ANALISIS KONSUMSI DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN GAS ELPIJI DI WILAYAH KOTA SURAKARTA

(1)

commit to user

ANALISIS KONSUMSI DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN GAS ELPIJI DI WILAYAH KOTA SURAKARTA

Skripsi

Oleh :

INDAH NOVADA MAULINA NIM. I 0306005

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user vi

ABSTRAK

Indah Novada Maulina, NIM : I 0306005. ANALISIS KONSUMSI DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN GAS ELPIJI DI WILAYAH KOTA SURAKARTA. Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Oktober 2010.

Program konversi minyak tanah ke gas elpiji bukan hanya sekedar program penghematan energi, tetapi juga suatu kebijakan merubah perilaku. Hal ini terlihat dari sikap pro dan kontra masyarakat. Kondisi ini juga terjadi di kota Surakarta, dimana konversi minyak tanah ke gas elpiji baru dilakukan pada pertengahan tahun 2009. Adanya perbedaan penerimaan ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, pendapatan, pendidikan, dan sosialisasi yang didapatkan oleh masyarakat. Masalah transformasi perilaku masyarakat ini tentu juga akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi masyarakat, hal ini selaras dengan prinsip pemasaran bahwa kegiatan konsumsi dipengaruhi oleh perilaku konsumen.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku dan tingkat konsumsi masyarakat kota Surakarta dalam mengunakan gas elpiji. Untuk mengetahui hal tersebut, dilakukan dalam 4 tahapan, yaitu: penentuan sampel, kuesioner, analisis cluster dan analisis konsumsi. Dalam pengambilan jumlah sampel, menggunakan rumus Taro Yamane, yang dilanjutkan dengan teknik area

dan purposive sampling. Kuesioner mengacu pada model perilaku Kotler, dimana perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis. Analisis cluster digunakan untuk mengetahui bagaimana karakteristik masyarakat pengguna gas elpiji di kota Surakarta. Selanjutnya dilakukan perhitungan guna mengetahui berapa jumlah konsumsi gas elpiji di kota Surakarta.

Jumlah Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 400 responden. Dari hasil penelitian diketahui bahwa masyarakat Surakarta paling banyak menggunakan tabung gas ukuran 3 kg, memakai gas atas keinginan sendiri, melakukan aktivitas memasak setiap hari dan motivasi penggunaan dikarenakan praktis, murah dan mudah didapatkan. Mayoritas masyarakat menganggap gas elpiji lebih murah, mudah didapatkan, lebih ramah lingkungan dan praktis dari minyak tanah. Masyarakat pengguna gas elpiji di kota Surakarta terbagi atas 3 cluster. Cluster 1 mempunyai karakteristik usia, pendapatan dan jumlah anggota keluarga di atas rata-rata populasi. Cluster 2, usia, pendapatan dan jumlah anggota keluarga di bawah rata-rata populasi. Cluster 3, usia dan pendapatan di bawah rata-rata populasi namun jumlah anggota keluarga di atas rata-rata populasi. Konsumsi penggunaan gas elpiji tidak dipengaruhi oleh jumlah pendapatan dan usia, tetapi dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga yang dimiliki. Kebutuhan gas elpiji per keluarga sebesar 11,6 kg/bulan, konsumsi gas elpiji perorangan sebesar 2,9 kg/bulan dan konsumsi gas elpiji masyarakat kota Surakarta sebesar 1.541.582 kg/bulan.

Kata kunci : Perilaku Masyarakat, Karakteritik Masyarakat,Tingkat Konsumsi. xvii + 113 hal; 48 gambar; 13 tabel; 7 lampiran


(3)

commit to user vii

ABSTRACT

Indah Novada Maulina, NIM: I 0306005. ANALYSIS OF CONSUMPTION

AND SOCIETY BEHAVIOR TO USE LPG IN SURAKARTA. Thesis.

Surakarta: Industrial Engineering Department Faculty of Engineering, University, in October 2010.

Kerosene to LPG is not just a program energy savings, but also a policy to change behavior. This condition can seen from the attitude of the pros and cons of society. This condition also occurs in the Surakarta city , where the conversion of kerosene to LPG new conducted in mid 2009. The difference of this revenue influenced by the level of knowledge, income, education, and socialization that obtained by the public. Transformation problem society behavior is certainly also going to affect the index of public consumption, it is balance with the marketing principle that consumption activities are influenced by consumer behavior.

This purpose of this research is to determine how the behavior and index of people in Surakarta city public consumption in using LPG gas. For knowing this research , performed in 4 steps , consist of : the determination sample, questionnaire, cluster analysis and consumption analysis. In taking the sample size, used a formula Taro Yamane, who that is continued with the area and purposive sampling technique. Questionnaire reference Kotler behavioral model, where consumer behavior is influenced by cultural factors, social, personal and psychological. Cluster analysis is used to find out how the characteristics of the LPG user community in the Surakarta city. Then, calculate to find out how many LPG consumption in the Surakarta city.

There are 400 respondents which is used as sample in this research. This research produces note that the most widely used Surakarta 3 kg gas cylinder size with their own desire, to do all their activities. Their motivation use LPG because they can cook every day with practical, inexpensive and easily obtained. The majority of the people considered gas LPG is cheaper, easily available, more environmentally friendly and practical of kerosene. LPG user community in the Surakarta city can be divided into 3 clusters. Cluster 1 has the characteristics of age, revenue and number of family members above the average population. Cluster 2, age, income and family member below the average population. Cluster 3, age and income below the average population but the number of family members above the average population. The consumption of using LPG is not affected by the amount of income and age, but it influence depend on the number of their family . Based on this research, it can be known that every family needs LPG gas at 11.6 kg per month, consumption of LPG for individuals at 2.9 kg / month and the LPG consumption of urban communities Surakarta amounted to 1,541,582kg/month.

Keywords: society behavior, public characteristic, index consumption. xvii + 113 p.; 48 pictures; 13 tables; 7 attachments


(4)

commit to user

I-1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah dari penelitian, perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, tujuan dan manfaat dari penelitian yang dilakukan dan sistematika penulisan untuk menyelesaikan penelitian.

1.1 Latar Belakang

Energi memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Hampir semua sektor kehidupan (industri, rumah tangga, transportasi, jasa, dan lain-lain) tidak bisa dipisahkan dari sektor energi. Saat ini Indonesia sedang mengalami krisis energi. Berdasarkan laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada tahun 2005 rata-rata produksi minyak bumi dan kondensat sebesar 991 ribu barel per hari (bph), pada tahun 2006 sebesar 945 ribu bph, sedangkan pada tahun 2007 hanya memproduksi 896 ribu bph. Sementara itu, kebutuhan konsumsi energi nasional sekitar 1,3-1,35 juta bph. Terdapat selisih yang cukup tajam antara tingkat produksi yang ideal dengan kebutuhan. Ketimpangan antara tingkat produksi dan konsumsi energi tersebut mengakibatkan krisis energi skala nasional khususnya pada energi BBM. Hal ini membuat pemerintah mencanangkan program konversi bahan bakar khususnya konversi pengunaan minyak tanah ke gas elpiji secara bertahap (Edi, 2009).

Program konversi minyak tanah ke gas elpiji dicanangkan sebagai program peningkatan kesejahteraan rakyat, penghematan energi, serta program penghematan subsidi minyak tanah (Perpres Nomor 5 Tahun 2006). Namun pada kenyataannya, program konversi minyak tanah ke gas elpiji bukan hanya sekedar kebijakan penghematan energi, tetapi juga suatu kebijakan merubah perilaku masyarakat yang semula menggunakan minyak tanah beralih ke penggunaan elpiji. Hal ini ditandai dari sikap pro dan kontra masyarakat. Ada masyarakat yang menerima dalam artian menggunakan paket elpiji yang diberikan oleh pemerintah, dan ada juga masyarakat yang menolak untuk menggunakan paket elpiji (Mulyani, 2008). Bahkan, disinyalir terdapat sebagian masyarakat yang semula


(5)

commit to user

I-2

mencoba beralih dari minyak ke gas elpiji, kembali menggunakan bahan bakar minyak tanah (Sunarti, 2007).

Kondisi ini juga terjadi di daerah Surakarta, dimana konversi minyak tanah ke gas elpiji baru dilakukan pada pertengahan tahun 2009. Keengganan masyarakat beralih menggunakan gas elpiji dikarenakan masyarakat telah terbiasa menggunakan minyak tanah, selain untuk kebutuhan memasak juga sebagai penerangan. Minyak tanah dinilai lebih murah dan efisien,karena bisa dibeli per liter secara eceran. Gas elpiji juga dianggap kurang aman oleh masyarakat dikarenakan sering bocor dan meledak (Syaraf, 2009). Adanya perbedaan penerimaan masyarakat ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, pendapatan, tingkat pendidikan dan sosialisasi yang didapatkan oleh masyarakat (Yumantoko, 2008).

Masalah transformasi perilaku masyarakat ini tentu akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi masyarakat terhadap gas elpiji. Dimana ini selaras dengan prinsip pemasaran bahwa kegiatan konsumsi dipengaruhi oleh perilaku konsumen (Kotler, 1997). Hal ini tentu juga akan berpengaruh terhadap keberhasilan atau tercapainya target awal dari program konversi minyak tanah ke elpiji. Apalagi saat ini, pemerintah kota Surakarta akan menghadapi sistem rayonisasi elpiji yang akan mengakibatkan berkurangnya kuota yang diberikan untuk Kota Surakarta (Fid, 2010). Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat memenuhi kebutuhan elpiji sesuai dengan kebutuhan rill masyarakat Surakarta agar tidak terjadi kelangkaan gas elpiji.

Bertitik tolak dari uraian diatas maka dilakukan riset pemasaran guna mengetahui bagaimana perilaku dan tingkat konsumsi masyarakat dalam menggunakan gas elpiji dengan judul “Analisis Konsumsi Dan Perilaku Masyarakat Terhadap Penggunaan Gas Elpiji di Kota Surakarta”.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perilaku masyarakat dan indeks konsumsi dalam menggunakan gas elpiji di wilayah kotamadya Surakarta.


(6)

commit to user

I-3

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui perilaku masyarakat dalam menggunakan gas elpiji rumah tangga di wilayah kota Surakarta.

2. Mengetahui tingkat konsumsi masyarakat dalam menggunakan gas elpiji rumah tangga di wilayah kota Surakarta.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini, yaitu:

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan tentang pengendalian persediaan sumber daya energi terhadap konsumsi energi gas elpiji beberapa tahun kedepan.

