42
5. Warna unsur tata letak
harmonis dan
memperjelas fungsi
Memperhatikan tampilan
warna secara
keseluruhan yang dapat memberikan nuansa tertentu dan dapat memperjelas materi.
6. Warna judul modul kontras
dengan warna latar belakang. Judul modul ditampilkan lebih menonjol daripada
warna latar belakangnya. 7.
Menggambarkan isimateri ajar dan mengungkapkan karakter
objek. Dapat dengan cepat memberikan gambaran
tentang materi ajar tertentu dan secara visual dapat
mengungkap jenis
ilustrasi yang
ditampilkan berdasarkan materi ajarnya. 8.
Ilustrasi dan keterangan gambar caption
Mampu memperjelas penyajian materi baik dalam bentuk, ukuran yang proporsional serta
warna yang menarik sesuai objek aslinya. Keterangan gambar ditempatkan berdekatan
dengan ilustrasi dengan ukuran lebih kecil dari gambar utama
9. Penempatan
hiasanilustrasi sebagai latar belakang tidak
mengganggu judul, teks, angka halaman.
Menempatkan hiasailustrasi
pada halaman
sebagai latar
belakang jangan
sampai mengganggu kejelasan, penyampaian informasi
pada teks,
sehingga dapat
menghambat pemahaman peserta didik.
10. Mampu mengungkap makna
arti dari objek. Berfungsi
untuk memperjelas
materiteks sehingga mampu menambah pemahaman dan
pengertian perserta didik pada informasi yang disampaikan.
11. Bentuk akurat dan proporsional
sesuai dengan kenyataan. Bentuk dan ukuran ilustrasi harus realistis dan
secara rinci dapat memberikan gambaran yang akurat tentang obyek yang dimaksud.
Bentuk ilustrasi harus proporsional sehingga tidak menimbulkan salah tafsir peserta didik.
12. Kreatif dan dinamis.
Menampilkan ilustrasi dari berbagai sudut pandang tidak hanya ditampilkan dalam tampak
depan dan mampu divisualisasikan secara dinamis yang dapat menambah kedalaman
pemahaman dan pengertian perserta didik.
E. Kajian Mengenai Karakteristik Anak SD
Anak -anak usia Sekolah Dasar memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak lainnya. Menurut Desmita 2009: 35, karakteristik anak usia Sekolah
Dasar adalah senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Oleh sebab itu,
guru hendaknya menciptakan proses pembelajaran yang mengandung unsur
43 permainan, membuat siswa untuk aktif berpindah atau bergerak, belajar dan
bekerja dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk
terlibat langsung dalam proses pembelajaran.
Menurut Havighurst Desmita, 2009: 35-36, tugas perkembangan anak usia
sekolah dasar meliputi.
1. Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan
aktivitas fisik. 2.
Membina hidup sehat. 3.
Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok. 4.
Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin. 5.
Belajar, membaca, menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat.
6. Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif.
7. Mengembangkan kata hati, moral, dan nilai-nilai.
8. Mencapai kemandirian pribadi.
Dalam upaya mencapai setiap tugas perkembangan tersebut, menurut Desmita 2009:36 guru dituntut untuk memberikan bantuan yakni sebagai
berikut. 1.
Menciptakan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan fisik.
2. Melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk belajar bergaul dan bekerja dengan teman sebaya, sehingga kepribadian sosialnya berkembang.
3. Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman
yang konkret atau langsung dalam membangun konsep. 4.
Melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan nilai-nilai, sehingga siswa mampu menentukan pilihan yang stabil dan menjadi
pegangan bagi dirinya.
Mengacu pada teori kognitif Piaget Desmita, 2009:104, pemikiran anak- anak usia sekolah dasar masuk dalam tahap pemikiran konkret operasional
concrete operational thought, yaitu masa di mana aktivitas mental anak terfokus pada objek-objek yang nyata atau berbagai objek kejadian yang pernah
44 dialaminya. Dalam intelegensi operasional anak yang sedang berada pada tahap
konkret-operasional, anak mulai mengembangkan tiga macam operasi berpikir, yaitu: 1 identifikasimengenali sesuatu; 2 negasimengingkari sesuatu; dan 3
reprokasimencari hubungan timbal - balik antara beberapa hal Sunarto dan B. Agung Hartono, 2008: 24-25.
