33
secara kronik dan intermiten menyebabkan lesi histopatologi pada sel-sel epitelia saluran pernafasan. Jika konsentrasi asap rokok yang diberikan
rendah, maka akan menyebabkan hiperplasia, sedangkan pada asap rokok konsentrasi tinggi menyebabkan nekrosis silia dan metaplasia dengan
keratinisasi, penebalan submukosa dan infiltrasi sel-sel radang mononukleus Tamashiro, et al., 2009: 117-122.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kristianti tahun 2004. Paparan asap rokok yang tinggi menyebabkan terjadinya lesi dan
metaplasia sel-sel epitelia bronkus dan bronkiolus, adanya metaplasia sel- sel epitelia, hiperplasia kelenjar dan infiltrasi sel-sel radang.
8. Paru-paru Mencit
a. Gambaran makroskopis
Paru-paru mencit berada dalam kavum toraks yang terdiri dari tiga lobi di sebelah kanan dan dua lobus berada di sebelah kiri Sirois, 2005:
167,172. Paru-paru dibagi menjadi sistem penyalur udara intrapulmonalis, sistem respirasi parenkima dan pleura. Sistem penyalur udara
intrapulmonalis bronkus dan bronkiolus mencakup 6 paru-paru. Parenkima atau daerah pertukaran gas terdiri dari duktus alveolaris, sakus
alveolaris dan alveoli yang mencakup 85 dari seluruh paru-paru Dellmann, et al., 1992.
b. Histologi paru-paru mencit
1 Bronkus
34
Bronkus primer memiliki diameter yang lebih kecil jika dibandingkan dengan trakea. Pada setiap bronkus terdapat saraf,
pembuluh darah dan percabangan limfatik yang bersamaan dengan percabangan jalur udara. Lamina epitelium mengandung sel
Goblet, kelenjar dan jaringan ikat dengan sedikit kartilago. Lamina muskularis terdiri atas jaringan otot polos dan jaringan elastis yang
mengandung sel Clara. Setiap bronkus primer akan terbagi menjadi satu atau lebih bronkus intrapulmonalis yang terdiri atas bronkus
sekunder dan tersier.Samuelson, 2007.
Gambar 4. Gambaran histologik parenkima paru-paru mencit a bronkus b bronkiolus, c bronkiolus respiratorius, d alveoli Laelatul
Rahmad, 2013: 22.
2 Bronkiolus
Bronkiolus merupakan percabangan terakhir pada bronkus intrapulmonalis. Lanjutan pertama adalah bronkiolus primer, tunika
mukosa yang terdiri dari lapisan epitelium kuboid bersilia dengan
35
jumlah sel Goblet yang semakin sedikit tanpa sel basal. Sel Clara sebagai sel eksokrin bronkial yang berfungsi mengabsorbsi dan
mensekresikan glikoprotein bergranula yang dilepaskan melalui sel-sel epitelia bronkioli. Selain itu, sel Clara mampu mendegradasi substansi
toksik yang terinhalasi dan sebagai sel basal untuk sel-sel epitelia bronkioli. Lamina propria terdiri dari jaringan ikat dan otot polos.
Tunika adventisia terdiri dari sedikit kartilago dan serabut elastis di sekitar lapisan otot polos. Percabangan yang lebih kecil yaitu brokial
terminal. Lamina epitelium tersusun atas epitelium kuboid simpleks
yang mengandung sel Clara.