2. Sebagai bahan evaluasi tingkat konsumsi gas elpji masyarakat, sehingga pemerintah dapat menjaga keseimbangan supply dan demand gas elpiji. 3. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi para distributor elpiji di

kota Surakarta dalam menentukan segmentasi konsumen.

1.5 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini dibuat batasan-batasan untuk menghindari permasalahan yang terlalu luas dan supaya hasil analisis yang didapatkan sesuai dengan tujuan. Batasan masalah yang digunakan, yaitu:

1. Responden yang diambil berdasarkan data demografi yaitu jumlah kepala keluarga, dan wilayah yang diteliti berdasarkan keurbanan suatu daerah. 2. Gas elpiji rumah tangga meliputi gas elpii dengan ukuran 3 kg dan 12 kg.

1.6 Asumsi-asumsi

Asumsi-asumsi yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu:

1. Responden memiliki interpretasi yang sama dengan maksud peneliti terhadap pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kuisioner.

2. Jawaban yang diberikan responden dapat mewakili pendapat mereka sendiri dan dilakukan atas kemauan sendiri.


(7)

commit to user

I-4

1.7 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang digunakan penulis dalam penyusunan tugas akhir ini, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang penelitian, manfaat penelitian, perumusan masalah, asumsi-asumsi, sistematika penulisan yang dipergunakan dalam penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat uraian konsep, teori dan fakta serta studi sejenis sebelumnya yang mendukung penelitian. Sumber pustaka dapat diambil dari buku, jurnal ilmiah, seminar, majalah, surat kabar, dan lain-lain.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini merupakan gambaran terstruktur tahap demi tahap proses pelaksanaan penelitian yang digambarkan dalam bentuk flow chart

dan tiap tahapnya dijelaskan secara singkat, padat dan jelas.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini menjelaskan proses pengumpulan dan validasi data-data, baik data primer (langsung) atau data sekunder (tidak langsung) dan menjelaskan proses pengolahan data.

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Bab ini berisi uraian analisis dan interpretasi hasil pengolahan data serta validasi hasil terhadap lingkungan penelitian nyata (real word)

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan serta saran-saran yang dapat diberikan sebagai hasil dari penelitian ini.


(8)

commit to user II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas konsep, teori dan fakta yang digunakan dalam penelitian sebagai landasan dan dasar pemikiran untuk membahas serta menganalisa permasalahan yang ada serta penelitian sejenis yang pernah dilakukan.

2.1 Perilaku Konsumen

Beberapa ahli mendefinisikan perilaku konsumen. Kotler (1997) menyatakan bahwa perilaku konsumen adalah bagaimana konsumen memilih, membeli dan memanfaatkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya.

Menurut Engel, et al (2003), perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat untuk mendapatkan, mengkonsumsi serta menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan tersebut. Sedangkan Hawkins, et al (2001) berpendapat bahwa perilaku konsumen merupakan studi mengenai individu, kelompok, dan organisasi serta proses mereka ketika menyeleksi, menggunakan dan menghabiskan produk, jasa, pengelolaan atau ide untuk memuaskan kebutuhan.

Sumarwan (2003) menarik kesimpulan bahwa perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi.

Perilaku konsumen merupakan hal kompleks dan dipengaruhi banyak faktor. Pendekatan pemasaran yang dilakukan oleh suatu perusahaan harus benar-benar dirancang dengan baik dengan memperhatikan faktor-faktor perilaku konsumen tersebut (Kotler, 1997).

Beberapa sifat dari perilaku konsumen yaitu: 1. Consumer Behavior Is Dynamic

Perilaku konsumen dikatakan dinamis karena proses berpikir, merasakan, dan aksi dari setiap individu konsumen, kelompok konsumen, dan perhimpunan besar konsumen selalu berubah secara konstan. Sifat yang dinamis demikian menyebabkan pengembangan strategi pemasaran menjadi sangat menantang


(9)

commit to user II-2

sekaligus sulit. Suatu strategi dapat berhasil pada suatu saat dan tempat tertentu tapi gagal pada saat dan tempat lain. Karena itu suatu perusahaan harus senantiasa melakukan inovasi-inovasi secara berkala untuk meraih konsumennya.

2. Consumer Behavior Involves Interactions

Dalam perilaku konsumen terdapat interaksi antara pemikiran, perasaan, dan tindakan manusia, serta lingkungan. Semakin dalam suatu perusahaan memahami bagaimana interaksi tersebut mempengaruhi konsumen semakin baik perusahaan tersebut dalam memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen serta memberikan value atau nilai bagi konsumen.

3. Consumer Behavior Involves Exchange

Perilaku konsumen melibatkan pertukaran antara manusia. Dalam kata lain seseorang memberikan sesuatu untuk orang lain dan menerima sesuatu sebagai gantinya.

2.1.1 Proses Keputusan Pembelian Konsumen

Konsumen akan melalui beberapa tahapan dalam melakukan tindakan pembelian sampai akhirnya konsumen memutuskan apakah ia akan membeli atau tidak. Menurut Kotler (2008), ada lima tahap yang dilalui konsumen dalam proses pembelian, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Secara skematik, tahapan tersebut dapat ditunjukkan dalam gambar 2.1.

Gambar 2.1 Proseskeputusan pembelian konsumen

Sumber: Kotler, 2008

Model ini menekankan proses pembelian sejak sebelum pembelian sampai setelah pembelian. Setiap konsumen akan melewati kelima tahap ini untuk setiap pembelian yang mereka buat. Konsumen membalik tahap-tahap tersebut pada pembelian yang lebih rutin. Uraian mengenai proses keputusan pembelian dijelaskan dibawah ini :


(10)

commit to user II-3 1. Pengenalan Masalah

Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Menurut Kotler (2007), kebutuhan dapat dicetuskan oleh stimulus, baik internal maupun eksternal. Stimulus internal adalah kebutuhan dasar yang timbul dari dalam diri seperti lapar, haus dan sebagainya. Sedangkan stimulus eksternal adalah kebutuhan yang ditimbulkan karena dorongan eksternal. Sedangkan menurut Engel, et al (2003), pengenalan kebutuhan pada akhirnya bergantung pada berapa banyak ketidaksesuaian yang ada di antara keadaan aktual (situasi konsumen sekarang) dengan keadaan yang diinginkan. Ketika ketidaksesuaian ini melebihi tingkat atau ambang tertentu, maka kebutuhan akan dikenali.

2. Pencarian Informasi

Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Menurut Engel, et al (2003), konsumen akan mencari informasi yang tersimpan di dalam ingatannya (pencarian internal) atau melakukan pengumpulan informasi dari lingkungan sekitarnya (pencarian eksternal). Pencarian internal adalah pencarian informasi melalui ingatan untuk melihat pengetahuan yang relevan dengan keputusan. Apabila pencarian internal tidak mencukupi, maka konsumen memutuskan untuk mencari informasi tambahan melalui pencarian eksternal dari lingkungan.

3. Evaluasi Alternatif

Menurut Engel et, al (2003), tahap ini didefinisikan sebagai proses dimana suatu alternatif pilihan dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Untuk memilih alternatif, konsumen akan menggunakan beberapa kriteria evaluasi yang berbeda, misalnya nama, merek, asal produk dan sebagainya. Dengan kriteria tersebut konsumen akan memilih salah satu dari beberapa alternatif yang ada. Sedangkan menurut Kotler (2007), proses evaluasi konsumen adalah proses yang berorientasi kognitif, yaitu mereka menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk terutama berdasarkan kesadaran dan rasional. Beberapa konsep dasar dalam memahami proses evaluasi konsumen yaitu pertama konsumen berusaha memenuhi suatu kebutuhan, kedua konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk dan


(11)

commit to user II-4

ketiga konsumen memandang setiap produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan.

4. Keputusan Pembelian

Pembelian menurut Engel, et al (2003), yaitu suatu proses keputusan konsumen apabila memperoleh alternatif yang dipilih atau pengganti dapat diterima bila perlu. Menurut Kotler (2007), dalam tahap evaluasi konsumen membentuk preferensi atas merek-merek dalam kumpulan pilihan. Selanjutnya konsumen membentuk niat untuk membeli produk yang paling disukai.

Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi antara niat pembelian dan keputusan pembelian (gambar 2.2). Faktor pertama adalah faktor sikap atau pendirian orang lain. Faktor ini mempengaruhi alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain tersebut. Semakin kuat sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang lain tersebut dengan konsumen, maka konsumen akan semakin menyesuaikan maksud pembeliannya. Faktor kedua yang dapat mempengaruhi niat pembelian dan keputusan pembelian adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi. Adanya faktor ini akan dapat mengubah rencana pembelian suatu produk yang akan dilakukan konsumen.

Gambar 2.2 Tahap-tahap antara evaluasi alternatif dan keputusan

pembelian

Sumber: Kotler, 2008

5. Perilaku Pasca Pembelian

Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami tingkat kepuasan atau ketidakpuasan tertentu (Kotler, 2007). Sehingga tugas pemasar tidak


(12)

commit to user II-5

cukup berakhir saat produk dibeli, melainkan berlanjut hingga periode pasca pembelian. Dalam hal ini pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian dan pemakaian serta pembuangan pasca pembelian. Menurut Mowen dan Minor (1998), kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai keseluruhan sikap konsumen yang didapatkan dari barang dan jasa setelah mereka menggunakannya. Kepuasan berfungsi mengukuhkan loyalitas pembeli, sementara ketidakpuasan dapat menyebabkan keluhan, komentar negatif dan upaya untuk menuntut ganti rugi melalui sarana hukum. Hal ini merupakan suatu upaya untuk mempertahankan pelanggan yang menjadi unsur penting dalam strategi pemasaran.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Mempelajari dan menganalisis perilaku konsumen bukanlah suatu yang mudah dilakukan karena terdapat banyak faktor yang berpengaruh dan saling berinteraksi satu sama lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan membeli dan mengkonsumsi suatu produk tertentu adalah kebudayaan, sosial, personal dan psikologikal (Kotler, 2008), yang dapat dilihat pada gambar 2.3.

