17
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel utama
a. Variabel bebas Variasi waktu pemberian dekok biji P. americana jangka pendek
dengan dosis 360,71 mgkgBB pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
b. Variabel tergantung Penurunan kadar ALT-AST tikus jantan galur Wistar yang
terinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian P. americana jangka pendek.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali Dalam penelitian ini yang termasuk variabel pengacau terkendali
adalah hewan uji yang digunakan, yaitu tikus jantan galur Wistar yang berumur 2-3 bulan, dengan berat badan 150-250 g; cara pemberian
hepatotoksin secara intraperitonial; cara pemberian dekok biji P. americana
secara per oral; frekuensi waktu pemberian dekok biji P. americana
selama 1, 4, dan 6 jam; dan biji P. americana yang diperoleh dari Sumatera Barat.
b. Variabel pengacau tak terkendali Dalam penelitian tersebut, variabel pengacau tak terkendali
adalah kondisi patologis hewan uji.
3. Definisi operasional
a. Dekok P. americana Dekok P. americana adalah sediaan yang diperoleh dengan
menginfundasi 8,0 g serbuk kering biji P. americana dalam air sebanyak 16,0 ml; kemudian dipanaskan dalam 100,0 ml air pada suhu
90 C selama 30 menit sehingga diperoleh ekstrak dekok biji P.
americana .
b. Efek hepatoprotektif Efek hepatoprotekif adalah kemampuan dekok P. americana
terhadap penurunan kadar ALT-AST tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian P. americana secara
jangka pendek. c. Jangka pendek
Yang dimaksud penelitian jangka pendek adalah penelitian tersebut dilakukan dengan memberikan dekok biji P. americana kepada
hewan uji secara berturut-turut dengan selang waktu 1, 4, dan 6 jam.
C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama
a. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan galur Wistar yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan 150-250 g
yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Bahan uji yang digunakan adalah serbuk biji P. americana yang
diperoleh dari Sumatera Barat pada Bulan Januari 2013. 2.
Bahan kimia
a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. b. Kontrol negatif yang digunakan adalah olive oil Bertolli®.
c. Pelarut untuk dekok digunakan aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
d. Pelarut hepatotoksin digunakan olive oil Bertolli®.
e. Blanko pengukuran kadar ALT dan AST menggunakan aquabidestilata yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis dan Instrumental
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. f. Kontrol serum RocheHitachi Cobas C series.
g. Reagen serum ALT Komposisi dan konsentrasi dari reagen ALT Diasys yang digunakan
adalah sebagai berikut.
Komposisi pH
Konsentrasi R1: TRIS
7,15 140 mmolL
L-alanine 700 mmolL
LDH lactate
dehydrogease ≥ 2300 mmolL
R2: 2-oxogultarate 85 mmolL
NADH 1 mmolL
Pyridoxal- 5phosphate
FS: Good’s buffer
Pyridoxal- 5-phosphate
9,6 100 mmolL
13mmolL
g. Reagen AST Komposisi dan konsentrasi dari reagen AST Dyasis yang digunakan
adalah sebagai berikut.
Komposisi pH
Konsentrasi R1: TRIS
7,65 110 mmolL
L-aspartate 320 mmolL
MDH malate
deydrogenase ≥ 800 UL
LDH lactate
dehydrogease ≥ 1200 mmolL
R2: 2-oxoglutarate 65 mmolL
NADH 1 mmolL
Pyridoxal- 5phosphate
FS: Good’s buffer
Pyridoxal- 5-phosphate
9,6 100 mmolL
13mmolL
D. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan di dalam penelitian ini antara lain oven, mesin penyerbuk, ayakan, panci enamel, termometer, stopwatch, beaker glass, gelas
ukur, penangas air, kain flannel, tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk Pyrex Iwaki Glass®, timbangan analitik Mettler Toledo®, sentrifuge
Centurion Scientific®, vortex Genie Wilten®, spuit injeksi per oral dan syringe 3 cc Terumo®, spuit i.p. dan syringe 1 cc Terumo®, pipa kapiler, tabung
Eppendorf, Microlab 200 Merck®, moisture balance, dan stopwatch.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi serbuk biji P. americana
Determinasi dilakukan dengan mencocokkan serbuk biji P. americana yang diperoleh dari Sumatera Barat dengan serbuk yang diketahui secara pasti
merupakan serbuk biji P. americana yang dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis.
