tumbuhan dilakukan pada pagi hari, tujuannya supaya didapatkan bahan dengan kandungan zat aktif yang tersimpan masih banyak dalam tumbuhan sisik naga
karena tumbuhan sisik naga tersebut belum melakukan proses fotosintesis. Pemanenan tumbuhan sisik naga di kebun kopi ini di dapatkan kurang
lebih 5,5 kg dengan berbagai ukuran dan bentuk daun, karena sisik naga memiliki dua ciri khas bentuk daun yaitu sporofil dan tropofil. Pada jenis tropofil, daun
memiliki bentuk bulat dan kecil. Sedangkan pada jenis sporofil, daun berbentuk lebih panjang bila dibandingkan pada jenis tropofil. Purnawati,2014.
C. Hasil Pembuatan Simplisia
Tahap pembuatan simplisa meliputi sortasi basah, pencucian, pengeringan, sortasi kering dan pengayakan Prasetyo dan Entang, 2013. Setalah
melakukan pemanenan dilakukan sortasi basah, hal ini dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan asing dari simplisia. Pencucian pada
tumbuhan sisik naga dilakukan dengan tujuan menghilangkan tanah dan kotoran yang menempel seperti debu dan serangga, pencucuian ini dilakukan pada air
bersih yang mengalir. Selanjutnya dilakukan pengeringan, pengeringan tumbuhan sisik naga ini memiliki tujuan untuk menghindarkan pertumbuhan mikrooragisme
atau jamur kapang. Pengeringan juga memiliki tujuan untuk mendapatkan simplisa yang tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam waktu yang
lama Prasetyo dan Entang, 2013. Tumbuhan sisik naga dikeringkan di bawah sinar matahari dengan cara simplisia diletakkan satu lapis dalam tempat bersih
kemudian ditutup dengan kain hitam, hal ini bertujuan untuk supaya senyawa aktif
dalam simplisa tidak rusak akibat terpapar sinar UV dari matahari . Dikatakan kering jika daun dapat hancur ketika diremas dengan tangan. Selanjutnya
tumbuhan sisik naga yang telah dikeringkan diserbuk menggunakan blender. Tujuan dari penyerbukan adalah untuk mendapatkan ukuran partikel yang kecil
dari simplisa sehingga luas permukaan simplisa lebih besar ketika bersentuhan dengan cairan penyari, hal ini akan membuat cairan penyari lebih mudah
menembus simplisia sehingga penyarian simplisa akan menjadi optimal. Pengayakan dilakukan menggunakan pengayak dengan nomor mesh 40.
D. Hasil Ekstraksi Tumbuhan Sisik Naga
Ekstraksi tumbuhan sisik naga dilakukan dengan menggunakan metode maserasi dan menggunakan tiga pelarut yaitu diklorometana, etil asetat dan
metanol. Dipilih metode ekstraksi dengan menggunakan maserasi ini karena ekstraksi ini tidak melibatkan pemanasan sehingga kerusakan dan perubahan-
perubahan senyawa dapat dihindari. Selain itu maserasi dianggap sangat sederhana, mudah dilakukan.
Ekstraksi dilakukan
dengan menggunakan
tiga pelarut
yaitu diklorometana, etil asetat dan metanol hal ini bertujuan supaya senyawa metabolit
sekunder dalam tanaman dapat tersari maksimal karena senyawa dalam tanaman bermacam-macam dan memiliki kepolaran yang bervariasi. Tiga pelarut
berdasarkan kepolarannya adalah pelarut yang bersifat non polar diklorometana, semi polar etil asetat, dan polar metanol Andersen and Markham, 2006.
Proses maserasi dilakukan dalam tabung erlenmayer tertutup agar pelarut yang digunakan tidak menguap. Selain itu juga untuk mencegah masuknya
kontaminan dari luar. Maserasi dilakukan selama 1x24 jam dan dibantu dengan shaker
supaya proses maserasi lebih efektif karena penyari akan lebih banyak kontak dengan sel-sel dalam tanaman sisik naga dibandingkan jika hanya
didiamkan saja. Selain itu penggojogan juga berfungsi untuk membantu proses difusi senyawa tanaman kedalam pelarut. Setelah proses maserasi dilakukan
proses penyaringan. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan bantuan kain bersih, hal ini bertujuan supaya tidak ada kontaminan yang ikut bercampur dalam
proses ekstraksi dan proses pengujian karakter. Ampas yang diperoleh dari hasil penyaringan akan di remaserasi dengan menggunakan pelarut selama 1x24.
Remaserasi dilakukan bertujuan untuk memaksimalkan proses penyarian dalam ekstraksi.
Hasil Filtrat yang diperoleh dari penyaringan diuapkan menggunakan vaccum rotary evaporator.
Tujuan dalam penguapan pelarut menggunakan vaccum rotary evaporator
yaitu untuk menghindari kontak dengan panas secara berlebihan yang akan dapat merusak komponen senyawa pada ekstrak tumbuhan
sisik naga ini. Penguapan ini berlangsung hingga pelarut dianggap sudah menguap hampir semua. Sisa pelarut yang masih tertinggal dalam ekstrak akan diuapkan
kembali dengan waterbath dan bantuan kipas angin untuk mempercepat penguapan. Hasil dari penguapan ini diperoleh ekstrak kental tumbuhan sisik
naga, kemudian dihitung persen rendemen. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan berat ekstrak yang tersari dengan berat bahan mula- mula.
Didapatkan hasil rendemen ekstrak diklorometana sebesar 1,83
b b
, ekstrak etil asetat sebesar 1,23
b b
dan ekstak metanol sebesar 9,99
b b
. Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal Depkes
RI, 2000. Dalam perhitungan persen rendemen, didapatkan hasil ekstrak metanol dengan persen rendemen paling tinggi bila dibandingkan dengan ekstrak
diklorometana dan ekstrak etil asetat, hal ini menunjukan bahwa banyak senyawa yang di dalam tumbuhan sisik naga yang larut pada pelarut metanol. Metanol
merupakan pelarut yang bersifat universal sehingga dapat melarutkan senyawa yang bersifat polar maupun non polar.
E. Uji Karakteristik