Perbandingan Pemanfaatan Sumber Daya Informasi Oleh Pengguna Digital Native dan Digital Immigrants pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara

(1)

PERBANDINGAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA INFORMASI OLEH PENGGUNA DIGITAL NATIVE DAN DIGITAL IMMIGRANTS PADA

PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu prasyarat dalam menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

dalam bidang Studi Perpustakaan dan Informasi

OLEH

HIDAYATULLAH RAMADANI

090709030

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI MEDAN


(2)

ABSTRAK

Hidayatullah Ramadani, 2013. Perbandingan Pemanfaatan Sumber Daya Informasi Oleh Pengguna Digital Native dan Digital Immigrants pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara

.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbandingan pemanfaatan sumber daya informasi bagi pengguna digital native dan digital immigrants, dan bagaimana pemanfaatan sumber daya informasi elektronik dan tercetak oleh kedua pengguna tersebut.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang bersifat komparatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan memberikan daftar pernyataan yang berkaitan dengan masalah penelitian kepada pengguna ruang Layanan Digital 1 dan Layanan Digital 2 Perpustakaan USU, dan melakukan studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan data melalui bahan pustaka dan dokumen lain yang dijadikan sebagai sumber informasi.

Data yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa, pemanfaatan sumber daya informasi tercetak oleh digital native dan digital immigrant masih tinggi diminati, hal ini dapat dilihat dari 84% responden digital native dan 98% digital immigrant menyatakan setuju bahwa sumber daya informasi tercetak tetap sangat dibutuhkan. Sedangkan pemanfaatan sumber daya informasi elektronik lebih dibutuhkan dan banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan informasi responden yang relevan. Hal ini dapat dilihat dari 72% responden digital native dan 68% responden digital immigrant menyatakan setuju bahwa saat ini mereka lebih membutuhkan sumber daya informasi elektronik daripada sumber daya informasi tercetak. Sebesar 64% responden digital native

serta 62% digital immigrant menyatakan setuju bahwa saat ini dengan memanfaatkan sumber daya informasi elektronik, informasi yang didapatkan sangat relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan pemanfaatan sumber daya informasi elektronik dan tercetak oleh digital native dan digital immigrant tidak lah jauh berbeda. Untuk sumber daya informasi tercetak pun masih tinggi pemanfaatannya baik oleh pengguna digital native maupun digital immigrant.

.

Kata kunci: Komparatif, digital native dan digital immigrant, Pemanfaatan sumber daya informasi


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Sumber Daya Informasi oleh Pengguna Digital Native dan

Digital Immigrants pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelengkapan studi untuk menyelesaikan Program Sarjana Departemen Studi Perpustakaan dan Informasi pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Drs. H. Sudiro A. Latief dan Ibunda tercinta Dra. Hj. Aldawendra yang telah memberikan kasih sayang yang tiada akhir serta dukungan dan do’a, sehingga penulis memiliki semangat untuk menyelesaikan skripsi sebagai tugas akhir penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Irawaty, A. Kahar, M,Pd. Selaku Ketua Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi.

3. Bapak Drs. JonnerHasugian, M. Si selaku Dosen Pembimbing I yang senantiasa sabar membimbing dan memberikan semangat kepada penulis. 4. Bapak Ishak, SS, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

berbaik hati membantu dan memberikan pengarahan kepada penulis. 5. Seluruh Staff Pengajar Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi


(4)

6. Sahabat saya Arianiansyah Karyatin yang telah sangat membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat saya Londur Family: Habibi, Khairul, Rahmat, Rasyad, Bisma, Hafiani, Eci, Miranti, Miralda, Ayu, yang telah memberikan kenangan, semangat dan doa selama mengerjakan skripsi ini.

8. Seluruh teman-teman stambuk 2009 yang telah berjuang bersama-sama selama masa perkuliahan.

9. Nurhikmah Nasution, Sepdita Silaban, beserta adik-adik junior yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, terimakasih atas doa dan dukungannya. 10.Seluruh keluarga besar saya yang telah mendukung dalam menyelesaikan

skripsi ini

11.Terima kasih juga kepada seluruh pihak yang telah mendukung dalam penulisan skripsi ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas budi baik yang telah mereka berikan kepada Penulis. Akhir kata Penulis berharap agar skripsi ini dapat kiranya menambah khazanah ilmu dan bermanfaat bagi semua.

Medan, 20 Oktober 2013 Penulis

Hidayatullah Ramadani 090709030


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORITIS ... 6

2.1 Sumber Daya Informasi Pada Perpustakaan Perguruan Tinggi ... 6

2.1.1 Pengertian Sumber Daya Informasi ... 6

2.1.2 Jenis-Jenis Sumber Daya Informasi ... 7

2.1.2.1 Sumber Daya Informasi Tercetak ... 9

2.1.2.2 Sumber Daya Informasi Elektronik ... 10

2.2 Kebutuhan Informasi ... 15

2.2.1 Pengertian Kebutuhan Informasi ... 15

2.2.2 Jenis-Jenis Kebutuhan Informasi ... 17

2.3 Pengguna Perpustakaan Perguruan Tinggi ... 20

2.3.1 Pengguna Perpustakaan Berdasarkan Profesi ... 21

2.3.2 Pengguna Perpustakaan Berdasarkan Generasi Usia ... 22

2.3.2.1 Digital Native ... 23

2.3.2.2 Digital Immigrants ... 24

2.4 Kecenderungan Pengguna Menggunaan Sumber Daya Informasi ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

3.1 Jenis Penelitian ... 26

3.2 Lokasi Penelitian ... 26

3.3 Populasi dan Sampel ... 27

3.3.1 Populasi ... 27

3.3.2 Sampel ... 27

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 28

3.5 Instrumen Penelitian ... 29

3.6 Kisi-kisi Angket ... 29

3.7 Penyebaran dan Pengumpulan Angket... 30


(6)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Data dan Distribusi Responden ... 32

4.2 Analisis Deskriptif ... 32

4.2.1 Kecenderungan Responden Terhadap Kebutuhan Sumber Daya Informasi ... 32

4.2.2 Kecenderungan Kemudahan Sumber Daya Informasi ... 41

4.2.3 Kecenderungan Frekuensi Penggunaan Sumber Daya Informasi ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

5.1 Kesimpulan ... 55

5.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan Jurnal Elektronik dan Jurnal Tercetak ... 19

Tabel 3.1 Kisi-kisi angket ... 37

Tabel 4.1 Identitas Responden Berdasarkan Generasi Usia ... 32

Tabel 4.2 Alasan Memanfaatkan Sumber Daya Elektronik ... 33

Tabel 4.3 Perbandingan Penggunaan Sumber Daya Informasi Elektronik dengan Tercetak ... 34

Tabel 4.4 Perbandingan Pemanfaatan Sumber Daya Informasi Tercetak ... 35

Tabel 4.5 Perbandingan Pemanfaatan Sumber Daya Informasi Elektronik .... 36

Tabel 4.6 Perbandingan Relevansi Sumber Daya Informasi Elektronik dengan Kebutuhan oleh Digital Native dan Digital Immigrants ... 37

Tabel 4.7 Perbandingan Kemudahan Penggunaan Sumber Daya Informasi Elektronik dan Sumber Daya Informasi Tercetak ... 39

Tabel 4.8 Perbandingan Kemudahan Penggandaaan Sumber Daya Informasi 40 Tabel 4.9 Perbandingan Kemudahan Akses ... 41

Tabel 4.10 Perbandingan Efisiensi Penggunaan Sumber Daya Informasi ... 42

Tabel 4.11 Perbandingan Kecenderungan Membaca ... 44

Tabel 4.12 Perbandingan Kecenderungan Penggunaan Sumber Daya Informasi elektronik Dibandingkan Sumber Daya Informasi Tercetak dibandingkan sumber daya informasi tercetak ... 45

Tabel 4.13 Perbandingan Kecenderungan dalam Melakukan Pencarian Informasi ... 46


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Alasan Memanfaatkan Sumber Daya Elektronik ... 34 Gambar 4.2 Perbandingan Penggunaan Sumber Daya Informasi

Elektronik dengan Tercetak ... 36 Gambar 4.3 Perbandingan Pemanfaatan Sumber Daya Tercetak ... 38 Gambar 4.4 Perbandingan Pemanfaatan Sumber Daya Informasi Elektronik ... 39 Gambar 4.5 Perbandingan Relevansi Sumber Daya Informasi Elektronik dengan

Kebutuhan oleh Digital Native dan Digital Immigrants ... 41 Gambar 4.6 Perbandingan Kemudahan Penggunaan Sumber Daya

Informasi Elektronik dan Sumber Daya Informasi Tercetak ... 43 Gambar 4.7 Perbandingan Kemudahan Penggandaan Sumber Daya Informasi .. 45 Gambar 4.8 Perbandingan Kemudahan Akses ... 46 Gambar 4.9 Perbandingan Efisiensi Penggunaan Sumber Daya Informasi ... 48 Gambar 4.10 Perbandingan Kecenderungan Membaca ... 50 Gambar 4.11 Perbandingan Kecenderungan Penggunaan Sumber Daya Informasi

Elektronik Dibandingkan Sumber Daya Informasi Tercetak ... 52 Gambar 4.12 Perbandingan Kecenderungan dalam Melakukan Pencarian


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuisoner Penelitian ... 53 Lampiran 2 : Rekapitulasi Data ... 55 Lampiran 3 : Tabel Frekuensi ... 57


(10)

ABSTRAK

Hidayatullah Ramadani, 2013. Perbandingan Pemanfaatan Sumber Daya Informasi Oleh Pengguna Digital Native dan Digital Immigrants pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara

.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbandingan pemanfaatan sumber daya informasi bagi pengguna digital native dan digital immigrants, dan bagaimana pemanfaatan sumber daya informasi elektronik dan tercetak oleh kedua pengguna tersebut.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang bersifat komparatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan memberikan daftar pernyataan yang berkaitan dengan masalah penelitian kepada pengguna ruang Layanan Digital 1 dan Layanan Digital 2 Perpustakaan USU, dan melakukan studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan data melalui bahan pustaka dan dokumen lain yang dijadikan sebagai sumber informasi.

Data yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa, pemanfaatan sumber daya informasi tercetak oleh digital native dan digital immigrant masih tinggi diminati, hal ini dapat dilihat dari 84% responden digital native dan 98% digital immigrant menyatakan setuju bahwa sumber daya informasi tercetak tetap sangat dibutuhkan. Sedangkan pemanfaatan sumber daya informasi elektronik lebih dibutuhkan dan banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan informasi responden yang relevan. Hal ini dapat dilihat dari 72% responden digital native dan 68% responden digital immigrant menyatakan setuju bahwa saat ini mereka lebih membutuhkan sumber daya informasi elektronik daripada sumber daya informasi tercetak. Sebesar 64% responden digital native

serta 62% digital immigrant menyatakan setuju bahwa saat ini dengan memanfaatkan sumber daya informasi elektronik, informasi yang didapatkan sangat relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan pemanfaatan sumber daya informasi elektronik dan tercetak oleh digital native dan digital immigrant tidak lah jauh berbeda. Untuk sumber daya informasi tercetak pun masih tinggi pemanfaatannya baik oleh pengguna digital native maupun digital immigrant.