Perolehan pemahaman tersebut diiringi dengan banyak berkurangnya egosentrisme anak Syah, 1995: 71-72. Artinya anak sudah mulai memiliki
kemampuan untuk
mengkoordinasi pandangan-pandangan
lain dengan
pandangannya sendiri, dan memiliki pandangan positif bahwa pandangannya hanyalah salah satu dari sekian banyak pandangan orang. Namun demikian, masih
ada keterbatasan - keterbatasan kapasitas anak dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Anak-anak dalam rentang usia 7-11 tahun ini baru mampu berpikir
sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa konkret. Untuk itu pada tahapan ini dinamakan tahap konkret operasionaloperasional konkret.
Pada masa usia sekolah dasar secara relatif, anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya. Menurut Yusuf 2000: 24-25 masa usia
sekolah dasar diperinci lagi menjadi dua fase, yaitu: 1 masa kelas-kelas rendah sekolah dasar; dan 2 masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar. Pada masa kelas-
kelas rendah sekolah dasar, kira-kira usia 6 atau 7 tahun sampai 9 atau 10 tahun, muncul beberapa sifat anak-anak antara lain sebagai berikut.
1. Adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan
prestasi apabila jasmaninya sehat banyak prestasi yang diperoleh. 2.
Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang tradisional.
45 3.
Adanya kecenderungan memuji diri sendiri menyebut nama sendiri. 4.
Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak yang lain. 5.
Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting.
6. Pada masa ini terutama usi 6,0 - 8,0 tahun anak menghendaki nilai angka
rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
Berikut ini akan dijelaskan karakteristik peserta didik kelas II SD berdasarkan tahap perkembangannya, yakni meliputi perkembangan kognitif,
perkembangan emosi, dan perkembangan sosial. 1.
Perkembangan Kognitif Seorang pakar terkemuka dalam disiplin psikologi kognitif dan psikologi
anak, Piaget Syah, 2010: 66 mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak
menjadi empat tahapan.
a. Tahap sensory-motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada
usia 0-2 tahun. b.
Tahap pre-operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadu pada usia 2-7 tahun.
c. Tahap concrete-operational, yaitu terjadi pada usia 7-11 tahun.
d. Tahap formal-operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi
pada usia 11-15 tahun. Mengacu pada teori perkembangan kognitif Jean Piaget, pemikiran anak-
anak Sekolah Dasar tergolong pada tahap perkembangan concrete operational
46 operasional konkret. Operasional konkret adalah aktivitas mental yang difokuskan
pada objek-objek dan peristiwa-peristiwa nyata atau konkret yang dapat diukur. Ini berarti bahwa anak usia Sekolah Dasar sudah memiliki kemampuan untuk
berpikir melalui urutan sebab-akibat dan mulai mengenali banyaknya cara yang bisa ditempuh dalam permasalahan yang dihadapinya. Dalam upaya memahami
alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari pancaindera, karena ia mulai memiliki kemampuan untuk
membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan yang sesungguhnya, dan antara yang bersifat sementara dan yang bersifat menetap.
Pemahaman tentang waktu dan ruang spatial relations anak usia sekolah dasar juga semakin baik. Karena itu, mereka dapat dengan mudah menemukan
jalan keluar di ruangan yang lebih kompleks daripada sekadar ruangan di dalam rumahnya sendiri. Menurut Piaget Desmita, 2009: 105, anak-anak pada masa
konkret operasional ini teah mampu menyadari konservasi, yakni kemampuan anak untuk berhubungan dengan sejumlah aspek yang berbeda secara serempak.
2. Perkembangan Emosi
Berikut ini adalah beberapa perubahan yang penting dalam perkembangan
emosi pada masa kanak-kanak madya dan akhir Santrock, 2007 : 18.
a. Peningkatan kemampuan untuk memahami emosi kompleks, misalnya
kebanggaan dan rasa malu. Emosi-emosi ini menjadi lebih terinternalisasi self-generated dan terintegrasi dengan tanggung jawab personal.
b. Peningkatan pemahaman bahwa mungkin saja seseorang mengalami lebih
dari satu emosi dalam situasi tertentu.
47 c.
Peningkatan kecenderungan untuk lebih mempertimbangkan kejadian- kejadian yang menyebabkan reaksi emosi tertentu.
d. Peningkatan kemampuan menekan atau menutupi reaksi emosional yang
negatif. e.
Penggunaan strategi personal untuk mengalihkan perasaan tertentu, seperti mengalihkan atensi atau pikiran ketika mengalami emosi tertentu.
Secara singkat, “ketika mencapai masa anak-anak madya, seorang anak menjadi lebih reflektif dan stategis dalam kehidupan emosional mereka…. tetapi
anak-anak dalam usia ini juga memiliki kemampuan menunjukkan empati yang tulus dan pemahaman emosional yang lebih tinggi dibandingkan masa
sebelumnya” Santrock, 2007: 18. 3.