Budaya

Budaya

Sosial

Kelompok referensi

Pribadi

Usia Psikologis

Subbudaya Keluarga

Tahap siklus hidup Motivasi

Pekerjaan Persepsi

Situasi Ekonomi Pembelajaran Pembeli

Kelas

sosial Peran dan status

Gaya hidup Kepercayaan

Kepribadian Sikap

Konsep diri

Gambar 2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen

Sumber: Kotler, 2008

Peran faktor-faktor tersebut berbeda untuk produk yang berbeda. Dengan kata lain, ada faktor yang dominan pada pembelian suatu produk sementara faktor lain kurang bepengaruh. Contoh, pilihan wanita terhadap lipstik kurang dipengaruhi oleh keluarga, yang mungkin berpengaruh adalah faktor sosial lain, misalnya lingkungan pergaulan. Contoh lain, dalam menentukan tempat kuliah,


(13)

commit to user II-6

faktor keluargalah yang paling berpengaruh. Faktor kebudayaan kecil pengaruhnya (Simamora, 2002).

A. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan merupakan faktor yang berpengaruh paling luas dan mendalam pada perilaku konsumen. Yang termasuk ke dalam faktor kebudayaan adalah budaya (suatu simbol dan fakta yang kompleks yang diciptakan manusia dan diturunkan dari generasi ke generasi sebagai penentu dan pengatur perilaku manusia dalam masyarakat yang ada), sub budaya (ciri sosialisasi yang khas bagi masing-masing anggotanya yaitu bangsa, ras, geografi), dan kelas sosial (kelas dimana orang tersebut berada), dimana kesemuanya turut mempengaruhi perilaku konsumen.

1. Budaya

Budaya adalah penyebab keinginan dan perilaku seseorang yang paling dasar. Makhluk paling rendah biasanya dituntun oleh naluri. Sedangkan manusia, perilaku biasanya dipelajari dri lingkungan sekitarnya. Sehingga nilai, persepsi, preferensi dan perilaku antara seseorang yang tinggal pada daerah tertentu dapat berbeda dengan orang lain yang berada dilingkungan yang lain pula. Sehingga pemasar sangat berkepentingan untuk melihat pergeseran budaya tersebut agar dapat menyediakan produk-produk baru yang diinginkan konsumen.

2. Sub Budaya

Budaya mempunyai kelompok-kelompok sub budaya yang lebih kecil yang merupakan identifikasi dan sosialisasi yang khas untuk perilaku anggotanya atau sekelompok orang yang berbagi sistem nilai berdasarkan pengalaman hidup dan situasi yang umum. Sub budaya meliputi kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Seperti kelompok kebangsaan yang bertempat tinggal disuatu daerah mempunyai cita rasa dan minat etnik yang khas. Demikian pula halnya dengan kelompok keagamaan. Daerah geografi adalah daerah subbudaya tersendiri. Banyaknya subbudaya ini merupakan segmen yang penting dan pemasar sering menemukan manfaat dengan merancang produk yang disesuaikan dengan kebutuhan subbudaya tersebut.


(14)

commit to user II-7 3. Kelas Sosial

Kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang relatif permanen dan teratur dalam suatu masyarakat yang anggotanya memiliki nilai, minat dan perilaku yang sama. Kelas sosial tidak hanya ditentukan hanya oleh satu faktor, seperti pendapatan, tetapi diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kekayaan dan variabel lain. Dalam beberapa sistem sosial, anggota kelas yang berbeda memegang peran tertentu dan tidak dapat mengubah posisi sosial mereka. Kelas sosial juga memperlihatkan preferensi produk dan merk yang berbeda.

B. Faktor Sosial

Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial seperti referensi keluarga, peranan, dan status sosial konsumen.

1. Kelompok referensi

Perilaku seseorang banyak dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil. Kelompok yang berpengaruh langsung dan dimana seseorang menjadi anggotanya disebut kelompok keanggotaan. Sebaliknya, kelompok referensi bertindak sebagai titik perbandingan atau titik referensi langsung (berhadapan) atau tidak langsung dalam membentuk sikap atau perilaku seseorang. Orang sering dipengaruhi oleh kelompok referensi dimana ia tidak menjadi anggotanya. Pemasar dalam hal ini berupaya mengidentifikasikan kelompok referensi dari pasar sasarannya. Kelompok ini dapat mempengaruhi orang pada perilaku dan gaya hidup. Mereka dapat mempengaruhi pilihan produk dan merk yang akan dipilih seseorang 2. Keluarga

Anggota keluarga bisa sangat mempengaruhi perilaku pembeli. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat. Keluarga orientasi adalah keluarga yang terdiri dari orang tua yang memberikan arah dalam hal tuntutan agama, politik ekonomi dan harga diri.

3. Peran dan Status

Seseorang dapat menjadi anggota banyak kelompok seperti keluarga, klub, dan organisasi. Posisi seseorang dalam masing-masing kelompok dapat


(15)

commit to user II-8

didefinisikan dalam peran dan status. Peran terdiri dari kegiatan yang diharapkan dilakukan seseorang sesuai dengan orang-orang di sekitarnya. Masing-masing peran membawa status yang mencerminkan nilai umum yang diberikan kepadanya oleh masyarakat. Orang biasanya memilih produk sesuai dengan perandan status mereka.

C. Faktor Personal

Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor personal seperti umur dan siklus hidup, pekerjaan, kondisi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri.

1. Umur dan Siklus Hidup

Orang akan mengubah barang atau jasa yang mereka beli sepanjang kehidupan meraka. Kebutuhan dan selera seseorang akan berubah sesuai dengan usia. Pembelian dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga. Sehingga pemasar hendaknya mengembangkan produk dan rencana pemasaran yang sesuai untuk setiap tahap itu.

2. Pekerjaan

Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Dengan demikian pemasar dapat mengidentifikasikan kelompok yang berhubungan dengan jabatan yang mempunyai minat di atas rata-rata terhadap produk mereka.

3. Kondisi Ekonomi

Keadaan ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan produk. Pemasar barang-barang yang sensitif terhadap pendapatan dapat memperhatikan gejala pendapatan pribadi, tabungan, dan suku bunga. Jika indikator ekonomi menunjukka resesi, pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang, mereposisi, dan menetapkan harga kembali untuk produk mereka secara seksama.

4. Gaya Hidup

Orang yang berasal dari sub budaya, kelas sosial dan pekerjaan yang sama mungkin mempunyai gaya hidup yang cukup berbeda. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan dalam keadaan psikografisnya. Gaya hidup melibatkan pengukuran dimensi utama pelanggan yaitu


(16)

commit to user II-9

kegiatan, minat dan pendapatnya. Gaya hidup menangkap sesuatu yang lebih dari sekedar kelas sosial atau kepribadian seseorang. Gaya hidup menampilkan profil seluruh pola tindakan dan interaksi seseorang di dunia. Jika digunakan secara cermat, konsep gaya hidup data membantu pemasar memahami nilai konsumen yang berubah dan bagaimana gaya hidup mempengaruhi perilaku pembelian.

5. Kepribadian dan Konsep Diri

Kepribadian setiap orang yang berbeda-beda mempengaruhi perilaku pembeliannya. Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologi unik yang menyebabkan respon yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan orang itu sendiri. Kepribadian biasanya digambarkan dalam karakteristik perilaku seperti kepercayaan diri, dominasi, kemampuan bersosialisasi, dan sifat agresif. Kepribadian dapat digunakan untuk menganalisis perilaku konsumen untuk produk atau pilihan merk tertentu.

D. Faktor Psikologis

Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti motivasi, persepsi, proses belajar, sikap dan kepercayaan.

1. Motivasi

Sesorang senantiasa mempunyai banyak kebutuhan. Salah satunya dalah kebutuhan biologis, timbul dari dorongan tertentu seperti rasa lapar, haus dan ketidaknyamanan. Kebutuhan lainya adalah kebutuhan psikologis, timbul dari kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa memiliki. Kebutuhan menjadi motif ketika kebutuhan itu mencapai tingkat intensitas yang kuat. Motivasi adalah kebutuhan dengan tekanan kuat yang mengarahkan seseorang mencari kepuasan.

2. Persepsi

Seseorang yang termotivasi akan siap bereaksi. Bagaimana seseorang itu akan bertindak dipengaruhi oleh persepsi mengenai situasi. Dua orang dalam kondisi motivasi yang sama dan tujuan situasi yang sama mungkin bertindak secara berbeda karena perbedaan persepsi meraka terhadap situasi ini. Persepsi adalah proses dimana individu memilih, mengatur dan


(17)

commit to user II-10

menginterpretasikan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti mengenai dunia.

3. Proses Belajar

Proses belajar menjelaskan perubahan alam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman dan kebanyakan perilaku manusia adalah hasil proses belajar. Secara teori pembelajaran seseorang dihasilkan melalui dorongan, rangsangan, isyarat, tanggapan, dan penguatan. Para pemasar dapat membangun permintaan akan produk dengan menghubungkannya dengan dorongan yang kuat, dengan menggunakan isyarat motivasi dan memberikan penguatan positif.

4. Sikap dan Kepercayaan

Dengan melalui proses belajar, seseorang akan mempunyai sikap dan kepercayaan tertentu. Sikap adalah kesiapan mental yang diorganisasikan melalui pengalaman dan memiliki pengaruh tertentu pada tanggapan seseorang terhadap suatu objek dan situasi yang berhubungan dengannya. Kepercayaan konsumen terhadap suatu produk akan terbentuk melalui sikap positif terhadap produk, yang didukung dengan adanya pengenalan dan pemahaman yang baik terhadap produk tersebut. Selain itu, kepercayaan terhadap produk juga dipengaruhi oleh faktor kepuasan yang diperoleh konsumen. Kepercayaan terhadap produk akan membawa konsumen tetap membeli atau menggunakan produk tersebut (Simamora, 2002).

2.2 Konversi Minyak Tanah Ke Gas Elpiji 2.2.1 Pengertian Minyak Tanah dan Gas Elpiji

Minyak tanah yang sering digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak atau penerangan merupakan cairan bahan bakar yang jernih, tidak berwarna, tidak larut dalam air, berbau, dan mudah terbakar. Minyak tanah termasuk dalam golongan petroleum terdestilasi hidrokarbon. Memiliki berat jenis 0,79, titik didih 1630 C – 2040 C, dan titik beku 540 C.

Liquefied Petroleum Gas (LPG) merupakan gas hasil produksi dari kilang minyak dan kilang gas, yang komponen utamanya adalah gas propane (C3H8) dan


(18)

commit to user II-11

butana (C4H12) yang dicairkan. Elpiji lebih berat dari udara dengan berat jenis sekitar 2,01, tekanan uap elpiji cair dalam tabung sekitar 5,0 – 6,2 Kg / Cm2.

