Penetapan karakter dan uji antioksidan ekstrak tumbuhan sisik naga (Pyrossia piloselloides (L ) M.G price pohon inang kopi (Coffea SP) dengan metode 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil (DPPH).

(1)

THE CHARACTER AND ANTIOXIDANT TEST PLANT EXTRACTS DRAGON SCALES (Pyrossia piloselloides (L ) M.G Price HOST COFFE

(Coffea SP) WITH 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil (DPPH) METHODS

ABSTRACT

Nowadays, exposure of free radicals increased caused by air pollution. One way to prevent free radicals was using antioxidant, antioxidant contained a compound that could neutralize ill effects of free radicals. Phenolic and flavanoid were sources of natural antioxidant mostly located in plants. Scales Dragon (Pyrossia piloselloides L.) M.G Price had been known to have flavanoid and flavonoid had antioxidant activity. This report aims to understand character plant dragon scales host of coffee and to test antioxidant activity of dragon scales plants.

Antioxidant activity was tested with the DPPH (2 ,2-diphenyl-1-picrylhidrazil) based on the its IC50 that showed antioxidant concentration that was needed to catch free radicals as much as 50 %. The principle of this method was reduction of color intensity or DPPH solution absorbance which is comparable to the increase in the concentration of antioxidant compounds. Reaction between DPPH and antioxidant would change DPPH colour from purple to yellow.

The results showed that extract dichloromethane, ethyl acetate and methanol from scales dragon had weak antioxidant activity which was expresed with estimation of IC50 was 1206.23±52.73 µg/ml to dichloromethane extract, 700.11±8.61 µg/ml to ethyl acetate extract. And result of measuring antioxidant activity of methanol extract was 240.10 ± 4.44 µg/ml.

Keywords: Scales Dragon, Pyrossia piloselloides L., Antioxidant, DPPH Method, Dichloromethane extract, Ethyl Acetate extract, Methanol extract.


(2)

PENETAPAN KARAKTER DAN UJI ANTIOKSIDAN EKSTRAK TUMBUHAN SISIK NAGA (Pyrossia piloselloides (L ) M.G Price POHON INANG KOPI (Coffea SP) DENGAN METODE 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil

(DPPH)

INTISARI

Paparan radikal bebas semakin meningkat di jaman seperti sekarang yang disebabkan salah satunya oleh polusi udara. Salah satu cara untuk menangkal radikal bebas yaitu menggunakan antioksidan, antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menetralkan efek buruk dari radikal bebas. Senyawa fenolik dan Flavanoid merupakan sumber antioksidan alami yang biasanya terdapat dalam tumbuhan. Sisik naga (Pyrossia piloselloides L.) M.G Price diketahui memiliki senyawa flavanoid. Senyawa tersebut beraktivitas antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter tumbuhan sisik naga pohon inang kopi dan menguji aktivitas antioksidan tanaman sisik naga.

Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) berdasarkan nilai IC50 yang menunjukkan konsentrasi senyawa antioksidan yang dibutuhkan untuk menangkap radikal bebas sebesar 50%. Prinsip metode ini adalah penurunan intensitas warna atau absorbansi larutan DPPH yang sebanding dengan kenaikan konsentrasi senyawa antioksidan. Reaksi antara DPPH dan senyawa antioksidan akan mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning.

Hasil Penelitian menunjukan bahwa ekstrak diklorometana, etil asetat dan metanol tumbuhan sisik naga mempunyai aktivitas antioksidan lemah yang dinyatakan dengan IC50 sebesar rata-rata 1206,23±52,73 µg/ml pada ekstrak diklorometana, sedangkan rata-rata 700,11±8,61 µg/ml pada ekstrak etil asetat. Dan hasil pengukuran aktivitas antioksidan ekstrak metanol rata-rata 240,10±4,44 µg/ml.

Kata kunci : Sisik Naga, Pyrossia piloselloides L., Antioksidan, Metode DPPH, Ekstrak Diklorometana, Etil Asetat, Metanol.


(3)

PENETAPAN KARAKTER DAN UJI ANTIOKSIDAN EKSTRAK TUMBUHAN SISIK NAGA (Pyrossia piloselloides (L ) M.G Price POHON INANG KOPI (Coffea SP) DENGAN METODE 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil

(DPPH)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh: Gama Nindya Saputra

NIM : 128114093

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

PENETAPAN KARAKTER DAN UJI ANTIOKSIDAN EKSTRAK TUMBUHAN SISIK NAGA (Pyrossia piloselloides (L ) M.G Price POHON INANG KOPI (Coffea SP) DENGAN METODE 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil

(DPPH)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh: Gama Nindya Saputra

NIM : 128114093

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Takut akan Tuhan adalah Permulaan pengetahuan (Amsal 1:7a)

“He Cares For Me” The LORD is good, A refuge in times of trouble, He cares for those who trust in Him

(Nahum 1:7)

Kupersembahkan skripsi ini untuk : Tuhan Yesus Kristus

Kedua orangtuaku (Bapak Agung Adiek Sudjanta dan Ibu Sri Sayekti Mirma Ningsih)

Kakakku (Premi Citra Kristanti) Sahabat, Teman dan Almamaterku


(8)

(9)

(10)

vii PRAKATA

Puji Syukur kepada Tuhan karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENETAPAN KARAKTER DAN UJI ANTIOKSIDAN EKSTRAK TUMBUHAN SISIK NAGA (Pyrossia piloselloides (L ) M.G Price POHON INANG KOPI (Coffea SP) DENGAN METODE 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil (DPPH)” sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari semua pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Aris Widayati, M,Si., Ph.D., Apt sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Dr Erna Tri Wulandari M.Si.,Apt sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan serta ilmu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., Selaku dosen penguji yang menguji serta memberi arahan, kritik, dan saran yang bersifat membangun.

4. Bapak Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc., Selaku dosen penguji yang menguji serta memberi arahan, kritik, dan saran yang bersifat membangun. 5. Segenap dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 6. Tim skripsi (Dionisius Laffyanto dan Eugenius Yogia) terimakasih atas kerja


(11)

viii

7. Teman-teman Farmasi angkatan 2012 yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi.

8. Semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik guna perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Harapan penulis semoga penelitian dan penyusunan skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Farmasi

Yogyakarya, 18 Januari 2016


(12)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 4

C. Keaslian Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6

A. Sisik Naga ... 6

1. Klasifikasi tanaman ... 6

2. Nama lain ... 6


(13)

x

4. Kandungan kimia ... 7

B. Senyawa Fenolik ... 8

C. Radikal Bebas ... 9

D. Anti Oksidan ... 10

E. Metode Uji Antioksidan ... 12

F. Ekstraksi ... 14

G. Spektrofotometri ... 16

H. Landasan Teori ... 17

I. Hipotesis ... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 19

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 19

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 19

C. Bahan Penelitian ... 20

D. Alat Penelitian ... 21

E. Tata Cara Penelitian ... 21

1. Determinasi tumbuhan sisik naga ... 21

2. Pembuatan Simplisia tumbuhan sisik naga ... 21

3. Penyerbukan tumbuhan sisik naga ... 22

4. Ekstraksi tumbuhan sisik naga ... 22

5. Karakterisasi ekstrak ... 23

a. Pemeriksaan mikroskopik simplisia ... 23

b. Penetapan kadar abu total ... 23

c. Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 23

d. Penetapan kadar sari larut air ... 24

e. Penetapan kadar sari larut etanol ... 24

f. Uji kandungan kimia ekstrak ... 25

6. Uji efek antioksidan ... 25

a. Uji pendahuluan (optimasi panjang gelombang DPPH) ... 25


(14)

xi

c. Pembuatan larutan ... 26

d. Pengujian aktivitas antioksidan ... 28

e. Perhitungan nilai IC50 ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Hasil Determinasi Tanaman ... 29

B. Hasil Pengumpulan Bahan ... 29

C. Hasil Pengeringan dan Pengayakan ... 30

D. Hasil Ekstraksi ... 31

E. Uji Karakteristik ... 33

1. Pemeriksaan mikroskopik simplisia ... 34

2. Kadar abu total ... 35

3. Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 36

4. Penetapan kadar sari larut air ... 37

5. Penetapan kadar sari larut etanol ... 37

6. Uji Kandungan kimia ekstrak ... 38

F. Hasil Optimasi Metode Uji Aktivitas Antioksidan ... 45

G. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

LAMPIRAN ... 61


(15)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Hasil Pengamatan Uji Karakteristik Kadar Abu Total ... 36

Tabel II. Hasil pengamaatan Uji Karakteristik Kadar Abu Tidak Larut Asam... 36

Tabel III. Hasil Pengamatan Uji Karakteristik Kadar Sari Larut Air ... 37

Tabel IV. Hasil Pengamatan Uji Karakteristik Kadar Sari Larut Etanol ... 38

Tabel V . Rf Sampel dan Standar Eugenol ... 39

Tabel VI. Rf Sampel dan Standar Rutin ... 41

Tabel VII. Rf Sampel dan Standar Asam Tanat 0,05% Dalam Etanol 70% ... 42

Tabel VIII. Rf Sampel dan Standar β-sitosterol ... 44

Tabel IX. Hasil Aktivitas Antioksidan Rutin Menggunakan Radikal DPPH ... 49

Tabel X. Hasil Aktivitas Antioksidan Ekstrak Diklorometana, Etil Asetat, Metanol Dengan Menggunakan Radikal DPPH ... 50

Tabel XI. Hasil Perhitungan IC50 Rutin, Ekstrak Diklorometana, Etil Asetat, dan Metanol ... 52

Tabel XII. Penggolongan Tingkat Kekuatan Antioksidan Rutin, Ekstrak Diklorometana, Etil asetat, dan Metanol ... 53


(16)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Reaksi reduksi DPPH ... 13

Gambar 2 Hasil pengamatan uji karakteristik mikroskopik ... 34

Gambar 3. Hasil elusi KLT sampel dan standar eugenol ... 40

Gambar 4. Hasil elusi KLT sampel dan standar rutin ... 41

Gambar 5. Hasil elusi KLT sampel dan standar asam tanat 0,05% dalam etanol 70% ... 43

Gambar 6. Hasil elusi KLT sampel dan standar β-sitosterol ... 44

Gambar 7. Kurva operating time ... 46

Gambar 8. Reaksi radikal DPPH dengan antioksidan ... 48

Gambar 9. Histogram perbandingan IC50 rutin dengan ekstrak sisik naga ... 54


(17)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Gambar Tumbuhan Sisik Naga... 62 Lampiran 2. Surat Determinasi Herba Sisik Naga ... 63 Lampiran 3. Penimbangan Sampel Herba