Perkembangan Sosial Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan
sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk meyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi; meleburkan diri menjadi
suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama Dahlan, 2000: 122. Masa anak-anak di sekolah dasar merupakan suatu masa perkembangan di mana
anak-anak mengalami sejumlah perubahan-perubahan. Kebanyakan dari mereka sudah mempelajari mengenai sesuatu yang berhubungan dengan orang lain. Dunia
psikososial anak menjadi semakin kompleks dan berbeda dengan masa anak-anak awal dulu. Relasi dengan anggota keluarga dan teman sebaya terus memainkan
peranan penting Desmita, 2005: 179.
48 Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orangtua, anggota
keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial. Pada usia anak, bentuk-
bentuk tingkah laku sosial itu di antaranya: 1 pembangkangan negativisme; 2 agresi aggression; 3 berselisihbertengkar quarreling; 4 menggoda teasing;
5 persaingan rivarly; 6 kerja sama cooperation; 7 tingkah laku berkuasa ascendant behavior; 8 mementingkan diri sendiri selfishness; 9 simpati
sympathy.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, baik orangtua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman sebayanya
Dahlan, 2000: 125-126. Apabila lingkungan sosial anak memberikan pengaruh yang positif, maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara
matang. Namun sebaliknya, apabila lingkungan anak memberikan pengaruh yang negatif, maka anak akan cenderung menampilkan perilaku maladjustment, seperti:
1 bersifat minder; 2 senang mendominasi orang lain; 3 bersifat egoisselfish; 4 senang mengisolasi dirimenyendiri; 5 kurang memiliki perasaan tenggang rasa;
dan 6 kurang memedulikan norma dalam berperilaku.
Berdasarkan penjelasan di atas, pengembangan media yang dilakukan dalam penelitian ini harus memerhatikan karakteristik anak sekolah dasar. Menurut
perkembangan kognitif anak, siswa sekolah dasar berada pada tahap concrete- operational atau operasional konkret, di mana anak akan memahami berbagai hal
di lingkungannya melalui benda yang berwujudkonkret. Di samping itu, menurut perkembangan sosial dan emosionalnya, anak usia sekolah dasar telah memiliki
49 kematangan dalam hubungan sosial, sehingga anak harus diberikan kesempatan
untuk bergaul dengan lingkungan sosialnya serta ditanamkan nilai-nilai sosial. Big Book ini menjembatani karakteristik kebutuhan siswa sekolah dasar, dengan
menghadirkan media yang konkret dan menarik minat siswa, serta memberikan kesempatan siswa untuk berdiskusi dan melakukan kegiatan bersama dengan
teman sebayanya. F.
Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh dilakukan oleh Ivonne Hafidlati Kiromi dan Puji Yanti Fauziah
2016 dengan judul “Pengembangan Media Pembelajaran Big Book untuk Pembentukan Karakter Anak Usia Dini”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
media pembelajaran ditinjau dari aspek penilaian dari para ahli, yaitu ahli materi dan ahli media menunjukkan bahwa pengembangan media pembelajaran Big Book
berkategori “sangat layak”. Terdapat perbedaan skor antara kelas kontrol dan kelas eksperimen, yaitu dengan perolehan skor eksperimen lebih tinggi yaitu 43
dan kelas kontrol memperoleh skor 39.14. Dengan perolehan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen mendapatkan hasil yang lebih baik,
sehingga Big Book memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan karakter anak. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama
– sama mengembangkan media Big Book, akan tetapi perbedaanya terletak pada
sasaran dan tujuan pengembangan serta materi pelajarannya. Penelitian lain yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Aqila
Darmata Synta 201 5 dengan judul “Peningkatan Keterampilan Membaca
50 Permulaan Melalui Media Big Book pada Siswa Kelas I SDN Delegan 2
Prambanan Sleman”. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan media Big Book dapat meningkatkan keterampilan membaca permulaan dibuktikan dengan
nilai rata-rata kelas dari 67,57 meningkat menjadi 73 dan 82,35. Presentase pencapaian nilai rata-rata keterampilan membaca mengalami peningkatan pada
pratindakan sebesar 36 , pada siklus I 54 , dan pada siklus II yaitu 87 . Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama
menggunakan media Big Book, perbedaannya terletak pada jenis penelitian dan juga sasaran penelitiannya.
51
G. Kerangka Pikir