3 Bronkiolus respiratorius
Bronkiolus respiratorius melanjut sebagai alveoli dengan dinding yang sangat tipis dan terisi oleh duktus alveoli dan sakus
alveoli. Bronkiolus respiratorius secara strukutral terdiri atas lamina epitelium, lamina propria dan tunika submukosa. Lamina epitelium
tersusun atas sel-sel epitelia kuboid. 4
Alveoli Sel utama penyusun alveoli adalah sel-sel epitelia skuamus
simpleks sel alveolar tipe I atau pneumosit I. Nukleus pneumosit I berbentuk pipih. Pneumosit I memiliki sitoplasma sangat tipis 200
nm sehingga tidak terlihat secara histologis karena keterbatasan resolusi mikroskop cahaya. Pneumosit I adalah penyusun permukaan
luar alveoli sampai 95. Sel natif lainnya yang menyusun sel-sel
36
epitelia alveolus adalah sel alveolar tipe II pneumosit II yang terlihat secara histologis berupa sel kuboid. Selain pneumosit I dan II, pada
alveoli juga terdapat makrofag dan mast cell. Makrofag pulmonalis berasal dari monosit yang terdapat di dalam sirkulasi darah dan
bermigrasi ke jaringan interstisium paru-paru yang juga disebut sebagai makrofag septal. Makrofag tersebut pada umumnya terdapat
pada jaringan antar pneumosit I dan lumen alveoli sehingga disebut makrofag alveolaris Samuelson, 2007.
c. Pengaruh asap rokok pada hewan percobaan mencit
Penelitian mengenai paparan asap rokok terhadap hewan laboratorium terutama mencit telah banyak dilakukan, salah satunya
adalah penelitian yang ditujukan untuk menentukan efek sitotoksik asap rokok terhadap jaringan tubuh hewan laboratorium. Asap rokok
mengandung reactive oxygen species ROS dan reactive nitrogen species
RNS berupa radikal superoksida, peroksida hidroksil, radikal hidroksil dan peroksinitrit yang dapat menginduksi terjadinya lesi pada
sel-sel epitelia alveolaris, stres oksidasi dan kematian sel pada jaringan paru-paru.
Asap rokok memiliki sifat sitotoksik yang dapat menghasilkan senyawa ROS dan memiliki kandungan senyawa aldehid pada fase gas
asap rokok. Senyawa-senyawa tersebut dapat melemahkan aktifitas pemusnah radikal bebas di dalam tubuh, antara lain glutation GSH,
N-acetylcystein NAC dan superoxide dismutase SODs. Kandungan
37
senyawa ROS akan menginduksi deplesi glutation, menggangu pertumbuhan sel, sel rusak dan lisis, serta meningkatkan permeabilitas
sel-sel epitelia. Asap rokok juga berpotensi menginduksi respon inflamasi pada sel-sel epitelia alveoli dan bronki. Asap rokok
mengandung acrolein dan acetaldehyde yang merupakan kandungan utama pada fase gas asap rokok yang terbukti dapat menginduksi
apoptosis sel-sel epitelia bronki Aoshiba, et al., 2003: 219-226. Nekrosis dan apoptosis sel-sel epitelia alveolaris dan bronkialis,
senyawa ROS dan RNS pada asap rokok dapat menginduksi terjadi fibrosis pulmonalis pada hewan laboratorium. Penelitian tersebut
ditujukan untuk melihat kemampuan aktifitas antioksidan pada tubuh hewan percobaan, yaitu GSH, NAC dan SODs. Ketiga antioksidan
tersebut mampu mengurangi induksi fibrosis pulmonalis oleh senyawa ROS atau RNS yang terkandung dalam asap rokok Aoshiba, et al.,
2003: 219-226. Glutation merupakan antioksidan yang terdapat dalam jaringan
paru-paru. Jika glutation jumlahnya tidak normal akan menyebabkan konstriksi bronkus. Senyawa NAC adalah antioksidan yang mengatur
homeostatis glutation dengan meningkatkan level cysteine sehingga akan mengatur sintesis glutation. NAC juga akan menyebabkan
penurunan aktifitas respon inflamasi, deposisi kolagen dan meningkatkan bleomycin sebagai induktor terjadinya fibrosis jaringan
paru-paru. Antioksidan yang ketiga, yaitu SODs, memiliki aktifitas
38
yang dapat menurunkan stres oksidasi, inflamasi jaringan paru-paru dan mencegah terjadinya kerusakan jaringan paru-paru Kinnula, et al.,
2005: 417- 422.
39
B. Kerangka Berpikir Teoritis