.

Kata kunci: Komparatif, digital native dan digital immigrant, Pemanfaatan sumber daya informasi


(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Saat ini perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) membawa perubahan yang cukup besar dalam berbagai bidang kehidupan. Kemajuan di bidang komputer dan Internet secara khusus mempercepat terjadinya perubahan yang besar pada seseorang dalam berkomunikasi, mencari serta bertukar informasi.

Perubahan yang cepat ini membawa dampak yang luar biasa terhadap institusi pengelola informasi. Perpustakaan secara umum, baik di negara maju maupun berkembang, adalah salah satu entitas yang paling merasakan dampak ini. Perpustakaan harus menangkap peluang ini dengan memanfaatkan kemajuan TIK untuk meningkatkan sumber daya informasi dalam mendukung pelayanannya.

Jika beberapa tahun silam sumber daya informasi pada perpustakaan hanya terdiri dari sumber daya informasi berbasis kertas (paper-based), maka saat ini telah banyak tersedia dalam format elektronik. Sumber daya informasi elektronik memiliki kelebihan dibandingkan dengan sumber daya informasi berbasis kertas (paper-based), seperti yang telah dinyatakan oleh Hasugian (2008 : 12):

Kelebihan pada sumber daya informasi elektronik yaitu beranekaragamnya sumber daya informasi elektronik yang dikembangkan oleh para pustakawan, perpustakaan, penerbit untuk mengakses juga semakin mudah karena dapat diakses secara terbuka, multi user, unlimited access, dan dapat diakses dari jarak jauh (remote access) tanpa harus hadir ke perpustakaan.

Saat ini juga telah banyaknya karya ilmiah yang dipublikasikan secara digital daripada tercetak. Pada tingkatan seseorang yang sedang berada pada jenjang pendidikan di perguruan tinggi, sumber informasi untuk memenuhi kebutuhannya terutama untuk pembuatan tugas makalah, tugas akhir seperti kertas karya dan skripsi, atau juga seorang mahasiswa pascasarjana untuk pembuatan tesis dan disertasi, tidak cukup hanya dari bahan tercetak saja, namun memerlukan


(12)

sumber informasi dari karya ilmiah yang lainnya, dimana saat ini lebih banyak di publikasikan secara digital.

Mahasiswa saat ini harus memiliki keterampilan dalam hal teknologi, agar dapat memenuhi kebutuhan informasinya untuk kelancaran aktifitasnya sehari-hari. Keterampilan seseorang dalam kemampuannya untuk penggunaan teknologi dapat dibedakan dari generasi dengan istilah kelahiran era digital (digital native) dan pendatang ke era digital (digital immigrant).

Istilah digital native yang telah digambarkan oleh Karnain (2006 : 2): Merupakan istilah yang digunakan untuk seseorang yang lahir dan tumbuh bersama dengan perkembangan teknologi dan komunikasi, digital native

juga merupakan orang yang mengerti nilai teknologi digital dan menggunakannya untuk mencari peluang untuk mengimple-mentasikannya

Dari hasil survei yang dilakukan ole Serikat disimpulkan bahwa digital native tidak hanya menggunakan teknologi secara berbeda namun juga melakukan pendekatan dan menjalani kehidupan mereka sehari-hari secara berbeda pula. Selain itu banyak kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi melalui media baru ini, kemungkinan-kemungkinan makna internet bagi digital native lebih dari sekedar sebuah teknologi baru daripada

digital immigrant.

Digital immigrants adalah istilah yang digunakan untuk seorang yang dilahirkan dan tumbuh besar sebelum adanya teknologi internet, digital immigrants diyakini kurang cepat untuk memahami teknologi baru dari pada

digital native. digital immigrants belajar dan mengejar akan ketinggalan untuk dapat memahami teknologi.

Terlihat jelas bahwa digital native dan digital immigrants dianggap memiliki pola pikir, pola interaksi, dan cara menjalani hidup yang cukup berbeda.

Digital native dianggap oleh banyak peneliti lebih mahir dalam menggunakan media baru dibandingkan digital immigrants. Cara hidup digital native berbeda dengan digital immigrant. Sebagai contoh digital native cenderung berkomunikasi melalui media sosial seperti facebook dan twitter, bermain menggunakan game online, mencari data menggunakan google (bukan perpustakaan). Hal tersebut


(13)

memberikan gambaran bahwa terpaan internet yang didapat oleh digital native

cukup banyak dimana hal ini mempengaruhi cara hidup dan berpikir mereka. Generasi digital native merupakan generasi yang memiliki sifat ”creator” dan sangat potensial di dunia internet. Hal ini disebabkan digital native

merupakan generasi yang sangat cepat tingkat perkembangannya terhadap pertumbuhan informasi, pengetahuan dan hiburan di dunia maya.

Diantara digital native dan digital immigrant yang memiliki pola pikir yang berbeda, tentu dalam pmenuhan kebutuhan akan informasi berbeda pula. Seorang digital native akan jauh lebih nyaman mencari informasi yang dibutuhkannya dengan menggunakan media yang berbasis elektronik namun berbeda dengan digital immigrants yang selama hidupnya lebih cenderung kepada sumber daya informasi tercetak (paper-based).

Perpustakaan Universitas Sumatera Utara yang merupakan perpustakaan modern dengan melayankan koleksinya yang berorientasi kepada perpaduan sumber daya informasi tercetak, terdiri atas Buku, Jurnal Tercetak dan Deposit USU dengan jumlah 135.781 judul dan 509.553 eksemplar, sedangkan sumber daya informasi elektronik, terdiri atas Jurnal (Mikrofis), Jurnal Elektronik (CD-ROM & Online), CD-ROM (Database, Multimedia dan Fulltext) serta Koleksi Digital pada Repository USU dengan jumlah 116.006 judul (Sumber: LAKIP 2012). Pengguna perpustakaan Universitas Sumatera Utara juga terdiri dari digital native yang merupakan mahasiswa baru tahun 2012 dan digital immigrants seperti dosen dan mahasiswa yang lahir sebelum tahun 1994.

Terdapat 2 (dua) sumber daya informasi yang dilayankan oleh perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan ada 2 (dua) generasi yang berbeda antara digital native dan digital immigrants yang dilayani, maka timbul pertanyaan, Bagaimana dengan pemanfaatan kedua jenis sumber daya informasi yang dimiliki Perpustakaan USU oleh kedua generasi pengguna tersebut ?.

Penulis telah melakukan pengamatan awal dan didapatkan data mengenai keterpakaian sumber daya informasi yang terdapat pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, untuk jumlah penggunaan sumber daya informasi tercetak per tahun 2012 adalah sebanyak 2.568.892 sedangkan untuk penggunaan sumber daya


(14)

informasi elektronik adalah sebanyak 116.149.517 (Sumber: LAKIP 2012). Hal tersebut telah memperlihatkan bahwa sumber daya elektronik/digital jauh lebih banyak digunakan oleh pengguna perpustakaan Universitas Sumatera Utara dibandingkan dengan sumber daya informasi yang tercetak. Jika dilihat kembali jumlah koleksi tercetak jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah koleksi elektronik/digital, namun untuk penggunaannya jauh lebih banyak koleksi elektronik/digital, maka timbul pertanyaan apakah ada hubungannya dengan

digital native yang saat ini lebih menguasai sumber daya informasi

elektronik/digital ? Bagaimana juga dengan pengguna digital immigrants dalam memenuhi kebutuhan informasinya dengan seluruh kemudahan elektronik dan digital saat ini ? Sehubungan dengan itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pemanfaatan sumber daya informasi oleh digital native dan

digital immigrants dengan judul “Perbandingan Pemanfaatan Sumber Daya Informasi Oleh Pengguna Digital Native dan Digital Immigrants pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah pemanfaatan sumber daya informasi tercetak oleh pengguna digital native dan digital immigrants ?

2. Bagaimanakah pemanfaatan sumber daya informasi elektronik oleh pengguna digital native dan digital immigrants ?

3. Bagaimanakah perbandingan pemanfaatan sumber daya informasi bagi pengguna digital native dan digital immigrants?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Pemanfaatan sumber daya informasi tercetak oleh pengguna digital native dan digital immigrants.


(15)

2. Pemanfaatan sumber daya informasi elektronik oleh pengguna digital native dan digital immigrants

3. Perbandingan pemanfaatan sumber daya informasi bagi pengguna

digital native dan digital immigrants.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, sebagai bahan masukan mengenai pemanfaatan sumber daya informasi terhadap pengguna

digital native dan digital immigrants.

2. Bagi Peneliti, dapat menjadi bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi penulis, untuk menambah wawasan pemahaman penulis mengenai pemanfaatan sumber daya informasi pada perpustakaan USU terhadap

pengguna digital native dan digital immigrants.

4. Bagi penambah khasanah Ilmu Perpustakaan dan Informasi khususnya pada bidang kajian pengguna perpustakaan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk kedalam bidang kajian pengguna perpustakaan. Dalam hal ini dikhususkan pada pengguna digital native dan digital immigrants

dalam pemanfaatan sumber daya informasi tercetak dan elektronik pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara.


(16)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Sumber Daya Informasi Pada Perpustakaan Perguruan Tinggi

Perpustakaan Perguruan Tinggi menurut pendapat Sutarno (2003 : 4) “Perpustakaan perguruan tinggi merupakan perpustakaan yang berada dalam suatu perguruan tinggi dan yang sederajat yang berfungsi mencapai tri dharma perguruan tinggi, sedangkan penggunanya adalah seluruh sivitas akademika”. Untuk mencapai fungsi dari perpustakaan perguruan tinggi tersebut, maka diperlukan sumber daya informasi guna memenuhi kebutuhan sivitas akademika dalam hal informasi. Sumber daya informasi pada sebuah perpustakaan bisa dikatakan sebagai wadah informasi yang terdapat pada perpustakaan tersebut, seperti koleksi yang dilayankan kepada pengguna sivitas akademika di perguruan tinggi.

2.1.1 Pengertian Sumber Daya Informasi

Pengertian informasi, sumber informasi dan pusat informasi tentu berbeda, seperti yang dikatakan oleh Yusup (2010 : 15):

Informasi itu ialah isi sedangkan sumber informasi ialah wadah dari isi tersebut, dan pusat sumber informasi merupakan tempat dikelola dan terkumpulnya sumber informasi atau wadah tadi. Kalau isi suatu buku ialah informasinya, maka yang disebut dengan sumber informasi yaitu buku itu sendiri yang bertugas sebagai penyimpan atau penampung informasi, sedangkan pusat sumber informasi dapat bermakna tempat berkumpulnya buku atau sumber informasi tadi.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Yusup di atas, maka dapat disimpulkan bahwa informasi, sumber informasi dan pusat informasi itu berbeda, tetapi masih merupakan satu komponen dimana informasi merupakan komponen dari sumber informasi yang terdapat pada pusat informasi seperti perpustakaan.