2.2.2 Pengertian Konversi Tanah Ke Gas Elpiji

Konversi minyak tanah ke gas elpiji adalah sebuah transisi perubahan pemakaian energi dari yang semula menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar utama kini menggunakan gas elpji. Program ini mulai disosialisasikan oleh pemerintah pada pertengahan tahun 2006. Program ini diluncurkan dengan tujuan selain untuk menghemat anggaran pemerintah, juga untuk menghemat pengeluaran keluarga dan rumah tangga.

Ada beberapa pengertian konversi minyak tanah yang diungkapkan oleh beberapa tokoh ekonomi yang sekilas tampak berbeda, namun sebenarnya memiliki inti yang sama.

Menurut Anggito Abimanyu, Kepala Badan Fiskal (BKF) Departemen Keuangan, mengungkapkan bahwa :

Konversi minyak tanah merupakan upaya mengerem peningkatan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi melalui penyediaan tabung gas dan sosialisasi.

Pendapat tersebut serupa dengan yang disampaikan oleh Fadhil Hasan, Ekonomi Senior Indef ini mengungkapkan bahwa :

Program konversi minyak tanah menjadi elpiji merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi beban subsidi bahan bakar minyak sehingga dapat mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah.

Sedangkan menurut Pertamina sebagai salah satu pihak yang ditunjuk pemerintah dalam pelaksanaan program konversi minyak tanah ke elpiji mengungkapkan bahwa :

Program konversi minyak tanah ke gas elpiji merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi subsidi BBM, dengan mengalihkan minyak tanah ke elpiji. Program ini diimplementasikan dengan membagikan paket tabung elpiji beserta isinya, kompor gas dan aksesorinya kepada rumah tangga dan usaha mikro pengguna minyak tanah.

Tidak banyak ahli atau pakar yang mengungkapkan definisi konversi minyak tanah ke elpiji, namun dari tiga pendapat yang diuraikan tersebut dapat dikatakan bahwa pada intinya konversi minyak tanah ke elpiji merupakan


(19)

commit to user II-12

program yang dibuat oleh pemerintah sebagai upaya untuk menghemat bahan baker bersubsidi melalui penggunaan gas elpiji yang dinilai lebih irit.

2.2.3 Alasan Dilakukannya Prrogram Konversi Minyak Tanah Ke elpiji

Beberapa hal yang menjadi alasan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan tentang program konversi minyak tanah antara lain :

1. Subsidi elpiji lebih rendah daripada subsidi minyak tanah. 2. Elpiji lebih sulit dioplos dan disalahgunakan.

3. Elpiji lebih bersih daripada minyak tanah, sehingga dapat mengurangi tingkat polusi udara.

4. Subsidi elpiji sudah berhasil diterapkan di negara –negara lain seperti India dan Brasil.

5. Pelaksana program konversi minyak tanah ke elpiji.

Pemerintah menunjuk beberapa pihak atau instansi sebagai pelaksana program konversi minyak tanah ke elpiji, sehingga program tersebut dapat berjalan sesuai dengan harapan pemerintah, pihak atau instansi yang ditunjuk oleh pemerintah tersebut, yaitu :

1. Kementrian Negara Koperasi dan UKM (KUKM)

Instansi ini bertugas mengadakan kompor dan aksesorinya berupa regulator dan selang serta mendistribusikannya bersama tabung dari pertamina.

2. PT. Pertamina (Persero)

Pertamina dalam program ini bertugas untuk :

a. Menyediakan tabung elpiji 3 kg untuk perdana ditambah kebutuhan tabung untuk rolling.

b. Menyediakan gas elpiji 3 kg sebagai pengganti minyak tanah. c. Mempersiapkan infrastruktur dan jalur distribusinya.

3. Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan

Instansi ini bertugas untuk melakukan sosialisasi program peralihan penggunaan minyak tanah ke elpiji.

2.2.4 Sasaran Program Konversi Minyak Tanah Ke Gas Elpiji

1. Rumah tangga

Rumah tangga yang berhak menerima paket elpiji 3 kg beserta kelengkapannya harus memenuhi persyaratan persyaratan dan kriteria sebagai berikut :


(20)

commit to user II-13 a. Ibu rumah tangga

b. Pengguna minyak tanah murni

c. Kelas sosial C1 ke bawah (Pengeluaran konsumsi 1,5 juta / bulan)

d. Penduduk resmi setempat dengan melampirkan KTP atau KK atau surat keterangan dari kelurahan setempat.

2. Usaha Mikro

Usaha mikro yang berhak menerima paket elpiji 3 kg beserta kelengkapannya harus memenuhi persyaratan dan kriteria sebagai berikut :

a. Usaha mikro tersebut merupakan pengguna minyak tanah untuk bahan baker memasak dalam usahanya.

b. Penduduk resmi setempat dengan melampirkan KTP atau KK atau surat keterangan dari kelurahan setempat.

c. Melampirkan surat keterangan usaha dari kelurahan setempat.

2.2.5 Dasar Pelaksanaan Program Konversi Minyak Tanah Ke Gas Elpiji

1. Surat Menteri ESDM, No. 3249/26/mem/2006, tanggal 31 Agustus 2006. Perihal: Hasil rapat Koordinasi Terbatas yang dipimpin oleh Wakil Presiden mengenai diversifikasi minyak tanah ke elpiji (pertamina dituntut untuk melaksanakan konversi minyak tanah ke elpiji bagi konsumen rumah tangga). 2. Surat Wakil Presiden RI No. 20/WP/9/2006, tanggal 1 September 2006.

Perihal: Konversi pemakaian minyak tanah ke elpiji.

2.3 Teknik Sampling

Dalam suatu penelitian, jumlah keseluruhan unit analisis, yaitu objek yang akan diteliti, disebut populasi. Secara ideal, sebaiknya kita meneliti seluruh anggota populasi. Akan tetapi, seringkali populasi penelitian sangat besar sehingga tidak mungkin untuk diteliti seluruhnya dengan waktu, biaya dan tenaga yang tersedia. Dalam keadaan demikian, maka penelitian dilakukan terhadap sampel, yaitu sebagian dari populasi yang telah memenuhi kriteria untuk diteliti. Keuntungan dari teknik sampling antara lain mengurangi biaya, mempercepat waktu penelitian dan dapat memperbesar ruang lingkup penelitian (Singarimbun, 1995).


(21)

commit to user II-14

2.3.1 Menentukan Populasi dan Ukuran Sampel

Populasi ialah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 1997). Populasi dalam setiap penelitian harus disebutkan secara jelas yaitu yang berkenaan dengan besarnya anggota populasi serta wilayah penelitian yang dicakup. Tujuan diketahuinya ukuran populasi ialah agar kita dapat menentukan besarnya ukuran sampel yang diambil dari anggota populasi dan membatasi berlakunya daerah generalisasi. Terdapat banyak rumus dalam menentukan ukuran sampel diantaranya, rumus empiris oleh Issac dan Michael (Sukardi, 2004), rumus Slovin (Umar, 2004) dan Taro Yamane (Rahmat, 2001).

2.3.2 Teknik Pengambilan Sampling

Terdapat banyak cara untuk memperoleh sampel yang diperlukan dalam penelitian. Ada 2 macam metode pengambilan sampel (Aaker, 1995) yaitu pengambilan sampel secara acak (probability sampling) dan pengambilan sampel secara tidak acak (nonprobability sampling).

A. Probability Sampling

probability sampling adalah cara pengambilan sampling yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi, memiliki peluang yang spesifik dan bukan nol untuk terpilih sebagai sampel. Pengambilan sampel secara acak, terdiri dari:

1. Pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling), adalah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga setiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Peluang yang dimiliki oleh setiap unit penelitian untuk dipilih sebagai sampel sebesar n/N, yakni ukuran sampel yang dikehendaki dibagi dengan ukuran populasi.

2. Pengambilan sampel acak sistematis (systematic sampling), adalah suatu teknik pengambilan sampel dimana titik mula pengambilan sampel dipilih secara random dan kemudian setiap nomor dengan interval tertentu dari daftar populasi dipilih sebagai sampel.


(22)

commit to user II-15

3. Pengambilan sampel acak terstratifikasi (stratified sampling), adalah suatu teknik pengambilan sampel dimana terlebih dahulu dilakukan pembagian anggota populasi ke dalam kelompok-kelompok kemudian sampel diambil dari setiap kelompok tersebut secara acak. Stratifikasi atau pembagian ini dapat dilakukan berdasarkan ciri/karakteristik tertentu dari populasi yang sesuai dengan tujuan penelitian.

4. Pengambilan sampel kelompok (cluster sampling), adalah suatu teknik pengambilan sampel dimana sampling unitnya bukan individual melainkan kelompok individual (cluster) berdasar ciri/karakteristik tertentu. Selanjutnya dari cluster-cluster yang ada, dipilih satu cluster secara acak, kemudian diambil sampel secara acak dari cluster terpilih ini. Hal ini dimungkinkan karena masing-masing cluster dianggap homogen sehingga tidak diperlukan dilakukan pengambilan sampel pada semua cluster.

5. Pengambilan sampel secara bertahap (double sampling), adalah suatu teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara bertahap. Tahap pertama dilakukan untuk mendapatkan informasi awal. Tahap selanjutnya dilakukan wawancara ulang dengan tambahan untuk mendapatkan informasi yang lebih detail.

6. Pengambilan sampel berdasarkan wilayah (area sampling). Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV ingin mengetahui tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan, teknik pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat. Prosedurnya :

1. Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat) – Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa.

2. Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten?, Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?)

3. Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.

4. Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random.


(23)

commit to user II-16

Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya, bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.

B. Non Probability Sampling

Pengambilan sampel secara tidak acak (non probability sampling) adalah metode sampling yang setiap anggota populasinya tidak memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel, bahkan probabilitas anggota populasi tertentu untuk terpilih tidak diketahui. Pengambilan sampel secara tidak acak terdiri dari: 1. Accidental sampling (convenience sampling), adalah suatu teknik

pengambilan sampel dimana sampel yang diambil merupakan sampel yang paling mudah diperoleh atau dijumpai.