Sisik Naga Inang Pohon Kopi ... 64 Lampiran 4. Volume Maserasi menggunakan Pelarut Diklorometana,

Etil Asetat, dan Metanol ... 64 Lampiran 5. Bobot Tetap dan % Rendemen Ekstak Diklorometana,

Etil Asetat, dan Metanol ... 66 Lampiran 6. Penimbangan dan % Rendemen karakterisasi

Simplisa tanaman Sisik Naga ... 67 Lampiran 7. Foto Hasil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak

Diklorometana, Etil Asetat, Dan Metanol

Tanaman Sisik Naga ... 71 Lampiran 8. Penimbangan dan Perhitungan Konsentrasi DPPH

Untuk panjang Gelombang Maksimum ... 74 Lampiran 9. Hasil Panjang Gelombang Maksimum

Metode DPPH ... 75 Lampiran 10. Penimbangan dan Perhitungan Konsentrasi

Rutin untuk Penentuan Operating Time ... 75 Lampiran 11. Operating Time ... 76 Lampiran 12. Penimbangan dan Perhitungan Konsentrasi

DPPH dan Rutin untuk Kurva Baku Rutin ... 78 Lampiran 13. Hasil Pengukuran Absorbansi dan

Perhitungan Aktivitas Antioksidan Rutin ... 81 Lampiran 14. Penimbangan dan Perhitungan

Konsentrasi DPPH dan Sampel Larutan

Uji untuk Kurva Sampel Uji ... 82 Lampiran 15. Hasil Pengukuran Absorbansi dan Perhitungan


(18)

xv

Aktivitas Antioksidan Sampel Uji ... 90 Lampiran 16. Hasil Statistika Uji Normalitas,


(19)

xvi

PENETAPAN KARAKTER DAN UJI ANTIOKSIDAN EKSTRAK TUMBUHAN SISIK NAGA (Pyrossia piloselloides (L ) M.G Price POHON INANG KOPI (Coffea SP) DENGAN METODE 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil

(DPPH)

INTISARI

Paparan radikal bebas semakin meningkat di jaman seperti sekarang yang disebabkan salah satunya oleh polusi udara. Salah satu cara untuk menangkal radikal bebas yaitu menggunakan antioksidan, antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menetralkan efek buruk dari radikal bebas. Senyawa fenolik dan Flavanoid merupakan sumber antioksidan alami yang biasanya terdapat dalam tumbuhan. Sisik naga (Pyrossia piloselloides L.) M.G Price diketahui memiliki senyawa flavanoid. Senyawa tersebut beraktivitas antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter tumbuhan sisik naga pohon inang kopi dan menguji aktivitas antioksidan tanaman sisik naga.

Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) berdasarkan nilai IC50 yang menunjukkan konsentrasi senyawa antioksidan yang dibutuhkan untuk menangkap radikal bebas sebesar 50%. Prinsip metode ini adalah penurunan intensitas warna atau absorbansi larutan DPPH yang sebanding dengan kenaikan konsentrasi senyawa antioksidan. Reaksi antara DPPH dan senyawa antioksidan akan mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning.

Hasil Penelitian menunjukan bahwa ekstrak diklorometana, etil asetat dan metanol tumbuhan sisik naga mempunyai aktivitas antioksidan lemah yang dinyatakan dengan IC50 sebesar rata-rata 1206,23±52,73 µg/ml pada ekstrak diklorometana, sedangkan rata-rata 700,11±8,61 µg/ml pada ekstrak etil asetat. Dan hasil pengukuran aktivitas antioksidan ekstrak metanol rata-rata 240,10±4,44 µg/ml.

Kata kunci : Sisik Naga, Pyrossia piloselloides L., Antioksidan, Metode DPPH, Ekstrak Diklorometana, Etil Asetat, Metanol.


(20)

xvii

THE CHARACTER AND ANTIOXIDANT TEST PLANT EXTRACTS DRAGON SCALES (Pyrossia piloselloides (L ) M.G Price HOST COFFE

(Coffea SP) WITH 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil (DPPH) METHODS

ABSTRACT

Nowadays, exposure of free radicals increased caused by air pollution. One way to prevent free radicals was using antioxidant, antioxidant contained a compound that could neutralize ill effects of free radicals. Phenolic and flavanoid were sources of natural antioxidant mostly located in plants. Scales Dragon (Pyrossia piloselloides L.) M.G Price had been known to have flavanoid and flavonoid had antioxidant activity. This report aims to understand character plant dragon scales host of coffee and to test antioxidant activity of dragon scales plants.

Antioxidant activity was tested with the DPPH (2 ,2-diphenyl-1-picrylhidrazil) based on the its IC50 that showed antioxidant concentration that was needed to catch free radicals as much as 50 %. The principle of this method was reduction of color intensity or DPPH solution absorbance which is comparable to the increase in the concentration of antioxidant compounds. Reaction between DPPH and antioxidant would change DPPH colour from purple to yellow.

The results showed that extract dichloromethane, ethyl acetate and methanol from scales dragon had weak antioxidant activity which was expresed with estimation of IC50 was 1206.23±52.73 µg/ml to dichloromethane extract, 700.11±8.61 µg/ml to ethyl acetate extract. And result of measuring antioxidant activity of methanol extract was 240.10 ± 4.44 µg/ml.

Keywords: Scales Dragon, Pyrossia piloselloides L., Antioxidant, DPPH Method, Dichloromethane extract, Ethyl Acetate extract, Methanol extract.


(21)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Dewasa ini banyak hal yang dibahas dalam dunia kesehatan mengenai radikal bebas (free radical) dan antioksidan. Seiring dengan perkembangan waktu, telah terjadi perubahan pola hidup dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat cenderung lebih memilih hal-hal yang bersifat cepat dan praktis, hal ini dapat menimbulkan berbagai serangan penyakit. Sebagian besar penyakit diawali dan disebabkan oleh adanya reaksi radikal bebas yang berlebihan di dalam tubuh. Radikal bebas merupakan salah satu senyawa oksigen reaktif yang secara umum diketahui tidak memiliki elektron berpasangan (Musarofah, 2015).

Radikal bebas dapat mendatangkan bahaya apabila tubuh tidak dapat memerangi radikal bebas tersebut dengan efektif. Radikal bebas dapat menimbulkan sebagian penyakit fatal yang dapat menurunkan kualitas hidup manusia bahkan dapat menimbulkan kematian bagi manusia (Youngson, 2005). Serangan radikal bebas terhadap molekul sekelilingnya akan menyebabkan reaksi berantai,yang kemudian menghasilkan senyawa radikal baru. Dampak reaktivitas senyawa radikal bebas bermacam-macam, mulai dari kerusakan sel atau jaringan, penyakit autoimun,penyakit degeneratif, hingga kanker (Sadikin, 2001). Radikal bebas dapat dikendalikan atau dapat dicegah oleh berbagai bahan antioksidan. Antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh yang bekerja dengan mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan. Konsumsi antioksidan dalam jumlah


(22)

memadai dapat menurunkan terjadinya penyakit degeneratif seperti kardiovaskuler, kanker, aterosklerosis, osteoporosis, dan lain lain sehingga antioksidan dapat meningkatkan status imunologis dan menghambat timbulnya penyakit degeneratif akibat penuaan (Winarsi, 2007). Antioksidan dapat berasal dari bahan alam maupun sintetis, dikarenakan efek samping yang dikhawatirkan belum diketahui dari antioksidan sintetik menyebabkan masyarakat lebih menjadikan antioksidan alami menjadi alternatif yang dibutuhkan.

Banyak produk makanan dan minuman yang berlabel antioksidan dan dikatakan dapat melawan radikal bebas. Produk - produk tersebut dijual dengan harga yang cukup mahal, padahal komponen antioksidan tersedia di alam dengan melimpah, baik dalam bentuk sayur-sayuran maupun buah-buahan. Banyak orang yang belum menyadari hal ini dikarenakan masih banyak orang yang belum mengerti benar apa yang dimaksud antioksidan (Winarsi, 2007). Tumbuhan sisik naga (Pyrrosia piloselloides (L) M.G Price merupakan salah satu anggota familia Polypodiaceae berupa tanaman herba yang hidup epifit pada pohon inang. Sisik naga dapat hidup epifit pada tanaman teh, kopi, jambu, palem dan lain-lain. Tumbuhan sisik naga mengandung minyak atsiri, terpenoid, fenol, tanin, flavonoid, saponin, steroid (Widiyanti, 2010).

Fenolik merupakan senyawa yang banyak ditemukan dalam tumbuhan, dari sekian banyak senyawa fenolik yang ada di alam, flavonoid merupakan golongan terbesar. Aktivitas flavonoid berperan sebagai antioksidan karena dapat menangkap radikal bebas dengan melepaskan atom hidrogen dari gugus


(23)

hidroksilnya. Pemberian atom hidrogen ini akan menyebabkan radikal bebas menjadi stabil.

Metode yang digunakan dalam pengujian antioksidan pada penelitian ini adalah metode DPPH 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil. Metode DPPH digunakan sebagai evaluasi aktivitas senyawa antioksidan untuk mengukur aktivitas penghambatan radikal bebas. Radikal DPPH dengan warna ungu yang pekat akan memudar dengan adanya proton antioksidan yang berikatan dengan elektron radikal bebas (Shahidi F, 1997). Metode DPPH adalah metode yang banyak digunakan untuk menetapkan aktivitas antioksidan, hal tersebut dikarenakan metode ini sederhana, cepat, sensitive dan reprodusibel (Savatovic,Cetkovic,Canadanivic-Brunet,and Dijilas, 2012).

Dalam bentuk radikal, DPPH 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazi memberikan serapan pada panjang gelombang 515 nm. Dalam metode ini, kemampuan antioksidan suatu senyawa dinyatakan oleh nilai EC50. Efisien konsentrasi 50 atau EC50 merupakan konsentrasi suatu antioksidan yang mampu menghasilkan 50% efek maksimal (Jain, 2004). Penentuan karakter dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopik simplisia, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larutan etanol, dan uji kandungan kimia ekstrak menggunakan KLT. Uji karakter ini perlu dilakukan untuk menjamin kualitas simplisia dan ekstrak yang digunakan.

Tumbuhan sisik naga yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari inang pohon kopi, hal ini dikarenakan di dalam kopi terdapat senyawa


(24)

antioksidan, antioksidan ini yang akan menyerap radikal bebas berbahaya dan akan menetralkan radikal bebas sebelum merusak sel-sel tubuh (Martin, 2010).