Kartika (2011 : 1) menjabarkan akan pengertian dari sumber informasi sebagai berikut, “Sumber informasi yakni segala sesuatu yang digunakan sebagai


(17)

rujukan atau pegangan dalam melakukan segala aktifitas atau proses kerja, sumber informasi itu dapat berupa dokumen, lembaga, manusia, benda, ataupun situasi.”

Sedangkan Perdani (2009 : 9) menyatakan bahwa:

Sumber daya informasi tidak hanya sekedar data dan informasi, melainkan mencakup pula perangkat keras, perangkat lunak, para spesialis informasi, dan para pemakai informasi. Data dan informasi merupakan sumberdaya utama yang harus dikelola dengan baik seperti sumberdaya utama lainnya adalah merupakan pendekatan yang positif untuk penggunaan komputer. Dengan perkataan lain, bahwa mengelola data (input) dengan bantuan komputer hal tersebut berarti mengelola informasi (output) yang dimiliki.

Hal di atas menjelaskan bahwa sumber daya informasi tidak hanya sekedar data dan informasi saja namun juga termasuk wadah dari informasi tersebut, sehingga seseorang dapat mengelola informasi dengan mengelola sumber daya yang menghasilkan informasi.

Informasi yang ditampung pada perpustakaan perguruan tinggi relatif paling lengkap, mengingat segala macam informasi di semua tingkatan dan jenisnya terdapat di dalamnya, hal ini juga dapat dilihat dari beragamnya jenis bidang ilmu yang dikelola dan dikembangkan di perguruan tinggi. Menurut Yusup (2010 : 21) “secara umum perpustakaan perguruan tinggi bertugas mengelola sumber-sumber informasi yang mampu mendukung pelaksanaan kurikulum dan dapat dimanfaatkan secara bersama oleh seluruh sivitas akademiknya”.

Berdasarkan pendapat diatas, sumber informasi yang disediakan oleh perpustakaan perguruan tinggi secara relatif harus memenuhi segala kebutuhan belajar sivitas akademi perguruan tinggi. Informasi dan sumber-sumber informasi yang dikelola juga berciri akademik ilmiah.

2.1.2 Jenis-Jenis Sumber Daya Informasi

Informasi sebagai sumber data, sumber komunitas atau sumber fakta yang banyak tersimpan dalam rekaman tercetak maupun elektronik. Sumber informasi pada perpustakaan merupakan seluruh koleksi yang dilayankan. Koleksi perpustakaan yang diartikan dalam buku Pedoman Umum Pengelolaan Koleksi Perpustakaan Perguruan Tinggi adalah semua pustaka yang dikumpulkan, diolah,


(18)

dan disimpan dan disebarkan kepada masyarakat guna memenuhi kebutuhan informasi mereka.

Menurut Krikelas yang dikutip oleh Budiyanto (2000 : 23):

Pilihan sumber dapat dibagi menjadi dua, yaitu internal dan eksternal: Sumber internal dapat berupa: memori, catatan pribadi atau hasil pengamatan. Sedangkan sumber eksternal dapat berupa: hubungan antar personal langsung dan informasi terekam atau tertulis.

Dari pendapat Krikelas di atas, sumber informasi dibagi menjadi dua yaitu internal dan eksternal. Sumber informasi internal dapat berupa memori, catatan pribadi dan hasil pengamatan sedangkan eksternal berupa hubungan antar seseorang langsung dan informasi terekam atau tertulis.

Sedangkan menurut Yusup (2009 : 1) menyatakan bahwa “informasi itu ada dimana-mana, dipasar, sekolah, rumah, lembaga-lembaga suatu organisasi komersial, buku-buku, majalah, surat kabar, perpustakaan dan tempat-tempat lainnya”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa perpustakaan merupakan salah satu sumber informasi, karena didalam perpustakaanlah banyak ditemukan benda-benda yang menyimpan informasi, baik tercetak maupun dalam bentuk elektronik.

Pada umumnya perpustakaan modern menyediakan koleksi tercetak maupun elektronik. Dalam Training Perpustakaan Indonesia Power UBP Bali oleh YPPI (2012: 4) menjelaskan bahwa “Perpustakaan modern tidak saja menyediakan ruang dan buku tetapi juga tanpa batas, waktu dan ruang dengan koleksi buku dan non buku atau digital, bentuk koleksi digital bisa berupa slide, mikrofilm, rekaman audio, koleksi digital (e-Journal dan e-book)”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa sumber informasi terdapat dimana-mana, baik di pasar, rumah, sekolah dan lembaga-lembaga. Perpustakaan modern juga tidak hanya menyediakan ruang dan buku namun menyediakan sumber informasi yang tanpa batasan waktu dan ruang, yaitu koleksi digital seperti e-Journal dan e-book.


(19)

2.1.2.1 Sumber Daya Informasi Tercetak

Sumber daya informasi tercetak adalah salah satu sumber daya informasi yang tersedia di perpustakaan, yaitu :

(1) Buku

Buku adalah kumpulan kertas atau bahan lain yang dijilid jadi satu. Kertas-kertas tersebut mempunyai tema bahasan yang sama dan disusun menurut kronologi tertentu.

Menurut Yusup (2010 : 47) buku terbagi menjadi 2 (dua) bagian: a. Buku Fiksi

Buku fiksi adalah jenis buku yang ditulis bukan berdasarkan fakta atau kenyataan. Ia ditulis atas dasar kehendak dan khayalan pengarangnya saja.

b. Buku Nonfiksi

Buku nonfiksi adalah buku yang pembahasannya berdasarkan fakta atau kenyataan. Isinya berupa uraian tentang fakta atau peristiwa yang sebenarnya. Buku nonfiksi terdiri dari:

• Buku teks atau buku pelajaran

• Buku referensi: kamus, ensiklopedi, buku tahunan, direktori, almanak, bibliografi, katalog, indeks, abstrak, atlas, dokumen pemerintah, laporan hasil penelitian, sumber-sumber informasi geografi, biografi dan petunjuk perjalanan.

(2) Terbitan Berseri

Salah satu layanan yang disediakan oleh perpustakaan adalah layanan terbitan berseri. Menurut Sulistyo-Basuki (1991 : 34), “terbitan berseri merupakan terbitan yang keluar dalam bagian secara berturut-turut dengan menggunakan nomor urut dan/atau secara kronologi, serta dimaksudkan untuk terbitan dalam waktu yang ditentukan”.

Macam-macam terbitan berseri yang dijabarkan oleh Surachman (2005 : 2) adalah sebagai berikut:

a. Majalah. Dapat dibedakan menjadi berbagai macam jenis seperti ilmiah, popular, ilmiah popular, teknis, dan sekunder.

b. Jurnal. Merupakan terbitan dalam bidang tertentu khususnya ilmiah yang diterbitkan oleh badan/lembaga/instansi/organisasi yang ingin mempublikasikan hasil-hasil penelitiannya.


(20)

c. Buletin. Biasanya diterbitkan lembaga / badan tertentu untuk memberikan informasi kepada khalayak mengenai kegiatan/program atau pemikiran dari lembaga tersebut.

d. Pamflet. Biasanya diterbitkan secara isidentil dalam satu lembaran informasi yang berisi pemberitahuan, pengumuman, maupun berita. e. Ringkasan, Sari Karangan, Abstrak. Merupakan inti dari sebuah

artikel atau tulisan atau hasil penelitian yang biasanya dikumpulkan dan disusun secara sistematis berdasarkan bidang tertentu.

f. Laporan Tahunan & Laporan Bersejarah. Diterbitkan tahunan yang biasanya berisi tentang perjalanan sebuah institusi/badan atau catatan peristiwa yang terjadi dalam satu tahun, dan biasanya terbatas dalam bidang tertentu.

g. Surat Kabar, harian, Koran. Merupakan terbitan yang berupa lembaran-lembaran yang diterbitkan setiap hari, berisi berita, pengumuman, laporan, pemikiran yang actual, atau hal-hal yang perlu diketahui masyarakat secara cepat.

h. Leaflet. Merupakan terbitan yang berisi informasi tertentu dan biasanya berupa lembaran yang dilipat menjadi dua atau tiga lipatan. i. Brosur. Merupakan terbitan atau karya cetak pendek yang diterbitkan

dalam beberapa halaman saja sesuai dengan kebutuhan.

j. Warta Singkat. Terbitan suatu instansi, lembaga pada waktu tertentu berisi berita maupun laporan kegiatan secara ringkas. Biasanya diterbitkan hanya dalam beberapa halaman saja.

Dari penjabaran di atas dapat diketahui bahwa macam-macam terbitan berseri antara lain : majalah, jurnal, buletin, pamflet, ringkasan atau abstrak, laporan tahunan dan laporan bersejarah, surat kabar, leaflet, brosur, warta singkat.

2.1.2.2 Sumber Daya Informasi Elektronik

Saat ini perpustakaan modern tidak hanya melayankan sumber daya informasi tercetak saja, namun juga melayankan sumber daya informasi elektronik untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna perpustakaan. Brophy (2000 : 2) menyatakan bahwa sumber daya informasi elektronik adalah “every document in electronic form which needs special equipment to be used. Electronic resources include digital documents, electronic serials, databases, patents in electronic form and networked audiovisual documents”.

Pendapat di atas dapat diartikan bahwa sumber daya informasi elektronik adalah setiap dokumen dalam bentuk elektronik yang membutuhkan peralatan khusus untuk menggunakannya yang meliputi dokumen digital, terbitan berseri


(21)

elektronik, database (pangkalan data), hak paten dalam format elektronik dan dokumen jaringan kerja audiovisual.

Dalam Undang-Undang No. 11 tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik, pada pasal 1 dicantumkan definisi mengenai informasi elektronik adalah sebagai berikut:

Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, Electronic Data Interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Dari kutipan di atas sangat jelas dikatakan bahwa informasi elektronik tidak terbatas hanya pada tulisan tetapi juga termasuk suara, gambar, peta, rancangan, foto, Electronic Data Interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti. Sumber-sumber yang dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, salah satunya adalah sumber daya informasi elektronik (yang bersumber dari internet/online database). Sumber informasi ini dapat memperoleh informasi berupa karya-karya digital, misalnya E-journal, E-books, E-articles, dan lain-lain.

(1) E-Journal

Jurnal elektronik saat ini mulai diminati oleh pengguna perpustakaan, sehingga perpustakaan berinisiatif untuk menyediakan jurnal elektronik untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dikarenakan berbagai keunggulannya.