2. Purposive sampling (judgmental sampling), adalah suatu teknik pengambilan sampel dimana pemilihan sampel dilakukan dengan memilih orang-orang yang terseleksi oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri khusus yang dimiliki sampel tersebut yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

3. Quota sampling, adalah suatu teknik pengambilan sampel dimana sampel diambil dari suatu sub populasi yang mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu dalam batasan jumlah atau kuota tertentu yang diinginkan.

4. Snowball sampling, adalah suatu teknik pengambilan sampel yang sangat sesuai digunakan untuk mengetahui populasi dengan ciri-ciri khusus yang sulit dijangkau. Pemilihan pertama dilakukan secara acak, kemudian setiap responden yang ditemui diminta untuk memberikan informasi mengenai rekan-rekan lain yang mempunyai kesamaan karakteristik yang dibutuhkan.

2.4 Metode Pengumpulan Data

Data dapat dikumpulkan dengan beberapa cara, dengan cara dan sumber yang berbeda. Metode pengumpulan data terdiri dari:

2.4.1 Wawancara

Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in–depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara


(24)

commit to user II-17

pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang peneliti saat mewawancarai responden adalah intonasi suara, kecepatan berbicara, sensitifitas pertanyaan, kontak mata, dan kepekaan nonverbal. Dalam mencari informasi, peneliti melakukan dua jenis wawancara, yaitu autoanamnesa (wawancara yang dilakukan dengan subjek atau responden) dan aloanamnesa (wawancara dengan keluarga responden). Beberapa tips saat melakukan wawancara adalah mulai dengan pertanyaan yang mudah, mulai dengan informasi fakta, hindari pertanyaan multiple, jangan menanyakan pertanyaan pribadi sebelum building raport, ulang kembali jawaban untuk klarifikasi, berikan kesan positif, dan kontrol emosi negatif.

2.4.2 Observasi

Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut. Bungin (2007) mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur.

1. Observasi partisipasi (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan dimana observer atau peneliti benar-benar terlibat dalam keseharian responden.

2. Observasi tidak berstruktur adalah observasi yang dilakukan tanpa menggunakan guide observasi. Pada observasi ini peneliti atau pengamat harus mampu mengembangkan daya pengamatannya dalam mengamati suatu objek.


(25)

commit to user II-18

3. Observasi kelompok adalah observasi yang dilakukan secara berkelompok terhadap suatu atau beberapa objek sekaligus.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam observasi adalah topografi, jumlah dan durasi, intensitas atau kekuatan respon, stimulus kontrol (kondisi dimana perilaku muncul), dan kualitas perilaku.

2.4.3 Kuesioner

Kuesioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan analis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik beberapa orang utama di dalam organisasi yang bisa terpengaruh oleh sistem yang diajukan atau oleh sistem yang sudah ada. Dengan menggunakan kuesioner, analis berupaya mengukur apa yang ditemukan dalam wawancara, selain itu juga untuk menentukan seberapa luas atau terbatasnya sentimen yang diekspresikan dalam suatu wawancara.

a. Penggunaan kuesioner tepat bila :

1. Responden (orang yang merespon atau menjawab pertanyaan) saling berjauhan.

2. Melibatkan sejumlah orang di dalam proyek sistem, dan berguna bila mengetahui berapa proporsi suatu kelompok tertentu yang menyetujui atau tidak menyetujui suatu fitur khusus dari sistem yang diajukan.

3. Melakukan studi untuk mengetahui sesuatu dan ingin mencari seluruh pendapat sebelum proyek sistem diberi petunjuk-petunjuk tertentu.

4. Ingin yakin bahwa masalah-masalah dalam sistem yang ada bisa diidentifikasi dan dibicarakan dalam wawancara tindak lanjut.

b. Jenis pertanyaan dalam kuisoner

Perbedaaan pertanyaan dalam wawancara dengan pertanyaan dalam kuesioner adalah dalam wawancara memungkinkan adanya interaksi antara pertanyaan dan artinya. Dalam wawancara analis memiliki peluang untuk menyaring suatu pertanyaan, menetapkan istilah-istilah yang belum jelas, mengubah arus pertanyaan, memberi respons terhadap pandanmgan yang rumit dan umumnya bisa mengontrol agar sesuai dengan konteksnya. Beberapa diantara peluang-peluang diatas juga dimungkinkan dalam kuesioner. Jadi bagi penganalisis pertanyaan-pertanyaan harus benar-benar jelas, arus pertanyaan masuk akal,


(26)

commit to user II-19

pertanyaan-pertanyaan dari responden diantisipasi dan susunan pertanyaan direncanakan secara mendetail. Jenis-jenis pertanyaan dalam kuesioner, sebagai berikut:

1. Pertanyaan terbuka: pertanyaan-pertanyaan yang memberi pilihan-pilihan respons terbuka kepada responden. Pada pertanyaan terbuka antisipasilah jenis respons yang muncul. Respons yang diterima harus tetap bisa diterjemahkan dengan benar.

2. Pertanyaan tertutup: pertanyaan-pertanyaan yang membatasi atau menutup pilihan-pilihan respons yang tersedia bagi responden.

c. Petunjuk-petunjuk yang harus diikuti saat memilih bahasa untuk kuesioner adalah sebagai berikut :

1. Gunakan bahasa responden kapanpun bila mungkin. Usahakan agar kata-katanya tetap sederhana.

2. Bekerja dengan lebih spesifik lebih baik daripada ketidak-jelasan dalam pilihan kata-kata. Hindari menggunakan pertanyaan-pertanyaan spesifik. 3. Pertanyaan harus singkat.

4. Jangan memihak responden dengan berbicara kapada mereka dengan pilihan bahasa tingkat bawah.

5. Hindari bias dalam pilihan kata-katanya. Hindari juga bias dalam pertanyaan –pertanyaan yang menyulitkan.

6. Berikan pertanyaan kepada responden yang tepat (maksudnya orang-orang yang mampu merespons). Jangan berasumsi mereka tahu banyak.

7. Pastikan bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut secara teknis cukup akurat sebelum menggunakannya.

8. Gunakan perangkat lunak untuk memeriksa apakah level bacaannya sudah tepat bagi responden.

d. Skala Dalam Kuesioner

Penskalaan adalah proses menetapkan nomor-nomor atau simbol-simbol terhadap suatu atribut atau karakteristik yang bertujuan untuk mengukur atribut atau karakteristik tersebut. Alasan penganalisis sistem mendesain skala adalah sebagai berikut :


(27)

commit to user II-20

1. Untuk mengukur sikap atau karakteristik orang-orang yang menjawab kuesioner.

2. Agar respoden memilih subjek kuesioner.

Menurut Hair (1988) ada empat macam skala yang dapat digunakan, sebagai berikut:

1. Nominal

Skala nominal digunakan untuk mengklasifikasikan sesuatu. Skala nominal merupakan bentuk pengukuran yang paling lemah, umumnya semua analis bisa menggunakannya untuk memperoleh jumlah total untuk setiap klasifikasi. Contoh : Apa jenis perangkat lunak yang paling sering anda gunakan ? 1 = Pengolah kata, 2 = Spreadsheet, 3 = Basis Data, 4 = Program e-mail.

2. Ordinal

Skala ordinal sama dengan skala nominal, juga memungkinkan dilakukannya kalsifikasi. Perbedaannya adalah dalam ordinal juga menggunakan susunan posisi. Skala ordinal sangat berguna karena satu kelas lebih besar atau kurang dari kelas lainnya.

3. Interval

Skala interval memiliki karakteristik dimana interval di antara masing-masing nomor adalah sama. Berkaitan dengan karakteristik ini, operasi matematisnya bisa ditampilkan dalam data-data kuesioner, sehingga bisa dilakukan analisis yang lebih lengkap.

4. Rasio

Skala rasio hampis sama dengan skala interval dalam arti interval-interval di antara nomor diasumsikan sama. Skala rasio memiliki nilai absolut nol. Skala rasio paling jarang digunakan.

e. Merancang Kuesioner

Merancang formulir-formulir untuk input data sangat penting, demikian juga merancang format kuesioner juga sangat penting dalam rangka mengumpulkan informasi mengenai sikap, keyakinan, perilaku dan karakteristik.


(28)

commit to user II-21 1. Format kuesioner sebaiknya adalah :

a. Memberi ruang kosong secukupnya,

b. Menunjuk pada jarak kosong disekeliling teks halaman atau layar. Untuk meningkatkan tingkat respons gunakan kertas berwarna putih atau sedikit lebih gelap, untuk rancangan survey web gunakan tampilan yang mudah diikuti, dan bila formulirnya berlanjut ke beberapa layar lainya agar mudah menggulung kebagian lainnya.

c. Memberi ruang yang cukup untuk respons,

d. Meminta responden menandai jawaban dengan lebih jelas.

e. Menggunakan tujuan-tujuan untuk membantu menentukan format. f. Konsisten dengan gaya.

2. Urutan Pertanyaan

Dalam mengurutkan pertanyaan perlu dipikirkan tujuan digunakannya kuesioner dan menentukan fungsi masing-masing pertanyaan dalam membantu mencapai tujuan.

a. Pertanyaan-pertanyaan mengenai pentingnya bagi responden untuk terus, pertanyaan harus berkaitan dengan subjek yang dianggap responden penting.

b. Item-item cluster dari isi yang sama. c. Menggunakan tendensi asosiasi responden.

d. Kemukakan item yang tidak terlalu kontroversial terlebih dulu.

2.5 Pengujian Data

Sebelum melakukan pengolahan data, kuesioner yang disebarkan kepada para resonden diuji datanya, yang meliputi:

2.5.1 Uji validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 1997). Validitas menunjukkan sejauh mana suatu instrumen ukur itu dapat mengukur apa yang ingin diukur. Suatu tes atau instrumen ukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi alat ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak


(29)

commit to user II-22

relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah.

Cara yang digunakan adalah dengan analisis item, dimana setiap nilai yang ada pada setiap butir pertanyaan dikorelasikan dengan nilai total seluruh butir pertanyaan untuk suatu variabel dengan menggunakan rumus korelasi product moment :

(

) ( ) ( )

( )

[

]

[

( )

2

]

Y 2 Y N 2 X 2 X N Y X XY N r S -S × S -S S × S -S = Persamaan (2.1) Dimana :

r = koefisien korelasi item dengan total pertanyaan N = jumlah responden

X = skor pertanyaan Y = skor total sampel

Nilai r yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan nilai r pada tabel r product moment. Pernyataan-pernyataan tersebut dapat dianggap valid bila memiliki konsistensi internal, yaitu mengukur aspek yang sama. Apabila dalam perhitungan ditemukan pernyataan yang tidak valid, kemungkinan pernyataan tersebut kurang baik susunan katanya atau kalimatnya, karena kalimat yang kurang baik dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda.