2. Pengumpulan bahan uji
Bahan uji yang digunakan adalah biji P. americana yang masih segar dan tidak busuk.
3. Pembuatan serbuk biji P. americana
Biji P. americana dicuci bersih dan dipisahkan dari kulitnya. Setelah itu, biji dirajang tipis lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 50
C. Setelah biji benar- benar kering, biji dihaluskan dan diayak.
4. Penetapan kadar air pada serbuk kering biji P. americana
Serbuk kering biji P. americana yang sudah diayak, dimasukkan ke dalam alat moisture balance sebanyak ± 5 g kemudian diratakan. Bobot serbuk
kering biji tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum pemanasan bobot A, setelah itu dipanaskan pada suhu 105
C. Serbuk kering biji P. americana yang sudah dipanaskan ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah
pemanasan bobot B. Kemudian dilakukan perhitungan terhadap selisih bobot A terhadap bobot B yang merupakan kadar air serbuk biji P. americana.
5. Pembuatan dekok serbuk biji P. americana
Serbuk kering biji P. americana ditimbang 8,0 g dan dimasukkan ke dalam 16,0 ml pelarut aquadest dan kemudian ditambahkan lagi aquadest
sebanyak 100,0 ml, kemudian dipanaskan pada suhu 90 C dan dijaga tetap dalam
suhu tersebut selama 30 menit. Waktu 30 menit dihitung ketika suhu campuran mencapai 90
C. Setelah 30 menit, campuran tersebut diambil dan diperas menggunakan kain flanel kemudian tambahkan air panas secukupnya melalui
ampas hingga diperoleh volume dekok biji P. americana yang dikehendaki.
6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50
Larutan karbon tetraklorida dibuat dengan perbandingan karbon tetraklorida : pelarut adalah 1 : 1, sehingga konsentrasi larutan karbon tetraklorida
yang digunakan adalah 50 Janakat dan Al-Merie, 2002. Pelarut yang digunakan dalam pembuatan larutan ini adalah olive oil.
7. Uji Pendahuluan
a. Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie 2002, dosis
karbon tetraklorida yang digunakan untuk menginduksi kerusakan hepar pada tikus jantan galur Wistar adalah 2 mlkg BB. Dosis ini
mampu merusak sel-sel hepar pada tikus jantan yang ditunjukkan melalui peningkatan aktivitas ALT-AST tetapi tidak menimbulkan
kematian pada hewan uji. b. Penetapan waktu pencuplikan darah
Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui orientasi dengan tiga kelompok perlakuan waktu, yaitu pada jam ke
–0, 24, dan 48 setelah pemejanan karbon tertraklorida. Setiap kelompok perlakuan
terdiri dari 5 hewan uji yang pengambilan darahnya dilakukan melalui pembuluh sinus orbitalis mata.
Aktivitas ALT tikus yang terinduksi karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive oil 1:1 dengan dosis 2 mlkgBB mencapai
kadar maksimal pada jam ke –24 setelah pemberian dan mulai menurun
pada jam ke –48 Janakat dan Al-Merie, 2002. Hal ini juga mengacu
pada penelitian yang telah dilakukan oleh Martha 2009 bahwa waktu pencuplikan darah pada tikus terinduksi karbon tetraklorida 2 mlkgBB
adalah pada jam ke-24 setelah pemberian hepatotoksin.
8. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Hewan uji yang dibutuhkan sebanyak 30 ekor tikus jantan galur Wistar yang dibagi secara acak dalam 6 kelompok sama banyak
. Kelompok I kelompok
kontrol hepatotoksin diberi karbon tertraklorida yang dilarutkan dalam olive oil 1:1 dengan dosis 2 mlkgBB secara intraperitonial. Kelompok II kelompok
kontrol negatif diberi olive oil dosis 2 mlkgBB secara intraperitonial. Kelompok III kelompok kontrol dekok diberi dekok biji P. americana dosis 360,71
mgkgBB, kemudian setelah 6 jam diambil darahnya. Kelompok IV, V, dan VI kelompok perlakuan diberi dekok biji P. americana dosis 360,71 mgkgBB,
kemudian secara berturut-turut pada jam ke 1, 4 dan 6 setelah pemberian dekok dilakukan pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mlkgBB. Pada jam ke-24 setelah
pemberian karbon tetraklorida, semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas ALT dan AST.