Evans (2000 : 154) menyatakan bahwa “Electronic Journal are publications that exist only in an electronic format, whereas full-text identifies the availability of the text of paper based journals in an electronic format”. Dapat diartikan bahwa jurnal elektronik adalah jurnal berbentuk teks yang dipublikasikan serta tersedia dalam format elektronik.

LIPI (2005 : 1), “Jurnal elektonik (E-journal) adalah sarana berbasis web untuk mengelola sebuah jurnal ilmiah maupun non ilmiah. Sarana ini disediakan


(22)

sebagai wadah bagi pengelola, penulis dan pembaca karya-karya ilmiah”. Hal yang dijabarkan menurut LIPI di atas menganggap bahwa jurnal elektronik sebagai sarana yang berbasis web bagi penulis, penerbit, dan pembaca karya ilmiah maupun non ilmiah.

Menurut Surjono (2009 : 1) “E-journal adalah publikasi dalam format elektronik dan mempunyai ISSN (International Standard Serial Number)”.

Senada dengan pendapat yang dikemukakan di atas, Tresnawan (2010 : 2) menyatakan bahwa “jurnal elektronik adalah terbitan serial seperti bentuk tercetak tetapi dalam bentuk elektronik. Biasanya terdiri dari tiga format, yaitu teks, teks dan grafik, serta full image (dalam bentuk pdf)”.

Dari kedua definisi tersebut, dapat diketahui bahwa informasi yang terdapat di dalam e-journal (jurnal elektronik) adalah sekumpulan serial yang dapat berupa artikel-artikel ilmiah, karya ilmiah yang mempunyai nomor standar. Sehingga informasi yang terkandung di dalam jurnal elektronik tersebut dapat dipercaya karena telah diakui dengan adanya ISSN pada jurnal elektronik tersebut.

Perbandingan jurnal elektronik dengan jurnal tercetak dapat dilihat dari hal yang telah dipaparkan tabel dibawah berikut ini oleh Tresnawan (2005 : 2):

Tabel 2.1 Perbandingan Jurnal Elektronik dan Jurnal Tercetak

No Kriteria Elektronik Tercetak

1 Kemuktahiran Mutakhir Mutakhir

2 Kecepatan diterima Cepat Lambat

3 Penyimpanan Sangat mengirit tempat Makan Tempat

4 Pemanfaatan 24 Jam Terbatas Jam buka

5 Kesempatan akses Bisa bersamaan Antri

6 Penelusuran Otomatis tersedia Harus dibuat

7 Waktu penelusuran Cepat Lama

8 Keamanan Lebih aman Kurang aman

9 Manipulasi dokumen Sangat mudah Tidak bisa 10 Langganan dengan harga

yang sama

Judul bisa lebih banyak Judul lebih sedikit


(23)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jurnal elektronik lebih banyak keunggulannya dibandingkan jurnal tercetak. Memang untuk mengakses jurnal elektronik ini harus memiliki media elektronik seperti komputer. Namun pada saat ini media elektronik yang dapat mengakses bahan elektronik sudah banyak tanpa harus ada arus listrik, bahkan sekarang hand phone juga dapat membuka bahan teks elektronik, seperti jurnal elektronik dan buku elektronik.

Oleh karena itu dengan adanya koleksi elektronik ini diharapkan perpustakaan dapat menyediakan informasi dengan cepat, hemat waktu, biaya serta tenaga, dan informasi yang selalu up to date.

(2) E-Book

Pada akhir tahun 1990-an, pesatnya perkembangan dalam dunia media, penerbitan dan perpustakaan, menjadikan suatu hal yang tidak dapat dibayangkan penyediaan informasi khususnya informasi ilmiah tanpa e-book, sebagaimana yang disinyalir oleh Rafael Ball (2009 : 1) bahwa:

Since the end of the 1990s, the media, publishers, and libraries have been unable to imagine a world without ‘e-books’. Rafael Ball define e-books as hardware, as a reading device for electronically available texts – quickly became a general term for the use of book content in electronic form. Rafael Ball berpendapat bahwa media, penerbit, serta perpustakaan telah membayangkan sulitnya ketersediaan informasi tanpa menggunakan e-book. Ia mendefinisikan e-book sebagai perangkat keras yang mampu membaca teks berbentuk elektronik.

Ahmad (2009 : 1) menyatakan bahwa:

E-Book adalah singkatan dari Electronic Book atau buku elektronik. E-book tidak lain adalah sebuah bentuk buku yang dapat dibuka secara elektronis melalui komputer. E-book ini berupa file dengan format bermacam-macam, ada yang berupa pdf (portable document format) yang dapat dibuka dengan program Acrobat Reader atau sejenisnya. Ada juga yang dengan bentuk format html, yang dapat dibuka dengan browsing atau

internet eksplorer secara offline. Ada juga yang berbentuk format exe.

Dari pernyataan di atas, dapat dinyatakan bahwa e-book (buku elektronik) adalah buku yang dikemas dalam format elektronik yang dapat


(24)

pengguna peroleh dan diakses dengan memanfaatkan komputer. Pengguna dapat menyimpan beberapa banyak buku elektronik dalam sebuah flashdisc dan bisa dibawa kemana-mana, sedangkan buku dalam format tercetak akan mengalami kesulitan untuk membawanya kemana-mana dalam jumlah yang banyak. Pembuatan buku dalam format elektronik juga merupakan satu usaha untuk melestarikan informasi-informasi yang tadinya terdapat dalam buku tercetak. Buku dalam format tercetak lebih mudah mengalami kerusakan dan biaya perawatannya pun lebih mahal, maka dari itu akan lebih baik jika dilakukan transfer data/informasi dari buku ke buku elektronik (e-book) untuk menjaga kelestarian informasi yang ada.

(3) E-Article

E-Article atau artikel elektronik adalah artikel yang dikemas dalam format elektronik. Artikel elektronik dapat kita temukan dalam jurnal elektronik atau dalam bentuk artikel lepas.

Dalam Wikipedia (2010 : 1) dinyatakan bahwa:

Electronic articles are articles in scholarly journals or magazines that can be accessed via electronic transmission. The are a specialized form of electronic document, with a specialized content, purpose, format, metadata, and availability–they consist of individual articles from scholarly journals or magazines (and now sometimes popular magazines), they have the purpose of providing material for academic research and study.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa artikel elektronik adalah artikel yang terdapat dalam jurnal atau majalah ilmiah yang dapat diakses melalui transmisi elektronik. Artikel elektronik merupakan bentuk khusus dari dokumen elektronik, dengan konten khusus, tujuan, format dan metadata. Artikel elektronik ini ditujukan untuk penyediaan informasi, baik untuk kegiatan pendidikan maupun sebagai bahan rujukan untuk penelitian akademik. Artikel elektronik dapat ditemukan dalam jurnal online (elektronik), sebagai versi online dari artikel yang terbit dalam jurnal tercetak.


(25)

2.2 Kebutuhan Informasi

Manusia adalah makhluk yang kompleks. Manusia memiliki banyak kebutuhan untuk melangsungkan kehidupannya. Salah satunya adalah kebutuhan kognitif. Kebutuhan ini berkaitan erat dengan kebutuhan untuk memperkuat atau menambah informasi, pengetahuan, dan pemahaman seseorang akan lingkungannya.

Belkin dalam Fourie (2008 : 4) yang menyatakan bahwa “An information need can refer to the gap between what we know and what we need to know, or to an anomalous state of knowledgee”. Dalam hal ini kebutuhan informasi mengacu pada perbedaan antara apa yang kita tahu dengan apa yang perlu kita ketahui, sehingga kita dapat mendefenisikan apa yang menjadi kebutuhan informasi kita.

2.2.1 Pengertian Kebutuhan Informasi

Seperti yang telah dinyatakan di atas bahwa kebutuhan informasi merupakan salah satu kebutuhan seseorang untuk melangsungkan hidupnya. Miranda dan Tarapanoff menyatakan (2008 : 1): “Information need is defined as a state or process started when one perceives that there is a gap between the information and knowledge available to solve a problem and the actual solution of the problem”. Miranda dan Tarapanoff mendefinisikan kebutuhan informasi sebagai sebuah keadaan atau proses yang diawali ketika seseorang mulai merasa informasi dan pengetahuan yang dimilikinya masih belum cukup (kurang), informasi juga dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu masalah untuk menentukan solusi apa yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Defenisi di atas memperkuat pernyataan bahwa setiap orang memang membutuhkan informasi sebagai bagian dari kebutuhan hidupnya. Informasi kian dirasakan perlu untuk menjawab ketidakpastian dan ketidaktahuan seseorang akan suatu hal. Rasa ingin tahu seseorang ini timbul karena ia ingin selalu berusaha memperkaya diri dengan informasi-informasi terbaru dengan tujuan untuk menambah wawasan dan meningkatkan cakupan pengetahuannya yang pada akhirnya dapat membentuk dan merubah sikap.


(26)

Kuhlthau (1991 : 362) juga memberikan batasan pengertian kebutuhan informasi. Kuhlthau menyatakan bahwa “kebutuhan informasi muncul akibat kesenjangan pengetahuan yang ada dalam diri seseorang dengan kebutuhan informasi yang diperlukan”. Selanjutnya Crawford yang disitir oleh Devadason (1996 : 51) mengemukakan bahwa “kebutuhan informasi sulit didefinisikan dan diukur karena melibatkan proses kognitif dengan tingkat kesadaran yang berbeda-beda”.

Dari kedua pendapat di atas sudah jelas bahwa kebutuhan informasi muncul akibat kesenjangan informasi yang ada pada setiap individu yang melibatkan proses kognitif atau proses pikiran. Hal ini biasanya mengacu pada proses psikologi individu yang berhubungan dengan hal dalam memperoleh serta memproses informasi tersebut.

Tentunya memahami kebutuhan informasi sangat penting bagi lembaga yang melayankan informasi seperti perpustakaan, seperti yang dinyatakan oleh Hiller (2004 : 15) bahwa:

Memahami kebutuhan informasi pemakai sebenarnya untuk mengetahui antara lain:

1. Siapa pemakai potensial perpustakaan 2. Apa yang mereka pelajari dan teliti

3. Sumber informasi dan layanan perpustakaan apa yang mereka butuhkan

4. Bagaimana pengetahuan mereka tentang sumber informasi dan layanan yang ada di perpustakaan

5. Bagaimana mereka menggunakan sumber informasi dan perpustakaan 6. Bagaimana mereka menjadikan perpustakaan sebagai nilai tambah

dalam membantu menyelesaikan tugas dan pekerjaan.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa pentingnya sebuah perpustakaan untuk mengetahui kebutuhan informasi penggunanya agar dapat diketahui siapa pemakai, apa yang harus dilayankan, bagaimana ketergunaan dari sumber daya informasi yang terdapat pada perpustakaan dan bagaimana pemanfaatan dari perpustakaan itu sendiri.