2.5.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu instrumen ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Singarimbun, 1995). Bila suatu instrumen ukur dipakai dua kali – untuk mengukur konsep yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka instrumen ukur tersebut reliabel. Reliabilitas diartikan sebagai tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran (Azwar, 1997).

Secara teoritis, besarnya koefisien korelasi/reliabilitas berkisar antara 0.00 – 1.00. Namun pada kenyataannya, koefisien 0.00 dan 1.00 tidak pernah tercapai dalam pengukuran, karena konsistensi (maupun ketidakkonsistensian) yang sempurna tidak dapat terjadi dalam pengukuran aspek-aspek psikologis dan sosial yang menggunakan manusia sebagai subjeknya, dimana dalam diri manusia


(30)

commit to user II-23

terdapat berbagai sumber eror yang sangat mempengaruhi kecermatan hasil pengukuran.

Reliabilitas dapat dilakukan dengan menghitung koefisien Cronbach’s Alpha. Rumus untuk menghitung koefisien Cronbach’s Alpha adalah dengan persamaan : ÷÷ ø ö çç è æ S -= t v i v n n 1 1 a persamaan (2.2) dimana:

n = jumlah variabel/atribut vi = varians variabel/atribut vt = varians nilai total

2.5.3 Uji Outlier

Outlier adalah nilai ekstrim yang diperoleh untuk suatu variabel pada case tertentu. Pengertian ekstrim bukan merupakan ekstrim absolut tetapi ekstrim relatif terhadap sebagian besar nilai-nilai lainnya untuk variabel yang sama.

Outlier dapat dikelompokkan menjadi 4 tipe, yaitu:

1. Outlier tipe 1, outlier yang terjadi karena kesalahan prosedur seperti kesalahan memasukkan data/coding. Outlier tipe 1 sedapat mungkin harus dihilangkan. 2. Outlier tipe 2, adalah outlier yang terjadi karena kejadian yan luar biasa, yaitu

secara kebetulan terpilih nilai ekstrim. Outlier tipe 2 dapat dikeluarkan dari sampel jika tidak diinginkan ada nilai ekstrim, tentunya dengan pertimbangan yang logis.

3. Outlier tipe 3, outlier yang terjadi karena kejadian yang luar biasa dimana nilai ekstrim tersebut tidak dapat dijelaskan atau secara nalar mesnya nilai akstrim tersebut tidak pernah mucul (bukan bagian populasi). Outlier tipe 3 harus segera dikeluarkan dari sampel karena tidak logis.

4. Outlier tipe 4, outlier dimana nilainya sendiri tidak ekstrim tetapi kombinasinya dengan nilai variabel-variabel lain menjadi aneh atau tidak lumrah (outlier multivariat). Jika kombinasi ini dipandang tidak wajar atau tidak logis, maka outlier tersebut harus di keluarkan dari sampel, tetapi jika dianggap sebagai bagian dari populasi , maka outlier tersebut sebaiknya tetap diikutkan dalam sampel (Hair, 1998).


(31)

commit to user II-24

Setelah mendapatkan deskritif dari data penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan standarisasi data (z score), yang dirumuskan, sebagai berikut:

s X x

z= - persamaan (2.3)

N

x x

x x

X- = 1+ 2 + 3+....+ N

persamaan (2.4)

(

)

1

2 1

-=

å

N x x

s persamaan (2.5)

Keterangan:

z = nilai z score data

X = nilai rata-rata

σ = standar deviasi x = nilai data

N = jumlah data

Evaluasi adalah nilai ambang batas dari z-score ini berada pada rentang 3 sampai dengan 4 (Hair, dkk, 1995). Oleh karena itu kasus-kasus atau observasi-observasi yang mempunyai z-score > 3,0 akan dikategorikan

outliers.

2.6 Analisis Multivariat

Analisis multivariat adalah semua metode statistik yang secara simultan menganalisis lebih dari dua variabel. Metode-metode analisis multivariat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu:

1. Metode dependence

Metode dependence adalah metode analisis multivariat yang jelas-jelas memisahkan antara variabel dependen dan variabel independen. Dalam kelompok pertama ini, satu atau beberapa variabel diperlakukan sebagai variabel dependen sedangkan sisanya sebagai variabel independen. Yang termasuk dalam kelompok dependen adalah multiple regression analysis,

multiple discriminant analysis, logistic regression, multivariat analysis of variance (MANOVA), canonical correlation analysis dan structural equation modeling (LISRELL).


(32)

commit to user II-25 2. Metode interdependence

Metode interdependence adalah metode-metode analisis multivariat yang tidak memisahkan variabel-variabel menjadi variabel independen dan variabel dependen. Dalam kelompok ini tidak ada istilah variabel independen dan variabel dependen. Diantaranya adalah analisis faktor, cluster dan

multidimentionalscalling.

2.7 Analisis Cluster

Analisis cluster merupakan teknik multivariate yang tujuan utamanya adalah untuk mengelompokkan objek-objek berdasarkan kesamaan karakteristik yang dimiliki masing-masing objek (Hair, et al, 1998). Berdasarkan kriteria tertentu, analisis cluster mengklarisifikasikan objek (dapat berupa responden, produk, atau entity) sehingga setiap objek yang berada dalam satu grup akan bersifat saling memiliki kemiripan (homogen/similar), sedangkan objek-objek antar grup akan bersifat heterogen. Berdasarkan hal ini, analisis cluster akan berusaha meminimumkan variansi di dalam cluster (within-cluster) dan memaksimumkan variansi antar grup (between-cluster). Seperti halnya analisis faktor, pada analisis cluster tidak ada variabel yang didefinisikan bebas atau tergantung, semua variabel diperhitungkan secara simultan.

Salah satu sifat analisa cluster adalah ‘more an art than a science’ (Hair, et al, 1998) sehingga dapat dengan mudah mengalami salah terap (misapplied). Ukuran kesamaan atau logaritma yang berbeda dapat mempengaruhi hasil. Untuk mengatasi hal ini, harus dilakukan analisis cluster berulang-ulang dengan menggunakan merode yang berbeda-beda sehingga dapat menemukan pola tersembunyi dalam pengelompokan objek-objek yang ada. Menurut (Hair, et al, 1998) langkah-langkah analisis cluster dapat dibagi dalam enam tahap, yaitu:

1. Penentuan Tujuan Analisis

Tujuan analisis cluster ada tiga, yaitu taxonomy description yang merupakan analisis cluster dilakukan dengan tujuan eksplorasi (exploratory purpose), yaitu untuk mengklasifikasikan objek-objek kedalam beberapa grup. Data

simplification adalah analisis cluster yang dilakukan untuk menyederhanakan data, yaitu dengan mereduksi jumlah observasi bagi keperluan analisis


(33)

commit to user II-26

selanjutnya. Relationship identification yaitu analisis cluster yang dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kemiripan (similarity) dan perbedaan (differences)

2. Penyusunan Desain Riset Analisis

Desain riset analisis cluster meliputi pendeteksian outlier, pengukuran kemiripan objek dan penstandarisasian data. Dalam pendeteksian outlier,

outlier dapat merubah struktur asli dan menghasilkan cluster yang tidak representatif terhadap struktur populasi yang sesungguhnya, oleh karena itu pendeteksian terhadap outlier sangat diperlukan. Outlier dapat dideteksi dengan menggunakn grafik, dimana dari grafik tersebut dapat diketahui adanya objek-objek yang mempunyai profil yang berbeda, yang ditunjukkan dari nilai yang sangat ekstrim pada satu atau beberapa variabel.

Pada analisis cluster, konsep kemiripan adalah sangat mendasar. Kemiripan interobjek adalah pengukuran kesesuaian atau kemiripan antara objek yang akan dikelompokkan. Kemiripan interobjek dapat dilihat dari tiga ukuran, yaitu korelasi dan jarak untuk data metrik, serta asosiasi untuk data nonmetrik. Untuk mengetahui kemiripan dapat dilihat dari koefisien korelasi antara pasangan objek. Korelasi yang tinggi mengindikasikan kemiripan, dan sebaliknya korelasi yang rendah mengindikasikan perbedaan. Tetapi, pengukuran korelasi ini sangat jarang digunakan karena penekanan aplikasi analisis cluster adalah pada jarak objek bukan pola nilainya.

Pengukuran jarak berdasar kemiripan yang mewakili kemiripan sebagai kedekatan observasi dengan yang lain. Pengukuran jarak sesungguhnya adalah pengukuran terhadap perbedaan, dimana semakin besar nilainya menunjukkan semakin kurang kemiripannya. Jarak dikonversikan sebagai pengukuran kemiripan dengan menggunakan hubungan kebalikan. Pengukuran asosiasi berdasar kemiripan digunakan untuk membandingkan objek yang termasuk data nonmetrik (nominal dan ordinal). Pengukuran ini dapat menilai tingkat kepercayaan atau kesesuaian antara pasangan responden.

Sebelum proses penstandarisasian data dimulai, perlu ditentukan lebih dahulu apakah data perlu distandarisasikan atau tidak. Pertimbangan antara lain kebanyakan pengukuran jarak sangat peka terhadap perbedaan skala atau


(34)

commit to user II-27

besarnya variabel. Variabel dengan standar deviasi yang besar mempunyai pengaruh yang lebih terhadap nilai akhir kemiripan dan bila dilihat melalui grafik, tidak akan terlihat adanya perbedaan pada dimensi sehubungan dengan letaknya. Proses standarisasi dapat terbagi menjadi dua, yaitu standarisasi variabel dan standarisasi observasi/objek. Standarisasi variabel adalah perubahan dari setiap variabel menjadi skor standar (Z score) dengan mengurangi mean dan membaginya dengan standar deviasi setiap variabel. Standarisasi observasi dilakukan terhadap responden atau objek. Standarisasi ini sangat diperlukan, jika clustering dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi kepentingan relatif suatu variabel terhadap variabel lainnya.

