100
Cakrawala Sejarah SMAMA Kelas XI IPS
Menurut peraturan pemerintah kolonial 1854 dan peraturan Hindia Belanda 1925, bidang hukum dan peradilan Hindia Belanda dibagi atas dua bagian, yaitu pengadilan
gubernemen dan pengadilan pribumi. Pengadilan gubernemen dilaksanakan oleh pemerintah kolonial melalui pegawai pemerintahan sesuai dengan aturan hukum, sedangkan pengadilan
pribumi dilaksanakan berdasarkan hukum adat yang pada umumnya tidak tertulis.
Pada tahun 1819 didirikan Hoog Gerechtschof Mahkamah Agung, yang kemudian memiliki kekuasaan untuk mengawasi pengadilan di Jawa. Pada tahun 1869 berdasarkan
keputusan raja, para pegawai pamong praja dibebaskan dari pengadilan pribumi. Pada tahun 1918 berlaku hukum pidana Hindia Belanda yang didasarkan pada kitab Undang-
Undang untuk pengadilan bagi orang Eropa dan pribumi tidak ada perbedaan hukum.
Tugas
Selidikilah melalui berbagai literatur dan sumber-sumber lainnya majalah, koran, kliping, internet produk-produk hukum buatan Belanda yang masih berlaku di Indonesia Tulis
laporannya dan kumpulkan pada guru
C. Perlawanan terhadap Kolonial Belanda
1. Perlawanan Kapitan Pattimura 1817
Tindakan Belanda yang sewenang-wenang dan monopolinya yang merugikan menyebabkan Pattimura berkewajiban membebaskan rakyat Saparua Maluku. Residen
Van den Berg menolak membayar harga perahu menurut kesepakatan. Hal ini berakibat menambah kemarahan rakyat. Pattimura yang juga dikenal dengan nama Thomas
Matulessi menyerbu benteng Duurstede dan berhasil menguasainya dan residen Van den Berg terbunuh. Penggantinya ialah Letkol Groot yang berpolitik licik serta berusaha
memecah belah. Banyak pemimpin yang ditangkapnya sehingga kekuatan semakin lemah. Maka dalam pertempuran selanjutnya, Pattimura beserta kawan-kawannya tertangkap dan
pada tanggal 16 Desember 1817 Pattimura dijatuhi hukuman mati dengan cara digantung di benteng New Victoria. Perjuangannya dibantu Christina Martha Tiahahu.
2. Perlawanan Padri 1821 – 1837 Gerakan padri didirikan oleh tiga orang ulama, yakni Haji Miskin, Haji Piambang,
dan Haji Sumanik sepulang dari Tanah Suci. Ketiga ulama tersebut sangat kecewa melihat kebiasaan masyarakat Minangkabau yang telah sangat jauh dari ajaran Islam. Usaha
mereka untuk memengaruhi masyarakat mendapat perlawanan keras kaum adat hingga timbullah peperangan. Berikut sebab-sebab timbulnya perang.
a. Adanya perbedaan pendapat antara kaum ulamapadri dengan kaum adat. Kaum ulama terpengaruh gerakan wahabi menghendaki ajaran agama Islam berdasarkan alquran
dan Hadis. b. Kaum ulama ingin memberantas kebiasan buruk yang dilakukan kaum adat, seperti
berjudi, menyabung ayam, dan mabuk. c. Perebutan pengaruh antara kaum adat dan kaum ulama.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Perkembangan Pengaruh Barat dan Perubahan Ekonomi ....
101
Pertempuran semula terjadi pada tahun 1825 di Minangkabau antara kaum adat dan
kaum ulama. Kaum ulama dipimpin oleh Imam Bonjol. Kaum adat kemudian minta bantuan Belanda. Namun Belanda sedang terdesak, akibat perang menghadapi Pangeran
Diponegoro. Maka, Belanda mengajak berunding saja dan mengakui batas wilayah kekuasaan kaum padri.
Sesudah tahun 1830, Belanda mengobarkan perang antara kaum adat melawan kaum padri, dalam hal ini Belanda membantu kaum adat. Semula pertempuran itu terjadi, tetapi
setelah kaum adat sadar akan bahaya Belanda, mereka bergabung dengan kaum padri melawan Belanda sejak tahun 1832. Belanda di bawah Van den Bosch menggunakan
Sistem Benteng Stelsel dan dikirimlah bantuan di bawah pimpinan Sentot Ali Basa Prawirodirjo yang kemudian memihak kepada kaum padri. Sentotpun dibuang ke Cianjur.
Kemudian Belanda menyerang kota Bonjol dan mengadakan Perjanjian Plakat Panjang 1833, yang isinya:
a. penduduk dibebaskan dari pembayaran pajak atau kerja rodi, b. Belanda akan menjadi penengah jika timbul perselisihan antarpenduduk,
c. perdagangan dilakukan hanya dengan Belanda, dan d. penduduk boleh mengatur pemerintahan sendiri.
Dengan siasat Benteng Stelsel, Belanda mengepung benteng Bonjol pada tanggal 25 Oktober 1937 sehingga Imam Bonjol tertangkap dan dibuang ke Cianjur. Pada tahun
1854, Imam Bonjol wafat di Manado.
3. Perlawanan Pangeran Diponegoro 1825 – 1830