Kebutuhan informasi muncul ketika seseorang menyadari pengetahuan yang ada padanya tidak cukup untuk mengatasi permasalahan tertentu. Seperti yang telah dikatakan oleh Chowdhury (1999 : 24):


(27)

Kebutuhan informasi merupakan suatu konsep yang samar. Selanjutnya sifat-sifat kebutuhan informasi antara lain:

1. Mempunyai konsep yang relatif 2. Berubah pada periode tertentu

3. Berbeda antara satu orang dengan orang lain 4. Dipengaruhi oleh lingkungan

5. Sulit diukur secara kuantitas 6. Sulit diekspresikan

7. Seringkali berubah setelah seseorang menerima informasi lain.

Sehubungan dengan hal di atas Devadason (1996 : 56) mengemukakan bahwa kebutuhan informasi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti:

1. Ketersediaan sumber informasi 2. Kegunaan informasi

3. Latar belakang, motivasi, kepentingan profesional, dan karakteristik lain yang dimiliki pemakai

4. Sosial, politik, ekonomi, hukum dan sistem yang berkaitan dengan pemakai,

5. Konsekuensi dari penggunaan informasi.

Sedangkan Pannen (1990 : 32) mengatakan bahwa “faktor yang paling umum mempengaruhi kebutuhan informasi adalah pekerjaan, termasuk kegiatan profesi, disiplin ilmu yang miminati, kebiasaan, dan lingkungan pekerjaan”.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kebutuhan informasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: faktor psikologi, profesi, lingkungan, hobi, serta ketersediaan informasi itu sendiri.

2.2.2 Jenis-Jenis Kebutuhan Informasi

Jenis kebutuhan informasi pengguna sangat beraneka ragam. Berhubungan dengan tugas pekerjaan, Jarverlin yang dikutip oleh Ishak (2003 : 4),

Klasifikasi terhadap jenis kebutuhan informasi, yaitu:

1. Informasi yang berkaitan dengan masalah, menggambarkan struktur, sifat dan syarat dari masalah yang sedang dihadapi, misalnya dalam masalah konstruksi jembatan, informasi yang dibutuhkan adalah mengenal jenis, tujuan dan masalah yang dihadapi dalam membangun, konstruksi jembatan. Pada kasus ini kemungkinan telah ada sumber informasi yang telah membahas hal yang sama.

2. Informasi yang berkaitan dengan wilayah, terdiri dari pengetahuan tentang fakta, konsep, hukum dan teori dari wilayah permasalahan. Misalnya dalam masalah kontruksi jembatan, wilayah informasi yang


(28)

diperlukan adalah kekuatan dan tingkat pemuaian besi. Jenis ini yang dibutuhkan berupa uji ilmiah dan teknologi informasi. Informasi tersebut terdapat dalam terbitan jurnal ilmiah dan buku teks.

3. Informasi sebagai pemecahan masalah, menggambarkan bagaimana melihat dan memformulasikan masalah, apa masalah dan wilayah informasi bagaimana yang akan digunakan dalam upaya memecahkan masalah. Misalnya dalam konstruksi jembatan, insinyur perencana akan menghadapi pro dan kontra mengenai berbagai informasi mengenai desain jenis jembatan. Ini hanya dapat dipecahkan pada keahlian seseorang dan pengetahuan yang dimiliki.

Sedangkan menurut Devadason (1996 : 92):

Jenis kebutuhan informasi tergantung pada kegiatan kerja, disiplin ilmu, bidang pekerjaan/minat, fasilitas yang tersedia, kedudukan atau jabatan seseorang, motivasi, kebutuhan untuk mengambil keputusan, kebutuhan untuk menemukan ide baru dan kebutuhan mencari kebenaran.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa jenis kebutuhan informasi ada beberapa jenis antara lain: informasi yang berkaitan dengan masalah, informasi yang berkaitan dengan wilayah, informasi sebagai pemecahan masalah, dan jenis kebutuhan informasi tergantung pada kegiatan kerja, disiplin ilmu dan lain sebagainya.

Menurut Guha yang dikutip Saepudin (2009 : 4) ada empat jenis kebutuhan informasi, yaitu:

1. Current need approach, yaitu pendekatan kepada kebutuhan pengguna informasi yang sifatnya mutakhir. Pengguna berinteraksi dengan sistem informasi dengan cara yang sangat umum untuk meningkatkan pengetahuannya. Jenis pendekatan ini perlu ada interaksi yang sifatnya konstan antara pengguna dan sistem informasi.

2. Everyday need approach, yaitu pendekatan terhadap kebutuhan pengguna yang sifatnya spesifik dan cepat. Informasi yang dibutuhkan pengguna merupakan informasi yang rutin dihadapi oleh pengguna. 3. Exhaustic need approach, yaitu pendekatan terhadap kebutuhan

pengguna akan informasi yang mendalam, pengguna informasi mempunyai ketergantungan yang tinggi pada informasi yang dibutuhkan dan relevan, spesifik, dan lengkap.

4. Catching-up need approach, yaitu pendekatan terhadap pengguna akan informasi yang ringkas, tetapi juga lengkap khususnya mengenai perkembangan terakhir suatu subyek yang diperlukan dan hal-hal yang sifatnya relevan.


(29)

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sulit untuk mendefenisikan dan mengukur kebutuhan informasi pengguna. Keanekaragaman kebutuhan dan permintaan informasi menuntut dilakukannya pendekatan terhadap kebutuhan pengguna, agar dapat memenuhi dan menyediakan informasi yang mereka cari. Keempat pendekatan di atas, merupakan metode untuk mendefinisikan jenis-jenis kebutuhan informasi dari setiap pengguna agar mempermudah proses pemenuhannya.

Menurut Taylor yang dikutip oleh Putubuku (2008 : 1), ada empat lapisan atau tingkatan yang dilalui oleh pikiran manusia sebelum sebuah kebutuhan benar-benar dapat terwujud secara pasti:

1. Visceral need, yaitu tingkatan ketika “need for information not existing in the remembered experience of the inquirer” atau dengan kata lain ketika kebutuhan informasi belum sungguh-sungguh dikenali sebagai kebutuhan, sebab belum dapat dikaitkan dengan pengalaman-pengalaman seseorang dalam hidupnya. Inilah kebutuhan “tersembunyi” yang seringkali baru muncul setelah ada pengalaman tertentu.

2. Conscious need, yaitu ketika seseorang mulai menggunakan “ mental-description of an ill-defined area of indecision” atau ketika seseorang mulai mereka-reka apa sesungguhnya yang ia butuhkan.

3. Formalized need, yaitu ketika seseorang mulai secara lebih jelas dan terpadu dapat mengenali kebutuhan informasinya, dan mungkin di saat inilah ia baru dapat menyatakan kebutuhannya kepada orang lain. 4. Compromised need, yaitu ketika seseorang mengubah-ubah rumusan

kebutuhannya karena mengantisipasi, atau bereaksi terhadap kondisi tertentu.

Dari pendapat Taylor di atas, dapat diketahui bahwa sebelum suatu kebutuhan dapat terwujud, ada beberapa tingkatan yang dilalui oleh pikiran manusia, yaitu visceral need ketika kebutuhan informasi belum dikenali sebagai kebutuhan, conscious need ketika seseorang mengira-ngira apa yang dibutuhkan,

formalized need ketika seseorang mulai mengenali kebutuhan informasinya dan

compromised need yaitu ketika seseorang mengubah-ubah rumusan kebutuhannya karena mengantisipasi atau bereaksi terhadap kondisi tertentu.


(30)

2.3 Pengguna Perpustakaan Perguruan Tinggi

Pada umumnya kita telah mengetahui bahwa tugas perpustakaan pada umumnya adalah menghimpun, mengelola, dan menyebar luaskan informasi kepada masyarakat luas. Demikian juga dengan perpustakaan perguruan tinggi, seperti yang dinyatakan oleh Yusup (2010 : 21):

Perpustakaan perguruan tinggi bertugas mengelola sumber-sumber informasi yang mampu mendukung pelaksanaan kurikulum perguruan tinggi yang bersangkutan, dan semua sumber informasi dimaksud dapat dimanfaatkan secara bersama oleh seluruh sivitas akademikanya.

Dalam sebuah perguruan tinggi terdapat berbagai kelompok pengguna yang berbeda-beda, mulai dari bidang ilmu yang dikuasainya, usia, dan profesi seperti dosen, staf perguruan tinggi dan mahasiswa sebagai pelajar. Hal ini seperti yang dijabarkan oleh Jalaludin Rakhmat yang disitir oleh Yusup (2010 : 88) “Dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok sosial berdasar jenis kelamin, usia, pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan, tempat tinggal, dan keyakinan beragama”.

Kebutuhan pengguna perpustakaan akan informasi berbeda-beda sesuai dengan latar belakang kebutuhan pencari informasi, sebagaimana yang dinyatakan oleh Prawati (2003 : 27) “hal tersebut untuk meningkatkan pengetahuan, mengikuti perkembangan baru, mendukung dan merencanakan penelitian, mengajar, manajemen, serta mengutip sitasi bibliografi bagi karya tulis”.

Brophy (2000 : 56) mengatakan bahwa kelompok pengguna perpustakaan perguruan tinggi dapat dikategorikan :

1. Mahasiswa under graduate

2. Mahasiswa postgraduate

3. Mahasiswa peneliti 4. Staf pengajar 5. Staf peneliti

6. Pihak manajemen kampus 7. Alumni

8. Anggota komunitas bisnis lokal 9. Anggota organisasi lokal 10. Pemerintah

11. Badan pendanaan kampus


(31)

13. Komunitas peneliti nasional dan internasional 14. Komunitas perpustakaan nasional dan internasional 15. Pustakawan dan profesional di bidang informasi

Berbagai macam kelompok pengguna ini memiliki kepentingan yang berbeda-beda terhadap perpustakaan. Setiap kelompok pengguna merefleksikan harapan dan opini terhadap layanan perpustakaan y ang mereka inginkan atau pernah mereka dapatkan. Perpustakaan harus dapat menjadikan pengguna perpustakaan sebagai fokus dalam penyediaan layanan. Hal ini dikemukakan oleh Montanelli (1999 : 83) bahwa:

Upaya perpustakaan dalam menjadikan layanan perpustakaan dapat dinilai baik oleh pengguna adalah dengan memahami bahwa kebutuhan pengguna terhadap perpustakaan sangat beragam sesuai dengan kelompok dan harapan yang mereka inginkan.

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa kebutuhan pengguna terhadap perpustakaan sangat beragam sesuai dengan kelompok dan harapan yang mereka inginkan.

2.3.1 Pengguna Perpustakaan Berdasarkan Profesi

Jika dilihat berdasarkan profesi maka pengguna perpustakaan pada perpustakaan perguruan tinggi dapat digolongkan menjadi, mahasiswa sebagai pelajar, dosen sebagai staf pengajar perguruan tinggi.