Menurut Dillon dalam proses clustering, teknik yang dapat dilakukan untuk pengukuran jarak, antara lain:

a. Interval

1. Euclidian Distance

D(X,Y) =

å

(

Xi -Yi

)

2 persamaan (2.6)

2. Squared Euclidian Distance

D(X,Y) =

(

å

Xi -Yi

)

2

b. Frekuensi

1. Chi Square

D(X,Y) =

(

( )

)

( )

( )

(

)

( )

÷÷ø ö ç ç è æ -+ -

å

å

i i i i i i Y E Y E Y X E X E

X 2 2

persamaan (2.7)

c. Biner

1. Squared Euclidian Distance

D(X,Y) = b + c persamaan (2.8)

2. Euclidian Distance

D(X,Y) = b+c persamaan (2.9) 3. Pengujian Asumsi

Analisis cluster tidak termasuk teknis statistik inferensia, dimana parameter analisis ini adalah seberapa besar sampel dapat mewakili populasi. Analisis cluster mempunyai sifat matematik dan bukan dasar statistik. Syarat kenormalan, linieritas dan homogenitas tidak begitu penting karena


(35)

commit to user II-28

memberikan pengaruh yang kecil sehingga tidak perlu diuji. Adapun hal-hal yang perlu diuji adalah kerepresentatifan sampel dan multikolonieritas. Dalam kepresentatifan sampel, sampel dikumpulkan dan cluster diperoleh dengan harapan dapat mewakili struktur populasi. Baik atau tidaknya analisis cluster

sangat tergantung pada seberapa representatif sampel, sehingga sampel harus diuji kerepresentatifannya terlebih dahulu. Sementara itu, dalam multikolonieritasan, variabel-variabel yang bersifat multikolonier secara implisit mempunyai bobot lebih besar. Multikolinieritasan bertindak ebagai proses pembobotan yang berpengaruh pada analisis, sehingga variabel-variabel yang digunakan terlebih dahulu harus diuji tingkat multikolinieritasannya. 4. Pembentukan Cluster (Partisi) dan Penilaian Overall Fit

Proses partisi (partitioning) dan penilaian overall fit dimulai setelah variabel-variabel yang digunakan dipilih dan matriks korelasi dibentuk. Sebelum proses dimulai, harus dilakukan pemilihan algoritma pembentukan

cluster yang akan digunakan, dan penentuan berapa jumlah cluster yang akan dibentuk. Algoritma pembentukan cluster terdiri dari prosedur hirarki (hierarchical procedures) dan prosedur non hirarki (nonhierarchical procedures).

Teknik hirarki adalah teknik clustering yang membentuk konstruksi hirarki atau berdasarkan tingkatan tertentu seperti struktur pohon. Jadi proses pengelompokkan dilakukan secara bertingkat atau bertahap. Teknik hirarki terbagi menjadi dua, yaitu metode agglomeratif (agglomerative methods) dan metode divisive (divisive methods). Metode agglomeratif dimulai dengan pernyataan bahwa setiap objek membentuk clusternya masing-masing. Dua objek dengan jarak terdekat bergabung, selanjutnya objek ketiga akan bergabung dengan cluster yang ada atau bersama objek yang lain membentuk cluster yang lain membentuk cluster baru. Hal ini dilakukan dengan tetap memperhitungkan jarak kedekatan antar objek. Proses akan terus berlanjut hingga akhirnya terbentuk satu cluster yang terdiri dari keseluruhan objek. Sementara itu, metode divisif berlawanan dengan metode agglomeratif. Metode dimulai dengan satu cluster besar yang mencaku semua observasi (objek), kemudian objek yang memiliki ketidakmiripan besar dipisahkan sehingga


(36)

commit to user II-29

membentuk cluster yang lebih kecil, dan seterusnya untuk objek-objek yang tidak mirip lainnya. Proses pemisahan terus berlanjut hingga setiap obsevasi adalah cluster bagi dirinya sendiri.

Sementara itu, prosedur nonhirarki tidak melibatkan proses pembentukan kontruksi struktur pohon. Dimulai dengan memilih sejumlah nilai cluster awal sesuai dengan jumlah yang diinginkan kemudian objek digabungkan ke dalam cluster-cluster tersebut. Metode nonhirarki yang digunakan adalah K-Means Clustering.

5. Interpretasi Hasil

Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah karakteristik apa yang membedakan masing-masing cluster kemudian sesuai dengan tujuan, pemberian nama dilakukan berdasar apa yang dapat diberikan oleh objek pembentuk kepada masing-masing cluster tersebut. Tentunya terlebih dahulu perlu ditentukan spesifikasi/kriteria yang mendasari cluster-cluster yang telah terbentuk. Disamping itu, interpretasi dari hasil clustering dapat dilakukan terhadap grafik dendogram maupun analisis nilai koefisien agglomeratif. Jarak antar pengelompokkan sebenarnya merupakan interpretasi dari beberapa nilai kedekatan dalam menggabungkan objek dalam cluster. Kemudian perlu juga diketahui apakah faktor-faktor yang telah membentuk cluster tersebut mempunyai perbedaan pada tiap cluster. Kolom cluster menunjukkan besaran

between cluster mean dan kolom error menunjukkan besaran within cluster

mean, sehingga F dapat dihitung menggunakan persamaan, sebagai berikut:

s WithinMean

ns BetweenMea F=

persamaan (2.10) Interpretasi cluster menghasilkan lebih dari hanya suatu deskripsi. Interpretasi cluster memberikan penilaian kesesuaian cluster yang terbentuk berdasar teori prioritas atau pengalaman praktek. Dalam konfirmatori, analisis

cluster memberikan pengertian secara langsung terhadap penilaian kesesuaian.

Cluster juga memberikan langkah-langkah untuk membuat suatu penilaian dari segi signifikansi prakteknya.

6. Profiling Cluster

Tahap profiling meliputi penggambaran karakteristik dari setiap cluster


(37)

commit to user II-30

dimensi-dimensi tertentu. Analisis profil tidak memfokuskan pada apa yang secara langsung menentukan cluster tapi karakteristik cluster setelah proses identifikasi. Lebih lanjut, adanya penegasan bahwa karakteristik adalah berbeda secara signifikan terhadap cluster dan dapat memprediksi anggota-anggota cluster secara lebih spesifik.

2.8 Konsep Dan Definisi Konsumsi

Pengeluaran konsumsi masyarakat atau rumah tangga merupakan salah satu variabel makro ekonomi. Dalam identitas pendapatan nasional menurut pendekatan pengeluaran, variabel ini lazim dilambangkan dengan huruf C, inisial dari kata consumption. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari pendapatan yang di belanjakan. Apabila pengeluaran-pengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat negara yang bersangkutan. Secara makro agregat, pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Semakin besar pendapatan maka semakin besar pula pengeluaran konsumsi. Perbandingan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi terhadap pendapatan disebut hasrat marginal untuk berkonsumsi (Marginal Propensity to Consume

:MPC). Pada masyarakat yang kehidupan ekonominya relatif belum mapan biasanya angka MPC mereka relatif besar, sementara angka MPS mereka relatif kecil. Artinya jika memperoleh tambahan pendapatan maka sebagian besar tambahan pendapatan tersebut akan teralokasi atau digunakan untuk menyempurnakan konsumsinya. Hal ini sebaliknya berlaku pada masyarakat yang kehidupan ekonominya relatif lebih mapan.

Sedangkan menurut BPS, pengeluaran konsumsi adalah semua pengeluaran antara lain pengeluaran untuk makan, minum, pakaian, pesta/upacara, barang-barang tahan lama dan lain-lain yang dilakukan oleh setiap anggota rumah tangga, baik untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan rumah tangga. Besar kecilnya jumlah pengeluaran untuk konsumsi individu atau rumah tangga merupakan faktor yang turut menentukan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Meningkatnya pengeluaran individu atau rumah tangga akan mendorong peningkatan produksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tersebut.


(1)

commit to user

V-10

pada rumor bahwa elpiji atau kompor gas lebih rawan untuk meledak. Untuk masyarakat yang tidak setuju menganggap bahwa dengan penggunaan yang benar ledakan pada gas elpiji dapat dihindari apalagi saat ini pemerintah menetapkan bahwa tabung gas elpiji telah memenuhi standard Safety SNI 19-1452-2001.

5.2 Analisis Cluster

Analisis cluster dilakukan untuk mencari karakteristik perilaku masyarakat kota Surakarta dalam menggunakan gas elpiji. Dalam menggunakan gas elpiji masyarakat Surakarta terdiri dari 3 cluster. Dari tabel 4.10 perbedaan dari ketiga cluster ini akan dijelaskan, sebagai berikut:

1. Cluster 1

Cluster 1 mempunyai karakteristik usia, pendapatan dan jumlah anggota keluarga di atas rata-rata populasi. Pendidikan tamat SLTA dan PT/akademik, menggunakan gas elpiji jenis 12 kg, membeli di agen, telah menggunakan elpiji > 1 tahun, menggunakan gas elpiji untuk memasak dan wáter heater, dan motivasi pembelian dikarenakan praktis.

2. Cluster 2

Cluster 2 mempunyai karakteristik usia, pendapatan dan jumlah anggota keluarga di bawah rata-rata populasi. Pendidikan tamat SLTA, menggunakan gas elpiji jenis 3 kg dan 12 kg, membeli di warung, telah menggunakan elpiji > 1 tahun, menggunakan gas elpiji untuk memasak dan motivasi pembelian dikarenakan praktis dan murah.

3. Cluster 3

Cluster 3 mempunyai karakteristik usia dan pendapatan di bawah rata-rta populasi tetapi memiliki jumlah anggota keluarga di atas rata-rata populasi. Pendidikan tamat SLTP dan SLTA, menggunakan gas elpiji jenis 3 kg, membeli di warung, menggunakan elpiji 6 bulan - 1 tahun dan > 1 tahun, menggunakan gas elpiji untuk memasak dan motivasi pembelian dikarenakan murah, mudah didapatkan dan praktis.

Dari penjelasan perbedaan karakteristik ketiga cluster di atas, cluster 1 termasuk dalam masyarakat dengan ekonomi yang lebih mapan. Hal ini terlihat dari jumlah pendapatan di atas rata-rata, dan tingkat pendidikan tamat SLTA dan


(2)

commit to user

V-11

PT/akademik. Masyarakat pada cluster ini sudah menggunakan gas elpiji jauh sebelum pemerintah mengeluarkan kebijakan konversi gas elpiji, pemakaian >1tahun, sehingga ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan konversi gas elpiji, masyarakat pada cluster ini tidak terjadi perubahan perilaku. Hal ini pun terlihat dari motivasi dalam mengunakan gas elpiji, mereka menggunakan gas dikarenakan lebih praktis. Masyarakat cluster ini sudah tidak merasa takut dalam menggunakan gas elpiji, dikarenakan mereka menganggap ledakan dapat dihindari dengan penggunaan yang tepat. Cluster ini kebanyakan menggunakan tabung 12 Kg, karena dirasa lebih praktis tanpa harus melakukan pembelian ulang setiap minggunya, meskipun harga tabung 12 kg lebih mahal dari tabung 3 kg. Penggunaan gas pada cluster ini tidak hanya untuk kebutuhan memasak tetapi juga untuk water heater.