9. Pembuatan serum
Darah diambil melalui sinus orbitalis mata hewan uji dan ditampung dalam tabung eppendrof dan didiamkan selama 15 menit, lalu disentrifugasi
selama 15 menit dengan kecepatan 5000 rpm, lalu dipisahkan bagian supernatannya.
10. Pengukuran aktivitas ALT dan AST
Micro vitalab 200 adalah alat yang digunakan untuk mengukur aktivitas ALT-AST pada serum hewan uji. Sebelum melakukan pengukuran sampel, alat
divalidasi dengan menggunakan kontrol serum RocheHitachi Cobas C series.
Kisaran nilai ALT dan AST kontrol serum RocheHitachi Cobas C series adalah 26,2-41,8 UL dan 35,4-56,6 UL untuk AST.
Pengukuran ALT dilakukan dengan mencampur 100 μl serum dengan 1000 μl reagen I, kemudian divortex selama 5 detik, didiamkan selama 2 menit,
setelah itu dicampur dengan 250 μl reagen II, kemudian divortex selama 5 detik dan dibaca serapan setelah 1 menit.
Pengukuran aktivitas AST dilakukan dengan mencampur 100 μl serum dengan 1000 μl reagen I, kemudian divortex selama 5 detik, didiamkan selama 2
menit, setelah itu dicampur dengan 250 μl reagen II, kemudian divortex selama 5 detik dan dibaca serapan setelah 1 menit.
Aktivitas ALT dan AST dinyatakan dalam UL yang diukur pada panjang gelombang 340 nm, suhu 37
C, dengan faktor koreksi -1745. Pengukuran aktivitas ALT dan AST ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data aktivitas ALT-AST diuji dengan Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui distribusi data tiap kelompok hewan uji. Apabila didapat distribusi
data yang normal maka analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah One Way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95 untuk mengetahui perbedaan masing-
masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan masing-masing antar kelompok bermakna signifikan p0,05 atau
tidak bermakna tidak signifikan p0,05. Namun bila didapatkan distribusi
tidak normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALT dan AST antar kelompok. Setelah itu
dilanjutkkan dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan tiap kelompok.
Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida diperoleh dengan rumus:
purata ALT CCl4 − purata ALT ��� � − purata ALT perlakuan − purata ALT ��� � purata ALT CCl4 − purata ALT ��� �
× 100
27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penyiapan Bahan
1. Hasil determiasi serbuk biji P. americana
Biji P. americana merupakan biji uji yang digunakan di dalam penelitian tersebut. Untuk memastikan bahwa serbuk yang digunakan dalam penelitian
tersebut adalah benar serbuk biji tanaman P. americana, maka peneliti melakukan determinasi tanaman. Determinasi tanaman dilakukan oleh Bapak Yohanes
Dwiatmaka, M.Si di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Determinasi tersebut dilakukan dengan mencocokkan
ciri-ciri makroskopis dan mikroskopis serbuk uji pembandingnya Lampiran 4. Dari determinasi ini diperoleh bukti bahwa serbuk yang peneliti gunakan dalam
penelitian tersebut adalah benar biji P. americana.
2. Penetapan kadar air serbuk kering biji P. americana
Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui kandungan air dalam serbuk, sehingga dapat diketahui apakah serbuk biji P. americana memenuhi
salah satu persyaratan serbuk yang baik atau tidak, yaitu memiliki kandungan kadar air kurang dari 10 Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
1995. Penetapan kadar air ini dilakukan dengan menggunakan metode
gravimetri dengan alat moisture balance. Dengan menggunakan metode ini, serbuk biji P. americana dipanaskan pada suhu 105
C selama 15 menit.