(1) Mahasiswa

Perpustakaan akademik memiliki hubungan yang erat dengan mahasiswa. Tingginya aktivitas akademik di sebuah perguruan tinggi akan meningkatkan frekuensi kunjungan dan pemanfaatan layanan di perpustakaan. Hal ini akan menciptakan interaksi yang kuat antara perpustakaan dengan mahasiswa.

Jordan (1998 : 3) menyatakan bahwa:

Kebutuhan mahasiswa terhadap perpustakaan pada umumnya tidak dapat diidentifikasikan oleh mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa yang tidak dapat menjelaskan kebutuhan mereka terhadap layanan perpustakaan merupakan kelompok pengguna yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah. Pada umumnya tidak memiliki kemampuan menyampaikan pendapat mereka terhadap layanan perpustakaan yang


(32)

mereka inginkan secara spesifik sehingga perpustakaan tidak dapat mengetahui apa yang mereka inginkan dari layanan perpustakaan. Beberapa mahasiswa bahkan melakukan tindakan instant dengan melakukan pencurian dan vandalism terhadap koleksi perpustakaan.

Kebutuhan mahasiswa terhadap perpustakaan merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi. Namun kebutuhan informasi akan mahasiswa tentu berbeda jauh dari seorang pelajar SMA/SMP, seperti yang dikatakan oleh Tan dalam Yusup (2010 : 98) “seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi lebih banyak mempunyai kebutuhan-kebutuhan dibandingkan dengan orang yang berpendidikan rendah”.

(2) Dosen

Dosen merupakan seorang staf pengajar pada perguruan tinggi, yang memerlukan sumber informasi termutakhir. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut tentunya perpustakaan sangat berperan penting dalam menyediakan sumber informasi yang dibutuhkan. Harisanty (2008 : 11) menyatakan bahwa:

Pada perpustakaan perguruan tinggi saat ini, jumlah dosen yang memanfaatkan jasa perpustakaan masih relatif sedikit. Pengguna perpustakaan, khususnya dosen, terdiri dari banyak sekali kelompok, strata sosial, lingkungan pendidikan, etnis suku, kebudayaan, agama, dan kepercayaan, serta masih banyak lagi. Oleh karena itu sikap, pandangan, cara berpikir, wawasan dan persepsi terhadap sesuatu juga berbeda. Akibat keterbatasan dari informasi dan komunikasi maka respon terhadap perpustakaan tidak sama.

Penyelenggaraan perpustakaan sebagai sumber belajar merupakan suatu keharusan dalam pendidikan (UU No. 2/1989, pasal 35). “Suatu lembaga pendidikan tinggi tidak mungkin dapat terselenggara dengan baik jika para dosen dan para mahasiswa tidak didukung oleh sumber belajar yang diperlukan untuk penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar”.

Saat ini metode pembelajaran pada tingkat perguruan tinggi tidak lagi menggunakan metode tradisional yang seluruhnya dari dosen.


(33)

2.3.2.1 Digital Native

Istilah digital native yang digambarkan oleh Karnain (2006 : 1):

Merupakan istilah yang digunakan untuk seseorang yang lahir dan tumbuh bersama dengan perkembangan teknologi dan komunikasi, digital native

juga merupakan orang yang mengerti nilai teknologi digital dan menggunakannya untuk mencari peluang untuk mengimple-mentasikannya

Pendapat di atas menjelaskan bahwa digital native merupakan istilah yang digunakan untuk seseorang yang lahir dan tumbuh bersama dengan perkembangan teknologi dan komunikasi serta membuatnya menjadi peluang untuk mengimplementasikannya.

Prensky (2001 : 5) mendefinisikan

Digital Native sebagai “penutur asli” bahasa digital yaitu mereka yang akrab dengan dunia digital dan yang lahir dan tumbuh bersama dengan perkembangan teknologi dan komunikasi, hampir semua aktifitas dalam kehidupannya dikelilingi dengan teknologi digital seperti komputer, video game, ponsel dan lain sebagainya.

Sedangkan menurut Marteney yang dikutip Hasugian (2011 : 7) generasi manusia dibagi dalam 6 kategori yaitu:

(a) The Greatest Generation (World War II, 1901-1924), (b) The Silent Generation (1925-1942);

(c) The Baby Boomers (1943-1960); (d) Generasi X (1961-1981);

(e) Millennial (1982-2002);

(f) Digital Natives (Generasi Z atau Internet Generation), mulai tahun 1994 sampai akhir tahun sekarang.

Setelah melihat beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa

digital native merupakan seseorang yang lahir dimulai pada tahun 1994 dan tumbuh bersama dengan perkembangan teknologi dan komunikasi dan hampir semua aktifitasnya dikelilingi dengan teknologi digital.

Siswoyo (2011 : 1) memberikan penjelasan akan ciri-ciri dari seorang

digital native sebagai berikut:


(34)

3. Menggunakan istilah-istilah yang baru saat berkomunikasi.

Sedangkan Pujiono (2013 : 2) mengemukakan bahwa ciri-ciri digital native adalah :

Cara berfikir mereka non-linear. Contoh kasus, ketika membaca buku tidak harus dari halaman pertama. Mereka bisa memulai dari halaman mana saja yang ingin mereka tuju (berdasarkan rasa ingin tahu dan yang dikehendaki). Kaitannya, ini dalam hal substansi. Mereka bisa memanfaatkan daftar isi, indeks, dsb., untuk mengarahkan keingintahuan mereka terhadap isi buku. Kedua, mereka akrab dengan gadget. Ini seperti yang telah saya sebutkan di atas. Ketiga, Lahir pada masa era digital sudah ada/marak alias booming. Keempat, dapat melakukan pekerjaan dalam satu waktu.

Dari 2 (dua) pendapat di atas dapat diketahui bahwa ciri-ciri digital native

adalah cara berfikir yang non-linear, akrab dengan gadget terkini, dan lahir pada masa era digital dan dapat melakukan pekerjaan dalam satu waktu.

2.3.2.2 Digital Immigrants

Digital immigrants adalah istilah yang digunakan untuk seorang yang berlatarbelakang kebalikan dari Digital Native.

Prensky (2001 : 6) memberikan contoh untuk seseorang Digital Immigrant, sebagai berikut:

Digital Immigrant tidak percaya bahwa siswa dapat belajar di depan televisi atau sambil mendengarkan musik atau mungkin sambil chatting dengan smartphonenya hanya karena para Digital Immigrant tidak dapat melakukan hal-hal tersebut. Tentu saja mereka tidak bisa, para Digital Immigrant berfikir bahwa belajar seharusnya memang tidak menyenangkan. Sedangkan, para Digital Native sejak awal memulai kegiatan belajar mereka bersama dengan Sesame street, Dora, Barney dsb. Sedangkan Wijaya (2012 : 1) menyatakan dalam wacananya pada blognya bahwa “Digital Immigrant merupakan kelompok masyarakat yang tumbuh dan berkembang pada era transisi atau baru menggenal sumber daya teknologi informasi pada masa dewasa”.

Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa digital immigrant merupakan seseorang yang tumbuh dan berkembang pada era transisi atau baru mengenal


(35)

sumber daya teknologi informasi pada masa dewasa, pola pikir digital immigrant

dengan digital native tentu berbeda jauh mengenai teknologi informasi sebagai media pembelajaran seperti yang telah dicontohkan oleh Prensky.

2.4 Kecenderungan Pengguna Menggunaan Sumber Daya Informasi

Masyarakat pelajar dan mahasiswa, sangat jelas akan kebutuhannya terhadap informasi, terutama informasi yang berkaitan dengan akademik dan pendidikan. Tidak hanya pada masyarakat pelajar saja tetapi seluruh kalangan masyarakat membutuhkan informasi, untuk dapat berperan terhadap lingkungannya.

Perpustakaan merupakan tempat yang menyediakan sumber-sumber informasi seperti buku, majalah, surat kabar dan juga sumber informasi digital seperti yang diuraikan di atas. Salah satu media yang menyimpan informasi terbesar adalah internet. Internet menyediakan mesin pencari (search engine) sebagai alat pencari informasi.

Di lingkungan perguruan tinggi sebagian besar mahasiswa menggunakan internet sebagai sumber informasi. pencarian informasi oleh mahasiswa dalam internet menggunakan search engine dapat dilihat dari temuan OCLC yang dikutip oleh Munggaran (2009 : 3) sebagai berikut:

1. 89% mahasiswa perguruan tinggi menggunakan search engine memulai pencarian, hanya 2% yang memulainya dari website perpustakaan.

2. 93% merasa puas dengan pengalaman menggunakan search engine bandingkan yang puas dengan bantuan pustakawan hanya mencapai 84%.

3. Search engine sesuai dengan gaya hidup para mahasiswa.

Jalaluddin Rakhmat dalam Yusup (2010 : 88) “Sikap dan organisasi personal psikologis individu akan menentukan bagaimana seseorang memiliki stimuli dari lingkungannya”.

Pernyataan menjelaskan bahwa terdapat sekelompok tertentu yang ada dimasyarakat yang mempunyai kecenderungan orientasi yang sama atau hampir sama terhadap objek yang ada kaitannya dengan kepentingan individu itu sendiri.


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Sugiyono (2005 : 11) menyatakan bahwa, “Penelitian Deskriptif adalah penelitian yang dilakukan terhadap variable mandiri, yaitu tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variable lain”. Penelitian ini yaitu bersifat komparatif.

Arikunto (2002 : 236) menyatakan bahwa:

Penelitian komparatif akan dapat menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan tentang benda-benda, tentang orang, tentang prosedur, kerja, tentang ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok terhadap suatu ide atau suatu prosedur kerja. Dapat juga membandingkan kesamaan pandangan dan perubahan-perubahan pandangan orang, grup atau negara, terhadap kasus, terhadap orang, peristiwa atau terhadap ide-ide.

Dari uraian di atas, diketahui bahwa penelitian komparatif adalah penelitian yang membandingkan tentang orang, benda dan hal lain dengan cara menganalisis persamaan dan perbedaan dari objek/subjek yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis mendeskripsikan bagaimana pemanfaatan sumber daya informasi pada pengguna digital immigrants dan digital native pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bagian Layanan Digital 1 dan Layanan Digital 2 Perpustakaan Universitas Sumatera Utara di Jalan Perpustakaan No. 1 Kampus USU, Padang Bulan, Medan.


(37)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Dalam melakukan suatu penelitian, peneliti harus menentukan kriteria populasi agar wilayahnya jelas dan dapat diketahui kuantitasnya. Menurut Sugiyono (2006 : 90) menyatakan bahwa “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.”