Cluster 3 adalah cluster yang dinilai sebagai sasaran paling potensial dilakukannya program konversi gas elpiji. Hal ini dikarenakan cluster ini mempunyai pendapatan dibawah rata-rata populasi, sedangkan jumlah anggota keluarga di atas rata-rata populasi sehingga dapat dikategorikan sebagai keluarga yang ekonominya masih rendah. Selain itu pembelian gas elpiji dimotivasi dikarenakan gas elpiji lebih murah, mudah didapatkan daripada minyak tanah. Namun kendala bagi pemerintah, cluster ini memiliki tingkat pendidikan tamat SLTP dan sebagian besar dulunya adalah pengguna minyak tanah, sehingga program konversi gas elpiji bukan hanya merubah bahan bakar dari minyak tanah ke gas elpiji tetapi juga merubah perilaku dan kebiasaan. Sebagian besar masyarakat pada cluster ini masih merasa takut dalam menggunakan gas elpiji dikarenakan tabung gas sering bocor dan meledak. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat dalam menggunakan dan mengantisipasi jika terjadi kebocoran pada tabung gas. Oleh karena itu pemerintah harus lebih meningkatkan sosialisasi guna meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap pemakaian dan perawatan produk konversi.

Cluster 2 adalah campuran cluster 1 dan 3. Hal ini terlihat dari penggunaan tabung gas dimana sebagian menggunakan tabung 3 Kg dan sebagiannya lagi menggunakan tabung 12 kg. Meskipun begitu cluster ini tetap menjadi sasaran konversi gas elpiji karena cluster ini termasuk dalam masyarakat


(3)

commit to user

V-12

menengah ke bawah, dilihat dari pendapatan di bawah rata-rata. Motivasi menggunakan gas elpiji dikarenakan praktis dan murah.

5.3 Analisis Konsumsi

Konsumsi penggunaan gas elpiji dipengaruhi oleh faktor pendapatan, jumlah anggota keluarga dan usia.

1. Pendapatan

Berdasarkan teori konsumsi, konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh tingkat pendapatan keluarga, semakin besar pendapatan maka akan semakin tinggi tingkat konsumsi suatu produk. Namun, dari gambar 4.9 ternyata pendapatan keluarga tidak berpengaruh terhadap jumlah konsumsi gas elpiji. Hal ini membuktikan bahwa gas elpji merupakan suatu barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh semua orang dan tidak terpatok terhadap jumlah pendapatan yang dimiliki.

2. Jumlah Anggota Keluarga

Dari gambar 4.13 dapat diketahui bahwa jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap jumlah konsumsi gas elpiji. Semakin banyak anggota keluarga yang dimiliki maka akan semakin besar pula konsumsi gas elpiji yang digunakan. Keluarga yang memiliki jumlah anggota 3 orang mengkonsumsi sebanyak 3 tabung dalam sebulan, keluarga yang beranggotakan 4 orang mengkonsumsi 4 tabung dalam sebulan dan keluarga yang beranggotakan 5 orang mengkonsumsi 5-6 tabung dalam sebulan. 3. Usia

Dari gambar 4.17 diketahui bahwa siklus hidup dan usia tidak berpengaruh terhadap konsumsi pemakaian gas elpiji. Hal ini membuktikan bahwa usia bukanlah batasan dalam menggunakan gas elpiji.

Berdasarkan faktor yang berpengaruh terhadap pemakaian gas elpiji yaitu jumlah anggota keluarga dapat dilakukan perhitungan indeks konsumsi gas elpiji yang digunakan oleh masyarakat Surakarta. Setelah melakukan perhitungan, maka diperoleh indeks konsumsi gas elpiji per keluarga sebesar 130.586 kcal/bulan atau 11,6 Kg/bulan, indeks konsumsi gas elpiji perorangan sebesar 32.646 kcal/bulan atau 2,9 Kg/bulan. Sedangkan jumlah gas elpiji yang dibutuhkan oleh masyarakat Surakarta 1.541.912,614 kg/bulan.


(4)

commit to user

V-13 1. Validasi terhadap real word

Berikut ini adalah grafik perbandingan antara kebutuhan gas elpiji kota Surakarta secara nyata yang diperoleh dari Pertamina (data dapat dilihat pada lampiran) dengan kebutuhan elpiji oleh peneliti, yaitu:

Gambar 5.21 Grafik konsumsi gas elpiji kota Surakarta

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara jumlah kebutuhan gas elpiji dengan stok gas elpiji dari pertamina. Setiap bulannya rata-rata pertamina menyediakan gas elpiji sebesar 2305 kl/bulan, sedangkan kebutuhan gas elpiji masyarakat kota Surakarta sebesar 1.541.912,614 kg/bulan atau 3751 kl/bulan (3kg = 7,3 liter). Terdapat selisih yang cukup besar antara tingkat produksi dengan kebutuhan masyarakat kota Surakarta. Ketimpangan antara tingkat produksi dan kebutuhan masyarakat tersebut akan menyebabkan kelangkaan gas elpiji di kota Surakarta. Besarnya jumlah gap antara kebutuhan dan produksi gas elpiji ini dikarenakan peneliti langsung mengalikan antara kebutuhan setiap keluarga berdasarkan perhitungan dengan seluruh jumlah kepala keluarga yang ada di Surakarta. Padahal kebutuhan konsumsi setiap keluarga tidak selalu bersifat linier. 2. Validasi terhadap penelitian yang telah ada

Berdasarkan hasil penelitian Yanti (2007), diperoleh energi useful sebesar 2,48 Kg/orang dalam sebulan. Sedangkan energi yang diperoleh oleh peneliti sebesar 2,9 Kg/bulan. Meskipun metode yang digunakan dalam memperoleh energi berbeda, pada penelitian Yanti (2007) energi diperoleh berdasarkan energy final dan efesiensi alat memasak, sedangkan pada penelitian ini perolehan energi langsung didapatkan dari jumlah energi yang di konsumsi masyarakat, namun demikian jumlah energy useful yang diperoleh tidak jauh berbeda.


(5)

commit to user VI-1

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini membahas kesimpulan dari analisa dan interpretasi hasil penelitian yang mengacu pada tujuan penelitian yang telah dilakukan serta saran-saran untuk mengimplementasikan manfaat yang dapat diberikan sebagai hasil dari penelitian ini.

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari pengumpulan data dan pengolahan data serta analisis yang telah dilakukan, maka dari penelitian ini diambil kesimpulan, sebagai berikut: 1. Profil masyarakat pengguna gas elpiji di kota Surakarta, mayoritas lahir di

karasidenan Surakarta, beragama islam, berasal dari suku jawa, berusia 31-40 tahun, tidak bekerja atau ibu rumah tangga, memiliki pendapatan 1jt-2 jt,

tingkat pendidikan tamat SLTA/sederajat, dan posisi dirumah sebagai istri.

2. Perilaku konsumen dalam menggunakan gas elpiji di kota Surakarta, sebagai berikut:

a. paling banyak menggunakan tabung gas 3 kg, karena masih disubsidi oleh pemerintah, sudah menggunakan gas elpiji > 1 tahun, dan lebih memilih membeli gas elpiji di warung dari pada agen, dikarenakan lebih mudah dalam pembelian dan jarak.

b. Mayoritas hanya masyarakat biasa dan tidak memiliki jabatan dalam pekerjaan (tidak bekerja), hal ini membuktikan bahwa status sosial dan jabatan dalam bekerja tidak bepengaruh dalam menggunakan gas elpiji.

c. Dalam menggunakan gas eliji dilakukan atas keinginan sendiri adapun yang memberi pengaruh dari luar paling besar dipengaruhi oleh pemerintah melalui sosialisasi konversi gas elpiji.

d. Gas elpiji digunakan sebagai bahan bakar utama dalam memasak dengan mayoritas frekuensi kegiatan memasak dilakukan setiap hari dan motivasi dalam menggunakan gas elpiji dikarenakan kepraktisan dalam penggunaan, murah dan mudah didapatkan.


(6)

commit to user VI-2

e. Masyarakat mengangap gas elpiji lebih murah, mudah didapatkan, lebih ramah lingkungan dan praktis dari minyak tanah. Namun meskipun demikian masih banyak masyarakat yang merasa takut dalam menggunakan gas elpiji terkait rumor ledakan tabung gas elpiji.

3. Karakteristik masyarakat pengguna gas elpiji di kota Surakarta data dilihat pada tabel 4.9.

4. Konsumsi penggunaan gas elpiji tidak dipengaruhi oleh jumlah pendapatan dan usia, tetapi dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga yang dimiliki. Semakin banyak anggota keluarga, semakin besar jumlah konsumsi gas elpiji yang digunakan. Kebutuhan gas elpiji per keluarga sebesar 11,6 Kg/bulan, konsumsi gas elpiji perorangan sebesar 2,9 Kg/bulan dan konsumsi gas elpiji masyarakat kota Surakarta sebesar 1.541.582 Kg/bulan atau 3751 KL/bulan sementara itu jumlah produksi gas elpiji untuk kota Surakarta sebesar 2305 KL/bulan, ketimpangan antara jumlah kebutuhan dan produksi ini dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan gas elpiji di kota Surakarta.

6.2 Saran

Untuk perbaikan selanjutnya, ada bebarapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan bagi pemerintah dan penelitian selanjutnya. Saran-saran yang dapat diberikan oleh penulis, sebagai berikut:

1. Sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan cluster masyarakat 2 dan 3 dalam melakukan sosialisasi konversi gas elpiji. Karena masyarakat pada cluster ini rentan terhadap rumor-rumor yang berkaitan dengan gas elpiji.

2. Pertamina meningkatkan jumlah produksi gas elpiji untuk wilayah kota Surakarta, mengingat ketimpangan antara jumlah produksi dan konsumsi sebesar 1446 KL/bulan yang akan berakibat terjadinya kelangkaan gas elpiji di kota Surakarta.