=1 Anonymous, 2010 c . Peranan natrium karboksi metil selulosa adalah sebagai pengikat air, pengental, dan stabilisator campuran. Mekanisme Na-CMC sebagai stabilizer yaitu mula-mula Na-CMC yang membentuk garam natrium karboksimetil selulosa akan terdispersi di dalam air, butir-butir Na-CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air. Peranan Na-CMC adalah menyelubungi partikel-partikel terdispersi.

2.10 Hipotesis