kurang stabil. Klien yang mengalami cedera atau menderita penyakit kronis, seringkali mengalami kesulitan mengontrol lingkungan dan perawatan diri
dapat menimbulkan tingkat ansietas yang tinggi. Nyeri yang tidak kunjung hilang menyebabkan gangguan psikosis dan kepribadian.
7 Keletihan
Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap
individu yang menderita penyakit dalam jangka waktu yang lama. 8
Pengalaman Sebelumnya Klien yang sudah pernah mengalami nyeri cenderung mampu untuk mengatasi
nyeri yang dirasakan atau beradaptasi dengan nyeri yang dialami saat ini. 9
Gaya Koping Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian maupun
keseluruhan. Berbagai sumber koping yang dapat digunakan antara lain dengan dukungan dari keluarga, melakukan latihan atau menyanyi. Koping
tersebut bermanfaat untuk mengurangi nyeri sampai tingkat tertentu. 10
Dukungan Keluarga dan Sosial Individu yang mengalami nyeri akan bergantung pada anggota keluarga atau
teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan.
2.2.4 Reaksi Terhadap Nyeri
Reaksi terhadap nyeri menurut Potter Perry 2006: 1508-1510 merupakan respons fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan
nyeri.
1 Respon Fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon
stress. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi flight atau fight yang merupakan sindrom
adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan
respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus menerus, berat, atau dalam, dan secara tipikal melibatkan organ-organ viseral seperti nyeri pada infark
miokard, kolik akibat kandung empedu atau batu ginjal, sistem saraf parasimpatis menghasilkan suatu reaksi. Respon fisiologis terhadap nyeri
dapat sangat membahayakan individu. Kecuali pada kasus-kasus nyeri traumatik yang berat, yang menyebabkan individu mengalami syok,
kebanyakan individu mencapai tingkat adaptasi yaitu tanda-tanda fisik kembali normal. Dengan demikian klien yang mengalami nyeri tidak akan
selalu memperlihatkan tanda-tanda fisik. 2
Respon Perilaku Pada saat nyeri dirasakan, pada saat itu juga dimulai suatu siklus yang apabila
tidak diobati atau tidak dilakukan upaya untuk menghilangkannya, dapat mengubah kualitas kehidupan individu secara bermakna. Menurut Meinhart
dan McCaffery 1983 dalam Potter dan Perry 2006 mendeskripsikan 3 fase pengalaman nyeri antara lain:
a. Fase Antisipasi
Fase ini terjadi sebelum mempersepsikan nyeri. Seorang individu mengetahui nyeri akan terjadi. Fase antisipasi biasanya akan
mempengaruhi dua fase lain. Antisipasi terhadap nyeri memungkinkan individu untuk belajar memahami nyeri dan mengontrol ansietas sebelum
nyeri terjadi. Perawat berperan penting dalam membantu klien selama fase antisipatori. Penjelasan yang benar membantu klien memahami dan
mengontrol ansietas yang mereka alami. Pada situasi klien merasa terlalu takut atau terlalu cemas, maka antisipasi terhadap nyeri dapat
meningkatkan persepsi keparahan nyeri. b.
Fase Sensasi Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. Individu bereaksi terhadap
nyeri dengan cara yang berbeda-beda. Toleransi individu terhadap nyeri merupakan titik yaitu terdapat suatu ketidakinginan untuk menerima nyeri
dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi dan durasi yang lebih lama. Klien yang memiliki toleransi tinggi terhadap nyeri, mampu menahan
nyeri tanpa bantuan. Seringkali seorang perawat harus mendorong pasien dengan karakteristik tersebut untuk menerima upaya-upaya mengatasi
nyeri supaya aktivitas dan asupan nutrisinya tidak menurun secara drastis. Sebaliknya, seorang klien yang memiliki toleransi nyeri yang rendah dapat
mencari upaya untuk menghilangkan nyeri sebelum nyeri terjadi. Misalnya seorang klien meminta aspirin dalam upaya untuk mengantisipasi nyeri
kepala.
Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri meliputi menggerakkan gigi, memegang bagian tubuh yang terasa nyeri,
postur tubuh membengkok, dan ekspresi wajah yang menyeringai. Seorang klien mungkin menangis atau mengaduh, gelisah, atau sering memanggil
perawat. c.
Fase Akibat Aftermath Fase akibat merupakan fase ketika nyeri berkurang atau berhenti. Setelah
mengalami nyeri, klien mungkin memperlihatkan gejala-gejala fisik, seperti menggigil, mual, muntah, marah, atau depresi. Jika klien
mengalami serangkaian episode nyeri yang berulang, maka respon akibat aftermath dapat menjadi masalah kesehatan yang berat.
2.3.5 Penatalaksanaan Nyeri