Populasi dalam penelitian ini adalah pengguna rata-rata pertahun pada Layanan Digital 1 dan pengguna Layanan Digital 2 Perpustakaan Universitas Sumatera Utara sebanyak 102.750 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sekelompok kecil yang diamati. Ada berbagai cara yang digunakan untuk menghitung besar sampel yang ditetapkan dalam melakukan suatu penelitian. Menurut Sugiyono (2002: 57) “Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Mengingat jumlah populasi dalam penelitian ini sangat besar maka perlu dibatasi dan menetapkan sampel.

Populasi penelitian ini berjumlah 102.750 orang yang diperkirakan menjadi pengguna ruang Layanan Digital 1 dan Layanan Digital 2 Perpustakaan USU. Karena peneliti memiliki keterbatasan waktu, biaya dan tenaga maka tidak semua populasi dijadikan sebagai sampel penelitian. Ada berbagai cara yang digunakan untuk menghitung besar sampel yang ditetapkan dalam melakukan suatu penelitian. Berdasarkan rumus Slovin penentuan besarnya sampel yang diambil dalam penelitian ini dengan cara menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:

� = �

�(�)2+ 1 Keterangan:

n = Jumlah sampel (responden dalam penelitian). N = Jumlah populasi.


(38)

e = Kelonggaran sampel (10%). 1 = Konstanta.

� = �

�(�)2+ 1

� = 102.750

102.750(0.1)2+ 1

� = 102.750

102.750(0.01) + 1

� =102.750

1028,5 = 99,90 = 100

Dari jumlah populasi sebanyak 102.750 orang maka diperoleh sampel sebanyak 100 orang. Sedangkan kriteria untuk penentuan sampel dengan menggunakan teknik accidental sampling, Menurut Sutrisno Hadi (1992: 46)

accidental sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan

terhadap responden yang secara kebetulan ditemui pada obyek penelitian ketika observasi sedang berlangsung”. Dikarenakan dalam penelitian ini penulis membandingkan antara digital native dan digital immigrant maka sampel dibagi sama rata menjadi 2 kelompok responden. Yaitu 50 responden digital native 50 digital immigrant.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1. Angket, yaitu memberikan daftar pernyataan yang berkaitan dengan

masalah penelitian kepada pengguna ruang Layanan Digital 1 dan Layanan Digital 2 Perpustakaan USU.

2. Studi Kepustakaan, yaitu mengumpulkan data melalui bahan pustaka dan dokumen lain yang dijadikan sebagai sumber informasi.


(39)

3.5 Instrumen Penelitian

Pemilihan instrumen penelitian adalah sangat dibutuhkan pada suatu penelitian karena dipengaruhi oleh jenis dan sifat data yang akan dikumpulkan, sedangkan jenis dan sifat data ditentukan oleh masalah dan tujuan penelitian. Sugiyono (2002: 84), menyatakan bahwa “Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”.

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah angket. Danim (2002 : 138) mengemukakan bahwa “Angket adalah seperangkat pernyataan tertulis dalam lembaran kertas atau sejenisnya dan disampaikan kepada responden penelitian untuk diisi olehnya tanpa intervensi dari peneliti atau pihak lain.”

3.6 Kisi-kisi Angket

Untuk membangun instrumen penelitian mutlak diperlukan kisi-kisi sering disebut layout (desain instrumen). Pada penelitian ini, untuk mengetahui pemanfaatan sumber daya informasi oleh pengguna digital native dan digital immigrants, maka ditentukan indikator yang perlu diperhatikan. Indikator tersebut adalah: Kecenderungan kebutuhan, kecenderungan kemudahan dan kecenderungan frekuensi.

Tabel 3.1 Kisi-kisi angket

Variabel Indikator No. Item Jumlah Item

Pemanfaatan sumber daya informasi oleh pengguna digital native dan digital immigrants

Kecenderungan kebutuhan sumber

daya informasi 1,2,3,4,5 5

Kecenderungan kemudahan sumber

daya informasi 6,7, 8,9 4

Kecenderungan frekuensi

penggunaan sumber daya informasi 10,11,12 3


(40)

Kisi-kisi angket di atas disusun berdasarkan skala Guttman, yaitu skala yang menggunakan jawaban yang tegas ”YA/TIDAK” atau “SETUJU/TIDAK SETUJU”. Menurut Sugiyono (2005 : 90) “jawaban dapat dibuat skor tertinggi 1 (satu) dan terendah 0 (nol). Misalnya untuk jawaban setuju diberi skor 1 (satu) dan tidak setuju diberi skor 0 (nol)”

3.7 Penyebaran dan Pengumpulan Angket

Penyebaran angket dilakukan dalam waktu satu minggu yaitu hari Senin s/d Sabtu pada pukul 08.00 s/d 13.00 WIB dengan cara diisi ditempat sehingga angket yang diedarkan dapat dikumpulkan pada waktu itu juga.

3.8 Analisis Data

Data yang sudah terkumpul akan dianalisis. Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif. Sugiyono (2006 : 21) mengemukakan bahwa, statistik deskriptif adalah “Statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum”. Data akan ditabulasikan sesuai dengan kelompok aspek yang akan diteliti, untuk memudahkan interpretasi data akan disajikan dalam bentuk tabel kemudian dianalisis dan diinterpretasikan. Untuk menghitung persentase digunakan rumus distribusi frekuensi sebagai berikut dijelaskan oleh Arikunto (2000 : 349):

� = �

�× 100%

Dimana: P = Persentase

f = Jumlah jawaban yang diperoleh (frekuensi) n = Jumlah responden/ sampel

Penafsiran data dan hasil distribusi terhadap jawaban angket dilakukan dengan menggunakan pedoman penafsiran data dikemukakan oleh Arikunto (2000 : 57) sebagai berikut:


(41)

0,00% : Tidak ada 1,00%-24,99% : Sebagian kecil 25,00%-49,99% : Hampir setengahnya 50,00% : Setengahnya

50,01%-74,99% : Sebagian besar 75,00%-99,99% : Pada umumnya


(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data dan Distribusi Responden

Data mengenai responden berisi tentang identitas responden sehingga penulis lebih mengenal responden yang diteliti dan mempermudah dalam melakukan penelitian, selanjutnya identitas responden tersebut didistribusikan ke dalam keterangan tabel sebagai berikut :

Tabel 4.1: Identitas Responden Berdasarkan Generasi Usia

No Generasi Usia Frekuensi Persentase (%)

1 Digital Native

< 20 Tahun

50 50

2 Digital Immigrant

> 20 Tahun

50 50

Jumlah 100 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah antara responden digital native dan digital immigrant seimbang yaitu 50 orang atau sebesar 50% digital native dan 50 orang atau sebesar 50% digital immigrant.

4.2 Analisis Deskriptif

4.2.1 Kecenderungan Responden Terhadap Kebutuhan Sumber Daya Informasi

Manusia merupakan makhluk hidup yang kompleks yang memiliki banyak kebutuhan untuk melangsungkan kehidupannya, diantaranya adalah kebutuhan terhadap informasi. Dalam upaya memenuhi kebutuhan informasi, maka dibutuhkan sumber daya informasi, dimana sumber dari informasi bisa di dapatkan.

Saat ini dengan sumber daya informasi elektronik, seseorang dapat menerima informasi tanpa batasan waktu dan ruang melalui internet. Jika


(43)

100%

88%

0%

12%

0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%

Digital Native Digital Immigrant

Setuju Tidak Setuju

pernyataan tersebut benar, maka bagaimana dengan sumber daya informasi tercetak? Untuk mengetahui kecenderungan responden terhadap kebutuhan sumber daya informasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan informasinya, maka data dapat dilihat pada pertanyaan pada Tabel 4.2 hingga 4.6.

Dengan adanya internet sebagai sumber daya informasi saat ini, seseorang akan dapat memperoleh informasi yang mutakhir dan ter up to date. Untuk mengetahui perbandingan tanggapan responden digital native dan digital immigrant mengenai pernyataan bahwa informasi yang mutakhir adalah salah satu alasan untuk memanfaatkan sumber daya informasi elektronik dapat dilihat dari pernyataan angket nomor satu seperti pada tabel berikut ini :

Tabel 4.2: Alasan Memanfaatkan Sumber Daya Elektronik

Pernyataan Responden

Setuju Tidak Setuju Frekwensi Persentase

(%)

Frekwensi Persentase (%) Kebutuhan informasi yang

mutakhir adalah salah satu alasan untuk

memanfaatkan sumber daya informasi elektronik.

Digital Native

50 100 - -

Digital Immigrant

44 88 6 12


(44)

Data pada Tabel 4.2 di atas dapat diinterpretasikan bahwa sebesar 100% atau sebanyak 50 responden digital native menyatakan setuju bahwa kebutuhan informasi yang mutakhir merupakan alasan untuk memanfaatkan sumber daya informasi elektronik. Sedangkan pada responden digital immigrants, sebanyak 88% atau sebanyak 44 responden menyatakan setuju dan 12% atau 6 responden menyatakan tidak setuju bahwa kebutuhan informasi yang mutakhir adalah salah satu alasan untuk memanfaatkan sumber daya informasi elektronik.

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa seluruh responden

digital native dan sebagian besar dari responden digital immigrant menjawab bahwa alasan memanfaatkan sumber daya informasi elektronik adalah kebutuhan informasinya yang mutakhir (ter-update). Kecenderungan penggunaan sumber daya informasi elektronik pada pengguna digital native dan digital immigrants

relatif sama, sehingga dapat dinyatakan bahwa era atau masa kelahiran pengguna yang lahir di era digital dan lahir sebelum era digital tidak atau kurang menentukan dalam pemanfaatan sumber daya informasi di perpustakaan

Saat ini sumber daya informasi elektronik meledak dalam jumlah yang sangat besar, hal ini karena pemakaian yang dirasa lebih efisien karena tidak ada batasan ruang maupun waktu untuk mendapatkannya. Lalu bagaimana dengan sumber daya tercetak? Untuk mengetahui perbandingan tanggapan responden

digital native dan digital immigrant mengenai lebih dibutuhkannya sumber daya informasi elektronik dibandingkan tercetak dalam memenuhi kebutuhan informasinya saat ini dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:


(45)

72%

68%

28%

32%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

Digital Native Digital Immigrant

Setuju Tidak Setuju

Tabel 4.3: Perbandingan Penggunaan Sumber Daya Informasi Elektronik dengan Tercetak

Pernyataan Responden

Setuju Tidak Setuju Frekwensi Persentase

(%)

Frekwensi Persentase (%) Pada saat ini anda lebih

membutuhkan sumber daya informasi elektronik dibandingkan dengan tercetak.

Digital Native

36 72 14 28

Digital Immigrant

34 68 16 32

Gambar 4.2 Perbandingan Penggunaan Sumber Daya Informasi Elektronik dengan Tercetak

Data pada Tabel 4.3 di atas dapat diinterpretasikan bahwa sebesar 68% atau sebanyak 34 responden digital immigrant menyatakan setuju bahwa pada saat ini lebih membutuhkan sumber daya informasi elektronik dibandingkan dengan tercetak, sedangkan responden yang menyatakan tidak setuju sebesar 32% atau 16 responden. Untuk responden digital native, sebesar 72% atau sebanyak 36 responden menyatakan setuju dan sebesar 28% atau 14 responden menyatakan


(46)

tidak setuju bahwa saat ini lebih membutuhkan sumber daya informasi elektronik dibandingkan dengan tercetak.