B. Permasalahan

1. Bagaimana karakter simplisa dan ekstrak diklorometana, etil asetat, metanol tumbuhan sisik naga pohon inang kopi ?

2. Bagaimana aktivitas antioksidan dengan metode DPPH pada ekstrak diklorometana, etil asetat, metanol tumbuhan sisik naga pohon inang kopi ?

C. Keaslian Penelitian

Sejauh pengetahuan penulis, penelitian mengenai uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH pada ekstrak tumbuhan sisik naga pohon inang kopi belum ada. Penelitian lain terkait dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Erna Tri Wulandari, Elya B., Hanani E., Pawitan J.A., 2013 yang menguji aktivitas antioksidan tumbuhan sisik naga menggunakan metode DPPH tetapi tidak didasarkan pada perbedaan pohon inangnya.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis : penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi, khususnya tentang penggunaan metode DPPH dalam menguji aktivitas antioksidan bahan alam.


(25)

2. Manfaat praktis : penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi penelitian lebih lanjut maupun masyarakat mengenai potensi tumbuhan Sisik Naga pohon inang kopi sebagai antioksidan alami.

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum : mengetahui karakter tumbuhan Sisik naga pohon inang kopi dan menguji aktivitas antioksidan tumbuhan Sisik naga menggunakan metode DPPH.

2. Tujuan khusus :

a. Mengetahui karakter simplisa dan ekstrak diklorometana, etil asetat, metanol tumbuhan sisik naga pohon inang kopi.

b. Mengetahui nilai aktivitas antioksidan yang dinyatakan dengan nilai IC50 pada ekstrak diklorometana, etil asetat, metanol tumbuhan sisik naga pohon inang kopi.


(26)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Sisik Naga 1. Klasifikasi tanaman

Famili : Polypodiaceae Genus : Pyrrosia

Spesies : Pyrrosia piloselloides (L.) M.G. Price Sinonim : Drymoglossum piloselloides (L.) C. Presl (United States Department of Agriculture, 2015).

2. Nama lain

Semenanjung (Melayu) : Picisan, Sisik Naga Sumatra Barat : Sakat ribu-ribu

Jawa Barat (Sunda) : Paku duduwitan, pakis duwitan Jawa dan Sumatra : Picisan

(Utami, 2008)

3. Morfologi tanaman

Sisik naga merupakan tumbuhan yang tumbuh di batang dan dahan pohon, akar rimpangnya panjang, kecil, merayap, bersisik, panjang 5-22 cm, dan akar melekat kuat. Daun yang satu dengan yang lainnya tumbuh dengan jarak yang pendek. Daun bertangkai pendek, tebal, berdaging, berbentuk jorong


(27)

memanjang, ujung tumpul atau membundar (Utami, 2008). Daun tumbuhan paku ini memiliki bentuk bulat dan kecil yang menyerupai sisik naga. Daunnya terbagi dalam 2 bentuk, yaitu tropofil dan sporofil. Pada jenis yang tropofil, daun berbentuk bulat dan kecil, sedangkan jenis sporofil daunnya lebih panjang dibandingkan tropofil, sporofil juga memiliki sporangium. Sporangium terdapat pada daun fertil (Purnawati, 2014). Tumbuhan sisik naga (Pyrrosia piloselloides

(L) M.G Price merupakan salah satu contoh dari tumbuhan paku-pakuan dengan familia Polypodiaceae berupa tumbuhan herba yang hidup epifit pada pohon Inang. Sisik naga dapat hidup epifit pada tanaman teh, kopi, jambu, Palem dan lain-lain. (Wulandari et.al, 2013).

4. Kandungan Kimia

Tumbuhan sisik naga diketahui memiliki kandungan senyawa seperti flavonoid, tanin, steroid atau triterpenoid, minyak atsiri dan glikosida (Sahid, et al, 2013). Flavonoid bersifat antioksidan, senyawa ini bekerja dengan cara mengkelat logam, serta menangkap atau mengehentikan aktivitas radikal bebas. Flavonoid secara signifikan lebih efektif menghambat sistem peroksidasi lipid yang tergantung pada ion Fe. Pengkelatan ion Fe menyebabkan kompleks ion inert dan tidak dapat mengawali terjadinya peroksidasi lipid. Pada saat yang sama, aktivitas radikal bebas kompleks ion-flavonoid dapat dihentikan (Winarsi, 2007). Tanin adalah senyawa polifenol dari kelompok flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan kuat. Dari kelompok tannin yang paling utama adalah katekin, dan


(28)

tanin lain yang bermanfaat sebagai antioksidan adalah epikatekin polimer yang ditemukan pada kacang (Yuliarti, 2009).

B. Senyawa Fenolik

Aktivitas antioksidan yang tinggi akan dihasilkan pada senyawa fenolik yang mempunyai jumlah gugus hidroksil yang lebih banyak pada inti flavonoidnya. Senyawa fenolik ini mempunyai kemampuan untuk menyumbangkan hidrogen, maka aktivitas antioksidan senyawa fenolik dapat dihasilkan pada reaksi netralisasi radikal bebas yang mengawali proses oksidasi atau pada penghentian reaksi radikal berantai yang terjadi (Es-Safi, 2007). Senyawa fenolik adalah suatu kelompok besar subtansi organik yang terdiri atas senyawa aromatic dengan substituen hidroksil. Senyawa fenolik sebagian besar ditemukan pada tumbuhan, dan hanya sedikit yang ditemukan pada hewan. Dari anatara polifenol yang berasal dari tumbuhan telah diketahui lebih dari 8000. Kuersetin memiliki jumlah kandungan flavonoid paling banyak, kelas–kelas lain yang termasuk fenolik adalah kuinon, lignin, xanthones, kumarin, tannin (mann et al, 1994).

Senyawa fenolik merupakan sekelompok metabolit sekunder yang mempunyai cincin aromatik yang terikat dengan satu atau lebih substituen gugus hidroksi (OH) yang terbentuk melalui jalur metabolisme asam sikimat-fenil propanoid dan jalur aseat-polimalonat. Termasuk dalam kelompok senyawa ini adalah fenol sederhana, asam fenolat, kumarin, tanin dan flavonoid. Dalam tananaman, senyawa-senyawa ini biasanya berada dalam bentuk glikosida atau


(29)

esternya (Proestos et.al, 2006). Senyawa fenolik yang terkandung dalam buah dan sayuran akan menghasilkan efek yang menguntungkan sebagai penangkapan radikal bebas. Terdapat banyak senyawa fenolik mempunyai aktivitas antioksidan dan dapat melindungi sel dari kerusakan oksidatif akibat radikal bebas (Chun and Lee, 2003).

C. Radikal Bebas

Radikal bebas (Free Radical) adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital luarnya. Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron atau molekul yang berada disekitarnya. Apabila elektron yang terikat radikal bebas berasal dari senyawa yang berikatan kovalen, hal ini akan sangat berbahaya karena ikatan digunakan secara bersama-sama pada orbital terluarnya. Contoh senyawa yang memiliki ikatan kovalen adalah Lipid, Protein maupun DNA (Soeatmaji,1998). Reaktivitas radikal bebas dalam mencari pasangan elektron mempunyai dampak kerja radikal bebas yaitu akan terbentuk radikal bebas baru yang berasal dari atom atau molekul yang elektronnya diambil untuk berpasangan dengan radikal sebelumnya (Winarsi, 2007). Target utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohidrat. Molekul-molekul target tersebut, yang paling rentan terhadap serangan radikal bebas adalah asam lemak tak jenuh (Winarsi, 2007).


(30)

Radikal bebas, khususnya radikal hidroksil dapat merusak tiga senyawa yang merupakan penyusun utama makhluk hidup, yaitu : Asam lemak, khususnya asam lemak tak jenuh yang merupakan komponen penting fosfolipid yang menyusun membran sel. DNA, yang merupakan perangkat genetik sel. Protein, yang memegang peranan penting seperti enzim, reseptor, antibodi, dan sitoskeleton (Sjabana dan Bahalwan, 2002).

D. Antioksidan

Senyawa antioksidan dalam makanan memiliki peran penting sebagai sebuah faktor pelindung tubuh. Antioksidan dapat mengurangi risiko penyakit kronis termasuk kanker dan penyakit jantung. Sumber utama antioksidan alami adalah biji-bijian, buah-buahan dan sayuran. Makanan yang mengandung antioksidan seperti vitamin C, vitamin E, karoten, asam fenolik dan fitoestrogen memiliki potensi untuk mengurangi risiko penyakit (Prakash, Rigelhof, Miller, 2001). Antioksidan memiliki kegunaan yang sangat penting dalam memperkecil terjadinya oksidasi dalam lemak dan minyak, selain itu juga memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan. Antioksidan tidak hanya digunakan dalam industri farmasi, tetapi juga dapat digunakan secara luas dalam industri makanan, industri petroleum, industri karet dan industri lainnya.

Beberapa senyawa antioksidan yang sering digunakan saat ini adalah senyawa turunan fenol dan amina. Antioksidan golongan fenol sebagian besar terdiri dari antioksidan alam dan sejumlah antioksidan sintesis. Contoh


(31)

antioksidan fenol sintetik yang biasa digunakan adalah BHA dan BHT. (Tahir, Wijaya, Widyaningsih, 2003). Terdapat banyak komponen antioksidan alam yang tersedia di alam dengan melimpah, baik dalam bentuk sayur-sayuran maupun buah-buahan. (Winarsi, 2007). Aktivitas antioksidan dalam senyawa fenolik terkait dengan struktur kimia mengakibatkan senyawa ini memiliki sifat-sifat redoks, sehingga senyawa ini memiliki peran dalam mengadsorbsi dan

menetralkan reactive oxygen species (ROS).

Reactive oxygen species yang diperoleh dari proses oksidasi, merupakan salah satu bagian yang penting dalam mekanisme pertahanan melawan infeksi. Namun jaringan dalam makhluk hidup akan tetap rusak jika terdapat adanya jumlah radikal bebas oksigen yang terlalu besar. Maka dari itu, antioksidan seperti senyawa fenolik dapat digunakan sebagai agen pelindung dan dapat mengurangi kerusakan oksidatif yang diakibatkan ROS pada tubuh manusia serta dapat menghambat perkembangan penyakit kronik, karena tekanan oksidatif dapat menyebabkan penyakit kanker, penuaan dini, artherosklerosis, dan penyakit

neurodegenerative seperti Parkinson’s (PA) dan Alzheimer’s (AD) (Cartea et al,

2010).

Secara umum antioksidan dibedakan menjadi dua yaitu antioksidan enzimatis (primer) dan antioksidan non-enzimatis (sekunder). Suatu senyawa dapat dikatakan sebagai antioksidan primer apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera menjadi senyawa yang lebih stabil. Contoh antioksidan primer adalah superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase.


