BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1. Perekonomian Indonesia Secara Umum
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Peningkatan
jumlah penduduk yang tinggi menyebabkan kebutuhan ekonomi juga meningkat sehingga dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahunnya. Hal ini dapat dicapai
melalui peningkatan output agregat barang dan jasa atau Produk Domestik Bruto PDB setiap tahun. Dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi
merupakan peningkatan PDB. Karena itu, tanpa kenaikan produksi atau pertumbuhan ekonomi berarti tingkat kehidupan suatu bangsa akan merosot. Salah satu cara untuk
meningkatkan PDB suatu negara adalah melalui investasi penanaman modal. Dalam hal ini adalah Penanaman Modal Asing langsung Foreign Direct Investment.
Di tengah gegap gempita apresiasi nilai rupiah dan indeks harga saham gabungan IHSG, publik mendadak dikejutkan pernyataan Menkeu Sri Mulyani.
Menkeu mengingatkan situasi perekonomian saat ini mirip dengan situasi menjelang krisis 10 tahun lalu, sehingga harus ada kesiapan jika ekonomi global tiba-tiba
bergejolak. Kemudian pernyataan itu memang direvisi untuk menenangkan pasar. Indikasi yang paling mudah dideteksi dari pernyataan Menkeu adalah tingginya aliran
Universitas Sumatera Utara
dana masuk capital inflow dari asing dan menguatnya nilai tukar mata uang negara- negara Asia, seperti Thailand dan India. Pernyataan tersebut spontan membuat pasar
kepanikan. Patut dimaklumi, memang, karena pernyataan tersebut diucapkan pejabat tinggi di bidang perekonomian. Terlepas dari terlalu khawatir atau hanya analisis
biasa, pernyataan itu harus benar-benar kita serap maknanya. Kita memang harus waspada agar badai krisis ekonomi tidak terulang. Mau tidak mau, mengalirnya uang
panas hot money dari mancanegara ke instrumen investasi portofolio harus disikapi hati-hati.
Kini, dana asing yang diparkir di Sertifikat Bank Indonesia SBI telah mencapai Rp 22 triliun pada pertengahan April 2007, atau meningkat 22,22 persen
dari total dana SBI yang mencapai Rp 253 triliun pada akhir pekan kedua April 2007. Dana asing yang diinvestasikan dalam instrumen obligasi negara Surat Utang
NegaraSUN juga meningkat pesat. Kini sudah mencapai Rp 67 triliun pada awal pekan ketiga April 2007. Dalam instrumen saham, komposisi dana asing juga
menunjukkan tren naik. Dan kini mencapai sekitar Rp 530 triliun pada akhir pekan ketiga April 2007, dari akhir 2006 yang mencapai Rp 523 triliun. Di satu sisi,
derasnya dana jangka pendek yang mengisi cadangan devisa ini akan memperkuat nilai tukar rupiah. Dan terbukti, nilai tukar rupiah terus mengalami apresiasi. Di sisi
lain, membesarnya aliran masuk dana asing jangka pendek yang lebih banyak diinvestasikan ke portofolio, bukan investasi langsung, sedikit-banyak akan
berpengaruh bagi perekonomian bangsa jika terjadi penarikan secara bersamaan. Hal
Universitas Sumatera Utara
itu bisa memicu inflasi dan mengguncang neraca perdagangan. Modus hampir serupa juga terjadi menjelang krisis 1997-1998. Dan, inilah substansi dari pernyataan Sri
Mulyani. Memang, dengan capital inflow yang tinggi, jumlah uang beredar akan
melonjak dan otomatis meningkatkan nilai tukar rupiah. Namun, hal tersebut juga akan mengancam neraca perdagangan, khususnya dapat menurunkan daya saing
produk kita di pasar ekspor. Yang melegakan, situasi perekonomian saat ini memang berbeda dari situasi saat krisis satu dekade silam. Kini, cadangan devisa yang
tersimpan di BI mencapai 53 miliar dolar AS. Sedangkan dulu, cadangan devisa hanya 20 miliar dolar AS. Asumsinya, cadangan devisa sebesar 53 miliar dolar AS
tersebut cukup untuk menanggulangi jika terjadi penarikan hot money sewaktu- waktu.
Di samping itu, rasio utang terhadap produk domestik bruto PDB juga menurun jika dibandingkan kondisi saat krisis. Saat ini, rasio utang terhadap PDB
hanya tinggal 20 persen. Sedangkan saat krisis, rasio utang terharap PDB mencapai lebih dari 50 persen. Indikator lain adalah kinerja ekspor yang menunjukkan
perkembangan signifikan. Nilai ekspor tumbuh 14,8 persen dan kini mencapai 100 miliar dolar. Sedangkan saat krisis, nilai ekspor hanya 40 miliar dolar AS. Meski
demikian, tidak sepatutnya jika kita terbuai dengan kondisi fundamental ekonomi
Universitas Sumatera Utara
yang tampak kuat sudah kuat. Jangan terbuai dengan asumsi-asumsi yang menyatakan bahwa negeri ini tak akan terpengaruh hengkangnya hot money.
Sebab, sudah banyak analisis yang menyebutkan bahwa situasi ekonomi Indonesia hanya bagus di permukaan. Berbagai indikator makroekonomi tersebut
memang menunjukkan kegembiraan: kurs rupiah stabil dan terus menguat, laju inflasi terkendali, suku bunga rendah, serta pertumbuhan ekonomi tinggi. Namun, di sisi lain
kita masih melihat sejumlah masalah antara lain: lambannya pergerakan sektor riil, persoalan pengangguran yang belum tertangani, dan kemiskinan yang tak tuntas
diselesaikan. Selama ini, cukup meningginya pertumbuhan ekonomi dan tercapainya stabilitas moneter masih tampak semu, karena tidak terlihat secara riil dalam tingkat
kesejahteraan rakyat. Terjadi semacam diskoneksi antara indikator makroekonomi yang membaik dan pergerakan sektor riil yang melamban.
Karenanya, saat ini kita tidak perlu berdebat tentang pernyataan menkeu maupun asumsi-asumsi yang membantahnya. Yang harus dilakukan pemerintah dan
otoritas moneter adalah bagaimana menyiasati agar capital inflow yang begitu deras bisa berperan sebagai perangsang pergerakan sektor riil. Dengan berbagai regulasi
dan insentif, pemerintah seharusnya sangat bisa untuk membuat aliran dana yang diparkir di investasi portofolio, seperti SBI, SUN, dan bursa saham, dikonversi ke
dalam instrumen investasi langsung yang bisa menggerakkan sektor riil. Mengapa ini penting? Hanya dengan pergerakan sektor riil yang dinamis, tingkat kesejahteraan
Universitas Sumatera Utara
rakyat dapat diperbaiki. Sektor riil mampu menyerap puluhan juta tenaga kerja, dan mengatasi pengangguran yang kini mencapai 60 persen angkatan kerja kita. Yang
tidak kalah penting, sektor riil mampu menggerakkan berbagai sumberdaya ekonomi yang selama ini belum digarap maksimal.
4.2. Perkembangan Penanaman Modal Asing FDI di Indonesia