Berdasarkan hasil interpretasi di atas dapat disimpulkan bahwa responden

digital native cenderung lebih banyak yang menyatakan setuju dibandingkan responden digital immigrants bahwa pada saat ini mereka lebih membutuhkan sumber daya informasi elektronik dibandingkan dengan tercetak. Akan tetapi, walaupun digital native adalah pengguna yang lahir di era digital namun kecenderungan penggunaan informasinya tidak jauh berbeda dengan digital immigrants yaitu pengguna yang lahir di era sebelum era digital atau migrasi ke era digital.

Ketika dikatakan bahwa sumber daya informasi elektronik lebih dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan informasi seseorang, maka bagaimana dengan sumber daya informasi tercetak?. Untuk mengetahui apakah sumber daya informasi tercetak tetap sangat dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan informasi pada saat ini, dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4: Perbandingan Pemanfaatan Sumber Daya Tercetak

Pernyataan Responden

Setuju Tidak Setuju Frekwensi Persentase

(%)

Frekwensi Persentase (%) Sumber daya informasi

tercetak tetap sangat dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan informasi anda saat ini

Digital Native

42 84 8 16

Digital Immigrant


(47)

84%

98%

16%

2%

0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%

Digital Native Digital Immigrant

Setuju Tidak Setuju

Gambar 4.3 Perbandingan Pemanfaatan Sumber Daya Tercetak

Data pada Tabel 4.4 di atas dapat diinterpretasikan bahwa sebesar 84% atau sebanyak 42 responden digital native menyatakan setuju bahwa sumber daya informasi tercetak tetap sangat dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan informasi saat ini, sedangkan responden yang menyatakan tidak setuju sebesar 16% atau 8 responden. Untuk responden digital immigrant sebesar 98% atau 49 responden menyatakan setuju dan sebesar 2% atau 1 responden menyatakan tidak setuju bahwa sumber daya informasi tercetak tetap dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan informasi saat ini.

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden digital native maupun digital immigrant menyatakan setuju bahwa sumber daya informasi tercetak tetap sangat dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan informasi saat ini. Data diatas juga menggambarkan, walaupun sumber daya informasi elektronik tersedia, namun sumber daya informasi tercetak tetap sangat dibutuhkan, sehingga anggapan yang menyatakan bahwa sumber daya informasi tercetak akan terancam digantikan oleh sumber daya informasi elektronik belum dapat dibuktikan kebenarannya.

Dilihat dari kesimpulan di atas, sebagian besar responden menyatakan bahwa sumber daya tercetak tetap sangat dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan informasi. Namun bagaimana tanggapan responden mengenai sumber daya


(48)

76%

56%

24%

44%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

Digital Native Digital Immigrant

Setuju Tidak Setuju

informasi elektronik. Apakah sumber daya informasi elektronik lebih memenuhi kebutuhan informasi saat ini ? Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5: Perbandingan Pemanfaatan Sumber Daya Informasi Elektronik

Pernyataan Responden

Setuju Tidak Setuju Frekwensi Persentase

(%)

Frekwensi Persentase (%) Sumber daya informasi

elektronik lebih memenuhi kebutuhan informasi anda.

Digital Native

38 76 12 24

Digital Immigrant

28 56 22 44

Gambar 4.4 Perbandingan Pemanfaatan Sumber Daya Informasi Elektronik

Data pada Tabel 4.5 di atas dapat diinterpretasikan bahwa sebesar 76% atau 38 responden digital native menyatakan setuju bahwa sumber daya informasi elektronik lebih memenuhi kebutuhan informasi saat ini. dansebesar 24% atau 12 responden menyatakan tidak setuju. Untuk responden digital immigrant, sebesar 56% atau 28 responden menyatakan setuju dan sebesar 44% atau 22 responden


(49)

digital immigrant tidak setuju bahwa sumber daya informasi elektronik lebih memenuhi kebutuhan informasi.

Berdasarkan hasil interpretasi di atas dapat disimpulkan bahwa responden

digital native lebih banyak yang menyatakan setuju dibandingkan dengan responden digital immigrant bahwa sumber daya informasi elektronik lebih memenuhi kebutuhan informasi. Data diatas juga menggambarkan bahwa ada perbedaan yang tidak terlalu kuat diantara pengguna digital native dengan digital immigrants, dimana pengguna digital native lebih dominan menggunakan sumber daya informasi elektronik dibandingkan dengan pengguna digital immigrants.

Namun, kedua pengguna tersebut sama-sama dominan menggunakan sumber daya informasi elektronik yaitu diatas 50%.

Dalam memenuhi kebutuhan informasi, pengguna harus dapat mengukur bahwa informasi yang didapatkannya relevan atau tidak. Jika saat ini banyak sekali sumber daya informasi elektronik yang beredar, maka bagaimana dengan kerelevanan dari informasi tersebut. Untuk mengetahui tanggapan responden mengenai apakah informasi yang didapatkan dari sumber daya informasi elektronik sangat relevan dengan yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.6: Perbandingan Relevansi Sumber Daya Informasi Elektronik dengan Kebutuhan oleh Digital Native dan Digital Immigrants

Pernyataan Responden

Setuju Tidak Setuju Frekwensi Persentase

(%)

Frekwensi Persentase (%) Dengan sumber daya

informasi elektronik, informasi yang didapatkan sangat relevan dengan yang anda butuhkan

Digital Native

32 64 18 36

Digital Immigrant


(1)

Lampiran 3

Tabel Frekuensi

Pertanyaan 1

Digital Native Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Total

50 50

100,0 100,0

100,0 100,0

100,0

Digital Immigrant Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Tidak Setuju Total

44 6 50

88,0 12,0 100,0

88,0 12,0 100,0

88,0 100,0

Pertanyaan 2

Digital Immigrant Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Tidak Setuju

34 16

68,0 32,0

68,0 32,0

68,0 100,0 Digital Native Frequency Percent Valid

Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Tidak Setuju Total

36 14 50

72,0 28,0 100,0

72,0 28,0 100,0

72,0 100,0


(2)

Pertanyaan 3

Digital Native Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Tidak Setuju Total

42 8 50

84,0 16,0 100,0

84,0 16,0 100,0

84,0 100,0

Digital Immigrant Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Tidak Setuju Total

49 1 50

98,0 2,0 100,0

98,0 2,0 100,0

98,0 100,0

Pertanyaan 4

Digital Native Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Tidak Setuju Total

38 12 50

76,0 24,0 100,0

76,0 24,0 100,00

76,0 100,0

Digital Immigrant Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(3)

Pertanyaan 5

Digital Native Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Tidak Setuju Total

32 18 50

64,0 36,0 100,0

64,0 36,0 100,0

64,0 100,0

Digital Immigrant Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Tidak Setuju Total

31 19 50

62,0 38,0 100,0

62,0 38,0 100,0

62,0 100,0

Pertanyaan 6

Digital Native Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Tidak Setuju Total

43 7 50

86,0 14,0 100,0

86,0 14,0 100,0

86,0 100,0

Digital Immigrant Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Tidak Setuju Total

38 12 50

76,0 24,0 100,0

76,0 24,0 100,0

76,0 100,0


(4)

Pertanyaan 7

Digital Native Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Tidak Setuju Total

44 6 50

88,0 12,0 100,0

88,0 12,0 100,0

88,0 100,0

Digital Immigrant Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Tidak Setuju Total

41 9 50

82,0 18,0 100,0

82,0 18,0 100,0

82,0 100,0

Pertanyaan 8

Digital Native Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Total

50 50

100,0 100,0

100,0 100,0

100,0

Digital Immigrant Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Tidak Setuju Total

48 2 50

96,0 4,0 100,0

96,0 4,0 100,0

96,0 100,0


(5)

Pertanyaan 9

Digital Native Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Tidak Setuju Total

18 32 50

36,0 64,0 100,0

36,0 64,0 100,0

36,0 100,0

Digital Immigrant Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Tidak Setuju Total

18 32 50

36,0 64,0 100,0

36,0 64,0 100,0

36,0 100,0

Pertanyaan 10

Digital Native Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Tidak Setuju Total

39 11 50

78,0 22,0 100,0

78,0 22,0 100,0

78,0 100,0

Digital Immigrant Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Tidak Setuju Total

32 18 50

64,0 36,0 100,0

64,0 36,0 100,0

64,0 100,0


(6)

Pertanyaan 11

Digital Native Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Tidak Setuju Total

30 20 50

60,0 40,0 100,0

60,0 40,0 100,0

60,0 100,0

Digital Immigrant Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Tidak Setuju Total

37 13 50

74,0 26,0 100,0

74,0 26,0 100,0

78,0 100,0

Pertanyaan 12

Digital Immigrant Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Tidak Setuju Total

40 10 50

80,0 20,0 100,0

80,0 20,0 100,0

80,0 100,0 Digital Native Frequency Percent Valid

Percent

Cumulative Percent Valid Setuju

Total

50 50

100,0 100,0

100,0 100,0


Dokumen yang terkait

Perubahan Paradigma Layanan Perpustakaan Untuk Generasi Digital Immigrant dan Generasi Digital Native

1 35 14

Peran Layanan Digital Perpustakaan Universitas Dalam Mendukung Penelitian Sivitas Akademika

0 38 27

Perbandingan Pemanfaatan Bahan Tercetak dan Elektronik oleh Digital Natives (Studi Kasus pada Mahasiswwa Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara)

1 19 112

Perbandingan Pemanfaatan Bahan Tercetak dan Elektronik oleh Digital Natives (Studi Kasus pada Mahasiswwa Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara)

0 0 12

Perbandingan Pemanfaatan Bahan Tercetak dan Elektronik oleh Digital Natives (Studi Kasus pada Mahasiswwa Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara)

0 0 1

Perbandingan Pemanfaatan Bahan Tercetak dan Elektronik oleh Digital Natives (Studi Kasus pada Mahasiswwa Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara)

0 0 6

Perbandingan Pemanfaatan Bahan Tercetak dan Elektronik oleh Digital Natives (Studi Kasus pada Mahasiswwa Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara)

0 0 34

Perbandingan Pemanfaatan Sumber Daya Informasi Oleh Pengguna Digital Native dan Digital Immigrants pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara

0 1 11

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Sumber Daya Informasi Pada Perpustakaan Perguruan Tinggi - Perbandingan Pemanfaatan Sumber Daya Informasi Oleh Pengguna Digital Native dan Digital Immigrants pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara

0 0 20

Perbandingan Pemanfaatan Sumber Daya Informasi Oleh Pengguna Digital Native dan Digital Immigrants pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara

0 0 9