(32)

Antioksidan non enzimatis disebut juga sebagai antioksidan sekunder atau antioksidan eksogenus. Kerja sistem antioksidan non enzimatis yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkap radikal bebas sehingga radikal bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler (Winarsi, 2007).

E. Metode Uji Antioksidan

Dalam menguji aktivitas antioksidan terdapat berbagai metode dalam pengujiannya, diantaranya adalah metode deoksiribosa, metode ini merupakan metode yang dianggap sederhana dalam pengukuran aktivitas antioksidan, selain itu metode ini juga memiliki sensitivitas yang tinggi dalam penerapannya. Prinsip dari metode deoksiribosa ini berdasarkan pemecahan oksidatif 2-deoksiribosa oleh senyawa radikal hidroksil, hasil pemecahan ini akan bereaksi dengan asam tiobarbiturat dan akan menghasilkan warna (Halliwell, 1987). Selain metode deoksiribosa, metode lain yang digunakan sebagai uji aktivitas antioksidan adalah metode DPPH.

Metode DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan senyawa atau ekstrak bahan alam. Jika elektron pada radikal bebas DPPH semuanya menjadi berpasangan maka warna larutan yang berwarna ungu berubah menjadi kuning terang. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hydrogen pada DPPH akan menetralkan radikial bebas dari DPPH (Green,2004, Gurav et al, 2007). Metode DPPH adalah metode yang banyak


(33)

digunakan untuk menetapkan aktivitas antioksidan. Hal tersebut dikarenakan metode ini sederhana, cepat, sensitif dan reprodusibel (Savatovic,Cetkovic,Canadanivic-Brunet,and Dijilas, 2012).

Elektron tak berpasangan pada DPPH memberikan suatu absorbsi yang kuat pada λ = 517 nm dan berwarna ungu. Peredaman radikal bebas oleh antioksidan terjadi ketika elektron tak berpasangan menjadi berpasangan dengan adanya sebuah donor hidrogen, sehingga membentuk DPPH yang lebih stabil (Jagetia, 2003). Peredaman radikal DPPH adalah peredaman radikal yang mudah dan akurat dengan keakuratnan untuk mengukur kapasitas antioksidan suatu sampel. Peredaman radikal DPPH ini memiliki teknik sederhana dan mudah dalam waktu pengaplikasiannya (Huang, 2005).

Reaksi reduksi DPPH dapat dilihat sebagai berikut :


(34)

F. Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen aktif yang terkandung dalam tanaman menggunakan bahan pelarut yang sesuai dengan kelarutan komponen aktifnya (Yuliani, 2012). Faktor yang menentukan berhasilnya proses ekstraksi adalah kualitas dari pelarut yang dipakai. Pelarut yang ideal harus memenuhi persyaratan berikut : pelarut harus dapat melarutkan semua zat dengan cepat dan sempurna, pelarut juga harus bersifat inert atau tidak bereaksi dengan komponen minyak, pelarut juga harus memiliki titik didih yang cukup rendah serta mudah diuapkan, pelarut tidak boleh larut dalam air, mudah diperoleh dan memiliki harga yang terjangkau (Yuliani, 2012).

Proses ekstraksi memiliki tujuan untuk mendapatkan senyawa yang diinginkan dan untuk menghilangkan komponen yang tidak diinginkan dari tanaman menggunakan pelarut yang selektif. Ekstrak yang diperoleh dan telah di standarisasi dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan dalam bentuk ekstrak cair dan dapat di proses lebih lanjut untuk dibuat dalam bentuk sediaan seperti tablet dan kapsul. Tanaman yang di ekstraksi mengandung campuran kompleks dari metabolit seperti alkaloid, glikosida, terpenoid, flavonoid dan lignin (Handa et al, 2008). Ekstraksi Cara dingin memiliki keuntungan yaitu memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan senyawa termolabil yang terdapat dalam sample. Sebagian besar senyawa dapat diekstraksi dengan ekstraksi dingin, walaupun ada beberapa senyawa yang tidak dapat larut pada suhu ruang.

Terdapat sejumlah metode ektraksi sederhana dengan menggunakan ektraksi dingin. Penggunaan pelarut dengan peningkatan kepolaran bahan alam


(35)

secara berurutan memungkinakan pemisahan bahan-bahan alam berdasarkan kelarutannya dalam pelarut ekstraksi (Heinrich et al.,2004). Maserasi merupakan metode yang sederhana, prosedur ini dilakukan dengan merendam bahan tanaman (simplisia) dalam wadah yang tertutup dan dilarutkan dalam pelarut tertentu kemudian di diamkan dalam suhu kamar untuk jangka waktu yang sudah ditentukan (Handa et al, 2008).

Beberapa metode lain selain maserasi yang sering digunakan dalam ekstraksi bahan alam antara lain :

a. Perlokasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhausted etraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari beberapa tahap yaitu pengembangan bahan, tahap maserasi antara dan tahap perkolasi sebenarnya yang berupa penetesan dan penampungan ekstrak (Depkes RI, 2000).

b. Soxhlet

Soxhlet adalah ekstrasi yang umumnya menggunakan alat khusus sehingga terjadi ektraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang akan relatif konstan karena adanya pendinginan yang baik. Selain itu soxlhet menggunakan pelarut yang selalu baru (Depkes RI, 2000).

c. Refluks

Refluks adalah ektraksi dengan pelarut pada titik didihnya pada waktu dan jumlah pelarut yang sudah ditentukan dan relatik konstan. Umumnya dilakukan 3-5 kali sehingga mendapatkan hasil ekstraksi yang sempurna (Depkes RI, 2000).


(36)

d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air dengan waktu (15-20 menit) dan pada temperatur terkontrol (96-98̊C) dengan catatan bejana infus tercelup dalam penangas air (Depkes RI, 2000).

G. Spektrofotometri

Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan atau di refleksikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. (Khopkar,2002). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri Uv-Vis terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna yang akan dianalisis dengan spektrofotometri visibel karena senyawa tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang berwarna (Gandjar, 2007).

Data spektra UV-Vis dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus dapat digunakan untuk analisis kuantitatif, tetapi jika spektra UV-Vis digunakan secara tersendiri maka tidak dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Akan tetapi jika digabung dengan spektrofotometri infra merah, resonansi magnet inti, dan spektroskopi massa, maka akan akan dapat digunakan untuk identifikasi atau analisis kualitatif suatu senyawa tersebut. Sedangkan dalam aspek kualitatif, suatu berkas radiasi


(37)

dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan akan di ukur besarnya (Gandjar, 2007). Metode pengukuran menggunakan prinsip spektrofotometri adalah berdasarkan absorpsi cahaya pada panjang gelombang tertentu melalui suatu larutan yang mengandung kontaminan

yang akan ditentukan konsentrasinya, proses ini disebut “absorpsi spektrofotometri”, dan jika panjang gelombang yang digunakan adalah gelombang cahaya tampak, maka disebut sebagai “kolorimetri” (Lestari, 2010).

H. Landasan Teori

Radikal bebas merupakan senyawa yang berbahaya bagi tubuh manusia, senyawa ini akan menstabilkan diri dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya sehingga dapat menyebabkan kerusakan oksidatif sel yang dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, kanker, serta gejala penuaan dini. Maka dari itu di butuhkan senyawa antioksidan yang bertujuan untuk menghambat kerusakan oksidasi radikal bebas. Antioksidan ini dianggap memliki peran yang sangat besar dalam melindungi tubuh dari serangan radikal bebas. Tumbuhan Sisik Naga mempunyai kandungan polifenol, flavonoid, saponin dan tanin. Dari tiap kandungan tersebut yang memiliki kemungkinan efek sebagai antioksidan adalah polifenol dan Flavonoid. Senyawa fenolik merupakan antioksidan alami yang terdapat pada tumbuhan dan aman untuk digunakan.

Sisik Naga merupakan tumbuhan yang dapat hidup epifit pada tanaman teh, kopi, jambu, palem dan lain-lain. Tanaman Kopi berefek antioksidan karena


(38)

adanya kandungan asam klorogenat dan memiliki kandungan utama alkaloid seperti kafein, teofilin dan teobromin. Ekstraksi tumbuhan sisik naga dilakukan dengan menggunakan metode maserasi dan menggunakan tiga pelarut yaitu diklorometana, etil asetat dan metanol hal ini bertujuan supaya senyawa metabolit sekunder dalam tumbuhan sisik naga dapat tersari maksimal karena senyawa dalam tumbuhan sisik naga memiliki kepolaran yang bervariasi. Metode DPPH adalah suatu metode kolorimetri yang efektif dan cepat untuk memperkirakan aktivitas antiradikal dalam uji antioksidan. Bila senyawa antioksidan direaksikan dengan DPPH maka senyawa antioksidan tersebut akan menetralkan radikal bebas dari DPPH.

Uji penentuan karakter simplisia dan ekstrak diklorometana, etil asetat, dan metanol tumbuhan sisik naga dilakukan untuk memastikan kualitas simplisa dan ekstrak diklorometana, etil asetat dan metanol. Uji karakter meliputi pemeriksaan mikroskopik simplisia berupa serbuk simplisia, akar, batang dan daun, kemudian penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut air, penetapan kadar sari tidak larut asam, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, dan uji kandungan kimia ekstrak menggunakan KLT.

I. Hipotesis

1. Karakter simplisa dan ekstrak diklorometana, etil asetat, metanol tumbuhan sisik naga pohon inang kopi memenuhi standar.

2. Ekstrak tumbuhan sisik naga pohon inang kopi memiliki aktivitas antioksidan yang dinyatakan dalam IC50.


(39)

19 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental dengan rancangan acak lengkap pola searah. Merupakan jenis penelitian eksperimental karena penelitian ini mencari hubungan sebab akibat dari ekstrak tumbuhan sisik naga yang menempel pada inang kopi yang digunakan dengan nilai IC50 yang dihasilkan. Rancangan acak karena pengambilan sampel tumbuhan sisik naga yang menempel pada inang kopi dilakukan secara acak, tidak ada pemilihan secara khusus. Rancangan lengkap karena terdapat kontrol positif, kontrol negatif dan kelompok perlakuan.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak diklorometana, etil asetat, metanol tumbuhan sisik naga pohon inang kopi.

b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah aktivitas antioksidan ekstrak diklorometana, etil asetat, metanol tumbuhan sisik naga (%IC).

c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah waktu pemanenan, waktu inkubasi, suhu pada saat inkubasi.

d. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah usia tumbuhan yang dipanen, cuaca, kelembaban.


(40)

2. Definisi operasional

a. Tumbuhan sisik naga pohon inang kopi yang hidup epifit atau menempel pada pohon kopi yang diteliti adalah tumbuhan sisik naga diperoleh dari kebun kopi di daerah Salatiga dan telah diidentifikasi di Laboratorium Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

b. Ekstrak tumbuhan sisik naga adalah ekstrak kental hasil maserasi dari simplisia kering dan halus dengan menggunakan pelarut diklorometana, etil asetat dan metanol selama 24 jam lalu diuapkan membentuk cairan berwarna hijau kental.

c. Persen inhibition concentration (%IC) adalah persen yang menyatakan kemampuan ekstrak tumbuhan sisik naga dalam meredam radikal bebas dalam hal ini DPPH.

d. Inhibition concentration 50 (IC50) adalah konsentrasi ekstrak tumbuhan sisik naga yang dapat meredam 50% radikal bebas (DPPH)

C. Bahan Penelitian

Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitin ini adalah tumbuhan sisik naga yang hidup epifit atau menempel pada pohon kopi yang diperoleh dari kebun kopi daerah Salatiga, Jawa Tengah dan telah diidentifikasi di Laboratorium Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Bahan kimia kualitas pro analitik E.Merck berupa etanol; bahan kimia kualitas pro analitik Sigma Chem. Co., USA berupa fenol, bahan kimia kualitas teknis CV. General Labora berupa etanol dan alumunium foil, air suling,


(41)

dikorometana (teknis), etil asetat (teknis), metanol (teknis), toluen (pro analisis), etil asetat (proanalisis), asam asetat (pro analisis), DPPH (Sigma), metanol (pro analisis), n-butanol (pro analisis), lempeng KLT (Merck), Eugenol (Merck), Rutin

(Sigma), Asam tanat (Sigma), β sitosterol (Sigma), Vanilin (Merck), asam sulfat

(Merck), Dragendorf (Sigma), FeCl3, AlCl3.

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: Shaker (Innova TM 2100), vortex (Janke&Kunkel), spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV double beam, alat penggiling, bejana maserasi, peralatan kromatografi lapis tipis, pH meter (Eutech Instrumen pH 510) penguap putar (rotary evaporator) (Buchi R-205, Jerman), peralatan gelas, mikropipet (Acura 825, socorex).

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tumbuhan sisik naga

Determinasi tumbuhan sisik naga dilakukan di Laboratorium Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pembuatan Simplisia Tumbuhan Sisik Naga

Pengumpulan tumbuhan sisik naga diambil dari kebun kopi di daerah Salatiga, Jawa Tengah. Tumbuhan sisik naga ini diambil pada pagi hari dan dipilih dengan kreteria tumbuhan yang baik seperti tidak busuk dan tidak berlumut. Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan asing seperti tanah, kerikil, akar yang telah rusak dari bahan simplisia selanjutnya dilakukan pencucian menggunakan air mengalir untuk menghilangkan kotoran


(42)

yang menempel seperti debu dan serangga. Bagian daun dipisahkan dari bagian tanaman lain yang terikut saat pengumpulan.

Tumbuhan Sisik naga dikeringkan dengan panas sinar matahari dengan ditutup kain hitam kemudian dalam oven pada suhu 40ºC. Dikatakan kering jika daun dapat hancur ketika diremas dengan tangan. Sortasi kering dilakukan setelah pengeringan dengan tujuan untuk memisahkan dari bagian-bagian tumbuhan yang tidak diinginkan dqan pengotor yang masih tertinggal pada simplisia kering.

3. Penyerbukan tumbuhan sisik naga

Tumbuhan sisik naga yang telah dikeringkan kemudian diserbuk menggunakan blender, lalu diayak menggunakan ukuran ayakan mesh 40.

4. Ekstraksi tumbuhan sisik naga

Penyarian dilakukan dengan maserasi menggunakan pelarut berturut-turut dikloromethana, etil asetat dan metanol. Simplisa tumbuhan sisik naga ditimbang kurang lebih 500 g serbuk kering dan dimaserasi dengan pelarut diklorometana, etil asetat dan metanol. Maserasi dilakukan berulang-ulang dengan pelarut yang sama sampai filtrat hasil maserasi jernih. Hasil maserasi disaring dan filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu lebih kurang 50̊ C sehingga diperoleh ekstrak kental diklorometana. Ampas dikeringkan kemudian dimaserasi kembali dengan pelarut etil asetat dilanjutkan pelarut metanol, kemudian hasil maserasi disaring dan filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu lebih kurang 50̊ C sehingga diperoleh ekstrak kental etil asetat dan ekstrak kental metanol. Masing-masing ekstrak ditimbang dan dihitung rendemen ekstrak.


(43)

5. Karakterisasi simplisa dan ekstrak a. Pemeriksaan Mikroskopik Simplisia

Pemeriksaan mikroskopik penampang melintang dan penampang membujur daun serta batang tumbuhan sisik naga dan mikroskopi serbuk tumbuhan sisik naga kering dengan bantuan kloralhidrat untuk melihat fragmen pengenal pada tumbuhan. Dalam pemotongan daun dan batang membujur atau melintang ini menggunakan pisau yang terbuat dari stainless stell dan bantuan

Styrofoam untuk hasil pemotongan yang maksimal. Daun serta batang tumbuhan sisik naga yang sudah dipotong diletakkan pada object glass dan dilakukan pengamatan dengan perbesaran yang sesuai.

b. Penetapan kadar abu total

Simplisa dan ektrak diklorometana, etil asetat dan metanol tumbuhan sisik naga ditimbang kurang lebih 1 g bahan uji yang telah dihaluskan dan dimasukkan kedalam krus silika yang telah dipijarkan dan ditara, dipijarkan pelahan-lahan hingga arang habis, didinginkan dan ditimbang, jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, diaduk, disaring melalui kertas saring bebas abu. Kertas saring beserta sisa penyaringan dipijarkan dalam krus yang sama. Filtrat dimasukan kedalam krus, diuapkan dan dipijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b (Kemenkes RI, 2013).

c. Penetapan kadar abu tidak larut asam

Simplisa dan ektrak diklorometana, etil asetat dan metanol tumbuhan sisik naga dididihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan 12,5


(44)

mL asam klorida encer LP selama 5 menit. Dikumpulkan bagian yang tidak larut asam, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, dipijarkan dalam krus hingga bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b (Kemenkes RI, 2013).

d. Penetapan kadar sari larut air

Simplisa dan ektrak diklorometana, etil asetat dan metanol tumbuhan sisik naga ditimbang kurang lebih 1 g yang telah dikeringkan dan kemudian dimasukkan kedalam labu bersumbat dan ditambahkan 20 mL air jenuh kloroform, dikocok berkali-kali selama 6 jam kemudian dibiarkan selama 18 jam, disaring, diuapkan 4 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105 oC dan ditara, dipanaskan sisa pada suhu 105 oC hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam % sari larut air (Kemenkes RI, 2013).

e. Penetapan kadar sari larut etanol

Simplisa dan ektrak diklorometana, etil asetat dan metanol tumbuhan sisik naga ditimbang kurang lebih 1 g yang telah dikeringkan, kemudian dimasukkan kedalam labu bersumbat, ditambahkan 20 mL etanol 95% P, dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam. Disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol, diuapkan 4 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105 oC dan ditara, dipanaskan sisa pada suhu 105 oC hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam % sari larut etanol (Kemenkes RI, 2013).


(45)

f. Uji kandungan kimia ekstrak

Ekstrak diklorometana / ekstrak etil asetat / ekstrak metanol tumbuhan sisik naga yang digunakan untuk identifikasi ekstrak secara KLT dibuat dengan melarutkan 0,5 g ekstrak diklorometanol / ekstrak etil asetat / ekstrak metanol tumbuhan sisik naga dengan pelarut yang sesuai dimana ekstrak larut. Ekstrak ditotolkan pada fase diam silika 60 GF 254 dengan menggunakan mikrohematokrit sebanyak 5-10 ul. Fase gerak yang digunakan meliputi :

 toluen : etil asetat (93:7 v/v) dengan pembanding eugenol

 n butanol : asam asetat : air (4:1:5 v/v) dengan pembanding rutin

 n butanol : asam asetat : air (5:1:4 v/v) dengan pembanding asam tanat 0,05% dalam etanol 70%

Deteksi dilakukan pada sinar UV 254 dan 366 nm dan pereaksi semprot FeCl3, AlCl3. Bercak yang muncul dibandingkan dengan standar.

6. Uji efek antioksidan

Pada masing-masing ekstrak tumbuhan sisik naga (ekstrak diklorometana, ekstrak etil asetat, ekstrak metanol) diuji aktivitas antioksidan dengan metode Blois dengan beberapa modifikasi. Nilai IC50 dihitung dengan menggunakan rumus persamaan regresi.

a. Uji pendahuluan (optimasi panjang gelombang DPPH)

Larutan DPPH yang telah dibuat dengan konsentrasi 20 µg/ml ditentukan spektrum serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang


(46)

gelombang 400 nm hingga 700 nm dan ditentukan panjang gelombang optimumnya.

b. Uji Pendahuluan (Penentuan Reaction Time)

Menggunakan 3 konsentrasi rutin (0,005 �⁄ ; 0,015 �⁄ ; 0,025

�⁄ . Sebanyak 3,8 ml larutan DPPH dimasukkan ke dalam tabung reaksi tetutup kemudian ditambah dengan 0,2 ml larutan standar rutin. Campuran larutan tadi kemudian dikocok kuat. Larutan dibaca absorbansi dengan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang maksimal hasil scanning, selama 60 menit sampai diketahui terjadi penurunan absorbansi secara nyata.

c. Pembuatan larutan

1) Pembuatan larutan DPPH

Sejumlah 10 mg DPPH ditimbang dan dilarutkan dalam 100 mL metanol p.a didapatkan kosentrasi 100 ug/mL. Kemudian dipipet 20 mL ditambahkan volumenya dengan 100 mL metanol p.a (20 ug/mL).

2) Persiapan larutan uji ekstrak a. Ekstrak diklorometana

Pembuatan larutan induk (konsentrasi 5000 µg/mL). Sejumlah 50 mg ekstrak ditimbang dan dilarutkan dalam 10 mL metanol p.a hingga homogen.

Pembuatan larutan seri (konsentrasi 0,25; 0,5; 0,75; 1,0; dan 1,25 mg/mL). Dipipet masing-masing 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; dan 2,5 mL dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL dan dicukupkan volumenya dengan metanol p.a hingga 10 mL.


(47)

b. Ekstrak etil asetat

Pembuatan larutan induk (konsentrasi 5000 µg/mL). Sejumlah 50 mg ekstrak ditimbang dan dilarutkan dalam 10 mL metanol p.a hingga homogen.

Pembuatan larutan seri (konsentrasi 0,05; 0,15; 0,25; 0,5; dan 0,75 mg/mL). Dipipet masing-masing 0,1; 0,3; 0,5; 1; dan 1,5 mL dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL dan dicukupkan volumenya dengan metanol p.a hingga 10 mL.

c. Ekstrak metanol

Pembuatan larutan induk (konsentrasi 1000 µg/mL). Sejumlah 20 mg ekstrak ditimbang dan dilarutkan dalam 10 mL metanol p.a hingga homogen.

Pembuatan larutan seri (konsentrasi 0,05; 0,1; 0,15; 0,2; dan 0,25 mg/mL). Dipipet masing-masing 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 ; dan 2,5 mL dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL dan dicukupkan volumenya dengan metanol p.a hingga 10 mL.

3) Pembuatan larutan kontrol

Larutan blanko yang digunakan adalah 0,2 mL metanol p.a dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 3,8 mL DPPH, dikocok hingga homogen. Didiamkan selama 30 menit (reaction time).

4) Pembuatan larutan rutin

Pembuatan larutan induk (konsentrasi 1000 µg/mL). Sejumlah 10 mg BHT ditimbang dan dilarutkan dalam 10 mL metanol p.a hingga homogen.


(48)

Pembuatan larutan seri (konsentrasi 0,01; 0,02; 0,03; 0,04 dan 0,05 mg/mL). Dipipet masing-masing 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5 mL dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL dan dicukupkan volumenya dengan metanol p.a hingga 10 mL. d. Pengujian aktivitas antioksidan

Dari masing-masing larutan uji dipipet 0,2 mL dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 3,8 mL DPPH 20 µg/mL, digojog hingga homogen, didiamkan selama 30 menit (reaction time) dan diukur serapannya pada panjang gelombang 516 nm. Pengujian dilakukan dengan perlakuan yang sama untuk pembanding rutin.

e. Perhitungan nilai IC50

Nilai IC50 dihitung berdasarkan presentase inhibisi terhadap radikal DPPH dari masing-masing konsentrasi larutan sampel dengan rumus :

% = − � × %

Setelah didapatkan presentasi inhibisi dari masing-masing konsentrasi, kemudian dintentukan persamaan y = a + bx dengan perhitungan secara regresi linear dimana x adalah konsentrasi (µg/mL) dan y adalah presentase inhibisi (%). Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan Inhibition Concentration 50% (IC50) yaitu konsentrasi sampel yang dapat meredam radikal.


(49)

29 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Determinasi Tanaman

Determinasi memiliki tujuan untuk memastikan kebenaran identitas tanaman yang akan digunakan. Determinasi tanaman merupakan langkah awal dari penelitian yang menggunakan tanaman sebagai sampel, sehingga kesalahan dalam penelitian dapat dihindari.

Determinasi tumbuhan sisik naga dilakukan di Laboratorium Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Hasil determinasi yang dilakukan tersebut dapat dinyatakan bahwa tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan benar-benar tumbuhan sisik naga

(Pyrossia piloselloides L.) M.G. Bahan yang digunakan dalam determinasi ini yaitu dengan menggunakan herba tumbuhan sisik naga yang meliputi daun, batang dan akar. Hasil determinasi dapat dibuktikan berupa surat determinasi tanaman (lampiran 2) yang dikeluarkan oleh Laboratorium Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

B. Hasil Pengumpulan Bahan

Tumbuhan sisik naga yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari kebun kopi di daerah salatiga, Jawa Tengah pada bulan Mei 2015. Pengambilan tumbuhan sisik naga dilakukan di satu tempat, hal ini bertujuan untuk menghindari variasi kandungan senyawa aktif tanaman. Selain itu pengambilan


(50)

tumbuhan dilakukan pada pagi hari, tujuannya supaya didapatkan bahan dengan kandungan zat aktif yang tersimpan masih banyak dalam tumbuhan sisik naga karena tumbuhan sisik naga tersebut belum melakukan proses fotosintesis.

Pemanenan tumbuhan sisik naga di kebun kopi ini di dapatkan kurang lebih 5,5 kg dengan berbagai ukuran dan bentuk daun, karena sisik naga memiliki dua ciri khas bentuk daun yaitu sporofil dan tropofil. Pada jenis tropofil, daun memiliki bentuk bulat dan kecil. Sedangkan pada jenis sporofil, daun berbentuk lebih panjang bila dibandingkan pada jenis tropofil. (Purnawati,2014).

C. Hasil Pembuatan Simplisia

Tahap pembuatan simplisa meliputi sortasi basah, pencucian, pengeringan, sortasi kering dan pengayakan (Prasetyo dan Entang, 2013). Setalah melakukan pemanenan dilakukan sortasi basah, hal ini dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan asing dari simplisia. Pencucian pada tumbuhan sisik naga dilakukan dengan tujuan menghilangkan tanah dan kotoran yang menempel seperti debu dan serangga, pencucuian ini dilakukan pada air bersih yang mengalir. Selanjutnya dilakukan pengeringan, pengeringan tumbuhan sisik naga ini memiliki tujuan untuk menghindarkan pertumbuhan mikrooragisme atau jamur (kapang). Pengeringan juga memiliki tujuan untuk mendapatkan simplisa yang tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama (Prasetyo dan Entang, 2013). Tumbuhan sisik naga dikeringkan di bawah sinar matahari dengan cara simplisia diletakkan satu lapis dalam tempat bersih kemudian ditutup dengan kain hitam, hal ini bertujuan untuk supaya senyawa aktif


(51)

dalam simplisa tidak rusak akibat terpapar sinar UV dari matahari . Dikatakan kering jika daun dapat hancur ketika diremas dengan tangan. Selanjutnya tumbuhan sisik naga yang telah dikeringkan diserbuk menggunakan blender. Tujuan dari penyerbukan adalah untuk mendapatkan ukuran partikel yang kecil dari simplisa sehingga luas permukaan simplisa lebih besar ketika bersentuhan dengan cairan penyari, hal ini akan membuat cairan penyari lebih mudah menembus simplisia sehingga penyarian simplisa akan menjadi optimal. Pengayakan dilakukan menggunakan pengayak dengan nomor mesh 40.

D. Hasil Ekstraksi Tumbuhan Sisik Naga

Ekstraksi tumbuhan sisik naga dilakukan dengan menggunakan metode maserasi dan menggunakan tiga pelarut yaitu diklorometana, etil asetat dan metanol. Dipilih metode ekstraksi dengan menggunakan maserasi ini karena ekstraksi ini tidak melibatkan pemanasan sehingga kerusakan dan perubahan-perubahan senyawa dapat dihindari. Selain itu maserasi dianggap sangat sederhana, mudah dilakukan.

Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan tiga pelarut yaitu diklorometana, etil asetat dan metanol hal ini bertujuan supaya senyawa metabolit sekunder dalam tanaman dapat tersari maksimal karena senyawa dalam tanaman bermacam-macam dan memiliki kepolaran yang bervariasi. Tiga pelarut berdasarkan kepolarannya adalah pelarut yang bersifat non polar (diklorometana), semi polar (etil asetat), dan polar (metanol) (Andersen and Markham, 2006).


(52)

Proses maserasi dilakukan dalam tabung erlenmayer tertutup agar pelarut yang digunakan tidak menguap. Selain itu juga untuk mencegah masuknya kontaminan dari luar. Maserasi dilakukan selama 1x24 jam dan dibantu dengan

shaker supaya proses maserasi lebih efektif karena penyari akan lebih banyak kontak dengan sel-sel dalam tanaman sisik naga dibandingkan jika hanya didiamkan saja. Selain itu penggojogan juga berfungsi untuk membantu proses difusi senyawa tanaman kedalam pelarut. Setelah proses maserasi dilakukan proses penyaringan. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan bantuan kain bersih, hal ini bertujuan supaya tidak ada kontaminan yang ikut bercampur dalam proses ekstraksi dan proses pengujian karakter. Ampas yang diperoleh dari hasil penyaringan akan di remaserasi dengan menggunakan pelarut selama 1x24. Remaserasi dilakukan bertujuan untuk memaksimalkan proses penyarian dalam ekstraksi.

Hasil Filtrat yang diperoleh dari penyaringan diuapkan menggunakan

vaccum rotary evaporator. Tujuan dalam penguapan pelarut menggunakan

vaccum rotary evaporator yaitu untuk menghindari kontak dengan panas secara berlebihan yang akan dapat merusak komponen senyawa pada ekstrak tumbuhan sisik naga ini. Penguapan ini berlangsung hingga pelarut dianggap sudah menguap hampir semua. Sisa pelarut yang masih tertinggal dalam ekstrak akan diuapkan kembali dengan waterbath dan bantuan kipas angin untuk mempercepat penguapan. Hasil dari penguapan ini diperoleh ekstrak kental tumbuhan sisik naga, kemudian dihitung persen rendemen. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan berat ekstrak yang tersari dengan berat bahan mula- mula.


(53)

Didapatkan hasil % rendemen ekstrak diklorometana sebesar 1,83% b/b, ekstrak etil asetat sebesar 1,23% b/b dan ekstak metanol sebesar 9,99% b/b. Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal (Depkes RI, 2000). Dalam perhitungan persen rendemen, didapatkan hasil ekstrak metanol dengan persen rendemen paling tinggi bila dibandingkan dengan ekstrak diklorometana dan ekstrak etil asetat, hal ini menunjukan bahwa banyak senyawa yang di dalam tumbuhan sisik naga yang larut pada pelarut metanol. Metanol merupakan pelarut yang bersifat universal sehingga dapat melarutkan senyawa yang bersifat polar maupun non polar.

E. Uji Karakteristik

Karakterisasi simplisia dan ekstrak perlu dilakukan untuk menilai kualitas simplisia dan ekstak yang digunakan. Selain itu pemeriksaan uji karakterisasi ini juga menentukan jumlah cemaran dan pengotor yang terkandung pada simplisia dan ekstrak. Karakterisasi simplisia yang dilakukan meliputi:

1. Pemeriksaan Mikroskopik simplisa 2. Kadar abu total

3. Kadar abu tidak larut asam 4. Kadar sari larut air


(54)

1. Pemeriksaan Mikroskopik simplisa

Pengamatan mikroskopik serbuk simplisia, daun dan batang tumbuhan sisik naga ini bertujuan untuk memastikan kebenaran tumbuhan sisik naga dengan mengamati ciri-ciri mikroskopiknya dengan pemeriksaan dibawah mikroskop. Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop yang derajat pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. Pemeriksaan mikroskopik meliputi serbuk simplisia, daun membujur, daun melintang, batang melintang, dan batang membujur.

Hasil Mikroskopik MMI jilid V Keterangan

a b

Sayatan permukaan bawah daun perbesaran 100x

a. Stomata b. Epidermis

bawah

b

a

Sayatan permukaan atas daun Perbesaran 100x

a. Epidermis b. Parenkim a

b

a


(55)

Gambar MMI jilid V Keterangan

a

a. Rambut penutup b. Epidermis c. Misofil

b c

Serbuk Perbesaran 100x

Gambar 2. Hasil pengamatan uji karakteristik mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik simplisia sisik naga pohon inang kopi pada gambar 2 menunjukan bahwa simplisia sisik naga pohon inang kopi yang diamati telah sesuai dengan Materia Medika Indonesia jilid V.

2. Kadar Abu Total

Kadar abu total dilakukan dengan tujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya simplisia (Depkes RI, 2000).

b c


(56)

Tabel I. Hasil Pengamatan Uji Karakteristik Kadar Abu Total

Replikasi

% Kadar Abu Total Serbuk Simplisia Esktrak Diklorometana Ekstrak Etil Asetat Ektrak Metanol Replikasi 1

7,4735 % b/b 2,4955 % b/b 4,6870 % b/b 3,1005 % b/b Replikasi 2

6,5440 % b/b 2,8819 % b/b 3,1981 % b/b 1,3539 % b/b

Replikasi 3

7,7946 % b/b 1,7095 % b/b 2,2443 % b/b 1,7095 % b/b

Hasil pemeriksaan karakterisasi kadar abu total menurut Materia Medika Indonesia Edisi V kadar abu total pada tumbuhan sisik naga tidak lebih dari 8%, hasil dari pemeriksaaan sudah sesuai dengan Materia Medika Indonesia Edisi V dan kualitas serbuk simplisia baik.

3. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Penetapan kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk mengetahui jumlah abu yang diperoleh dari faktor eksternal (Depkes RI, 2000).

Tabel II. Hasil Pengamatan Uji Karakteristik Kadar Abu Tidak Larut Asam

Replikasi

% Kadar Abu Tidak Larut Asam Serbuk Simplisia Esktrak Diklorometana Ekstrak Etil Asetat Ektrak Metanol Replikasi 1

0,2038 % b/b 0,1804 % b/b 0,9853 % b/b 0,1835% b/b Replikasi 2

0,4674 % b/b 0,2247 % b/b 0,8566 % b/b 0,1584 % b/b

Replikasi 3


(57)

Hasil pemeriksaan karakterisasi kadar abu tidak larut asam menurut Materia Medika Indonesia Edisi V kadar abu tidak larut asam pada tumbuhan sisik naga tidak lebih dari 4,5%, hasil dari pemeriksaaan sudah sesuai dengan Materia Medika Indonesia Edisi V dan kualitas serbuk simplisia baik.

4. Penetapan Kadar Sari Larut Air

Kadar sari larut air dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa yang dapat tersari dengan pelarut air (Depkes RI, 2000).

Tabel III. Hasil Pengamatan Uji Karakteristik Kadar Sari Larut Air

Replikasi

% Kadar sari larut air Serbuk

Simplisia

Esktrak Diklorometana

Ekstrak Etil Asetat

Ektrak Metanol Replikasi 1

13,8333 % b/b 2,9083 % b/b 25,0586 % b/b 78,8124 % b/b Replikasi 2

18,3271 % b/b 5,1392 % b/b 15,9870 % b/b 74,4611 % b/b

Replikasi 3

18,6990 % b/b 3,5 % b/b 15,3892 % b/b 78,5925 % b/b

Hasil pemeriksaan karakterisasi kadar sari larut air menurut Menurut Materia Medika Indonesia Edisi V kadar sari larut air pada tumbuhan sisik naga tidak kurang dari 25,5%. Hasil dari pemeriksaan uji kadar sari larut air menunjukan serbuk simplisia belum sesuai dengan Materia Medika Indonesia Edisi V, hal ini di sebabkan karena kandungan senyawa yang terdapat dalam serbuk simplisa cenderung lebih bersifat non polar atau semi polar.

5. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

Kadar sari larut etanol dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa yang dapat tersari dengan pelarut etanol (Depkes RI, 2000).


(58)

Tabel IV. Hasil Pengamatan Uji Karakteristik Kadar Sari Larut Etanol

Replikasi

% Kadar sari larut etanol Serbuk

Simplisia

Esktrak Diklorometana

Ekstrak Etil Asetat

Ektrak Metanol Replikasi 1

22,8788 % b/b 16,8 % b/b 80,8108 % b/b 63,3010 % b/b Replikasi 2

17,8500 % b/b 14,1 % b/b 41,6216 % b/b 66,1188 % b/b

Replikasi 3

26,4141 % b/b 15,5660 % b/b 80,9722 % b/b 64,5147 % b/b

Hasil pemeriksaan karakterisasi kadar sari larut etanol menurut Materia Medika Indonesia Edisi V, kadar sari larut etanol pada tumbuhan sisik naga tidak kurang dari 6%, hasil dari pemeriksaaan didapatkan serbuk simplisa sesuai dengan Materia Medika Indonesia Edisi V.

6. Uji Kandungan Kimia Ekstrak

Pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT), zat penjerap merupakan lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik atau logam secara merata. KLT digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan bercak dengan harga Rf yang identik dan ukuran yang hampir sama (Kemenkes RI, 2013). Penggunaan pembanding dalam uji identifikasi dalam KLT, perbandingan jarak rambat suatu senyawa tertentu terhadap jarak rambat fase gerak, diukur dari titik penotolan sampai titik yang memberikan intensitas maksimum pada bercak, dinyatakan sebagai harga Rf

senyawa tersebut (Kemenkes RI, 2013). Pada penelitian ini menggunakan sampel ekstrak diklorometana, etil asetat, dan metanol tumbuhan sisik naga dan menggunakan standar pembanding yaitu Eugenol, Rutin, asam tanat dan β


(59)

-sitosterol untuk mencari kandungan minyak atsiri, flavonoid, tanin, dan steroid.. Selain itu dalam pnelitian ini juga menggunakan 2 deteksi antara lain deteksi pereaksi kimia (FeCl3, AlCl3), deteksi secara fisika dengan bantuan lampu UV 254 nm dan deteksi 366 nm. Lempeng silika yang digunakan harus dalam keadan kering, hal ini bertujuan supaya silika dapat menyerap senyawa yang akan dipisahkan.

1. Pengujian Senyawa Minyak Atsiri

Fase Diam : Silika gel GF254

Fase Gerak : Toluen : Etil asetat (93:7 v/v) Pembanding : Eugenol

Tabel V. Tabel Rf Sampel dan Standar Eugenol No Ekstrak Deteksi Pereaksi

Kimia (FeCl3)

Deteksi UV 254

Deteksi UV 366

Rf Warna Rf Warna Rf Warna

1. Diklorometana ,

, ,

Hijau 0,3 Pemada man 0,16 0,19 0,28 0,34 0,55 0,635 0,68 0,81 Merah

2. Etil Asetat - - - - ,

, 0,27 , , 0,55 0,62 Merah

3. Metanol - - - - 0,32 Merah

4. Standar 0,51 Ungu 0,51 Pemada man

0,11 0,31 0,51


(60)

Ekstrak Diklorometan Ekstrak Etil Asetat A : Standar eugenol

B : Ekstrak pohon inang jambu air C : Ekstrak pohon inang kopi D : Ekstrak pohon inang teh

Gambar 3. Hasil elusi KLT sampel dan standar eugenol

Hasil dari KLT pada tabel V dan gambar 3 menunjukan bahwa hasil kualitatif pada ekstrak diklorometana dan ekstrak etil asetat sisik naga inang kopi dimungkinkan mengandung eugenol, hal ini dilihat dari ekstrak diklorometana dan etil asetat yang yang memiliki nilai Rf 0,55 yang mendekati nilai Rf standar eugenol 0,51.

2. Pengujian Senyawa Flavonoid Fase Diam : Silika gel GF254

Fase Gerak : n butanol : asam asetat : air (4:1:5 v/v) Pembanding : Rutin

A B C D A B C D

1,00 1,00

0,00 0,00

0,50 0,50

Rf Rf


(61)

Tabel VI. Tabel Rf Sampel dan Standar Rutin No Ekstrak Deteksi Pereaksi

Kimia (AlCl3) Pada UV 366

Deteksi UV 254

Deteksi UV 366

Rf Warna Rf Warna Rf Warna

1 Diklorometana 0,45 Putih 0,88 Pemada man

O,88 Merah 2. Etil Asetat 0,525

0,6

Kuning Biru muda

- - 0,57

3 Metanol 0,15 0,39 0,41 0,525 0,6 0,65 Kuning Biru 0,15 0,65 pemada man 0,15 0,41 0,525 0,65 0,77 Biru

4. Standar 0,525 0,6

Kuning 0,525 Pemada man

0,525 Pemada man

A B C D A B C D

Ekstrak Etil Asetat Ekstrak Metanol

0,50

0,00 0,50

1,00 1,00

Rf

0,00 Rf


(62)

A : Standar rutin

B : Ekstrak sisik naga pohon inang jambu air C : Ekstrak sisik naga pohon inang kopi D : Ekstrak sisik naga pohon inang teh

Gambar 4. Hasil elusi KLT sampel dan standar rutin

Hasil dari KLT pada tabel VI dan gambar 4 menunjukan bahwa hasil kualitatif pada ekstrak etil asetat dan metanol sisik naga inang kopi dimungkinkan mengandung flavanoid dengan nilai rf yang sama yaitu 0,525 dan warna yang sama menggunakan deteksi AlCl3 dalam sinar UV 366 nm.

3. Pengujian Senyawa Tanin Fase Diam : Silika gel GF254

Fase Gerak : n butanol : asam asetat : air (5:1:4 v/v) Pembanding : Asam Tanat 0,05% dalam etanol 70%

Tabel VII. Tabel Rf Sampel dan Standar Asam Tanat 0,05% Dalam Etanol 70%

No Ekstrak Deteksi Pereaksi Kimia (FeCl3)

Deteksi UV 254

Deteksi UV 366

Rf Warna Rf Warna Rf Warna

1 Diklorometana 0,85 Hijau 0,85 Pemada man

0,85 Merah 2 Etil Asetat 0,85 Hijau 0,85 Pemada

man

0,85 Merah Biru

3 Metanol 0,1 Hitam 0,1 Pemada

man

0,42 0,63

Biru

4 Standar 0,1 Hitam 0,1 Pemada

man

0,63 0,72


(63)

A B C D A B C D

Ekstrak Metanol UV 254 Ekstrak Metanol (FeCl3) A : Standar Rutin

B : Ekstrak sisik naga pohon inang jambu air C : Ekstrak sisik naga pohon inang kopi D : Ekstrak sisik naga pohon inang teh

Gambar 5. Hasil elusi KLT sampel dan standar asam tanat 0,05% dalam etanol 70%

Hasil dari KLT pada tabel VII dan gambar 5 menunjukan bahwa hasil kualitatif pada ekstrak metanol sisik naga inang kopi dimungkinkan mengandung tanin dengan nilai Rf yang sama yaitu 0,1 pada UV 254 nm dan terjadi pemadaman dan pada deteksi menggunakan FeCl3 terjadi warna hitam.

Digunakan deteksi FeCl3 karena tanin merupakan bagian dari senyawa fenolik yang ditunjukkan dari adanya perubahan warna karena reaksi FeCl3 dengan salah satu gugus hidroksil pada senyawa tanin (Astarina, Astuti, dan Warditiani, 2013).

1,00

0,50

0,00

0,00 Rf

0,50 Rf


(64)

4. Pengujian Senyawa Steroid Fase Diam : Silika gel GF254

Fase Gerak : etil asetat : toluene (9:1: v/v) Pembanding : β-sitosterol

Tabel VIII. Tabel Rf Sampel dan Standar β-sitosterol No Ekstrak Deteksi Pereaksi

Kimia (FeCl3)

Deteksi UV 254

Deteksi UV 366

Rf Warna Rf Warna Rf Warna

1 Diklorometana 0,66 Hijau 0,5 0,66

Pemada man

0,66 Merah 2 Etil Asetat 0,72 Hijau 0,72 Pemada

man

0,72 Merah

3 Metanol - - - - 0,72

0,43

Merah Biru 4 Standar 0,66 Ungu 0,66 Pemada

man

0,66 Biru

A B C D

Ekstrak Diklorometana UV 366 1,00 Rf

0,50


(65)

A : Standar Rutin

B : Ekstrak sisik naga pohon inang jambu C : Ekstrak sisik naga pohon inang kopi D : Ekstrak sisik naga pohon inang teh

Gambar 6. Hasil elusi KLT sampel dan standar β-sitosterol

Hasil dari KLT pada tabel VIII dan gambar 6 menunjukan bahwa hasil kualitatif pada ekstrak diklorometana sisik naga inang kopi dimungkinkan mengandung sterol, hal ini dilihat dari nilai rf pada deteksi UV 366 nm pada ekstrak dan standar sebesar 0,66.

F. Hasil Optimasi Metode Uji Aktivitas Antioksidan

Pengujian aktivitas antioksidan dalam penelitian ini menggunakan metode DPPH. Metode DPPH adalah metode yang banyak digunakan untuk menetapkan aktivitas antioksidan. Hal tersebut dikarenakan metode ini sederhana, cepat, sensitive. Elektron tak berpasangan pada DPPH memberikan suatu absorbsi

yang kuat pada λ = 517 nm dan berwarna ungu (Jagetia, 2003). Jika elektron pada

radikal bebas DPPH semuanya menjadi berpasangan maka warna larutan yang berwarna ungu berubah menjadi kuning terang (Green,2004, Gurav et al, 2007). Berkuranganya intensitas warna ungu pada larutan DPPH menunjukan adanya aktivitas antioksidan dari senyawa uji. Pengukuran aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH menggunakan spektrofotometri. Intensitas warna DPPH yang berkurang sebanding dengan konsentrasi senyawa antioksidan yang semakin bertambah.


(66)

1. Penentuan operating time (OT)

Penentuan Operating Time bertujuan untuk mengetahui rentang waktu yang tepat untuk pengukuran suatu senyawa, dimana reaksi akan terjadi secara optimal. Pada rentang waktu tersebut senyawa akan bereaksi sempurna. Untuk menentukan OT, maka dilakukan pengukuran absorbansi tiap lima menit sekali selama 60 menit. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang maksimum yaitu 516 nm.

Gambar 7. Kurva operating time

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada kurva gambar 7 dari menit ke-5 hingga ke-60 didapatkan OT selama 30 menit. Hal ini ditunjukkan absorbansi yang stabil mulai dari menit ke 30

0,5 0,55 0,6 0,65 0,7

0 10 20 30 40 50 60 70

A

b

so

rb

an

si

Waktu (menit)

KURVA OPERATING TIME

0,005 mg/ml 0,015 mg/ml 0,025 mg/ml


(67)

2. Penentuan panjang gelombang maksimum

Pengukuran panjang gelombang maksimum bertujuan untuk mengetahui panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum yang digunakan dalam pengukuran. Alasan penggunaan panjang gelombang maksimal, yaitu pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya akan maksimal. Sehingga dalam pengukuran absorbansi yang dilakukan pada panjang gelombang maksimum, jika terjadi sedikit perubahan konsentrasi akan memberikan perubahan absorbansi yang besar sehingga akan didapatkan kepekaan analisis yang maksimum. Panjang gelombang yang didapatkan adalah 516 nm.

G. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan

Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode DPPH, yaitu metode penangkapan (radical scavenging) terhadap radikal DPPH (2,2 -difenil-1-pikrilhidrazil). Elektron tak berpasangan pada DPPH memberikan suatu

absorbsi yang kuat pada λ = 517 nm dan berwarna ungu. Peredaman radikal bebas oleh antioksidan terjadi ketika elektron tak berpasangan menjadi berpasangan dengan adanya sebuah donor hidrogen, sehingga membentuk DPPH yang lebih stabil (Jagetia, 2003). Jika elektron pada radikal bebas DPPH semuanya menjadi berpasangan maka warna larutan yang berwarna ungu berubah menjadi kuning terang.


(68)

Gambar 8. Reaksi radikal DPPH dengan antioksidan

Aktivitas antioksidan di dapat dari nilai absorbansi yang kemudian akan digunakan untuk menghitung nilai IC50. IC50 ini akan dijadikan sebagai parameter dalam penentuan aktivitas antioksidan. IC50 adalah konsentrasi senyawa yang dibutuhkan untuk mengurangi radikal pada DPPH sebesar 50%. Aktivitas antioksidan kemudian ditetapkan menggunakan regresi liner yang diperoleh dari tiap replikasi. Dari persamaan regresi liner yang dibuat akan didapatkan nilai IC50 yang menyatakan hubungan antara konsentrasi senyawa uji dengan persen penangkapan radilal atau aktivitas antioksidan. Semakin kecil nilai IC50 maka semakin kuat senyawa uji tersebut sebagai antioksidan. Digunakan rutin sebagai pembanding karena diketahui rutin memiliki aktivitas antioksidan dan penangkap radikal bebas yang baik. Rutin merupakan salah satu senyawa fenolik yang tergolong flavonoid.


(69)

Tabel IX. Hasil Aktivitas Antioksidan Rutin Menggunakan Radikal DPPH Replikasi 1 Konsentrasi (mg/ml) Absorbansi Kontrol Absorbansi Rutin

% IC Persamaan regresi

linier 0,01

0,581

0,481 17,211

y = 912.22x + 7.9862 r = 0,9989

0,02 0,425 26,850

0,03 0,381 34,423

0,04 0,325 44,061

0,05 0,266 54,216

Replikasi 2 Konsentrasi (mg/ml) Absorbansi Kontrol Absorbansi Rutin

% IC Persamaan regresi

linier 0,01

0,581

0,471 18,932

y = 777.97x + 12.22 r = 0,9949

0,02 0,409 29,604

0,03 0,380 34,595

0,04 0,325 44,061

0,05 0,287 50,602

Replikasi 3 Konsentrasi (mg/ml) Absorbansi Kontrol Absorbansi Rutin

% IC Persamaan regresi

linier 0,01

0,581

0,449 22,719

y = 755.59x + 14.269 r = 0,9972

0,02 0,418 28,055

0,03 0,364 37,349

0,04 0,325 44,061

0,05 0,276 52,495

Pada hasil tabel IX menunjukan bahwa semakin besar konsentrasi rutin yang direaksikan dengan DPPH maka aktivitas antioksidan akan semakin besar. Hal ini terlihat dari nilai %IC yang semakin besar ketika dilakukan penambahan konsentrasi rutin. Pengukuran aktivitas rutin dilakukan sebanyak tiga kali replikasi masing-masing replikasi akan mendapatkan persamaan regresi linier. Persamaan regresi linier ini akan digunakan untuk menghitung IC50 .


(1)

y = 174,72x + 7,1509 R² = 0,9902

0 10 20 30 40 50 60

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3

%

IC

konsentrasi

konsentrasi Vs %IC Metanol

R.2

ic 50

Linear (ic 50 )

y = 195,82x + 3,4791 R² = 0,9943

0 10 20 30 40 50 60

0 0,1 0,2 0,3

%

IC

konsentrasi

konsentrasi Vs % IC Metanol

R.3

Series1 Linear (Series1)


(2)

Mann-Whitney Test

Uji Normalitas Shapiro-wilk


(3)

(4)

(5)

(6)

100

Penulis skripsi yang berjudul “Penetapan Karakter dan Uji Antioksidan Ekstrak

Tanaman Sisisk Naga (Pyrossia piloselloides (L

) M.G Price Pohon Inang Kopi Dengan Metode

2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil (DPPH)” memiliki nama lengkap Gama Nindya Saputra. Dilahirkan di kota Klaten, 28 Maret 1994 dari pasangan Bapak Agung Adiek Sudjanta dan Sri Sayekti Mirma Ningsih. Penulis telah menyelesaikan pendidikan di TK Mardi Luhur 1 Demak pada tahun 1999 hingga 2000 lalu melanjutkan pendidikan dasar di SDN Karanganyar 1 Demak pada tahun 2000 hingga 2006. Penulis melanjutkan pendidikan menengah di SMP Masehi Kudus pada tahun 2006 hingga 2009 dan SMA Negeri 1 Bae Kudus pada tahun 2009 hingga 2012. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2012 hingga 2016. Selama menjadi mahasiswa di Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta, penulis cukup aktif di BEMF Farmasi 2012-2013 sebagai Anggota Devisi Pengabdian Masyarakat dan BEMF Farmasi 2013-2014 sebagai Koordinator Devisi Unit Kegiatan Fakultas. Penulis juga aktif sebagai Asisten Dosen mata kuliah praktikum Farmakognosi Fitokimia (2015).